Evangeline terlihat menatap siapa yang duduk di hadapannya, lebih dari tujuh tahun tidak bertemu, sepertinya pria itu sama saja, masih angkuh dan sombong.
"Apa yang membuat Anda datang mencari 'ku?" tanya Evangeline begitu formal.
Kelvin menyeringai, kemudian terlihat enggan berbasa-basi, sedikit menegakkan badan hingga kemudian menjawab, "Paman ingin mengundangmu makan malam bersama. Ya, anggap saja makan malam keluarga karena sudah lama kita tidak berkumpul."
Evangeline tersenyum getir, sebenarnya tahu maksud sang paman. Tentu saja Kelvin mau repot-repot mencari dan mengundangnya makan malam karena kedatangan Jonathan.
"Wah, gimana ya? Sayangnya saya sibuk!" tolak Evangeline halus.
Beberapa tahun yang lalu, Evangeline hanya gadis remaja yang memilih takut dan tidak melawan, tapi sekarang keadaannya berbeda. Ia tidak mau lagi dianggap lemah.
"Hanya meluangka
Devan mengajak Evangeline berdiri, berjalan menuju teropong bintang yang berada di sisi lain dari tempat mereka makan. Evangeline semakin bingung dengan apa yang ingin dilakukan oleh Devan. Hingga kini mereka berdiri di depan teropong bintang, Devan berdiri tepat di belakang Evangeline. "Aku dengar malam ini ada hujan meteor, karena itu aku menyiapkan semuanya untukmu," bisik Devan, napasnya berembus menggelitik telinga Evangeline. Evangeline tersenyum, tangannya memegang teropong yang akan digunakan untuk melihat bintang. "Lalu, di mana kembaran 'ku?" tanya Evangeline dengan nada suara menggoda Devan. Devan menunjuk satu bintang yang begitu terang, kemudian menjawab, "Itu, sangat mirip denganmu. Bersinar terang dan bisa dilihat oleh siapa pun yang berpijak di bumi." Evangeline tersipu, menunduk menahan malu hingga kemudian menatap lagi ke angkasa.
"Maaf, saya sudah tidak berani menyerang perusahaan itu. Tuan Jonathan Smith membeli saham di perusahaan itu, artinya tidak ada yang berani menyentuh apalagi macam-macam dengan perusahaan tempat pria itu berinvestasi." Seorang pria menghubungi Cristian dan langsung mengakhiri setelah selesai bicara.Cristian melempar gelas yang sedang dipegang, menciptakan suara nyaring ketika membentur tembok."Bagaimana bisa tiba-tiba tuan Jonathan berinvestasi ke perusahaan itu?" Cristian begitu geram.Tujuan untuk menghancurkan perusahaan Devan secara pelan-pelan gagal sudah dengan adanya campur tangan dari Jonathan. Cristian sadar siapa Jonathan dan tidak akan ada yang berani menyentuh perusahaan yang ada nama pria itu. Karena itulah Kelvin sangat takut kalau Jonathan sampai menarik investasi dari perusahaan itu, bagi Kelvin lebih memilih merendah dari pada kehilangan sumber kekayaannya. Alasan kenapa Kelvin mencari keberadaan Evang
Sama halnya dengan Evangeline, Devan tampak terus tersenyum saat bekerja. Mengingat kegiatan semalam memang membuat pikiran terus berpikir mesum. Danny memperhatikan atasannya itu, sampai menggeleng berulang kali karena sikap Devan."Sungguh tidak normal, abnormal," batin Danny seraya mendesau. Tidak menyangka kalau atasannya kini seperti orang gila, senyum-senyum tak jelas. Tentu saja hal itu terasa aneh untuk Danny, biasanya melihat Devan yang dingin, galak, dan keras. Kini ia malah menyaksikan Devan seperti marsmallow yang lembek dan lembut.TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Devan mempersilahkan masuk dengan suara lantang. Hingga ketika pintu terbuka, sepasang kaki kecil berlari dan langsung melompat kepangkuan Devan."Wow! Halo bocah kecil!" Devan mencolek hidung Angel."Kangen Papa Devan," ucap Angel manja, gadis kecil itu memeluk erat sang paman.
Sesaat sebelum alarm kebakaran berbunyi. Seorang pria berpakaian teknisi tampak berjalan masuk ke gedung, menenteng perkakas menuju ruang kendali. Hingga beberapa menit kemudian alarm kebakaran berbunyi, sistem operasi listrik mati membuat semua orang panik.Ketika Evangeline tengah berjibaku dengan orang-orang yang saling berdesakan untuk menyelamatkan diri, hingga membuatnya terpisah dari pengawal pribadinya, seseorang menarik Evangeline dan membuatnya kebingungan."Hei! Siapa kamu?" Evangeline berusaha melepas tangan yang digenggam pria itu tapi tidak berhasil.Hingga ada pria lain yang muncul dari belakang dan membekap Evangeline menggunakan sapu tangan yang sudah diberi obat bius, membuat wanita itu langsung terkulai lemas dan tidak sadarkan diri."Bawa dia cepat!" Salah satu memerintah dan berjalan cepat menuju mobil membuka pintu, sedangkan pria satu yang menerima perintah langsung mengg
Dua pria yang membawa seorang pria berumur berumur 45 tahun dari sebuah kota kecil. Sudah masuk ke kota besar di mana orang yang memerintah tengah menunggu. Hingga suara ponsel terdengar terus berbunyi, membuat salah satu pria berbadan kekar itu menjawab."Halo!" Pria itu menjawab panggilan dari nomor tak dikenal."Lepaskan pria yang kalian bawa, atau kalian akan melihat wanita bernama Evangeline mati sia-sia." Suara dari seberang panggilan tampak terdengar seperti sebuah ancaman."Apa maksudmu? Kami tidak kenal dengan wanita yang kalian maksud!" Pria yang menjawab panggilan itu menoleh pada rekan yang tengah mengemudikan mobil, kemudian menoleh ke kursi penumpang di mana pria yang mereka bawa duduk dengan kepala tertutup kain hitam dan kedua tangan yang diikat jadi satu."Tanyakan pada orang yang menyuruh kalian! Jika sampai sore ini tidak ada kepastian, maka kami akan mengirimkan mayat wanita ini k
Baru akan menemui Jonathan, Devan dan Jordan bertemu dulu dengan pria itu di depan lobi hotel tempat menginap Jonathan."Tuan, kebetulan bertemu dengan Anda," ucap Devan yang terlihat senang karena bisa bertemu Jonathan.Raut wajah Jonathan terlihat gusar dan cemas, pria itu langsung menggandeng tangan Devan. "Ikutlah denganku!" ajaknya."Tunggu! Saya ke mari karena ingin meminta bantuan, ini tentang--""Evangeline, aku tahu. Karena itu aku ingin mengajakmu." Jonathan memotong ucapan Devan, membuat pria itu terkejut."Anda tahu?" tanya Devan mengernyitkan dahi. Jordan yang menemani Devan juga terkejut.Jonathan mengangguk, kemudian berkata, " Anak buahku berhasil menemukan dan membawa orang yang menjadi saksi kunci jawaban kematian keluarga Angel. Namun, sepertinya orang yang membayar pria itu mengetahui dan kini tengah mengancam," ujar Jonathan.
Devan menatap pria yang ada dihadapannya, kedua tangan terikat ke depan, tapi senyum seringai muncul di wajah pria itu, seakan sedang mengejek pada orang yang menangkapnya. "Apa aku boleh memukulnya?" tanya Devan pada Jonathan karena kesal. "Tahan, jika kita menyakiti pria ini, maka keselamatan Evangeline akan terancam," jawab Jonathan mencoba meredam amarah. Anak buah Jonathan sudah mencoba menginterogasi, berharap pria itu buka mulut dan mau bersaksi tentang kejadian kematian keluarga Evangeline. Namun, pria itu terlalu picik karena yakin jika orang yang menyuruhnya tidak akan tinggal diam. Kini mereka tengah dalam perjalanan menuju tempat Evangeline disekap, mengalah demi keselamatan Evangeline. Jonathan tidak menghubungi polisi karena orang suruhan Kelvin mengancam akan membunuh Evangeline ditempat, jika mereka melihat polisi ikut campur. - - C
Evangeline duduk dengan kepala menunduk, matanya menatap kedua telapak tangan yang berlumuran darah. Tubuhnya bergetar, kakinya terasa lemas. Melihat Cristian mengorbankan nyawa untuknya, membuat Evangeline benar-benar merasa bersalah.Devan berjongkok di depan sang istri, membuka tisu basah kemudian mengambil selembar. Meraih tangan Evangeline hingga kemudian mengusap telapak tangan dengan lembut. Devan melirik pada Evangeline, tapi tatapan mata wanita itu kosong. Devan terus membersihkan tangan Evangeline dari noda darah, hingga kemudian berpindah membersihkan wajah yang basah bercampur bercak merah."Dia akan baik-baik saja," ucap Devan mencoba menenangkan perasaan Evangeline.Mereka membawa Cristian ke rumah sakit, sampai di sana langsung dibawa masuk ke ruang operasi. Sedangkan Evangeline dan Devan menunggu di kursi selasar yang terdapat di koridor rumah sakit.Jordan dan Jonathan ada di sana, m