Evangeline duduk dengan kepala menunduk, matanya menatap kedua telapak tangan yang berlumuran darah. Tubuhnya bergetar, kakinya terasa lemas. Melihat Cristian mengorbankan nyawa untuknya, membuat Evangeline benar-benar merasa bersalah.
Devan berjongkok di depan sang istri, membuka tisu basah kemudian mengambil selembar. Meraih tangan Evangeline hingga kemudian mengusap telapak tangan dengan lembut. Devan melirik pada Evangeline, tapi tatapan mata wanita itu kosong. Devan terus membersihkan tangan Evangeline dari noda darah, hingga kemudian berpindah membersihkan wajah yang basah bercampur bercak merah.
"Dia akan baik-baik saja," ucap Devan mencoba menenangkan perasaan Evangeline.
Mereka membawa Cristian ke rumah sakit, sampai di sana langsung dibawa masuk ke ruang operasi. Sedangkan Evangeline dan Devan menunggu di kursi selasar yang terdapat di koridor rumah sakit.
Jordan dan Jonathan ada di sana, m
Hari pemakaman kedua orangtua Evangeline.Angin berembus pelan, menerpa tubuh yang berdiri terpaku. Evangeline menatap dua batu nisan yang tertancap di tanah. Hari ini gadis itu memakai pakaian serba hitam, tidak ada air mata yang mengalir dari kelopak mata. Semua cairan bening itu sudah habis dicurahkan, tidak ada yang tersisa, bahkan matanya terlihat merah dan bengkak, kini hanya ada kepedihan teramat dalam yang dirasakan karena ditinggal oleh dua orang yang sangat dicintai."Angel!"Suara sapaan itu terdengar penuh rasa iba, Cristian yang memang umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja dengan Evangeline tampak berdiri di samping gadis itu. Ia juga memakai kemeja dan celana hitam, ikut mengantar orangtua Evangeline ke peristirahatan terakhir.Evangeline menoleh, ditatapnya Cristian yang menatapnya iba, hingga kemudian kembali menatap pada pusara kedua orangtuanya."Aku mau iku
"Hei, kalian."Suara lirih terdengar, Evangeline dan Devan menoleh bersamaan ke arah suara. Keduanya terkejut karena Cristian menggerakkan tangannya, pria itu sudah sadar. Evangeline langsung mendekat ke arah ranjang, ditatapnya Cristian yang masih memejamkan mata, tapi jemarinya sudah bergerak."Kak Cris, kamu sudah sadar." Evangeline memastikan."Hmm ... dan tragisnya aku harus mendengar kalian bermesraan, bahkan sampai membahas masalah bercinta. Sialnya aku," keluh Cristian dengan suara lirih dan mata belum mau terbuka.Evangeline menahan tawa, Devan sendiri buru-buru memanggil perawat untuk mengecek kondisi Cristian."Maaf," ucap Evangeline yang merasa canggung."Kamu benar-benar mencintainya," lirih Cristian. Pria itu berusaha membuka kelopak matanya, tapi merasa sangat berat. Sepertinya efek obat tidur masih mempengaruhi kesadarannya.
Evangeline mengubah posisi duduknya, dari miring kini saling berhadapan dengan Devan. Membelai bahkan meremas rambut hitam legam Devan berulang kali, matanya terus menatap wajah Devan, entah kenapa bersama pria itu membuatnya liar. Apa yang dirasakan Evangeline terhadap Devan sangat berbeda dengan yang dirasakan pada Radhika dulu. Ada sebuah medan magnet yang seakan menariknya untuk terus dekat dengan Devan. Pertama kali melihat Devan saat pertama kali masuk bekerja, Evangeline merasa jantungnya berdebar, meski pria itu dulu sering memarahinya, tapi entah kenapa saat Devan mulai bersikap lembut, ia tidak bisa menolak sikap dan perlakuan Devan. Sekarang Evangeline benar-benar terjebak dalam cinta Devan, rela melakukan apa pun demi pria itu. "Mau memulainya?" tanya Devan dengan tangan yang sudah mengusap punggung Evangeline sejak dari tadi. "Aku atau kamu?" tanya Evangeline balik. Devan tersenyum, sedikit mendongak m
Sonia terlihat duduk di ruang keluarga dengan wajah penuh kecemasan. Bagaimana tidak? Sejak siang tadi hingga malam, Devan tidak memberikan kabar, bahkan tidak datang ke rumah sesuai dengan janjinya siang tadi. "Mama jangan khawatir," ucap Milea mencoba menenangkan hati Sonia. Ia duduk di samping Sonia. Milea memang pergi ke rumah Sonia setelah Jordan pergi, tapi tidak memberitahu tentang hilangnya Evangeline. Milea ingin menunggu kabar dari Jordan. "Kamu sudah coba menghubungi Jordan? Tadi dia mengajak Devan dengan terburu-buru, bahkan Mama tidak sempat tanya apa yang sebenarnya terjadi." Sonia mencemaskan Devan, tidak biasanya pria itu menghilang dan tidak bisa dihubungi. "Jordan sedang dalam perjalanan ke mari, jadi Mama tenang saja," ucap Milea masih menenangkan. Sonia berusaha tenang, tapi hatinya memang begitu cemas. Tinggal Devan putra satu-satunya, Sonia tidak i
Hari berikutnya, Devan benar-benar mengajak Evangeline pergi ke dokter kandungan, ingin memeriksakan kondisi rahim sang istri agar tidak terlalu cemas memikirkan masalah itu. Keduanya sudah berkonsultasi dan menceritakan secara rinci tentang keguguran Evangeline.Dokter wanita itu tersenyum setelah selesai memeriksa Evangeline, terlihat seakan tidak ada masalah besar."Setelah keguguran, rahimnya terlihat baik-baik saja. Kemungkinan tidak hamil karena kualitas sperma yang sedang dalam keadaan tidak bagus, mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol, makanan tidak sehat, atau banyak merokok. Kesehatan jasmani keduanya juga diperlukan, jika salah satu pasangan lelah, maka itu akan mempengaruhi tingkat kesuburan masing-masing," ulas dokter itu panjang lebar menjelaskan."Jadi!" Devan sangat penasaran, apakah intinya sang istri sebenarnya memang bisa hamil lagi pasca kegugurannya dulu."Jadi--" Dokter itu tak lantas bicara, m
Sudah beberapa hari sejak tragedi penculikan itu terjadi, sejak itu juga Devan meminta Evangeline untuk beristirahat sementara waktu. Bahkan Devan bleum bisa memenuhi permintaan Sonia untuk mengajak Evangeline ke rumah.Hari ini, Devan mengantar Evangeline menemui Kelvin di penjara. Evangeline hanya ingin menemui dan melihat apakah pamannya itu sudah tersadar dari kesalahan. Sifat memang tidak bisa diubah, tapi ego bisa ditekan agar tidak terus menguasai pikiran, dan Evangeline berharap kalau Kelvin bisa menekan ego demi masa depan pria itu ke depannya.Evangeline sudah duduk di kursi kayu yang terdapat di ruang tunggu tempat dirinya akan bertemu Kelvin, sengaja menemui sendiri karena tidak ingin Devan emosi jika Kelvin bicara kasar padanya, atau mungkin Evangeline hanya ingin bicara empat mata, antara paman dan keponakan. Tak lama pintu ruangan terbuka, seorang sipir menemani Kelvin menemui Evangeline. Evangeline yang duduk memunggungi pintu langsung menoleh dan melih
Devan mengantar Evangeline ke sebuah pemakaman umum, sudah lama Evangeline tidak mendatangi makam kedua orangtuanya, terakhir kali saat baru saja kembali dari Philadelphia.Devan menggenggam telapak tangan Evangeline, keduanya kini berdiri di depan batu nisan kedua orangtua Evangeline. Mereka meletakkan seikat bunga di atas makam keduanya seraya memanjatkan doa. Devan mempererat genggaman tangannya pada Evangeline, hingga kemudian mengecup punggung tangan wanita itu. Evangeline tersenyum mendapat perlakuan itu di depan makam kedua orangtunya, menoleh sekilas pada Devan hingga kemudian kembali menatap ke batu nisan dihadapannya."Pa, Ma, ini adalah Devan. Pria yang akan menjagaku sampai aku menua," ucapnya pada kedua orangtuanya. Sebelumnya Evangeline juga mengajak Radhika ke sana sebelum mereka menikah, tapi tentu saja kata yang diucapkan berbeda, saat itu hanya mengatakan kalau Radhika akan menjaganya.Devan menoleh pada Evangeline, merasa tersanjung ketika ist
Hari itu, setengah hati Devan melepas Evangeline pergi. Ada-ada saja yang dilakukan Devan agar Evangeline mengurungkan niat pergi bersama Cristian. Dari merengek minta diurus saat akan berpakaian, bahkan sarapan pun minta dilayani, hingga akan berangkat minta diantar sampai mobil dan bukannya langsung pergi tapi masih bergelayut manja, sebelum akhirnya Evangeline memaksa pria itu masuk mobil. Kelakuan Devan cukup membuat Evangeline menghela napas kasar, bukannya tidak peka dengan kelakuan sang suami, tapi lebih karena Evangeline tidak ingin menunda dan terus hidup dengan belenggu janji yang tak kunjung ditepati. Sonia yang melihat kelakuan putranya juga sampai geleng-geleng kepala, wanita itu berdiri di samping Evangeline yang masih menatap mobil Devan pergi."Anak itu, kenapa dia tiba-tiba seperti anak kecil?" tanya Sonia yang penasaran.Evangeline tersenyum kecil saat menoleh Sonia. "Ah, badannya aja yang besar, Ma. Tapi sebenarnya dia masih seperti anak TK, mungkin