Evangeline mengubah posisi duduknya, dari miring kini saling berhadapan dengan Devan. Membelai bahkan meremas rambut hitam legam Devan berulang kali, matanya terus menatap wajah Devan, entah kenapa bersama pria itu membuatnya liar. Apa yang dirasakan Evangeline terhadap Devan sangat berbeda dengan yang dirasakan pada Radhika dulu. Ada sebuah medan magnet yang seakan menariknya untuk terus dekat dengan Devan. Pertama kali melihat Devan saat pertama kali masuk bekerja, Evangeline merasa jantungnya berdebar, meski pria itu dulu sering memarahinya, tapi entah kenapa saat Devan mulai bersikap lembut, ia tidak bisa menolak sikap dan perlakuan Devan. Sekarang Evangeline benar-benar terjebak dalam cinta Devan, rela melakukan apa pun demi pria itu.
"Mau memulainya?" tanya Devan dengan tangan yang sudah mengusap punggung Evangeline sejak dari tadi.
"Aku atau kamu?" tanya Evangeline balik.
Devan tersenyum, sedikit mendongak m
Sonia terlihat duduk di ruang keluarga dengan wajah penuh kecemasan. Bagaimana tidak? Sejak siang tadi hingga malam, Devan tidak memberikan kabar, bahkan tidak datang ke rumah sesuai dengan janjinya siang tadi. "Mama jangan khawatir," ucap Milea mencoba menenangkan hati Sonia. Ia duduk di samping Sonia. Milea memang pergi ke rumah Sonia setelah Jordan pergi, tapi tidak memberitahu tentang hilangnya Evangeline. Milea ingin menunggu kabar dari Jordan. "Kamu sudah coba menghubungi Jordan? Tadi dia mengajak Devan dengan terburu-buru, bahkan Mama tidak sempat tanya apa yang sebenarnya terjadi." Sonia mencemaskan Devan, tidak biasanya pria itu menghilang dan tidak bisa dihubungi. "Jordan sedang dalam perjalanan ke mari, jadi Mama tenang saja," ucap Milea masih menenangkan. Sonia berusaha tenang, tapi hatinya memang begitu cemas. Tinggal Devan putra satu-satunya, Sonia tidak i
Hari berikutnya, Devan benar-benar mengajak Evangeline pergi ke dokter kandungan, ingin memeriksakan kondisi rahim sang istri agar tidak terlalu cemas memikirkan masalah itu. Keduanya sudah berkonsultasi dan menceritakan secara rinci tentang keguguran Evangeline.Dokter wanita itu tersenyum setelah selesai memeriksa Evangeline, terlihat seakan tidak ada masalah besar."Setelah keguguran, rahimnya terlihat baik-baik saja. Kemungkinan tidak hamil karena kualitas sperma yang sedang dalam keadaan tidak bagus, mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol, makanan tidak sehat, atau banyak merokok. Kesehatan jasmani keduanya juga diperlukan, jika salah satu pasangan lelah, maka itu akan mempengaruhi tingkat kesuburan masing-masing," ulas dokter itu panjang lebar menjelaskan."Jadi!" Devan sangat penasaran, apakah intinya sang istri sebenarnya memang bisa hamil lagi pasca kegugurannya dulu."Jadi--" Dokter itu tak lantas bicara, m
Sudah beberapa hari sejak tragedi penculikan itu terjadi, sejak itu juga Devan meminta Evangeline untuk beristirahat sementara waktu. Bahkan Devan bleum bisa memenuhi permintaan Sonia untuk mengajak Evangeline ke rumah.Hari ini, Devan mengantar Evangeline menemui Kelvin di penjara. Evangeline hanya ingin menemui dan melihat apakah pamannya itu sudah tersadar dari kesalahan. Sifat memang tidak bisa diubah, tapi ego bisa ditekan agar tidak terus menguasai pikiran, dan Evangeline berharap kalau Kelvin bisa menekan ego demi masa depan pria itu ke depannya.Evangeline sudah duduk di kursi kayu yang terdapat di ruang tunggu tempat dirinya akan bertemu Kelvin, sengaja menemui sendiri karena tidak ingin Devan emosi jika Kelvin bicara kasar padanya, atau mungkin Evangeline hanya ingin bicara empat mata, antara paman dan keponakan. Tak lama pintu ruangan terbuka, seorang sipir menemani Kelvin menemui Evangeline. Evangeline yang duduk memunggungi pintu langsung menoleh dan melih
Devan mengantar Evangeline ke sebuah pemakaman umum, sudah lama Evangeline tidak mendatangi makam kedua orangtuanya, terakhir kali saat baru saja kembali dari Philadelphia.Devan menggenggam telapak tangan Evangeline, keduanya kini berdiri di depan batu nisan kedua orangtua Evangeline. Mereka meletakkan seikat bunga di atas makam keduanya seraya memanjatkan doa. Devan mempererat genggaman tangannya pada Evangeline, hingga kemudian mengecup punggung tangan wanita itu. Evangeline tersenyum mendapat perlakuan itu di depan makam kedua orangtunya, menoleh sekilas pada Devan hingga kemudian kembali menatap ke batu nisan dihadapannya."Pa, Ma, ini adalah Devan. Pria yang akan menjagaku sampai aku menua," ucapnya pada kedua orangtuanya. Sebelumnya Evangeline juga mengajak Radhika ke sana sebelum mereka menikah, tapi tentu saja kata yang diucapkan berbeda, saat itu hanya mengatakan kalau Radhika akan menjaganya.Devan menoleh pada Evangeline, merasa tersanjung ketika ist
Hari itu, setengah hati Devan melepas Evangeline pergi. Ada-ada saja yang dilakukan Devan agar Evangeline mengurungkan niat pergi bersama Cristian. Dari merengek minta diurus saat akan berpakaian, bahkan sarapan pun minta dilayani, hingga akan berangkat minta diantar sampai mobil dan bukannya langsung pergi tapi masih bergelayut manja, sebelum akhirnya Evangeline memaksa pria itu masuk mobil. Kelakuan Devan cukup membuat Evangeline menghela napas kasar, bukannya tidak peka dengan kelakuan sang suami, tapi lebih karena Evangeline tidak ingin menunda dan terus hidup dengan belenggu janji yang tak kunjung ditepati. Sonia yang melihat kelakuan putranya juga sampai geleng-geleng kepala, wanita itu berdiri di samping Evangeline yang masih menatap mobil Devan pergi."Anak itu, kenapa dia tiba-tiba seperti anak kecil?" tanya Sonia yang penasaran.Evangeline tersenyum kecil saat menoleh Sonia. "Ah, badannya aja yang besar, Ma. Tapi sebenarnya dia masih seperti anak TK, mungkin
Setelah semua masalah satu persatu teratasi, kini Devan maupun Evangeline bisa bernapas lega, melanjutkan hari mereka seperti sediakala. Cristian benar-benar pergi ke luar negeri membawa ibunya, tidak ingin membuat wanita itu menderita. "Ivi," panggil Devan ketika melihat sang istri yang masih duduk di depan cermin sedang membersihkan diri. Evangeline menoleh, menatap pada Devan yg berbaring dengan menyangga kepala menggunakan telapak tangan. "Hmm ... ada apa?" tanya Evangeline yang masih mengusap wajah menggunakan kapas yang sudah diberi pembersih wajah. "Tidak ada," jawab Devan yang kemudian memilih berbaring menggunakan lengan untuk bantal, menatap langit-langit kamar. Evangeline menatap Devan, hingga kemudian segera menyelesaikan apa yang sedang dilakukan. Setelahnya bangun dan berjalan ke arah ranjang kemudian naik menyusul suaminya berbaring di sebelah. "Ada apa?" tanya Evangeline. Devan menoleh, merentangkan tangan
Milea baru saja pulang dari rumah Sonia, setiap hari memang pergi ke sana untuk menjaga Angel, tapi tidak mengajak pulang karena janjinya pada Sonia. Angel sekarang tinggal di sana untuk menemani wanita itu. Milea melihat mobil Jordan sudah berada di garasi, sedikit heran ketika melihat suaminya pulang lebih awal. "Tumben," batinnya. Milea memasukkan mobil ke garasi, hingga kemudian turun untuk menyusul sang suami. Milea membuka pintu kamar, Jordan tengah duduk di tepian ranjang, memunggungi pintu kamar, sehingga tidak melihat kedatangan Milea. Milea mengendap-endap ingin mengejutkan Jordan, tapi diurungkan ketika melihat Jordan menunduk dan melihat sebuah foto pernikahan. "Itu, bukan aku," gumam Milea. Milea sadar, itu bukanlah foto pernikahan dirinya dengan Jordan, tapi pernikahan suaminya dengan mendiang ibu Angel—Diana. "Lihat apa?" tanya Milea pada akhirnya, wanita itu duduk di samping Jordan. Jordan terkejut mendengar suara
Diana menatap pemuda yang duduk di hadapanya, gadis itu tidak mengerti kenapa pemuda yang tidak dikenal bahkan belum pernah dilihatnya itu mau menolong, bahkan kini wajah tampan pemuda itu sedikit memar sebab terkena bogem mentah tiga pemuda yang mengganggu Diana."Maaf dan terima kasih," ucap Diana.Mereka berada di kantor polisi karena perkelahian antara Jordan dengan ketiga pemuda yang mengganggu Diana. Jordan menatap wajah Diana lekat, bisa melihat raut kekhawatiran di wajah gadis itu."Siapa namamu?" tanya Jordan, meski wajahnya bonyok sepertinya ia rela asal bisa berkenalan dengan Diana.Diana tersenyum kecil, lantas mengulurkan tangan ke arah Jordan. "Diana, Diana Rajendra." Gadis itu memperkenalkan diri.Jordan membalas jabat tangan Diana, kemudian ikut memperkenalkan diri. Diana, gadis manis berambut pendek dengan senyum manis dan lesung pipi di sebelah kiri. Gadis itu terlihat lemah, tapi sebenarnya kuat, bahkan ketika Jordan menghajar ti