Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.
Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.
Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.
Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian.
"Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu.
"Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
Philadelphia-Amerika serikat.Sore itu tidak ada kedamaian yang tercipta, senyum serta sapaan itu menguar entah ke mana. Hanya ada sebuah linangan air mata yang sudah tak terbendung lagi.Evangeline mengambil koper lantas membuka dan menaruhnya di atas tempat tidur. Wanita yang sudah menyandang status istri orang, tampak begitu emosi dengan buliran kristal bening yang sudah menganak sungai di wajahnya."Ivi! Kumohon, dengarkan dulu!"Radhika, suami Evangeline berusaha mencegah istrinya yang sudah terlihat mondar-mandir mengemas pakaiannya.Ivi adalah panggilan sayang dari Radhika untuk Evangeline, mereka berpacaran sejak kuliah dan berakhir di pelaminan satu tahun setelah kelulusan mereka.Evangeline tidak menggubris perkataan sang suami, hatinya terasa sakit dan kini yang ada di pikirannya hanyalah satu, pergi!"Ivi, kumohon!" pinta Radhika memelas.
Evangelin berjalan ke arah lift dengan sedikit tertatih, lutut dan sikunya terasa perih. Evangeline mengusap sikunya dengan tissue saat berada di dalam lift, kini ia benar-benar terlambat di hari pertamanya bekerja.Di sisi lain, di ruangan Ceo-D.R Corporation. Atasan Evangeline tampak mengetukkan jari telunjuk di meja kerjanya, ia menatap tajam pada asisten pribadi yang berdiri di depan mejanya dengan kepala tertunduk."Dan! Mana sekretaris yang kamu bicarakan?" tanya Ceo perusahaan itu."Mungkin dia ada sedikit kendala di perjalanan, Pak!" jawab Danny, asisten pribadi petinggi perusahaan itu.Evangeline sudah sampai di depan pintu atasannya, ia mencoba mengatur napas sebelum mengetuk pintu.TOK! TOK! TOK!"Itu pasti dia," ucap Danny yang langsung berjalan mearah pintu kemudian membukanya.Danny membukakan pintu dan melihat penampilan Evangelineyang sedikit b
Evangeline kini dipanggil kembali masuk ke dalam ruang Devan, awalnya ia bingung ketika seorang security memintanya masuk lagi."Ada apa dengan pria itu? Tadi mengusirku, tapi sekarang memintaku balik lagi," gumam Evangeline yang sedang berjalan di lorong menuju ruang Devan.Evangeline sudah berdiri di depan pintu Devan, ia tampak ragu ketika ingin mengetuk pintu, hingga pintu itu terbuka membuatnya terkesiap."Kamu sudah datang, silahkan masuk!" Danny mempersilahkan Evangeline.Evangeline tersenyum canggung, tapi ia tetap masuk ke dalam. Wanita itu terkejut ketika melihat siapa yang ada di dalam ruangan itu, ia jadi ingat kejadian beberapa menit yang lalu.Evangeline mengamati lututnya kemudian sikunya, wanita itu tengah meratapi nasib sial yang terus menghampiri hidupnya."Bibi!"Mendengar suara anak kecil, Evangeline pun menoleh ke arah sumber suara. Ia bisa melihat seorang gadis kecil yang berlari ke arahnya dengan wanita tua di be