Hari berikutnya, Milea mengajak Evangeline pergi ke sebuah butik untuk memilih gaun pengantin, tanggal pernikahan Milea dan Jordan memang sudah ditentukan. Karena Jordan masih ada rapat, membuat Milea mengajak Evangeline.
"Aku akan mencoba yang ini, kamu pilihlah gaunmu," ujar Milea yang sudah selesai memilih.
Evangeline hanya mengangguk, ia melihat-lihat gaun pengantin juga gaun lainnya yang tergantung di sana. Entah kenapa ia tersenyum getir, semua itu mengingatkannya tentang Radhika, bagaimana pria itu dulu menemani memilih gaun pengantin untuk pernikahan mereka. Namun, tetap saja Evangeline harus bangun dari mimpi dan kembali pada kenyataan, bahwa Radhika mungkin benar-benar bukanlah pria yang akan menemaninya hingga tua.
"Apa ini mengingatkanmu pada kita?" Pertanyaan itu membuat Evangeline tertegun.
Evangeline berdiri terpaku menatap kosong yang ada di hadapannya, terlalu takut untuk menol
Evangeline sudah sampai di mejanya, tapi ternyata tanpa disengaja meninggalkan satu berkasnya, membuat Evangeline akhirnya harus kembali lagi ke ruang rapat. Ia hampir membuka pintu ruangan itu hingga mendengarkan pertengkaran di dalam ruangan di mana Evangeline mendengar suara Radhika dan Devan. Ia pun memutuskan menunggu dan berdiri di luar pintu untuk mendengarkan apa yang sebenarnya sedang terjadi."Aku memang belum memiliki hak seutuhnya, tapi dia sudah menerimaku dan tidak akan aku biarkan kamu kembali mengusik hidupnya! Aku bisa saja menghancurkan apa yang kamu miliki. Tapi, hanya demi Evangeline, aku tidak akan melakukannya!"~Devan"Lihat, bahkan kini Ivi pun masih mengkhawatirkan 'ku dengan meminta kamu tidak melakukannya."~Radhika."Dasar bajingan!"~Devan"Dia mengkhawatirkan 'ku bukan dirimu! Jangan panggil dia Ivi, karena hanya aku yang akan memanggilnya dengan sebutan itu!"~Devan.
Sore itu, Evangeline dengan sengaja mencari Radhika, dirinya tahu kalau masalahnya tidak diselesaikan maka itu akan mempengaruhi hubungan antara dirinya dan Devan, ia tidak mau kalau cinta yang sedang berusaha ia pupuk terus tertepa masalah.Radhika terlihat begitu senang ketika Evangeline menghubungi dirinya dan berkata kalau ingin bertemu. Seakan mendapat angin segar di padang yang gersang."Aku tidak menyangka kalau kamu akan menghubungi 'ku," ucap Radhika begitu bertemu dengan Evangeline.Evangeline hanya mengulas senyum terpaksa, ia memilih menyesap kopi yang sudah dipesannya seraya mengalihkan pandangan ke arah lain."Apa kamu sudah makan? Kenapa tidak memesan sesuatu?" tanya Radhika seraya membuka buku menu."Aku tidak suka berbasa-basi, Ka! Mari kita bicara dan selesaikan semuanya!" Air muka Evangeline terlihat begitu serius, ia menyandarkan punggung dengan tatapan yang s
Prosesi penikahan berjalan dengan lancar, kini mereka sedang menggelar acara resepsi. Banyak kolega dan teman yang datang.Angel terlihat terus menempel pada Milea, gadis kecil itu merasa senang dengan acara itu, meski dirinya tidak tahu akan artinya."Ca, nanti pulang dulu sama oma, ya!" pinta Jordan kepada putrinya."Kenapa? Ica mau sama mama Milea!" Gadis kecil itu menolak, ia memeluk Milea yang sedang memangkunya.Jordan menggaruk-garuk kepala, gadis kecilnya terus menempel bahkan terkesan enggan dipisah dari mama barunya. Milea yang melihat suaminya itu kebingungan pun hanya menahan tawa, karena dia tentu saja bisa menebak kenapa Jordan memaksa agar Angel pulang bersama Sonia."Sabar, makin dipaksa maka akan semakin susah!" seloroh Milea.Milea seakan tidak mempedulikan kegelisahan Jordan, ia mengabaikan pria itu dan memilih bercanda dengan gadis k
Setelah pesta berakhir, Evangeline dan Devan membawa Angel bersama mereka. Ketiganya kini tengah berada dalam perjalanan menuju tempat yang dikatakan oleh Devan."Apa tempatnya jauh?" tanya Evangeline.Setelah mengajak Angel makan eskrim, mereka menuju tempat yang diucapkan Devan."Tidak, sebenarnya dekat dengan pusat kota, hanya saja karena kita melakukan perjalanan dari tempat pesta Jordan, jadi terkesan jauh kalau dari sana," jawab Devan.Evangeline hanya mengangguk, ia menoleh pada Angel yang ternyata sudah tertidur di belakang kursi penumpang."Dia kelelahan," ucap Evangeline sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang untuk bisa menyelimuti tubuh gadis kecil itu menggunakan jas milik Devan."Hah, dia kalau kekenyangan akan seperti itu. Lihat saja dia tadi habis berapa mangkuk eskrim," timpal Devan seraya menoleh sekilas pada Evangeline.
Milea dan Jordan kembali ke kamar yang sudah disiapkan oleh panitia Wedding Organizer yang mereka sewa. "Apa lelah?" tanya Jordan pada Milea, pria itu cukup pengertian dengan membantu mengangkat ujung gaun sang istri yang menjuntai ke lantai. "Sangat! Sepertinya kamu harus mengurungkan niat malam pertama kita dan menunggunya hingga honeymoon," ujar Milea dengan mimik wajah begitu serius, ia sampai mengusap tengkuknya berulang kali. Gadis itu langsung duduk di tepian ranjang di mana sudah ada kelopak bunga mawar yang bertaburan di atasnya, Milea melepas high hells kemudian memijat betisnya. "Percuma dong kamar yang sangat cantik dan romantis ini akan terbuang sia-sia karena tidak ada kegiatan yang akan dilakukan." Jordan terlihat kecewa setelah mendengar ucapan Milea. Jordan memilih berjalan ke arah meja di mana ada botol wine tersedia di sana, pria itu sedikit putus asa
Angel terbangun dari lelapnya, gadis kecil itu tampak duduk dengan mengucek mata, mengedarkan ke seluruh ruangan tapi tidak ada siapa pun."Mama Ivi! Papa Devan!" panggil gadis itu yang kebingungan.Angel turun dari ranjang, lantas berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar untuk mencari Devan dan Evangeline."Mama Ivi!"Angel mencoba memanggil nama Evangeline lagi tapi tidak mendapat jawaban, ia tetap berjalan hingga melihat pintu kamar sebelahnya yang tidak tertutup sempurna.Devan dan Evangeline yang mendengar suara Angel pun langsung melihat ke arah pintu. Karena kaki Evangeline sakit, membuat Devan yang akhirnya menghampiri gadis kecil itu. Devan membuka pintu dan melihat Angel yang sudah berdiri di depan pintu."Ica!""Papa Devan, mama Ivi mana?" tanya Angel dengan tangan yang masih mengucek kelopak mata, gadis kecil itu bahkan ber
"Dasar adik kurang ajar!" gerutu Devan. "Dia ini tidak bisa melihat orang lain senang!"Devan merasa kesal setelah membaca pesan dari Jordan, mantan adik iparnya itu mengirim pesan kalau akan pergi honeymoon bersama Milea serta menitipkan Angel pada Evangeline dan Devan. Jordan tidak berani berpamitan langsung dengan putrinya karena takut kalau Angel akan merengek ikut, yang tentu saja akan membuat honeymon-nya terganggu."Ada apa?" tanya Evangeline yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan langkah yang tertatih.Evangeline melihat wajah masam kekasihnya, ia pun lantas ikut duduk di sebelah Devan."Lihat saja!" Devan memberikan ponselnya pada Evangeline, pria itu besungut kesal.Evangeline menerima ponsel Devan, ia kemudian membaca pesan dari Jordan lantas tertawa."Kenapa tertawa?" tanya Devan keheranan."Ya lucu saja, kenapa hal sep
Evangeline memaksa bekerja meski Devan sudah melarangnya, wanita itu hanya tidak mau jika mendapatkan perlakuan khusus di perusahaan itu. Baginya sikap profesional adalah yang utama. Siang itu Evangeline harus pergi ke sekolah Angel, ia ingin menjemput gadis kecil itu karena Devan sedang keluar untuk menghadiri rapat di perusahaan lain. Devan sengaja tidak mengajak Evangeline karena takut kalau ada yang meliriknya seperti waktu itu.Evangeline berjalan di lobi dengan langkah tertatih, tetap harus pergi karena tidak mau membuat Angel kecewa jika dirinya menyuruh orang lain.Hingga ketika hendak melangkah di anak tangga depan lobi, Evangeline hampir terjatuh lagi. Beruntung ada seseorang yang menahan tubuhnya dari belakang."Ah, terima ka-sih." Evangeline menoleh dan menatap siapa yang berdiri di belakangnya."Kakimu sakit?" tanya Radhika yang memang kebetulan di sana dan melihat Evangeline hampir terj
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb