Setelah pesta berakhir, Evangeline dan Devan membawa Angel bersama mereka. Ketiganya kini tengah berada dalam perjalanan menuju tempat yang dikatakan oleh Devan.
"Apa tempatnya jauh?" tanya Evangeline.
Setelah mengajak Angel makan eskrim, mereka menuju tempat yang diucapkan Devan.
"Tidak, sebenarnya dekat dengan pusat kota, hanya saja karena kita melakukan perjalanan dari tempat pesta Jordan, jadi terkesan jauh kalau dari sana," jawab Devan.
Evangeline hanya mengangguk, ia menoleh pada Angel yang ternyata sudah tertidur di belakang kursi penumpang.
"Dia kelelahan," ucap Evangeline sedikit mencondongkan tubuhnya ke belakang untuk bisa menyelimuti tubuh gadis kecil itu menggunakan jas milik Devan.
"Hah, dia kalau kekenyangan akan seperti itu. Lihat saja dia tadi habis berapa mangkuk eskrim," timpal Devan seraya menoleh sekilas pada Evangeline.
Milea dan Jordan kembali ke kamar yang sudah disiapkan oleh panitia Wedding Organizer yang mereka sewa. "Apa lelah?" tanya Jordan pada Milea, pria itu cukup pengertian dengan membantu mengangkat ujung gaun sang istri yang menjuntai ke lantai. "Sangat! Sepertinya kamu harus mengurungkan niat malam pertama kita dan menunggunya hingga honeymoon," ujar Milea dengan mimik wajah begitu serius, ia sampai mengusap tengkuknya berulang kali. Gadis itu langsung duduk di tepian ranjang di mana sudah ada kelopak bunga mawar yang bertaburan di atasnya, Milea melepas high hells kemudian memijat betisnya. "Percuma dong kamar yang sangat cantik dan romantis ini akan terbuang sia-sia karena tidak ada kegiatan yang akan dilakukan." Jordan terlihat kecewa setelah mendengar ucapan Milea. Jordan memilih berjalan ke arah meja di mana ada botol wine tersedia di sana, pria itu sedikit putus asa
Angel terbangun dari lelapnya, gadis kecil itu tampak duduk dengan mengucek mata, mengedarkan ke seluruh ruangan tapi tidak ada siapa pun."Mama Ivi! Papa Devan!" panggil gadis itu yang kebingungan.Angel turun dari ranjang, lantas berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar untuk mencari Devan dan Evangeline."Mama Ivi!"Angel mencoba memanggil nama Evangeline lagi tapi tidak mendapat jawaban, ia tetap berjalan hingga melihat pintu kamar sebelahnya yang tidak tertutup sempurna.Devan dan Evangeline yang mendengar suara Angel pun langsung melihat ke arah pintu. Karena kaki Evangeline sakit, membuat Devan yang akhirnya menghampiri gadis kecil itu. Devan membuka pintu dan melihat Angel yang sudah berdiri di depan pintu."Ica!""Papa Devan, mama Ivi mana?" tanya Angel dengan tangan yang masih mengucek kelopak mata, gadis kecil itu bahkan ber
"Dasar adik kurang ajar!" gerutu Devan. "Dia ini tidak bisa melihat orang lain senang!"Devan merasa kesal setelah membaca pesan dari Jordan, mantan adik iparnya itu mengirim pesan kalau akan pergi honeymoon bersama Milea serta menitipkan Angel pada Evangeline dan Devan. Jordan tidak berani berpamitan langsung dengan putrinya karena takut kalau Angel akan merengek ikut, yang tentu saja akan membuat honeymon-nya terganggu."Ada apa?" tanya Evangeline yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan langkah yang tertatih.Evangeline melihat wajah masam kekasihnya, ia pun lantas ikut duduk di sebelah Devan."Lihat saja!" Devan memberikan ponselnya pada Evangeline, pria itu besungut kesal.Evangeline menerima ponsel Devan, ia kemudian membaca pesan dari Jordan lantas tertawa."Kenapa tertawa?" tanya Devan keheranan."Ya lucu saja, kenapa hal sep
Evangeline memaksa bekerja meski Devan sudah melarangnya, wanita itu hanya tidak mau jika mendapatkan perlakuan khusus di perusahaan itu. Baginya sikap profesional adalah yang utama. Siang itu Evangeline harus pergi ke sekolah Angel, ia ingin menjemput gadis kecil itu karena Devan sedang keluar untuk menghadiri rapat di perusahaan lain. Devan sengaja tidak mengajak Evangeline karena takut kalau ada yang meliriknya seperti waktu itu.Evangeline berjalan di lobi dengan langkah tertatih, tetap harus pergi karena tidak mau membuat Angel kecewa jika dirinya menyuruh orang lain.Hingga ketika hendak melangkah di anak tangga depan lobi, Evangeline hampir terjatuh lagi. Beruntung ada seseorang yang menahan tubuhnya dari belakang."Ah, terima ka-sih." Evangeline menoleh dan menatap siapa yang berdiri di belakangnya."Kakimu sakit?" tanya Radhika yang memang kebetulan di sana dan melihat Evangeline hampir terj
Evangeline masih berusaha menjauhkan tubuh Radhika darinya, sedangkan tangan satunya mencoba membuka pintu yang ditahan pria itu."Ka, pembahasan tentang hubungan kita sudah berakhir, kenapa kamu masih terus mengingatkan akan hal itu?" tanya Evangeline yang mencoba mengalihkan topik yang ditujukan oleh Radhika."Kamu mengelak dan menghindar, apa itu bisa aku anggap kalau kamu sebenarnya masih mencintaiku?" Radhika terlihat senang dengan reaksi yang diberikan Evangeline.Evangeline menghela napas tidak percaya karena Radhika malah berpikir seperti itu, hingga akhirnya Evangeline harus mengulang kata tentang perasaannya sekarang ini."Tidak, aku sudah tidak mencintaimu, Ka! Antara kita benar-benar hanya ada kata 'mantan' tidak lebih dari itu!" ujar Evangeline seraya menatap kedua bola mata Radhika secara bergantian.Radhika tersenyum getir, tapi ia tetap tidak percaya dengan pengak
Evangeline menyembunyikan wajahnya di dada Devan, bagaimana tidak? Pria itu memaksa menggendong Evangeline menuju basement sepulang bekerja, ini gara-gara dokter yang mengatakan kalau Evangeline tidak boleh banyak berjalan, membuat Devan akhirnya memaksa menggendongnya."Van, aku malu," bisik Evangeline saat berada di lift.Sepanjang lorong menuju lift, para karyawan yang juga hendak pulang terus menatap keduanya, saling bisik menebak apakah hubungan antara atasan dan sekretaris itu sudah dalam tahap serius."Kenapa malu? Kamu tidak telanjang juga!" seloroh Devan.Evangeline yang mendengar candaan Devan pun langsung memukul dada pria itu, tidak menyangka kalau Devan bisa bercanda seperti itu."Ish, kamu ini! Aku merasa aneh kalau mereka menatapku seperti itu. Aku masih sanggup jalan, kenapa kamu harus menggendongku!" Evangeline mengerucutkan bibir, kedua tangannya melingkar di le
Devan pergi ke sebuah bar, entah kenapa ia mendatangi tempat itu. Devan sebelumnya tidak pernah pergi ke bar selain untuk urusan bisnis atau memang ada janji dengan Jordan. Namun, kedatangannya kali ini sepertinya bukanlah untuk kedua hal itu. Ada sedikit tatapan penuh amarah di wajahnya.Devan masuk ke sebuah ruangan yang terdapat di klub itu, ia menatap seseorang yang memang sedang menantikannya."Minum!" tawar pria yang duduk di bawah pencahayaan yang sangat minim."Tidak perlu berbasa-basi! Tidak ada Ivi di sini, jadi aku tidak akan mengalah atau kalah darimu," tolak Devan dengan telapak tangan yang mengepal.Radhika tersenyum getir, ia menenggak minuman yang sudah berada di gelas sloki, lantas meletakkan gelas kosong itu sedikit kasar ke atas meja."Apa kamu pikir aku juga akan mengalah atau kalah?" tanya Radhika menatap sinis pada Devan."Cepat katakan apa yang kamu inginkan?! Aku tidak punya banyak waktu!" ketus Devan.Meski me
Sonia masuk ke kamar Devan, wanita itu merasa heran kenapa putranya tidak bangun meski waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Itu bukanlah kebiasaan Devan, pria itu dikenal disiplin dan tidak suka menyia-nyiakan waktu, apalagi tidur berlebih."Dev, ini sudah jam berapa? Kenapa belum bangun?" tanya Sonia seraya membuka gordyn yang menutup cahaya matahari masuk ke kamar itu.Devan yang masih memejamkan mata, semakin menutup rapat kelopak matanya, ia bahkan menghalau sinar matahari yang masuk menyinari matanya menggunakan lengan.Sonia menghampiri putranya setelah membuka semua gordyn, alangkah terkejutnya dia ketika melihat wajah Devan yang penuh dengan luka lebam."Ya ampun, Dev! Kamu habis berkelahi?" tanya Sonia dengan nada suara panik.Wanita itu langsung duduk di tepian ranjang Devan, menyentuh dagu putranya dan menggerakkan kepala Devan ke kanan dan kiri agar bisa meliha