Jordan sedang menerima sebuah panggilan, sedikit menjauh dari tempat Cristian duduk. Ia terlihat sesekali memijat kening, seakan sedang mencemaskan sesuatu.
"Baiklah, tetap terus pantau perkembangannya," kata Jordan sebelum mengkhiri panggilan itu.
Jordan mendekat ke arah Cristian, kemudian ikut duduk di sana. Terdengar helaan napas kasar dari pria itu.
"Apa sudah ada kabar?" tanya Cristian. Tatapannya tak teralihkan dari pintu tempat Evangeline sedang dioperasi.
"Belum ada kepastian. Sekarang mama Sonia malah tak sadarkan diri, membuatku bingung harus bagaimana," jawab Jordan yang kemudian memijat kepala yang terasa berat. Merasa jika semua ini kesalahannya, kalau bukan karena dia meminta tolong Devan, mungkin takkan terjadi hal seperti ini.
Cristian juga merasa cemas. Ia menghela napas berat serta menyandarkan punggung dengan kasar, tengah berpikir bagaimana jika Evangeline menjadi seorang janda dan bayinya jadi yatim.
Jordan dan Cristian
Setelah memastikan jika Evangeline sudah dipindah ke ruang perawatan, serta mendapat pelayanan yang terbaik. Jordan pergi ke rumah Sonia untuk melihat keadaan mantan mertuanya itu. Ia tidak mungkin membiarkan begitu saja Sonia bersedih sendirian, karena Jordan sadar jika Sonia sudah tidak memiliki siapa-siapa selain Devan."Di mana mama? Bagaimana keadaannya?" tanya Jordan pada pelayan rumah Sonia begitu sampai di sana."Buruk, Tuan. Nyonya tadi pingsan, ini sudah sadar tapi terus menangis," jawab pelayan rumah dengan air muka panik.Jordan langsung pergi ke kamar Sonia, melihat wanita itu sedang menangis tanpa henti, ditemani salah satu pelayan kepercayaannya."Ma." Jordan langsung mendekat dan duduk di tepian ranjang Sonia, meraih telapak tangan wanita itu yang terasa begitu dingin."Bagaimana bisa begini? Di mana kakakmu sekarang?" Sonia bicara sambil menangis, tak kuasa menghadapi cobaan itu. Ia hanya memiliki Devan dan kini pikirannya kacau ka
Devan, Jordan, dan Sonia sudah sampai di rumah sakit. Saat akan masuk ke ruang inap Evangeline, mereka bertemu dengan Cristian yang baru saja akan keluar.Cristian terkejut melihat Devan berdiri di hadapannya, meski begitu juga senang karena pria yang dicintai adik sepupunya itu selamat."Syukurlah kamu baik-baik saja," ucap Cristian dengan seutas senyum di bibir."Di mana Evangeline?" tanya Devan langsung yang ingin segera menemui istri tercintanya.Cristian menoleh ke arah ranjang Evangeline, sebelum akhirnya kembali menatap Devan."Dia tertidur. Pasca sadar dari operasi, dia terus menangis. Perawat mengatakan jika itu tidak baik untuk kondisi mental dan fisiknya, hingga akhirnya perawat menyuntikkan obat bius agar dia bisa tertidur untuk sementara waktu," jawab Cristian panjang lebar. Ia sendiri tidak tega melihat kondisi Evangeline, hingga akhirnya mengiakan saran dari perawat."Operasi?" Devan cukup terkejut karena tak tahu jika istriny
Setelah menangis begitu lama, akhirnya Evangeline pun sedikit tenang. Ia terus memeluk Devan, takut jika kehilangan suaminya. "Kamu pasti ketakutan," kata Devan seraya menyematkan anak rambut yang menutup pelipis Evangeline, sebelum mengusap pipi dengan lembut untuk menghapus jejak air mata di sana. "Sangat, aku sangat ketakutan," ucap Evangeline. "Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika kehilanganmu," imbuh Evangeline. Devan menarik napas panjang dan menghela perlahan, semakin mempererat pelukan dan mengecup pucuk kepala Evangeline berulang kali. Devan menceritkan semuanya, bagaimana pesawat itu bisa hilang kontak, dan bagaimana dirinya terus berdoa agar bisa pulang ke pelukan sang istri. "Saat pesawat, terbang dengan tidak stabil, orang yang pertama kali melintas dalam pikiranku adalah kamu. Aku memegang erat pegangan kursi, memejamkan mata kemudian membayangkan senyummu. Saat itu aku berdoa agar bisa kembali dan melihatmu lagi, berjanji jika
Cristian masuk ke kamar inap Evangeline, merasa begitu tenang ketika melihat adik sepupu yang begitu bahagia karena bertemu lagi dengan sang suami."Kak!" panggil Evangeline begitu melihat Cristian masuk.Cristian mengulas senyum, kemudian berjalan mendekat ke arah semua orang berdiri."Sudah lebih baik?" tanya Cristian yang senang melihat Evangeline tak seburuk sebelumnya.Evangeline mengangguk dengan seutas senyum, kemudian menjawab, "Sudah sangat baik. Terima kasih sudah menjagaku."Devan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Evangeline dan Cristian, serta kenapa mereka bisa bersama. Ia pun menatap Evangeline dan Cristian secara bergantian, merasa butuh sebuah penjelasan, bagaimanapun Devan tetap akan cemburu kepada orang-orang yang pernah menyukai istrinya."Kenapa Cristian bisa bersamamu?" tanya Devan pada Evangeline."Oh, aku berniat membeli beberapa barang. Saat itu tak sengaja bertemu dengan kakak di Mall, kami mengobr
Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Akhirnya malam itu Sonia mengadakan acara untuk tanda syukur kelahiran bayi Devan dan Evangeline. Tak hanya kerabat, tapi juga beberapa teman datang untuk mendoakan kesehatan bayi tampan itu."Mama Ivi, itu adiknya Ica?" tanya Angel yang baru pertama kali melihat bayi Evangeline.Angel memang tinggal bersama Jordan dan Milea setelah Kenan lahir, itu karena putri Jordan itu ingin dekat dengan sang adik."Ini kakak, Ica. Bukan adik," terang Jordan menjelaskan."Kok Kakak? Dia 'kan kecil, Ica gede. Ya, Icalah kakaknya," protes Angel yang tentu saja belum mengerti tentang silsilah keluarga.Bagi Angel, Kalandra sama dengan Kenan, masih kecil dan keduanya adalah adik."Sudah, biarkan saja Ica mau menganggap bagaimana, yang terpenting mereka saudara, meski mau kakak atau adik. Nyatanya Ica juga memanggilku Mama dan memanggil Devan, Papa," ujar Evangeline agar Jordan mengalah dan tidak memaksa Angel un
Evangeline baru saja selesai menyusui Kalandra. Ia meletakkan bayi mungilnya di baby box, memastikan Kalandra tidur dengan nyenyak dan nyaman."Tidur yang nyenyak ya, sayang." Evangeline mengecup pipi Kalandra.Devan yang baru saja masuk kamar, menatap Evangeline yang sedang menidurkan Kalandra. Ia pun mendekat dan memeluk wanita itu dari belakang."Apa masih terasa sakit?" tanya Devan dengan telapak tangan mengusap perut Evangeline. Merasa ngilu ketika mengingat ada luka sayatan bekas operasi di perut sang istri."Masih, terkadang sedikit nyeri," jawab Evangeline dengan tatapan masih tertuju pada bayinya.Devan mengecup pundak Evangeline, masih merasa bersalah karena tak bisa berada di sisi wanita itu ketika sedang bertaruh nyawa menghadirkan bayi mereka ke dunia."Ada apa?" tanya Evangeline yang merasakan jika Devan tak seperti biasanya."Tidak ada, hanya masih merasa bersalah padamu," jawab Devan.Evangeline tersenyum kecil,
Siang itu, Evangeline pergi ke rumah Milea. Hanya melepas kejenuhan karena selama dua bulan terus di rumah. Ia sekalian ingin mengajak Kalandra main dengan Kenan."Mama Ivi!" teriak Angel ketika melihat Evangeline datang dengan Kalandra dalam gendongan."Hai, kamu udah pulang sekolah?" tanya Evangeline ketika melihat Angel di rumah."Baru pulang, Ica 'kan main sama adik. Jadi, Ica buat tugas dengan cepat, biar bisa cepat-cepat ketemu adik Kenan," celoteh Angel seraya berjalan bersama Evangeline menuju kamar Kenan."Bagus, Ica harus belajar yang rajin dulu sebelum main sama adik," kata Evangeline memberi semangat.Angel pun mengangguk-angguk kepala pelan. Mereka sudah sampai di kamar Kenan, ternyata Milea baru saja menyusuinya."Eh, kamu sudah datang." Milea meletakkan Kenan di atas ranjang yang terdapat di kamar itu."Ya, tadi mampir ke toko kue sebentar. Beli kue kesukaan Ica," ujar Evangeline."Kue? Mana kue?" tanya Angel pen
"Ya ampun, cucu kamu benar-benar tampan. Ih, lucu, gemesin." Hari berikutnya, Sonia benar-benar mengajak Kalandra bertemu teman-teman di sebuah restoran. Teman Sonia yang rata-rata sudah menjadi Oma-Oma itu, tampak senang dan mengagumi Kalandra. "Iya, mirip Devan saat bayi," timpal yang lain. "Lihat hidungnya, mancung." Sonia merasa senang teman-temannya memuji Kalandra, terlihat bangga ketika dirinya bisa memamerkan cucu lagi setelah bertahun-tahun tak pernah pamer bayi. "Dia ini secara keseluruhan mirip Devan, tapi matanya mirip ibunya. Makanya kalau tidak dilihat dengan seksama, orang pasti mengira dia ini cewek. Lihat aja, bulu matanya begitu lentik," ujar Sonia menyebutkan kelebihan sang cucu. "Tapi, cucuku juga nggak kalah gemesin. Sayang aja dia masih di luar negeri," timpal salah satu teman Sonia. "Makanya, besok kalau pulang. Kamu traktir kita, kumpul-kumpul sambil pamer cucu," kata yang lainnya. Para Oma itu p