Setelah beberapa hari pulang dari rumah sakit. Akhirnya malam itu Sonia mengadakan acara untuk tanda syukur kelahiran bayi Devan dan Evangeline. Tak hanya kerabat, tapi juga beberapa teman datang untuk mendoakan kesehatan bayi tampan itu.
"Mama Ivi, itu adiknya Ica?" tanya Angel yang baru pertama kali melihat bayi Evangeline.
Angel memang tinggal bersama Jordan dan Milea setelah Kenan lahir, itu karena putri Jordan itu ingin dekat dengan sang adik.
"Ini kakak, Ica. Bukan adik," terang Jordan menjelaskan.
"Kok Kakak? Dia 'kan kecil, Ica gede. Ya, Icalah kakaknya," protes Angel yang tentu saja belum mengerti tentang silsilah keluarga.
Bagi Angel, Kalandra sama dengan Kenan, masih kecil dan keduanya adalah adik.
"Sudah, biarkan saja Ica mau menganggap bagaimana, yang terpenting mereka saudara, meski mau kakak atau adik. Nyatanya Ica juga memanggilku Mama dan memanggil Devan, Papa," ujar Evangeline agar Jordan mengalah dan tidak memaksa Angel un
Evangeline baru saja selesai menyusui Kalandra. Ia meletakkan bayi mungilnya di baby box, memastikan Kalandra tidur dengan nyenyak dan nyaman."Tidur yang nyenyak ya, sayang." Evangeline mengecup pipi Kalandra.Devan yang baru saja masuk kamar, menatap Evangeline yang sedang menidurkan Kalandra. Ia pun mendekat dan memeluk wanita itu dari belakang."Apa masih terasa sakit?" tanya Devan dengan telapak tangan mengusap perut Evangeline. Merasa ngilu ketika mengingat ada luka sayatan bekas operasi di perut sang istri."Masih, terkadang sedikit nyeri," jawab Evangeline dengan tatapan masih tertuju pada bayinya.Devan mengecup pundak Evangeline, masih merasa bersalah karena tak bisa berada di sisi wanita itu ketika sedang bertaruh nyawa menghadirkan bayi mereka ke dunia."Ada apa?" tanya Evangeline yang merasakan jika Devan tak seperti biasanya."Tidak ada, hanya masih merasa bersalah padamu," jawab Devan.Evangeline tersenyum kecil,
Siang itu, Evangeline pergi ke rumah Milea. Hanya melepas kejenuhan karena selama dua bulan terus di rumah. Ia sekalian ingin mengajak Kalandra main dengan Kenan."Mama Ivi!" teriak Angel ketika melihat Evangeline datang dengan Kalandra dalam gendongan."Hai, kamu udah pulang sekolah?" tanya Evangeline ketika melihat Angel di rumah."Baru pulang, Ica 'kan main sama adik. Jadi, Ica buat tugas dengan cepat, biar bisa cepat-cepat ketemu adik Kenan," celoteh Angel seraya berjalan bersama Evangeline menuju kamar Kenan."Bagus, Ica harus belajar yang rajin dulu sebelum main sama adik," kata Evangeline memberi semangat.Angel pun mengangguk-angguk kepala pelan. Mereka sudah sampai di kamar Kenan, ternyata Milea baru saja menyusuinya."Eh, kamu sudah datang." Milea meletakkan Kenan di atas ranjang yang terdapat di kamar itu."Ya, tadi mampir ke toko kue sebentar. Beli kue kesukaan Ica," ujar Evangeline."Kue? Mana kue?" tanya Angel pen
"Ya ampun, cucu kamu benar-benar tampan. Ih, lucu, gemesin." Hari berikutnya, Sonia benar-benar mengajak Kalandra bertemu teman-teman di sebuah restoran. Teman Sonia yang rata-rata sudah menjadi Oma-Oma itu, tampak senang dan mengagumi Kalandra. "Iya, mirip Devan saat bayi," timpal yang lain. "Lihat hidungnya, mancung." Sonia merasa senang teman-temannya memuji Kalandra, terlihat bangga ketika dirinya bisa memamerkan cucu lagi setelah bertahun-tahun tak pernah pamer bayi. "Dia ini secara keseluruhan mirip Devan, tapi matanya mirip ibunya. Makanya kalau tidak dilihat dengan seksama, orang pasti mengira dia ini cewek. Lihat aja, bulu matanya begitu lentik," ujar Sonia menyebutkan kelebihan sang cucu. "Tapi, cucuku juga nggak kalah gemesin. Sayang aja dia masih di luar negeri," timpal salah satu teman Sonia. "Makanya, besok kalau pulang. Kamu traktir kita, kumpul-kumpul sambil pamer cucu," kata yang lainnya. Para Oma itu p
Devan baru saja menghadiri sebuah rapat. Ia berniat bergegas menyelesaikan pekerjaan agar dapat pulang dengan cepat. Tentu saja alasannya untuk bisa segera bertemu Evangeline dan Kalandra."Pak, ponsel Anda berdering sejak tadi. Saya tidak berani menjawab," kata Danny seraya mengembalikan ponsel Devan yang tadi dibawanya."Biar aku lihat." Devan mengambil ponsel miliknya dari tangan Danny, mengecek siapa yang menghubungi. Nomor telepon kabel tercantum dipanggilan tak terjawab, Devan pun mencoba menghubungi balik karena takut jika itu telpon penting."Halo." Devan terlihat mendengarkan suara dari seberang panggilan."Maaf, apa Anda suami nyonya Evangeline? Saya ingin menyampaikan, jika istri Anda terlibat perkelahian dan kini kami tahan di ruang security Mall."Perkataan pria dari seberang panggilan, membuat bola mata Devan membulat sempurna."Baik, saya akan ke sana." Devan langsung mengakhiri panggilan begitu selesai membalas perkataan oran
"Angel."Evangeline langsung menoleh ketika seorang pria memanggil namanya. Ia melihat senyum manis dari wajah pria itu.Devan tampak tak senang, menatap Evangeline dan pria yang memanggil istrinya secara bergantian."Kamu Angel, 'kan?" tanya pria itu memastikan, raut wajahnya menunjukkan sebuah kebahagiaan ketika melihat Evangeline."Ya, kamu--" Evangeline mencoba mengingat siapa pria yang berdiri di hadapannya itu."Gilang, kakak kelasmu saat SMA. Kamu lupa?" tanya pria bernama Gilang itu setelah menjelaskan.Evangeline baru mengingat kakak kelasnya itu, kakak kelas yang sering mentraktirnya makan di kantin."Ya, apa kabarmu?" tanya Evangeline merasa senang karena bertemu seniornya di sana."Uhuk!" Devan yang merasa diabaikan lantas pura-pura terbatuk, menyadarkan Evangeline jika ada dirinya di sana.Evangeline langsung menoleh pada Devan, hingga tahu maksud pria itu."Kak, kenalkan. Ini suamiku, Devan." E
"Agh! Pelan-pelan." Evangeline memukul tangan Devan."Kenapa? Sekarang baru merasa sakit?" tanya Devan yang sedikit menekan."Van! Ish, kamu ini kenapa? Sakit ini!" protes Evangeline ketika Devan dengan sengaja menekan luka cakar yang berada di leher.Devan masih mengobati luka di leher, sebelum kemudian membalutnya dengan plester luka."Berkelahi dengan adiknya, lalu ternyata tersenyum dengan kakaknya. Luar biasa," sindir Devan yang tampaknya masih merasa cemburu.Evangeline merangkul leher Devan menggunakan dua lengan, menatap Devan yang memalingkan wajah."Masih marah?" tanya Evangeline lembut."Kenapa harus tanya? Bukankah wajar kalau seorang pria marah ketika melihat istrinya tersenyum untuk pria lain," jawab Devan dengan nada suara kesal.Evangeline hampir tergelak mendengar pengakuan jujur Devan. Ia pun semakin mempererat rangkulan tangannya, membuat Devan tertarik ke arah Evangeline."Kamu ini, kenapa begitu saja
Malam itu Evangeline baru saja selesai menidurkan Kalandra. Ia hendak turun dari ranjang, tapi terkejut saat melihat Devan yang berdiri di hadapannya."Van! Kamu ini bikin terkejut saja." Evangeline mengusap dada karena detak jantungnya berdegup sedikit cepat.Devan menarik tangan Evangeline membuat istrinya itu langsung berdiri tepat di hadapannya. Ia lantas merengkuh pinggang Evangeline dan merapatkan tubuh mereka."Apa? Ada apa, hmm?" tanya Evangeline masih sedikit terkejut dengan yang dilakukan Devan."Melanjutkan yang tadi siang," jawab Devan yang kemudian mendaratkan kecupan di pipi dan leher Evangeline."Ish, nakal!" Evangeline memukul lengan Devan karena gemas.Devan menarik tangan Evangeline, mengajak istrinya itu ke sofa. Ia duduk di sofa dengan Evangeline dipangkuan menghadap padanya."Sudah dua bulan, aku sangat merindukanmu," kata Devan dengan tangan mengusap wajah istrinya itu."Rindu apanya, hmm? Setiap hari juga
Hari itu, Evangeline pergi ke sebuah restoran berbintang lima. Ia ke sana untuk mereservasi meja malam nanti, Evangeline ingin merayakan ulang tahun Devan."Semua meja penuh?" tanya Evangeline sedikit terkejut, tak menyangka jika restoran itu memang benar-benar banyak pengunjung."Ya, Nona. Kami sudah tidak ada meja kosong untuk malam ini," jawab resepsionis restoran.Evangeline terlihat begitu kecewa, tahu begini tentunya dia akan memesan tempat jauh-jauh hari. Evangeline memilih tempat itu karena lokasinya yang memiliki pemandangan bagus dan makanan di sana terkenal enak, serta memiliki banyak koleksi anggur yang cocok untuk merayakan ulang tahun Devan."Baiklah, terima kasih," ucap Evangeline dengan wajah yang menunjukkan kekecewaan.Evangeline pun berjalan menuju pintu, hingga tanpa sengaja menyenggol lengan seseorang."Maaf," ucap Evangeline karena tanpa sengaja menjatuhkan ponsel milik orang yang disenggolnya.Evangeline berjong
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb