Malam itu Evangeline baru saja selesai menidurkan Kalandra. Ia hendak turun dari ranjang, tapi terkejut saat melihat Devan yang berdiri di hadapannya.
"Van! Kamu ini bikin terkejut saja." Evangeline mengusap dada karena detak jantungnya berdegup sedikit cepat.
Devan menarik tangan Evangeline membuat istrinya itu langsung berdiri tepat di hadapannya. Ia lantas merengkuh pinggang Evangeline dan merapatkan tubuh mereka.
"Apa? Ada apa, hmm?" tanya Evangeline masih sedikit terkejut dengan yang dilakukan Devan.
"Melanjutkan yang tadi siang," jawab Devan yang kemudian mendaratkan kecupan di pipi dan leher Evangeline.
"Ish, nakal!" Evangeline memukul lengan Devan karena gemas.
Devan menarik tangan Evangeline, mengajak istrinya itu ke sofa. Ia duduk di sofa dengan Evangeline dipangkuan menghadap padanya.
"Sudah dua bulan, aku sangat merindukanmu," kata Devan dengan tangan mengusap wajah istrinya itu.
"Rindu apanya, hmm? Setiap hari juga
Hari itu, Evangeline pergi ke sebuah restoran berbintang lima. Ia ke sana untuk mereservasi meja malam nanti, Evangeline ingin merayakan ulang tahun Devan."Semua meja penuh?" tanya Evangeline sedikit terkejut, tak menyangka jika restoran itu memang benar-benar banyak pengunjung."Ya, Nona. Kami sudah tidak ada meja kosong untuk malam ini," jawab resepsionis restoran.Evangeline terlihat begitu kecewa, tahu begini tentunya dia akan memesan tempat jauh-jauh hari. Evangeline memilih tempat itu karena lokasinya yang memiliki pemandangan bagus dan makanan di sana terkenal enak, serta memiliki banyak koleksi anggur yang cocok untuk merayakan ulang tahun Devan."Baiklah, terima kasih," ucap Evangeline dengan wajah yang menunjukkan kekecewaan.Evangeline pun berjalan menuju pintu, hingga tanpa sengaja menyenggol lengan seseorang."Maaf," ucap Evangeline karena tanpa sengaja menjatuhkan ponsel milik orang yang disenggolnya.Evangeline berjong
Devan baru saja menghadiri rapat, ada salah satu proyek yang ditangani perusahaannya, mengalami kendala dalam perizinan yang ternyata dipalsukan."Kita harus membayar kerugian yang sangat besar atas tuduhan pemalsuan surat izin," kata Danny usai menghadiri rapat bersama Devan."Segera kirim tim khusus untuk mengurus masalah ini, juga minta mereka menangani karyawan kita yang telah melakukan penyelewengan," perintah Devan.Danny mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan. Ia tahu jika Devan sedikit tertekan, karena masalah ini membuat beberapa investor meminta penjelasan langsung dari suami Evangeline itu.Devan memijat keningnya, baru saja merasa tenang kini harus dipusingkan dengan proyek yang baru saja mereka dapatkan. Ia melirik ponsel yang berada di meja, sebuah pesan terpampang di layar ponsel. Devan membuka pesan untuk melihat siapa yang mengirim pesan, hingga bola matanya membulat sempurna ketika melihat isi pesan itu. Devan mendapat ki
Sebelumnya,Evangeline sudah berada di restoran, berharap Devan segera datang untuk merayakan ulangtahun pria itu. Evangeline berdandan secantik mungkin, memakai dress berwarna biru cerah setinggi bawah lutut. Kini Evangeline hanya tinggal menunggu Devan datang, sampanye sudah tersaji di meja, sedangkan menu makan malam dan kue akan dikeluarkan saat Devan datang."Apa dia lembur?" Evangeline bertanya-tanya dalam hati.Ia menengok jam yang ada di ponsel, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Devan masih belum menunjukkan batang hidungnya. Evangeline mencoba mengirim pesan lagi, tapi ternyata pending. Ia mencoba menghubungi, tapi nomor suaminya juga tak aktif.Evangeline mulai merasa cemas karena Devan tak bisa dihubungi dan tak datang."Nona, apa hidangannya bisa kami sajikan sekarang?" tanya salah satu pelayan. Pelayan itu bertanya karena Evangeline sudah berada di sana hampir dua jam."Tunggu dulu, saya masih menunggu suami saya
Karena tidak jadi makan malam bersama, Devan dan Evangeline pun pulang ke rumah. Namun, mereka tak lantas tidur begitu saja, keduanya duduk di balkon kamar seraya menikmati koleksi wine milik Devan."Kenapa ponselmu mati? Apa kehabisan baterai?" tanya Evangeline. Menatap wajah sang suami, seraya menggoyangkan pelan gelas berisi wine yang dipegangnya.Devan menyesap wine seraya melirik Evangeline, kemudian meletakkan gelas yang ada ditangan. Kemudian beralih memegang telapak tangan Evangeline yang ada di atas meja."Maaf." Kata itu yang pertama kali keluar dari bibir Devan. "Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu, hal yang membuatku mematikan daya ponsel, serta mengabaikanmu," imbuh Devan.Evangeline mengernyitkan dahi, tak tahu dengan maksud suaminya. Devan terlihat mengeluarkan ponsel, lantas memperlihatkan foto yang dikirim padanya dari nomor yang tak dikenal."Ini yang membuatku mengabaikanmu," lirih Devan penuh penyesalan.Evange
Malam harinya, Evangeline dan Devan pergi makan malam bersama. Devan ingin menebus makan malam yang gagal akibat kebodohannya. Meski tak makan di restoran yang Evangeline pesan sebelumnya, tapi Evangeline tak keberatan, karena baginya bisa bersama pria yang sangat dicintainya saja itu sudah cukup."Apa kamu suka makanannya?" tanya Devan ketika melihat Evangeline begitu menikmati hidangan yang tersaji."Ya, semua akan terasa enak jika memakannya bersamamu," seloroh Evangeline.Tentu saja ucapan Evangeline membuat Devan tersipu sendiri, bagaimana bisa sang istri malah mengucapkan kata rayuan seperti itu."Aku ke kamar kecil sebentar." Pamit Evangeline bersiap berdiri."Oke."Evangeline berjalan ke arah toilet, sedangkan Devan kembali melanjutkan makan malam yang diiringi dengan alunan musik klasik.Evangeline sudah selesai dari toilet, ketika ingin kembali ke meja tempat Devan menunggu, seseorang dengan sengaja menabrak serta menumpahka
Setelah pertemuannya dengan Gita dan Gilang malam itu. Evangeline tak pernah bertemu dengan Gita, hanya sesekali bertemu Gilang ketika berada di tempat umum.Hubungan Evangeline dan Devan smakin harmonis dengan keberadaan Kalandra. Saat bayi itu hampir berumur satu tahu. Devan dan Evangeline meminta izin Sonia untuk pindah ke rumah mereka."Satu minggu lagi Kalandra ulang tahun, apa kamu sudah merencanakan acara untuknya?" tanya Devan yang sibuk mengikat dasi. Bicara tanpa menatap Evangeline.Evangeline yang baru saja mengurus Kalandra, berjalan mendekat ke arah Devan, meraih dasi pria itu dan bicara seraya membetulkan ikatan dasi."Belum, tapi nanti aku mau minta izin ke rumah Milea. Karena ulang tahun Kalandra dan Kenan hampir barengan, Milea ingin merayakan bersama. Bagaimana menurutmu?" tanya Evangeline setelah selesai merapikan dasi.Evangeline menatap wajah sang suami, jemarinya merapikan rambut bagian depan Devan."Kenapa bertambah um
Evangeline menggendong Kalandra, baru saja memberi susu dan sekarang sedang menidurkan. Ia terlihat menimang bayi itu penuh kasih sayang, sesekali mengecup kening Kalandra."Dia sudah tidur?" Devan langsung bertanya ketika melihat Evangeline menimang Kalandra."Sstt ... dia baru saja terlelap." Evangeline bicara tanpa suara, menatap sang suami yang baru masuk ke kamar.Devan kini berdiri di samping Evangeline, menatap putranya yang sangat tampan. Sesekali pria itu mencolek pipi menggemaskan Kalandra."Bagaimana tadi diskusi dengan Milea?" tanya Devan lirih."Kami berencana mengadakan acara di rumah Milea. Kami sudah pesan kue kembar untuk mereka, serta berencana mengundang keluarga dan orang-orang terdekat saja," jawab Evangeline.Evangeline membaringkan Kalandra di ranjang mereka, menyelimuti bayi menggemaskan itu perlahan. Kalandra tidur dengan pulas, bahkan bibir mungil bayi itu terlihat sesekali bergerak, seperti sedang menyusu.D
Hari berikutnya. Milea dan Evangeline terlihat sedang pergi ke sebuah toko aksesoris, keduanya ingin mencari hiasan untuk acara pesta Kenan dan Kalandra. Mereka sebenarnya bisa menyuruh pembantu rumah, tapi entah kenapa ingin pergi sendiri, merasa kalau bisa memilih sepuasnya apa yang dibutuhkan dan diinginkan."Balonnya yang apa, Lea?" tanya Evangeline ketika sedang melihat sampel balon aneka bentuk."Apa saja boleh, yang penting cocok dengan mereka," jawab Milea yang sedang sibuk dengan hiasan dinding lain.Keduanya akhirnya selesai berbelanja, segera pulang ke rumah karena Kenan dan Kalandra ditinggal di rumah bersama pembantu."Kenapa cuacanya tiba-tiba berubah?" Evangeline melongok keluar, melihat langit yang begitu gelap, seakan siap menumpahkan isinya."Iya, tadi padahal sangat cerah." Milea yang sedang menyetir, lantas sedikit melongok ke luar jendela, melihat langit gelap hingga membuat siang hari seperti sore.Evangeline tiba-tiba