Evangeline menggendong Kalandra, baru saja memberi susu dan sekarang sedang menidurkan. Ia terlihat menimang bayi itu penuh kasih sayang, sesekali mengecup kening Kalandra.
"Dia sudah tidur?" Devan langsung bertanya ketika melihat Evangeline menimang Kalandra.
"Sstt ... dia baru saja terlelap." Evangeline bicara tanpa suara, menatap sang suami yang baru masuk ke kamar.
Devan kini berdiri di samping Evangeline, menatap putranya yang sangat tampan. Sesekali pria itu mencolek pipi menggemaskan Kalandra.
"Bagaimana tadi diskusi dengan Milea?" tanya Devan lirih.
"Kami berencana mengadakan acara di rumah Milea. Kami sudah pesan kue kembar untuk mereka, serta berencana mengundang keluarga dan orang-orang terdekat saja," jawab Evangeline.
Evangeline membaringkan Kalandra di ranjang mereka, menyelimuti bayi menggemaskan itu perlahan. Kalandra tidur dengan pulas, bahkan bibir mungil bayi itu terlihat sesekali bergerak, seperti sedang menyusu.
D
Hari berikutnya. Milea dan Evangeline terlihat sedang pergi ke sebuah toko aksesoris, keduanya ingin mencari hiasan untuk acara pesta Kenan dan Kalandra. Mereka sebenarnya bisa menyuruh pembantu rumah, tapi entah kenapa ingin pergi sendiri, merasa kalau bisa memilih sepuasnya apa yang dibutuhkan dan diinginkan."Balonnya yang apa, Lea?" tanya Evangeline ketika sedang melihat sampel balon aneka bentuk."Apa saja boleh, yang penting cocok dengan mereka," jawab Milea yang sedang sibuk dengan hiasan dinding lain.Keduanya akhirnya selesai berbelanja, segera pulang ke rumah karena Kenan dan Kalandra ditinggal di rumah bersama pembantu."Kenapa cuacanya tiba-tiba berubah?" Evangeline melongok keluar, melihat langit yang begitu gelap, seakan siap menumpahkan isinya."Iya, tadi padahal sangat cerah." Milea yang sedang menyetir, lantas sedikit melongok ke luar jendela, melihat langit gelap hingga membuat siang hari seperti sore.Evangeline tiba-tiba
Evangeline tengah di dapur untuk membuat teh hangat. Ia menginap di rumah Milea setelah Devan pergi ke luar kota, hendak menyiapkan pesta kecil-kecilan yang sudah direncanakan. Saat akan menuang air panas ke cangkir, tanpa sengaja Evangeline malah menyiramkan ke tangannya, membuat kulit putihnya memerah. Ia buru-buru meletakkan teko dan hendak membilas tangan dengan air dingin. Namun, Evangeline tanpa sengaja menyenggol cangkir hingga jatuh, menciptakan suara yang begitu nyaring menggema di ruangan itu. "Astaga! Ada apa ini?" Evangeline yang terkejut, lantas memegangi dada. Merasakan jantungnya berdegup dengan sangat cepat, hal pertama yang melintas di kepala adalah nama sang suami. Sonia dan Milea sedang berada di ruang tengah bersama Kenan dan Kalandra, keduanya terkejut ketika mendengar suara sesuatu membentur lantai. Mereka berdiri dan langsung pergi ke dapur untuk melihat apa yang terjadi, hingga melihat Evangeline yang memegangi dada dan terlihat begitu
Tak terasa pagi pun tiba. Evangeline yang merasa gundah, tertidur ketika menunggu sang suami pulang. Ia membuka mata dengan rasa kecewa, hari ini hendak merayakan ulangtahun Kalandra, tapi Devan tidak ada tanda-tanda akan pulang.Evangeline meraih ponsel, melihat apakah ada pesan atau sekedar panggilan tak terjawab dari suaminya, tapi sayangnya keinginannya itu pupus ketika tak mendapati satu pun pesan dari sang suami."Kamu di mana?" tanyanya dengan ekspresi wajah cemas. Bahkan sampai mengguyar rambut depan ke belakang.Evangeline menatap Kalandra yang masih tertidur, hingga beralih melihat ke arah jendela di mana hujan masih mengguyur sejak semalam. Berniat mengangsurkan kaki untuk turun dari ranjang, Evangeline mendengar suara gaduh dari luar. Ia pun segera turun dan memilih berjalan ke arah pintu untuk melihat apa yang terjadi.Sementara itu, di luar kamar Evangeline. Jordan dan Milea tampak begitu cemas, keduanya terlihat kebingungan dengan saling de
Saat yang berada di rumah tengah kebingungan mencari kabar tentang yang terkena musibah. Di sinilah kini para korban banjir bandang sedang meratap dan mencari sanak saudara yang mungkin terpisah. Dari puluhan warga yang sedang kebingungan menanti air surut, salah satu dari mereka adalah Danny. Pria itu tengah mencari keberadaan Devan yang terpisah dengannya, dia dan warga lain bisa sampai di gedung setengah jadi yang sedang dibangun perusahaan Devan, mereka bersyukur karena tidak terseret banjir luapan sungai yang tanggulnya jebol."Ya Tuhan, Pak. Semoga Anda selamat," gumam Danny berdoa untuk keselamatan Devan. Terlihat jelas guratan kecemasan di wajah. Ia terus mencari keberadaan Devan, berharap atasannya itu selamat dan berada di antara puluhan orang yang ada di gedung itu.--Di rumah Milea. Evangeline sudah mulai tersadar dari pingsan. Ia terus mnangis begitu membuka mata, masih tak bisa menahan rasa sesak akibat kabar yang didapat."Bagaiman
Evangeline menatap Kalandra yang berbaring di sebelahnya. Kelopak matanya bengkak karena terlalu banyak menangis, bahkan wajahnya begitu kusam karena tak terjamah air sama sekali."Angel." Sonia terlihat berdiri di ambang pintu kamar menantunya itu.Evangeline menoleh, melihat Soraya di sana. Menatap wanita itu yang begitu sedih dan pastinya sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa Devan, membuat hati Evangeline semakin sakit."Ma." Evangeline menatap sendu mama mertuanya itu.Sonia mendekat ke arah ranjang, lantas duduk di sebelah Kalandra berbaring. Ia langsung menggenggam telapak tangan Evangeline, menatap wajah menantunya itu dengan rasa simpati. Sebagai ibu dan mertua, tentu saja kesedihan Sonia berlipat-lipat ganda. Di satu sisi bersedih karena mengetahui putranya mungkin menjadi salah satu korban banjir, di sisi lain dirinya sedih melihat istri putranya begitu menderita."Kamu yang sabar, Mama juga berusaha bersabar. Jika Tuhan berkehend
Korban banjir sudah dipindah ke tenda pengungsian sementara, orang tua, anak, bayi, pria, dan wnaita, semua jadi satu di sana. Mereka bersedih karena harta benda mereka raib dibawa banjir, tak sedikit yang meratap karena juga kehilangan sanak saudara yang terseret banjir dan belum ditemukan.Danny baru saja dicek kesehatannya oleh tenaga medis. Setelah dipastikan jika baik-baik saja, ia pun diminta untuk beristirahat. Namun, Danny tentu masih memikirkan keadaan Devan, ia berjalan mengelilingi area pengungsian, mengecek satu persatu tenda darurat yang berdiri di area lapang itu, berharap bisa menemukan atasannya itu dalam keadaan selamat.Danny masih gigih mencari, tidak akan bisa tenang jika belum mendapatkan kabar tentang Devan."Tidak ada," gumam Danny yang sudah selesai mengecek semua tenda. Juga mengecek data korban selamat dari salah satu relawan.Ia terlihat berpikir, hingga melihat para relawan yang sedang mendata korban meninggal yang ditemu
Evangeline dan Jordan sudah sampai di lokasi pengungsian. Mereka melihat betapa penuhnya tempat itu, karena ternyata para pengungsi itu berasal dari beberapa desa yang terkena dampak musibah banjir.Evangeline turun dan langsung mengedarkan pandangan, mencari kemungkinan keberadaan sang suami di sana. Ramainya orang, tentu membuat Evangeline kesulitan mengenali sang suami di banyaknya orang yang berkerumun dan berlalu lalang."Ayo kita tanya ke relawan yang menangani para korban!" ajak Jordan.Evangeline mengangguk, hanya merasa miris dan ikut sedih saat melihat anak-anak terlantar, para lansia meratap, serta beberapa di antaranya menangis karena kehilangan sanak keluarga."Maaf, kami sedang mencari keluarga yang menjadi korban banjir," ujar Jordan ketika mereka bertemu salah satu relawan."Anda bisa tanyakan data pengungsi pada bagian informasi." Relawan itu menunjuk ke arah relawan lain yang bertugas mendata pengungsi."Oh, terima kasih ba
"Angel." Jordan terlihat cemas melihat Evangeline yang tak bereaksi.Evangeline menoleh Jordan dengan seutas senyum kecil, hingga kemudian menatap relawan yang menunggu jawabannya."Dia bukan suamiku, Devan tak memiliki tahi lalat di bawah dagu," jawab Evangeline memastikan. Jenazah itu memiliki tahi lalat di bagian dagu.Meski Evangeline sempat syok dan mengira itu adalah suaminya, serta sangat sedih karena belum bisa menenemukan sang suami, tetapi Evangeline juga bersyukur karena ternyata jenazah itu bukanlah Devan.Jordan mengajak Evangeline keluar dari tenda itu, hingga bertemu Danny yang sudah lumayan membaik."Danny, di mana suamiku?" tanya Evangeline, menatap Danny dengan pancaran mata penuh harap.Danny menelan saliva susah payah, tak tahu harus bagaimana. Ada rasa bersalah karena tak bisa melindungi atasannya.Jordan mengajak Evangeline dan Danny duduk, selain Danny yang butuh istirahat, Evangeline juga butuh menenangkan piki
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb