"Angel." Jordan terlihat cemas melihat Evangeline yang tak bereaksi.
Evangeline menoleh Jordan dengan seutas senyum kecil, hingga kemudian menatap relawan yang menunggu jawabannya.
"Dia bukan suamiku, Devan tak memiliki tahi lalat di bawah dagu," jawab Evangeline memastikan. Jenazah itu memiliki tahi lalat di bagian dagu.
Meski Evangeline sempat syok dan mengira itu adalah suaminya, serta sangat sedih karena belum bisa menenemukan sang suami, tetapi Evangeline juga bersyukur karena ternyata jenazah itu bukanlah Devan.
Jordan mengajak Evangeline keluar dari tenda itu, hingga bertemu Danny yang sudah lumayan membaik.
"Danny, di mana suamiku?" tanya Evangeline, menatap Danny dengan pancaran mata penuh harap.
Danny menelan saliva susah payah, tak tahu harus bagaimana. Ada rasa bersalah karena tak bisa melindungi atasannya.
Jordan mengajak Evangeline dan Danny duduk, selain Danny yang butuh istirahat, Evangeline juga butuh menenangkan piki
"Awas! Beri jalan cepat! Panggilkan dokter secepatnya!"Seorang relawan terus berteriak karena panik, di belakangnya ada empat orang yang menggotong sebuah tandu.Jordan yang melihat hal itu, langsung berdiri karena penasaran. Berharap jika korban yang berada di atas tandu itu adalah sang kakak."Mari kita lihat!" Danny ikut berdiri ketika melihat betapa paniknya beberapa relawan itu."Aku panggil Angel," ucap Jordan.Baru akan membalikkan badan untuk memanggil Evangeline, karena ingin mengajak untuk melihat, ternyata Evangeline sudah keluar dari mobil."Ada apa?" tanya Evangeline ketika melihat wajah tegang Jordan."Relawan sepertinya menemukan korban lagi, mari lihat dan berharap, siapa tahu itu kak Devan," jawab Jordan.Bola mata Evangeline terlihat berkaca ketika mendengar ada korban lagi yang ditemukan, meski bukan hanya dirinya saja yang berharap jika korban itu adalah keluarga, akan tetapi Evangeline menaruh harapan jika
"Kita harus segera mengevakuasinya sesegera mungkin, korban mengalami infeksi luka pada kaki, butuh penanganan lebih lanjut. Kita harus membawanya ke rumah sakit." Seorang perawat yang membantu dokter menangani korban banjir, keluar dari tenda dan bicara dengan relawan yang menghadang jalan Evangeline, Jordan, dan Danny. "Baiklah, aku akan segera meminta rumah sakit terdekat untuk mengirim ambulance," ujar relawan tadi. Mendengar jika kemungkinan korban itu dalam keadaan kritis, membuat Evangeline yang sempat terduduk di rumput, langsung berdiri dengan cepat. Ia ingin melihat korban itu, hatinya bisa merasakan jika itu benar-benar suaminya. "Aku mohon, biarkan aku melihatnya!" pinta Evangeline dengan suara berat, menahan sesak yang terasa menekan di dada. Jordan dan Danny juga menatap relawan itu penuh harap, memohon agar diperbolehkan melihat. "Baiklah, silahkan jika ingin memastikan," ucap relawan itu, akhirnya membuka jalan untuk Evangeline
Evangeline duduk memangku anak kecil yang ditolong Devan, anak itu tertidur dalam dekapan. Jordan dan Danny juga di sana, mereka sama-sama menunggu dokter yang sedang memeriksa kondisi Devan. "Apa kamu lelah? Biar anak itu bersamaku," ucap Danny yang merasa jika Evangeline terlihat lelah. Evangeline menoleh Danny yang sudah mengulurkan tangan, sebelum kemudian menatap wajah gadis kecil yang ada di dekapannya. "Tidak usah, kalau dipindah takutnya malah terganggu dan bangun," ujar Evangeline dengan senyum kecil di wajah, menatap gadis kecil yang terlihat nyaman berada di dekapannya. "Begitu, ya. Baiklah." Jordan menatap Evangeline, melihat bagaimana wanita itu begitu sangat sabar dan penyayang, tak heran jika baik Angel maupun Kenan sangat suka bersama Evangeline. Sonia terlihat berjalan menyusuri koridor, wanita itu datang sesegera mungkin ke sana setelah mendapat kabar dari Jordan jika Devan ditemukan. "Ma!" Jordan langsu
TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Evangeline dan Sonia langsung menoleh ke arah pintu. Keduanya tersenyum ketika melihat siapa yang datang.Milea ke sana bersama Jordan, sengaja datang ke sana karena memang membawakan pesanan Evangeline."Ini pakaian yang kamu minta," ucap Milea seraya meyerahkan paper bag yang dibawa. "Bagaimana keadaanya?" tanya Milea seraya menoleh Devan yang masih belum sadarkan diri.Terlihat selang infus masih terpasang, bagian kening terbalut perban."Terima kasih," Evangeline menerima paper bag itu, hingga kemudian menatap ke arah ranjang Devan. "Masih sama, mungkin karena pengaruh obat tidur, jadi dia belum sadar." Evangeline menjawab pertanyaan Milea.Evangeline berjalan ke ara sofa, di mana gadis kecil yang ditolong Devan masih tertidur. Ia memang meminta tolong Milea membawakan pakaian anak-anak untuk gadis kecil itu, karena kasihan sebab gadis itu hanya memakai kaus kebesaran milik sala
Malam semakin larut, ruang inap Devan terasa begitu hening, hanya sesekali terdengar suara derap langkah perawat yang melintas di depan ruangan. Evangeline sudah terbuai dalam mimpi, terlalu lelah memikirkan suaminya yang belum juga sadar. Ia tidur dengan posisi duduk, kepala bersandar di tepian ranjang dengan kedua tangan yang dilipat dan dijadikan bantal."Ivi."Suara berat dan sedikit serak itu terdengar. Di alam bawah sadarnya, Evangeline mendengar suara Devan, begitu merdu dan membuat jantungnya berdegup dengan cepat."Van." Evangeline membalas panggilan itu, tapi dengan mata terpejam, merasa jika suara itu hanya ada di mimpinya.Evangeline mengerutkan kelopak mata, bahkan saat merasakan jika ada sentuhan di kepala. Ia merasa ada yang tengah mengusap kepalanya berulangkali."Van, aku sangat merindukanmu," lirih Evangeline dalam ketidaksadaran, bahkan kini buliran kristal bening kembali luruh."Aku juga sangat merindukanmu."Evang
Saat kejadian banjir."Pak!"Devan masih bisa mendengar suara Danny yang memanggilnya. Namun, banjir itu seakan menyeretnya begitu saja, membuat Devan tak bisa melawan dan hanya bisa mencoba untuk bertahan.Gadis kecil yang ada di gendongan Devan terus menangis, membuat pria itu cemas jika air hujan masuk melalui mulut gadis itu."Ja-ngan mena-ngis, Paman ada di-sini un-tuk menjagamu," ucap Devan terbata, mencoba menenangkan gadis kecil itu.Melihat Devan yang terus memeluknya, membuat gadis kecil itu merangkulkan tangan mungilnya ke leher Devan.Keduanya berjuang agar kepala tetap berada di atas permukaan air, atau mereka akan tenggelam dan semakin terseret banjir.Devan melihat gapura tinggi, pria itu berusaha berenang ke sana agar bisa berlindung dengan cara berpegangan di sana. Namun, entah apa yang melewati kaki di bawah air, sesuatu menabrak serta terasa menyayat kulit kaki Devan, membuat pria itu merintih menahan sakit.
Hari itu, baik Sonia maupun yang lainnya, terlihat mendatangi rumah sakit, mereka tentu ingin melihat kondisi Devan, karena Evangeline sudah mengabari jika Devan sadar.Sonia begitu bahagia ketika melihat putranya duduk menatap dirinya, bahkan senyum hangat putranya itu terus menghiasi wajah. Sonia langsung menghambur ke dalam pelukan Devan, mengucap banyak syukur karena putranya itu masih diizinkan berkumpul dengan mereka.Evangeline menggendong gadis kecil yang tadi berada di atas ranjang, membiarkan Sonia melepas rindu pada putranya. Milea juga ke sana membawa Kalandra, karena Evangeline mengatakan jika Devan sangat ingin melihat putra mereka."Apa kondisinya baik-baik saja?" tanya Milea hendak menyerahkan Kalandra."Ya, dokter bilang tidak ada masalah. Tinggal menunggu masa pemulihan," jawab Evangeline. Ia menurunkan gadis kecil yang ada di gendongan, sebelum menerima Kalandra dari Milea. "Halo Baby, kamu rindu Mama, hmm?" Evangeline mencium pipi putr
Begitu kondisi Devan membaik. Ia pun sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit."Kita ke kampung gadis itu besok!" ajak Devan saat mereka berada dalam perjalanan pulang."Tapi kamu baru saja sembuh, kenapa tidak memulihkan kesehatan beberapa hari lagi?" tanya Evangeline yang tentu saja cemas."Baiklah, aku ikut kata istriku," ucap Devan manja.Evangeline begitu gemas dengan sikap Devan, sampai-sampai mencubit pelan hidung mancung pria itu.Gadis kecil yang bersama mereka, terlihat duduk merapat di samping pintu, menatap jalanan dari balik jendela. Gadis itu terlihat begitu senang, mungkin saja karena tidak pernah naik mobil seperti ini sebelumnya."Kita tidak tahu namanya," ucap Evangeline menatap gadis itu."Ya, dia sepertinya tidak mau bicara atau sebenarnya memang tak bisa bicara. Mau memanggilnya juga bingung, besok kita tanyakan ke kampung itu, pasti ada yang mengenalnya," ujar Devan kemudian.Evangeline meng