Evangeline duduk memangku anak kecil yang ditolong Devan, anak itu tertidur dalam dekapan. Jordan dan Danny juga di sana, mereka sama-sama menunggu dokter yang sedang memeriksa kondisi Devan.
"Apa kamu lelah? Biar anak itu bersamaku," ucap Danny yang merasa jika Evangeline terlihat lelah.
Evangeline menoleh Danny yang sudah mengulurkan tangan, sebelum kemudian menatap wajah gadis kecil yang ada di dekapannya.
"Tidak usah, kalau dipindah takutnya malah terganggu dan bangun," ujar Evangeline dengan senyum kecil di wajah, menatap gadis kecil yang terlihat nyaman berada di dekapannya.
"Begitu, ya. Baiklah."
Jordan menatap Evangeline, melihat bagaimana wanita itu begitu sangat sabar dan penyayang, tak heran jika baik Angel maupun Kenan sangat suka bersama Evangeline.
Sonia terlihat berjalan menyusuri koridor, wanita itu datang sesegera mungkin ke sana setelah mendapat kabar dari Jordan jika Devan ditemukan.
"Ma!" Jordan langsu
TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Evangeline dan Sonia langsung menoleh ke arah pintu. Keduanya tersenyum ketika melihat siapa yang datang.Milea ke sana bersama Jordan, sengaja datang ke sana karena memang membawakan pesanan Evangeline."Ini pakaian yang kamu minta," ucap Milea seraya meyerahkan paper bag yang dibawa. "Bagaimana keadaanya?" tanya Milea seraya menoleh Devan yang masih belum sadarkan diri.Terlihat selang infus masih terpasang, bagian kening terbalut perban."Terima kasih," Evangeline menerima paper bag itu, hingga kemudian menatap ke arah ranjang Devan. "Masih sama, mungkin karena pengaruh obat tidur, jadi dia belum sadar." Evangeline menjawab pertanyaan Milea.Evangeline berjalan ke ara sofa, di mana gadis kecil yang ditolong Devan masih tertidur. Ia memang meminta tolong Milea membawakan pakaian anak-anak untuk gadis kecil itu, karena kasihan sebab gadis itu hanya memakai kaus kebesaran milik sala
Malam semakin larut, ruang inap Devan terasa begitu hening, hanya sesekali terdengar suara derap langkah perawat yang melintas di depan ruangan. Evangeline sudah terbuai dalam mimpi, terlalu lelah memikirkan suaminya yang belum juga sadar. Ia tidur dengan posisi duduk, kepala bersandar di tepian ranjang dengan kedua tangan yang dilipat dan dijadikan bantal."Ivi."Suara berat dan sedikit serak itu terdengar. Di alam bawah sadarnya, Evangeline mendengar suara Devan, begitu merdu dan membuat jantungnya berdegup dengan cepat."Van." Evangeline membalas panggilan itu, tapi dengan mata terpejam, merasa jika suara itu hanya ada di mimpinya.Evangeline mengerutkan kelopak mata, bahkan saat merasakan jika ada sentuhan di kepala. Ia merasa ada yang tengah mengusap kepalanya berulangkali."Van, aku sangat merindukanmu," lirih Evangeline dalam ketidaksadaran, bahkan kini buliran kristal bening kembali luruh."Aku juga sangat merindukanmu."Evang
Saat kejadian banjir."Pak!"Devan masih bisa mendengar suara Danny yang memanggilnya. Namun, banjir itu seakan menyeretnya begitu saja, membuat Devan tak bisa melawan dan hanya bisa mencoba untuk bertahan.Gadis kecil yang ada di gendongan Devan terus menangis, membuat pria itu cemas jika air hujan masuk melalui mulut gadis itu."Ja-ngan mena-ngis, Paman ada di-sini un-tuk menjagamu," ucap Devan terbata, mencoba menenangkan gadis kecil itu.Melihat Devan yang terus memeluknya, membuat gadis kecil itu merangkulkan tangan mungilnya ke leher Devan.Keduanya berjuang agar kepala tetap berada di atas permukaan air, atau mereka akan tenggelam dan semakin terseret banjir.Devan melihat gapura tinggi, pria itu berusaha berenang ke sana agar bisa berlindung dengan cara berpegangan di sana. Namun, entah apa yang melewati kaki di bawah air, sesuatu menabrak serta terasa menyayat kulit kaki Devan, membuat pria itu merintih menahan sakit.
Hari itu, baik Sonia maupun yang lainnya, terlihat mendatangi rumah sakit, mereka tentu ingin melihat kondisi Devan, karena Evangeline sudah mengabari jika Devan sadar.Sonia begitu bahagia ketika melihat putranya duduk menatap dirinya, bahkan senyum hangat putranya itu terus menghiasi wajah. Sonia langsung menghambur ke dalam pelukan Devan, mengucap banyak syukur karena putranya itu masih diizinkan berkumpul dengan mereka.Evangeline menggendong gadis kecil yang tadi berada di atas ranjang, membiarkan Sonia melepas rindu pada putranya. Milea juga ke sana membawa Kalandra, karena Evangeline mengatakan jika Devan sangat ingin melihat putra mereka."Apa kondisinya baik-baik saja?" tanya Milea hendak menyerahkan Kalandra."Ya, dokter bilang tidak ada masalah. Tinggal menunggu masa pemulihan," jawab Evangeline. Ia menurunkan gadis kecil yang ada di gendongan, sebelum menerima Kalandra dari Milea. "Halo Baby, kamu rindu Mama, hmm?" Evangeline mencium pipi putr
Begitu kondisi Devan membaik. Ia pun sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit."Kita ke kampung gadis itu besok!" ajak Devan saat mereka berada dalam perjalanan pulang."Tapi kamu baru saja sembuh, kenapa tidak memulihkan kesehatan beberapa hari lagi?" tanya Evangeline yang tentu saja cemas."Baiklah, aku ikut kata istriku," ucap Devan manja.Evangeline begitu gemas dengan sikap Devan, sampai-sampai mencubit pelan hidung mancung pria itu.Gadis kecil yang bersama mereka, terlihat duduk merapat di samping pintu, menatap jalanan dari balik jendela. Gadis itu terlihat begitu senang, mungkin saja karena tidak pernah naik mobil seperti ini sebelumnya."Kita tidak tahu namanya," ucap Evangeline menatap gadis itu."Ya, dia sepertinya tidak mau bicara atau sebenarnya memang tak bisa bicara. Mau memanggilnya juga bingung, besok kita tanyakan ke kampung itu, pasti ada yang mengenalnya," ujar Devan kemudian.Evangeline meng
"Ica!" teriak Milea yang terkejut dengan sikap putrinya itu."Mama Milea jangan suapin dia!" Angel menuding ke arah Anira.Anira yang tak tahu apa-apa, terlihat terkejut dengan mata berkaca-kaca. Gadis kecil itu tampaknya ketakutan mendengar Angel yang berteriak dan juga mendengar suara piring yang menghantam lantai, ditatapnya piring yang sudah tak berbentuk di lantai."Ica, kenapa gitu?" Jordan yang baru saja menghampiri, langsung menggendong Angel, takut jika kaki putrinya itu menginjak pecahan piring."Ica kok jadi gitu? Dia kasihan belum makan, kenapa Ica marah?" tanya Milea yang mencoba menurunkan nada suaranya."Ica nggak suka Mama Milea perhatian padanya, Mama Milea cuma buat Ica!" teriak Angel, sebagai anak yang sering dimanja, tentu saja ada rasa takut yang hanya diketahui oleh gadis itu sendiri.Milea terkejut mendengar ucapan putrinya, sampai memegangi kening, tak mengerti kenapa putrinya jadi bersikap seperti itu. Saat ingin mem
Evangeline menengok kamar Anira, gadis kecil itu tidur di kamar yang bersebelahan dengan miliknya dan Devan. Kamar itu sebenarnya disiapkan untuk Kalandra, tapi karena bayinya itu masih butuh perhatian tiap malam, jadi Evangeline memilih untuk tetap tidur bersama Kalandra. Ia melihat bagaimana pulasnya gadis kecil itu tidur, sepertinya sangat nyaman berbaring di ranjang empuk itu.Evangeline kembali ke kamar, melihat Nevan yang ternyata belum istirahat dan masih duduk bersandar headboard."Kenapa belum tidur?" tanya Evangeline seraya menarik selimut untuk menutup kaki Devan."Menunggumu," jawab Devan, mengulurkan tangan untuk bisa menggenggam telapak tangan istrinya itu.Evangeline meraih tangan Devan, lantas duduk di tepian ranjang menghadap suaminya itu."Aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan hidup, menatapmu di sini, hari ini, detik ini," ujar Devan.Evangeline tersenyum kecil, kemudian mencium kening suaminya itu."Ak
Pagi itu, Evangeline sibuk mengurus Kalandra sebelum membantu Devan membersihkan diri. Anira sudah bangun, gadis kecil itu memperhatikan Kalandra yang sedang dimandikan."Habis ini, Nira mandi," ucap Evangeline ketika melihat gadis kecil itu dengan seksama menunggu.Anira hanya mengangguk kecil, masih memperhatikan cara Evangeline memandikan Kalandra.Saat Evangeline selesai memandikan, serta membawa Kalandra ke kamar, Anira juga ikut dan menunggu di samping kepala Kalandra. Tampaknya gadis kecil itu merasa senang karena banyak orang dalam satu rumah.Anira terus memperhatikan Kalandra, bahkan telunjuknya diberikan ke genggaman Kalandra agar bisa dimainkan oleh bayi itu.Evangeline tersenyum melihat tindakan Anira, menganggap jika gadis kecil itu paham dan bisa melihat situasi."Apa Nira dulu punya adik?" tanya Evangeline dengan tangan sibuk memakaikan baju di tubuh putranya.Anira menggelengkan kepala tanda tak memiliki, gadis