Saat kejadian banjir.
"Pak!"
Devan masih bisa mendengar suara Danny yang memanggilnya. Namun, banjir itu seakan menyeretnya begitu saja, membuat Devan tak bisa melawan dan hanya bisa mencoba untuk bertahan.
Gadis kecil yang ada di gendongan Devan terus menangis, membuat pria itu cemas jika air hujan masuk melalui mulut gadis itu.
"Ja-ngan mena-ngis, Paman ada di-sini un-tuk menjagamu," ucap Devan terbata, mencoba menenangkan gadis kecil itu.
Melihat Devan yang terus memeluknya, membuat gadis kecil itu merangkulkan tangan mungilnya ke leher Devan.
Keduanya berjuang agar kepala tetap berada di atas permukaan air, atau mereka akan tenggelam dan semakin terseret banjir.
Devan melihat gapura tinggi, pria itu berusaha berenang ke sana agar bisa berlindung dengan cara berpegangan di sana. Namun, entah apa yang melewati kaki di bawah air, sesuatu menabrak serta terasa menyayat kulit kaki Devan, membuat pria itu merintih menahan sakit.
Hari itu, baik Sonia maupun yang lainnya, terlihat mendatangi rumah sakit, mereka tentu ingin melihat kondisi Devan, karena Evangeline sudah mengabari jika Devan sadar.Sonia begitu bahagia ketika melihat putranya duduk menatap dirinya, bahkan senyum hangat putranya itu terus menghiasi wajah. Sonia langsung menghambur ke dalam pelukan Devan, mengucap banyak syukur karena putranya itu masih diizinkan berkumpul dengan mereka.Evangeline menggendong gadis kecil yang tadi berada di atas ranjang, membiarkan Sonia melepas rindu pada putranya. Milea juga ke sana membawa Kalandra, karena Evangeline mengatakan jika Devan sangat ingin melihat putra mereka."Apa kondisinya baik-baik saja?" tanya Milea hendak menyerahkan Kalandra."Ya, dokter bilang tidak ada masalah. Tinggal menunggu masa pemulihan," jawab Evangeline. Ia menurunkan gadis kecil yang ada di gendongan, sebelum menerima Kalandra dari Milea. "Halo Baby, kamu rindu Mama, hmm?" Evangeline mencium pipi putr
Begitu kondisi Devan membaik. Ia pun sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit."Kita ke kampung gadis itu besok!" ajak Devan saat mereka berada dalam perjalanan pulang."Tapi kamu baru saja sembuh, kenapa tidak memulihkan kesehatan beberapa hari lagi?" tanya Evangeline yang tentu saja cemas."Baiklah, aku ikut kata istriku," ucap Devan manja.Evangeline begitu gemas dengan sikap Devan, sampai-sampai mencubit pelan hidung mancung pria itu.Gadis kecil yang bersama mereka, terlihat duduk merapat di samping pintu, menatap jalanan dari balik jendela. Gadis itu terlihat begitu senang, mungkin saja karena tidak pernah naik mobil seperti ini sebelumnya."Kita tidak tahu namanya," ucap Evangeline menatap gadis itu."Ya, dia sepertinya tidak mau bicara atau sebenarnya memang tak bisa bicara. Mau memanggilnya juga bingung, besok kita tanyakan ke kampung itu, pasti ada yang mengenalnya," ujar Devan kemudian.Evangeline meng
"Ica!" teriak Milea yang terkejut dengan sikap putrinya itu."Mama Milea jangan suapin dia!" Angel menuding ke arah Anira.Anira yang tak tahu apa-apa, terlihat terkejut dengan mata berkaca-kaca. Gadis kecil itu tampaknya ketakutan mendengar Angel yang berteriak dan juga mendengar suara piring yang menghantam lantai, ditatapnya piring yang sudah tak berbentuk di lantai."Ica, kenapa gitu?" Jordan yang baru saja menghampiri, langsung menggendong Angel, takut jika kaki putrinya itu menginjak pecahan piring."Ica kok jadi gitu? Dia kasihan belum makan, kenapa Ica marah?" tanya Milea yang mencoba menurunkan nada suaranya."Ica nggak suka Mama Milea perhatian padanya, Mama Milea cuma buat Ica!" teriak Angel, sebagai anak yang sering dimanja, tentu saja ada rasa takut yang hanya diketahui oleh gadis itu sendiri.Milea terkejut mendengar ucapan putrinya, sampai memegangi kening, tak mengerti kenapa putrinya jadi bersikap seperti itu. Saat ingin mem
Evangeline menengok kamar Anira, gadis kecil itu tidur di kamar yang bersebelahan dengan miliknya dan Devan. Kamar itu sebenarnya disiapkan untuk Kalandra, tapi karena bayinya itu masih butuh perhatian tiap malam, jadi Evangeline memilih untuk tetap tidur bersama Kalandra. Ia melihat bagaimana pulasnya gadis kecil itu tidur, sepertinya sangat nyaman berbaring di ranjang empuk itu.Evangeline kembali ke kamar, melihat Nevan yang ternyata belum istirahat dan masih duduk bersandar headboard."Kenapa belum tidur?" tanya Evangeline seraya menarik selimut untuk menutup kaki Devan."Menunggumu," jawab Devan, mengulurkan tangan untuk bisa menggenggam telapak tangan istrinya itu.Evangeline meraih tangan Devan, lantas duduk di tepian ranjang menghadap suaminya itu."Aku sangat bersyukur masih diberi kesempatan hidup, menatapmu di sini, hari ini, detik ini," ujar Devan.Evangeline tersenyum kecil, kemudian mencium kening suaminya itu."Ak
Pagi itu, Evangeline sibuk mengurus Kalandra sebelum membantu Devan membersihkan diri. Anira sudah bangun, gadis kecil itu memperhatikan Kalandra yang sedang dimandikan."Habis ini, Nira mandi," ucap Evangeline ketika melihat gadis kecil itu dengan seksama menunggu.Anira hanya mengangguk kecil, masih memperhatikan cara Evangeline memandikan Kalandra.Saat Evangeline selesai memandikan, serta membawa Kalandra ke kamar, Anira juga ikut dan menunggu di samping kepala Kalandra. Tampaknya gadis kecil itu merasa senang karena banyak orang dalam satu rumah.Anira terus memperhatikan Kalandra, bahkan telunjuknya diberikan ke genggaman Kalandra agar bisa dimainkan oleh bayi itu.Evangeline tersenyum melihat tindakan Anira, menganggap jika gadis kecil itu paham dan bisa melihat situasi."Apa Nira dulu punya adik?" tanya Evangeline dengan tangan sibuk memakaikan baju di tubuh putranya.Anira menggelengkan kepala tanda tak memiliki, gadis
"Dia bernama Naraya menurut catatan yang kami dapat dari balai kelurahan. Dia tinggal bersama neneknya, kemungkinan saat kejadian neneknya sedang keluar rumah. Karena itu Nara sendirian di rumah saat banjir datang," ujar perangkat desa yang menemui Devan dan Evangeline."Lalu, di mana neneknya sekarang?" tanya Evangeline sedikit cemas. Entah kenapa Evangeline takut jika Nira atau nama sebenarnya Nara, diminta oleh keluarganya. Jauh di lubuk hatinya, Evangeline menginginginkan Nira menjadi anggota keluarganya.Perangkat desa terlihat bingung, sampai menoleh seseorang yang menemaninya."Sebenarnya, neneknya tidak selamat dan menjadi salah satu korban banjir itu," jawab perangkat desa itu penuh penyesalan."Lalu bagaimana dengan anggota keluarga yang lain?" tanya Devan kemudian."Sebenarnya, Naraya ini lahir di luar nikah. Ibunya seorang TKW, tahu-tahu pulang dalam keadaan hamil. Kami cukup terkejut dan kasihan, hanya tidak bisa berbuat banyak. Setela
Setelah semua badai dalam hidup dilalui, segala rintangan dan juga cobaan dihadapi. Akhirnya Evangeline bisa bernapas lega, entah ini sebuah keajaiban atau anugerah, setelah bertemu Devan, segala masalah dari masa lalu hidupnya akhirnya terselesaikan.Kini Evangeline tengah duduk di depan teras, memantau Anira yang kini sudah menjadi bagian dari keluarganya.Gadis kecil itu sedang berlarian di taman yang terdapat di depan rumah. Terkadang sesekali naik ke ayunan yang terbuat dari rotan.Evangeline mengawasi Anira seraya menjaga Kalandra, bayi laki-lakinya itu sudah mulai ingin belajar berjalan."Nira, susunya diminum dulu!" teriak Evangeline mengingatkan.Anira masih belum mau bicara, gadis kecil itu hanya menanggapi ucapan Evangeline atau Devan dengan sebuah gelengan, anggukan, atau senyum lebar."Hati-hati!" Evangeline terlihat was-was ketika melihat Anira berlari ke arahnya.Gadis kecil itu tersenyum lebar, lantas mengambil g
Waktu cepat berlalu, tak terasa Anira kini sudah menginjak umur sembilan tahun. Gadis kecil itu akan sudah masuk ke sekolah dasar, sedangkan Kalandra dan Kenan tentu baru akan masuk sekolah dasar tahun ini. "Nila!" panggil Kalandra yang memang masih cedal dan tidak bisa menyebut huruf 'r'. "Ya, Al!" Setelah dilatih bicara, akhirnya Anira mau bicara meski tak banyak. "Dasinya pakaikan. Mama malah mengulus papa!" Kalandra menyodorkan dasi sekolahnya pada Anira. Mengeluh karena Evangeline masih sibuk mengurus ayahnya juga keperluan lain. Tumbuh bersama, membuat Anira menjadi seorang sosok kakak bagi Kalandra. Gadis kecil itu mengajak bermain dan memanjakan Kalandra layaknya seorang adik. Hingga pada akhirnya Kalandra sering meminta bantua Anira dari pada pembantu rumahnya. Kalandra sangat dekat dengan Anira. "Sini aku pakaikan," ucap gadis kecil yang sudah berpakaian rapi memakai seragam sekolah dasar. Ia mengambil dasi dari tangan Kalandra.
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb