Sebelumnya,
Evangeline sudah berada di restoran, berharap Devan segera datang untuk merayakan ulangtahun pria itu. Evangeline berdandan secantik mungkin, memakai dress berwarna biru cerah setinggi bawah lutut. Kini Evangeline hanya tinggal menunggu Devan datang, sampanye sudah tersaji di meja, sedangkan menu makan malam dan kue akan dikeluarkan saat Devan datang.
"Apa dia lembur?" Evangeline bertanya-tanya dalam hati.
Ia menengok jam yang ada di ponsel, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Devan masih belum menunjukkan batang hidungnya. Evangeline mencoba mengirim pesan lagi, tapi ternyata pending. Ia mencoba menghubungi, tapi nomor suaminya juga tak aktif.
Evangeline mulai merasa cemas karena Devan tak bisa dihubungi dan tak datang.
"Nona, apa hidangannya bisa kami sajikan sekarang?" tanya salah satu pelayan. Pelayan itu bertanya karena Evangeline sudah berada di sana hampir dua jam.
"Tunggu dulu, saya masih menunggu suami saya
Karena tidak jadi makan malam bersama, Devan dan Evangeline pun pulang ke rumah. Namun, mereka tak lantas tidur begitu saja, keduanya duduk di balkon kamar seraya menikmati koleksi wine milik Devan."Kenapa ponselmu mati? Apa kehabisan baterai?" tanya Evangeline. Menatap wajah sang suami, seraya menggoyangkan pelan gelas berisi wine yang dipegangnya.Devan menyesap wine seraya melirik Evangeline, kemudian meletakkan gelas yang ada ditangan. Kemudian beralih memegang telapak tangan Evangeline yang ada di atas meja."Maaf." Kata itu yang pertama kali keluar dari bibir Devan. "Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu, hal yang membuatku mematikan daya ponsel, serta mengabaikanmu," imbuh Devan.Evangeline mengernyitkan dahi, tak tahu dengan maksud suaminya. Devan terlihat mengeluarkan ponsel, lantas memperlihatkan foto yang dikirim padanya dari nomor yang tak dikenal."Ini yang membuatku mengabaikanmu," lirih Devan penuh penyesalan.Evange
Malam harinya, Evangeline dan Devan pergi makan malam bersama. Devan ingin menebus makan malam yang gagal akibat kebodohannya. Meski tak makan di restoran yang Evangeline pesan sebelumnya, tapi Evangeline tak keberatan, karena baginya bisa bersama pria yang sangat dicintainya saja itu sudah cukup."Apa kamu suka makanannya?" tanya Devan ketika melihat Evangeline begitu menikmati hidangan yang tersaji."Ya, semua akan terasa enak jika memakannya bersamamu," seloroh Evangeline.Tentu saja ucapan Evangeline membuat Devan tersipu sendiri, bagaimana bisa sang istri malah mengucapkan kata rayuan seperti itu."Aku ke kamar kecil sebentar." Pamit Evangeline bersiap berdiri."Oke."Evangeline berjalan ke arah toilet, sedangkan Devan kembali melanjutkan makan malam yang diiringi dengan alunan musik klasik.Evangeline sudah selesai dari toilet, ketika ingin kembali ke meja tempat Devan menunggu, seseorang dengan sengaja menabrak serta menumpahka
Setelah pertemuannya dengan Gita dan Gilang malam itu. Evangeline tak pernah bertemu dengan Gita, hanya sesekali bertemu Gilang ketika berada di tempat umum.Hubungan Evangeline dan Devan smakin harmonis dengan keberadaan Kalandra. Saat bayi itu hampir berumur satu tahu. Devan dan Evangeline meminta izin Sonia untuk pindah ke rumah mereka."Satu minggu lagi Kalandra ulang tahun, apa kamu sudah merencanakan acara untuknya?" tanya Devan yang sibuk mengikat dasi. Bicara tanpa menatap Evangeline.Evangeline yang baru saja mengurus Kalandra, berjalan mendekat ke arah Devan, meraih dasi pria itu dan bicara seraya membetulkan ikatan dasi."Belum, tapi nanti aku mau minta izin ke rumah Milea. Karena ulang tahun Kalandra dan Kenan hampir barengan, Milea ingin merayakan bersama. Bagaimana menurutmu?" tanya Evangeline setelah selesai merapikan dasi.Evangeline menatap wajah sang suami, jemarinya merapikan rambut bagian depan Devan."Kenapa bertambah um
Evangeline menggendong Kalandra, baru saja memberi susu dan sekarang sedang menidurkan. Ia terlihat menimang bayi itu penuh kasih sayang, sesekali mengecup kening Kalandra."Dia sudah tidur?" Devan langsung bertanya ketika melihat Evangeline menimang Kalandra."Sstt ... dia baru saja terlelap." Evangeline bicara tanpa suara, menatap sang suami yang baru masuk ke kamar.Devan kini berdiri di samping Evangeline, menatap putranya yang sangat tampan. Sesekali pria itu mencolek pipi menggemaskan Kalandra."Bagaimana tadi diskusi dengan Milea?" tanya Devan lirih."Kami berencana mengadakan acara di rumah Milea. Kami sudah pesan kue kembar untuk mereka, serta berencana mengundang keluarga dan orang-orang terdekat saja," jawab Evangeline.Evangeline membaringkan Kalandra di ranjang mereka, menyelimuti bayi menggemaskan itu perlahan. Kalandra tidur dengan pulas, bahkan bibir mungil bayi itu terlihat sesekali bergerak, seperti sedang menyusu.D
Hari berikutnya. Milea dan Evangeline terlihat sedang pergi ke sebuah toko aksesoris, keduanya ingin mencari hiasan untuk acara pesta Kenan dan Kalandra. Mereka sebenarnya bisa menyuruh pembantu rumah, tapi entah kenapa ingin pergi sendiri, merasa kalau bisa memilih sepuasnya apa yang dibutuhkan dan diinginkan."Balonnya yang apa, Lea?" tanya Evangeline ketika sedang melihat sampel balon aneka bentuk."Apa saja boleh, yang penting cocok dengan mereka," jawab Milea yang sedang sibuk dengan hiasan dinding lain.Keduanya akhirnya selesai berbelanja, segera pulang ke rumah karena Kenan dan Kalandra ditinggal di rumah bersama pembantu."Kenapa cuacanya tiba-tiba berubah?" Evangeline melongok keluar, melihat langit yang begitu gelap, seakan siap menumpahkan isinya."Iya, tadi padahal sangat cerah." Milea yang sedang menyetir, lantas sedikit melongok ke luar jendela, melihat langit gelap hingga membuat siang hari seperti sore.Evangeline tiba-tiba
Evangeline tengah di dapur untuk membuat teh hangat. Ia menginap di rumah Milea setelah Devan pergi ke luar kota, hendak menyiapkan pesta kecil-kecilan yang sudah direncanakan. Saat akan menuang air panas ke cangkir, tanpa sengaja Evangeline malah menyiramkan ke tangannya, membuat kulit putihnya memerah. Ia buru-buru meletakkan teko dan hendak membilas tangan dengan air dingin. Namun, Evangeline tanpa sengaja menyenggol cangkir hingga jatuh, menciptakan suara yang begitu nyaring menggema di ruangan itu. "Astaga! Ada apa ini?" Evangeline yang terkejut, lantas memegangi dada. Merasakan jantungnya berdegup dengan sangat cepat, hal pertama yang melintas di kepala adalah nama sang suami. Sonia dan Milea sedang berada di ruang tengah bersama Kenan dan Kalandra, keduanya terkejut ketika mendengar suara sesuatu membentur lantai. Mereka berdiri dan langsung pergi ke dapur untuk melihat apa yang terjadi, hingga melihat Evangeline yang memegangi dada dan terlihat begitu
Tak terasa pagi pun tiba. Evangeline yang merasa gundah, tertidur ketika menunggu sang suami pulang. Ia membuka mata dengan rasa kecewa, hari ini hendak merayakan ulangtahun Kalandra, tapi Devan tidak ada tanda-tanda akan pulang.Evangeline meraih ponsel, melihat apakah ada pesan atau sekedar panggilan tak terjawab dari suaminya, tapi sayangnya keinginannya itu pupus ketika tak mendapati satu pun pesan dari sang suami."Kamu di mana?" tanyanya dengan ekspresi wajah cemas. Bahkan sampai mengguyar rambut depan ke belakang.Evangeline menatap Kalandra yang masih tertidur, hingga beralih melihat ke arah jendela di mana hujan masih mengguyur sejak semalam. Berniat mengangsurkan kaki untuk turun dari ranjang, Evangeline mendengar suara gaduh dari luar. Ia pun segera turun dan memilih berjalan ke arah pintu untuk melihat apa yang terjadi.Sementara itu, di luar kamar Evangeline. Jordan dan Milea tampak begitu cemas, keduanya terlihat kebingungan dengan saling de
Saat yang berada di rumah tengah kebingungan mencari kabar tentang yang terkena musibah. Di sinilah kini para korban banjir bandang sedang meratap dan mencari sanak saudara yang mungkin terpisah. Dari puluhan warga yang sedang kebingungan menanti air surut, salah satu dari mereka adalah Danny. Pria itu tengah mencari keberadaan Devan yang terpisah dengannya, dia dan warga lain bisa sampai di gedung setengah jadi yang sedang dibangun perusahaan Devan, mereka bersyukur karena tidak terseret banjir luapan sungai yang tanggulnya jebol."Ya Tuhan, Pak. Semoga Anda selamat," gumam Danny berdoa untuk keselamatan Devan. Terlihat jelas guratan kecemasan di wajah. Ia terus mencari keberadaan Devan, berharap atasannya itu selamat dan berada di antara puluhan orang yang ada di gedung itu.--Di rumah Milea. Evangeline sudah mulai tersadar dari pingsan. Ia terus mnangis begitu membuka mata, masih tak bisa menahan rasa sesak akibat kabar yang didapat."Bagaiman