Malam sebelumnya. Ketika Devan sudah di rumah dan ditemani Danny, seseorang menghubungi nomornya, membuat DEvan terheran karena merasa tak kenal.
"Halo." Devan menjawab panggilan itu.
"Kamu ingin istrimu selamat, mari bertemu."
Devan terkejut mendengar suara pria terdengar dari seberang panggilan. Ia tak berpikir lama karena pria itu menyebut sang istri, membuat Devan memilih setuju untuk bertemu.
Devan pergi bersama Danny, mereka bertemu di sebuah kafe.
"Anda yakin di sini?" tanya Danny seraya mengedarkan pandangan untuk mencari pria yang mengajak Devan bertemu.
"Ya, biar aku hubungi lagi." Devan hendak menghubungi pemilik nomor yang mengajaknya bertemu. Hingga urung ketika melihat seorang pria melambai ke arahnya.
Devan dan Danny pun mendekat untuk menghampiri pria yang sudah duduk santai dengan secangkir kopi di meja. Pria itu ternyata adalah orang suruhan Ghina.
"Silahkan duduk!" Pria itu langsung mempersilahkan Devan
Devan duduk dengan terus menatap Evangeline yang masih tak sadarkan diri. Dokter yang memeriksa, mengatakan jika Evangeline mengalami kontraksi palsu karena tekanan yang dialami. Leher yang tergores belati juga sudah diobati, serta tidak ada hal lain yang fatal lagi."Bagaimana keadaannya?" tanya Milea yang datang ke rumah sakit.Jordan yang ternyata datang bersama Danny, membawa polisi setelah melapor, hingga akhirnya wanita itu digelandang lagi ke kantor polisi dengan tuduhan penculikan dan penganiayaan. Milea yang diberi kabar Jordan, langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Evangeline."Dia belum sadarkan diri hampir dua jam, kata dokter itu wajar karena dia disuntik obat tidur," jawab Devan.Milea menghela napas lega, setidaknya tidak terjad hal yang fatal kepada Evangeline maupun bayinya."Bagaimana wanita itu?" tanya Devan pada Jordan karena adik iparnya itu yang mengurus di kantor polisi."Sepertinya dia gila, wanita itu t
Evangeline terus memperhatikan Devan yang sedang mengupas buah untuknya. Ia menyentuh leher yang dibalut kain kasa karena luka gores akibat ulah Ghina."Van, apa wanita itu kembali ditahan?" tanya Evangeline.Devan yang sedang memotong buah, hanya tersenyum kecil, lantas menyuapkan potongan kecil ke mulut sang istri."Ya," jawab Devan. "Jordan dan Danny datang tepat waktu bersama polisi, langsung menggelandang wanita gila itu ke kantor polisi. Kali ini akan aku pastikan dia membusuk di sana," imbuhnya dengan seutas senyum, meski ada sebuah amarah yang terkandung di dalamnya.Evangeline mengunyah potongan buah yang masuk mulut, tatapannya masih tak teralihkan dari wajah Devan. Hingga ia penasaran, bagaimana suaminya itu menghadapi trauma yang pernah ditinggalkan wanita itu."Tadi, apa kamu merasa tidak takut menghadapi wanita itu?" tanya Evangeline. "Secara aku melihat kamu terlihat tenang, tak tampak seperti merasakan sebuah trauma sama sekali," im
Devan dan Evangeline berada di kamar setelah Jordan dan Milea pulang. Evangeline masih perlu banyak istirahat untuk memulihkan kondisi tubuh dan juga mental pasca penculikan itu."Van, kamu nggak ke kantor?" tanya Evangeline. Ia mengusap kepala Devan yang berada di pangkuan.Evangeline duduk bersandar dashboard, sedangkan Devan berbaring di paha istrinya itu."Tidak, aku akan bekerja dari rumah. Aku cemas padamu, takut jika ada sesuatu yang buruk terjadi lagi padamu," jawab Devan dengan tangan mengusap permukaan perut Evangeline yang sudah besar."Aku baik-baik saja di rumah, tidak akan ke mana-mana kalau kamu tidak mengizinkan. Jadi, tak apa kalau ditinggal," ujar Evangeline.Terdengar suara helaan napas halus dari Devan, hingga ia pun bangun dan duduk di samping seraya menatap Evangeline."Tidak, pokoknya aku mau bawa pekerjaan ke rumah. Aku mau terus di dekatmu dan bayi kita," timpal Devan menolak bujukan Evangeline. Devan mengecup permuk
"Ica, Ica jangan lari-lari sayang." Milea merasa pusing melihat anak tirinya itu malah berlarian saat akan dipakaikan seragam sekolah."Ica terbang! Ica terbang!" Gadis kecil itu naik ke ranjang, kemudian meloncat-loncat dengan kedua tangan terbuka.Milea memijat keningnya sendiri, mungkin efek hamil tua membuatnya gampang marah dan lelah."Ica sayang, Mama capek kejar kamu. Sini, Mama pakaikan bajunya." Milea yang merasa tak sanggup berjalan, memilih duduk di sofa. Meminta Angel untuk datang kepadanya.Angel yang hanya memakai pakaian dalam saja, masih melompat-lompat kegirangan, sampai mengabaikan Milea yang memanggilnya."Ica, kenapa nggak nurut?" tanya Milea dengan suara pelan seakan putus asa.Jordan yang baru saja selesai mandi dan berpakaian, mencari Milea di kamar Ica. Begitu melihat istrinya itu sedang duduk dengan memegang pakaian Angel, Jordan pun mendekat."Sayang, tolong pakaikan dasiku," pinta Jordan manja. Ia mendekat d
Evangeline langsung bangun ketika mendapat panggilan dari Jordan. Ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Devan yang sudah tidak ada di kamar."Van!" panggil Evangeline keluar dari kamar.Devan yang ternyata sedang meminta kopi pada pelayan rumah, langsung berlari menaiki anak tangga karena mendengar Evangeline yang terus memanggil. Ia panik dan takut terjadi sesuatu dengan istrinya itu."Ada apa?" tanya Devan ketika bertemu dengan Evangeline.Evangeline tak menyangka jika reaksi Devan akan seperti itu. Ia menatap Devan yang sedang mengatur napas."Ada apa? Kamu merasa mulas, atau tak enak badan?" tanya Devan lagi karena Evangeline tak menjawab.Bukannya menjawab pertanyaan Devan, Evangeline malah tergelak karena merasa sangat lucu dengan kepanikan Devan."Kenapa kamu tertawa? Kamu tidak sakit?" tanya Devan memastikan.Evangeline menganggukkan kepala, hingga membuat Devan langsung bisa bernapas lega."Kenapa kamu beg
Devan pergi ke rumah sakit, dan langsung menuju ruang bersalin ketika sampai. Ia melihat Sonia sudah menemani Jordan yang duduk di kursi selasar panjang depan ruang bersalin. Sonia tampak menepuk-nepuk perlahan punggung Jordan."Bagaimana keadaannya?" tanya Devan langsung."Baru pembukaan tujuh, tapi ketubannya sudah pecah," jawab Sonia menjelaskan.Jordan sendiri menutup sebagian wajah dengan telapak tangan, mencoba menutupi kegelisahan dan rasa takutnya. Ia memiliki trauma tersendiri terhadap proses melahirkan, tentu saja hal itu mengingatkannya pada Diana."Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan mereka? Ya Tuhan, lancarkan dan selamatkan mereka," lirih Jordan memanjatkan doa untuk keselamatan Milea dan bayinya.Devan dan Sonia saling tatap saat mendengar suara lirih Jordan. Sonia sendiri masih terus mengusap punggung Jordan secara konstan, mencoba menenangkan perasaan mantan menantunya itu.Devan ikut duduk di samping Jordan, menepuk pelan
Evangeline mendapat kabar jika Milea sudah melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya pun sehat. Ia akhirnya datang ke rumah sakit mengajak Angel, karena Milea mengatakan ingin mempertemukan bayinya dengan sang kakak. Angel berjalan di koridor rumah sakit dengan digandeng Evangeline. Namun, gadis itu terlihat tegang, takut jika Milea masih marah padanya. "Ica kenapa?" tanya Evangeline ketika merasakan genggaman Angel begitu erat, bahkan sedikit basah karena berkeringat. "Bagaimana kalau mama Milea marah? Apa dia akan membentak Ica? Apa dia akan diam sama Ica? Ica takut." Gadis itu masih merasa kalau semua yang terjadi pada Milea adalah akibat ulahnya. Evangeline menahan tawa, tak menyangka jika Angel akan berpikir seperti itu terus. "Kata siapa mama Milea marah, nyatanya tadi ditelpon minta kamu datang. Mama bilang, dia rindu kamu, pengin kamu jenguk agar cepat sembuh," ujar Evangeline mencoba melegakkan hati Angel. "Mama Ivi tidak boh
Setelah menjenguk dan memastikan keadaan Milea juga bayinya baik-baik saja, membuat Evangeline merasa lega. Ia pulang bersama Devan, mereka kini berada di mobil menuju rumah. "Aku sangat senang melihat Milea dan bayinya sehat," ucap Evangeline dengan senyum di wajah. "Ya, Jordan juga terlihat begitu bahagia. Kamu tidak lihat bagaimana paniknya dia tadi," timpal Devan. Evangeline tak heran mendengar Jordan panik, yang tidak diketahui Evangeline soal kepanikan Jordan adalah tentang trauma persalinan yang membuat Diana meninggal. "Jika aku melahirkan, apa kamu juga akan cemas dan panik?" tanya Evangeline menoleh Devan yang sedang menyetir. "Tentu saja cemas dan panik, bagaimanapun nyawamu dipertaruhkan demi keberlangsungan hidup calon bayi kita," jawab Devan dengan air muka serius. Evangeline terkesiap mendengar jawaban Devan, merasa seolah suaminya itu tahu banyak hal serta resiko persalinan. "Sepertinya kamu sangat paham tentang