Setelah menjenguk dan memastikan keadaan Milea juga bayinya baik-baik saja, membuat Evangeline merasa lega. Ia pulang bersama Devan, mereka kini berada di mobil menuju rumah.
"Aku sangat senang melihat Milea dan bayinya sehat," ucap Evangeline dengan senyum di wajah.
"Ya, Jordan juga terlihat begitu bahagia. Kamu tidak lihat bagaimana paniknya dia tadi," timpal Devan.
Evangeline tak heran mendengar Jordan panik, yang tidak diketahui Evangeline soal kepanikan Jordan adalah tentang trauma persalinan yang membuat Diana meninggal.
"Jika aku melahirkan, apa kamu juga akan cemas dan panik?" tanya Evangeline menoleh Devan yang sedang menyetir.
"Tentu saja cemas dan panik, bagaimanapun nyawamu dipertaruhkan demi keberlangsungan hidup calon bayi kita," jawab Devan dengan air muka serius.
Evangeline terkesiap mendengar jawaban Devan, merasa seolah suaminya itu tahu banyak hal serta resiko persalinan.
"Sepertinya kamu sangat paham tentang
"Aku kekenyangan." Evangeline mengusap perut yang terasa sesak karena banyak makan, bahkan kini langkahnya begitu lambat. "Hmm ... bukankah tadi aku sudah memperingatkan untuk tak memakan semuanya. Kalau sekarang kekenyangan, mau nyalahin siapa?" Devan berjalan seraya menggandeng tangan Evangeline. Mereka baru saja keluar dari mobil karena sudah sampai rumah. Devan tampak perhatian dengan berjalan menuntun Evangeline, bahkan mengikuti langkah pelan sang istri. "Aku 'kan ke pengin. Kamu nggak mau habiskan, kalau nggak di makan nanti mubazir, bukannya masih banyak orang yang kekurangan makan di luar sana. Bagaimana bisa aku membuang makanan," ujar Evangeline panjang lebar. Devan mendesau pelan, niat hati mengingatkan agar Evangeline tak lagi memesan makanan sebanyak itu, kini malah dirinya yang diceramahi panjang lebar. "Ya, baiklah. Mubazir kalau nggak dimakan. Tapi lain kali, pesan makanan sewajarnya, oke." Devan menyolek hidung Evange
Evangeline baru saja selesai dari kamar mandi. Ia sebenarnya menunggu Devan yang berkata jika akan sampai rumah pada malam hari. Saat akan meminum susu seperti yang biasa dikonsumsi untuk menambah gizi janin dalam rahimnya, Evangeline melihat ponselnya berdering, nama Devan terpampang di sana. Ia tersenyum dan langsung meraih ponsel, meletakkan kembali gelas susu yang tadi dipegang ke atas nakas."Halo, kamu sudah sampai di bandara?" tanya Evangeline begitu menjawab panggilan itu."Ivi, maaf. Aku tidak bisa pulang malam ini, ternyata banyak masalah di sini dan harus segera diselesaikan. Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Devan setelah menjawab pertanyaan sang istri. Sebenarnya Devan sendiri ingin sekali cepat pulang, karena merasa tak bisa berpisah jauh dari Evangeline. Namun, ia juga tidak tega melihat bisnis adiknya dibiarkan begitu saja, hingga Devan terpaksa mengambil keputusan yang sulit.Evangeline sedikit kecewa ketika mengetahui Devan tak jadi pulang sesuai
Milea yang sudah pulang dari rumah sakit, terlihat begitu bahagia karena kini ada tangis bayi di rumah besarnya itu. Hari itu ia sedang menyusui Kenan, sedangkan Jordan tampak sedang berdiri di dekat jendela untuk menerima panggilan."Baiklah, tentu aku akan menjaganya. Maaf sudah merepotkanmu, Kak." Jordan ternyata sedang melakukan panggilan dengan Devan.Milea memperhatikan sang suami yang sedang melakukan panggilan, sebelum akhirnya kembali fokus pada Kenan."Apa masalah di sana belum selesai?" tanya Milea."Ya, aku jadi merasa tak enak karena membuat kak Devan di sana lebih dari dua hari," jawab Jordan seraya berjalan ke arah ranjang, di mana Milea duduk dengan bayi mereka di pangkuan.Jordan duduk di tepian ranjang, telunjuknya menyolek hidung hingga pipi Kenan yang terlihat menggemaskan."Seharusnya kamu pergi sendiri ke sana, kasihan Angel yang ditinggal sendiri saat hamil besar," kata Milea yang menyesal sudah merepotkan banyak orang
Milea sedang sibuk mengurus Kenan, terlihat sesekali mengajak bayi yang baru berusia empat hari itu bicara. Ia begitu memperhatikan kondisi bayinya, bahkan tak mengizinkan orang lain mengurus Kenan."Kenan mau minum susu? Iya?" Milea terus mengajak bicara meski bayinya itu tak paham.Ponsel Jordan yang berada di nakas berdering, sedangkan pria itu sedang berada di kamar mandi."Sayang, ponselmu terus berdering. Ini dari sekretarismu!" teriak Milea."Bisa kamu bantu angkat!"Milea merasa suaminya sedang tidak bisa diganggu gugat ketika berada di kamar mandi. Akhirnya Milea menjawab panggilan dari sekretaris sang suami."Halo, Jordan sedang berada di kamar mandi." Milea langsung bicara begitu menjawab panggilan itu."Maaf, Bu. Apa pak Jordan masih lama?" Suara sekretaris Jordan terdengar panik."Aku kurang tahu, jika memang ada yang penting, biar aku sampaikan padanya," kata Milea lagi.Terdengar hening, sepertinya sekreta
Cristian begitu panik ketika melihat Evangeline menangis dan berteriak, membuatnya cemas serta takut terjadi sesuatu dengan adik sepupunya itu."Aku mau suamiku!" teriak Evangeline ketika sudah berbaring di atas ranjang pesakitan."Angel, tenanglah," pinta Cristian. Ia mengikuti perawat yang mendorong ranjang pesakitan untuk membawa Evangeline ke ruang pemeriksaan."Aku mau suamiku, aku mohon!" Tangis wanita itu tidak bisa berhenti, malah semakin pecah saat masuk ruang perawatan.Cristian menemani masuk, karena sangat cemas dengan Evangeline yang tertekan."Bagaimana keadaannya?" tanya Cristian pada perawat yang sedang memasang selang oksigen dan infus."Aghh!!" Evangeline merasakan perutnya kembali sakit."Angel, aku di sini. Tenanglah dan pikirkan kondisi bayimu," pinta Cristian. Ia sampai menggenggam erat telapak tangan Evangeline."Tekanan darahnya naik, gula darahnya juga. Kondisi bayinya tidak stabil, kita menunggu dokter
Jordan sedang menerima sebuah panggilan, sedikit menjauh dari tempat Cristian duduk. Ia terlihat sesekali memijat kening, seakan sedang mencemaskan sesuatu."Baiklah, tetap terus pantau perkembangannya," kata Jordan sebelum mengkhiri panggilan itu.Jordan mendekat ke arah Cristian, kemudian ikut duduk di sana. Terdengar helaan napas kasar dari pria itu."Apa sudah ada kabar?" tanya Cristian. Tatapannya tak teralihkan dari pintu tempat Evangeline sedang dioperasi."Belum ada kepastian. Sekarang mama Sonia malah tak sadarkan diri, membuatku bingung harus bagaimana," jawab Jordan yang kemudian memijat kepala yang terasa berat. Merasa jika semua ini kesalahannya, kalau bukan karena dia meminta tolong Devan, mungkin takkan terjadi hal seperti ini.Cristian juga merasa cemas. Ia menghela napas berat serta menyandarkan punggung dengan kasar, tengah berpikir bagaimana jika Evangeline menjadi seorang janda dan bayinya jadi yatim.Jordan dan Cristian
Setelah memastikan jika Evangeline sudah dipindah ke ruang perawatan, serta mendapat pelayanan yang terbaik. Jordan pergi ke rumah Sonia untuk melihat keadaan mantan mertuanya itu. Ia tidak mungkin membiarkan begitu saja Sonia bersedih sendirian, karena Jordan sadar jika Sonia sudah tidak memiliki siapa-siapa selain Devan."Di mana mama? Bagaimana keadaannya?" tanya Jordan pada pelayan rumah Sonia begitu sampai di sana."Buruk, Tuan. Nyonya tadi pingsan, ini sudah sadar tapi terus menangis," jawab pelayan rumah dengan air muka panik.Jordan langsung pergi ke kamar Sonia, melihat wanita itu sedang menangis tanpa henti, ditemani salah satu pelayan kepercayaannya."Ma." Jordan langsung mendekat dan duduk di tepian ranjang Sonia, meraih telapak tangan wanita itu yang terasa begitu dingin."Bagaimana bisa begini? Di mana kakakmu sekarang?" Sonia bicara sambil menangis, tak kuasa menghadapi cobaan itu. Ia hanya memiliki Devan dan kini pikirannya kacau ka
Devan, Jordan, dan Sonia sudah sampai di rumah sakit. Saat akan masuk ke ruang inap Evangeline, mereka bertemu dengan Cristian yang baru saja akan keluar.Cristian terkejut melihat Devan berdiri di hadapannya, meski begitu juga senang karena pria yang dicintai adik sepupunya itu selamat."Syukurlah kamu baik-baik saja," ucap Cristian dengan seutas senyum di bibir."Di mana Evangeline?" tanya Devan langsung yang ingin segera menemui istri tercintanya.Cristian menoleh ke arah ranjang Evangeline, sebelum akhirnya kembali menatap Devan."Dia tertidur. Pasca sadar dari operasi, dia terus menangis. Perawat mengatakan jika itu tidak baik untuk kondisi mental dan fisiknya, hingga akhirnya perawat menyuntikkan obat bius agar dia bisa tertidur untuk sementara waktu," jawab Cristian panjang lebar. Ia sendiri tidak tega melihat kondisi Evangeline, hingga akhirnya mengiakan saran dari perawat."Operasi?" Devan cukup terkejut karena tak tahu jika istriny