Devan dan Evangeline berada di kamar setelah Jordan dan Milea pulang. Evangeline masih perlu banyak istirahat untuk memulihkan kondisi tubuh dan juga mental pasca penculikan itu.
"Van, kamu nggak ke kantor?" tanya Evangeline. Ia mengusap kepala Devan yang berada di pangkuan.
Evangeline duduk bersandar dashboard, sedangkan Devan berbaring di paha istrinya itu.
"Tidak, aku akan bekerja dari rumah. Aku cemas padamu, takut jika ada sesuatu yang buruk terjadi lagi padamu," jawab Devan dengan tangan mengusap permukaan perut Evangeline yang sudah besar.
"Aku baik-baik saja di rumah, tidak akan ke mana-mana kalau kamu tidak mengizinkan. Jadi, tak apa kalau ditinggal," ujar Evangeline.
Terdengar suara helaan napas halus dari Devan, hingga ia pun bangun dan duduk di samping seraya menatap Evangeline.
"Tidak, pokoknya aku mau bawa pekerjaan ke rumah. Aku mau terus di dekatmu dan bayi kita," timpal Devan menolak bujukan Evangeline. Devan mengecup permuk
"Ica, Ica jangan lari-lari sayang." Milea merasa pusing melihat anak tirinya itu malah berlarian saat akan dipakaikan seragam sekolah."Ica terbang! Ica terbang!" Gadis kecil itu naik ke ranjang, kemudian meloncat-loncat dengan kedua tangan terbuka.Milea memijat keningnya sendiri, mungkin efek hamil tua membuatnya gampang marah dan lelah."Ica sayang, Mama capek kejar kamu. Sini, Mama pakaikan bajunya." Milea yang merasa tak sanggup berjalan, memilih duduk di sofa. Meminta Angel untuk datang kepadanya.Angel yang hanya memakai pakaian dalam saja, masih melompat-lompat kegirangan, sampai mengabaikan Milea yang memanggilnya."Ica, kenapa nggak nurut?" tanya Milea dengan suara pelan seakan putus asa.Jordan yang baru saja selesai mandi dan berpakaian, mencari Milea di kamar Ica. Begitu melihat istrinya itu sedang duduk dengan memegang pakaian Angel, Jordan pun mendekat."Sayang, tolong pakaikan dasiku," pinta Jordan manja. Ia mendekat d
Evangeline langsung bangun ketika mendapat panggilan dari Jordan. Ia mengedarkan pandangan mencari keberadaan Devan yang sudah tidak ada di kamar."Van!" panggil Evangeline keluar dari kamar.Devan yang ternyata sedang meminta kopi pada pelayan rumah, langsung berlari menaiki anak tangga karena mendengar Evangeline yang terus memanggil. Ia panik dan takut terjadi sesuatu dengan istrinya itu."Ada apa?" tanya Devan ketika bertemu dengan Evangeline.Evangeline tak menyangka jika reaksi Devan akan seperti itu. Ia menatap Devan yang sedang mengatur napas."Ada apa? Kamu merasa mulas, atau tak enak badan?" tanya Devan lagi karena Evangeline tak menjawab.Bukannya menjawab pertanyaan Devan, Evangeline malah tergelak karena merasa sangat lucu dengan kepanikan Devan."Kenapa kamu tertawa? Kamu tidak sakit?" tanya Devan memastikan.Evangeline menganggukkan kepala, hingga membuat Devan langsung bisa bernapas lega."Kenapa kamu beg
Devan pergi ke rumah sakit, dan langsung menuju ruang bersalin ketika sampai. Ia melihat Sonia sudah menemani Jordan yang duduk di kursi selasar panjang depan ruang bersalin. Sonia tampak menepuk-nepuk perlahan punggung Jordan."Bagaimana keadaannya?" tanya Devan langsung."Baru pembukaan tujuh, tapi ketubannya sudah pecah," jawab Sonia menjelaskan.Jordan sendiri menutup sebagian wajah dengan telapak tangan, mencoba menutupi kegelisahan dan rasa takutnya. Ia memiliki trauma tersendiri terhadap proses melahirkan, tentu saja hal itu mengingatkannya pada Diana."Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan mereka? Ya Tuhan, lancarkan dan selamatkan mereka," lirih Jordan memanjatkan doa untuk keselamatan Milea dan bayinya.Devan dan Sonia saling tatap saat mendengar suara lirih Jordan. Sonia sendiri masih terus mengusap punggung Jordan secara konstan, mencoba menenangkan perasaan mantan menantunya itu.Devan ikut duduk di samping Jordan, menepuk pelan
Evangeline mendapat kabar jika Milea sudah melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya pun sehat. Ia akhirnya datang ke rumah sakit mengajak Angel, karena Milea mengatakan ingin mempertemukan bayinya dengan sang kakak. Angel berjalan di koridor rumah sakit dengan digandeng Evangeline. Namun, gadis itu terlihat tegang, takut jika Milea masih marah padanya. "Ica kenapa?" tanya Evangeline ketika merasakan genggaman Angel begitu erat, bahkan sedikit basah karena berkeringat. "Bagaimana kalau mama Milea marah? Apa dia akan membentak Ica? Apa dia akan diam sama Ica? Ica takut." Gadis itu masih merasa kalau semua yang terjadi pada Milea adalah akibat ulahnya. Evangeline menahan tawa, tak menyangka jika Angel akan berpikir seperti itu terus. "Kata siapa mama Milea marah, nyatanya tadi ditelpon minta kamu datang. Mama bilang, dia rindu kamu, pengin kamu jenguk agar cepat sembuh," ujar Evangeline mencoba melegakkan hati Angel. "Mama Ivi tidak boh
Setelah menjenguk dan memastikan keadaan Milea juga bayinya baik-baik saja, membuat Evangeline merasa lega. Ia pulang bersama Devan, mereka kini berada di mobil menuju rumah. "Aku sangat senang melihat Milea dan bayinya sehat," ucap Evangeline dengan senyum di wajah. "Ya, Jordan juga terlihat begitu bahagia. Kamu tidak lihat bagaimana paniknya dia tadi," timpal Devan. Evangeline tak heran mendengar Jordan panik, yang tidak diketahui Evangeline soal kepanikan Jordan adalah tentang trauma persalinan yang membuat Diana meninggal. "Jika aku melahirkan, apa kamu juga akan cemas dan panik?" tanya Evangeline menoleh Devan yang sedang menyetir. "Tentu saja cemas dan panik, bagaimanapun nyawamu dipertaruhkan demi keberlangsungan hidup calon bayi kita," jawab Devan dengan air muka serius. Evangeline terkesiap mendengar jawaban Devan, merasa seolah suaminya itu tahu banyak hal serta resiko persalinan. "Sepertinya kamu sangat paham tentang
"Aku kekenyangan." Evangeline mengusap perut yang terasa sesak karena banyak makan, bahkan kini langkahnya begitu lambat. "Hmm ... bukankah tadi aku sudah memperingatkan untuk tak memakan semuanya. Kalau sekarang kekenyangan, mau nyalahin siapa?" Devan berjalan seraya menggandeng tangan Evangeline. Mereka baru saja keluar dari mobil karena sudah sampai rumah. Devan tampak perhatian dengan berjalan menuntun Evangeline, bahkan mengikuti langkah pelan sang istri. "Aku 'kan ke pengin. Kamu nggak mau habiskan, kalau nggak di makan nanti mubazir, bukannya masih banyak orang yang kekurangan makan di luar sana. Bagaimana bisa aku membuang makanan," ujar Evangeline panjang lebar. Devan mendesau pelan, niat hati mengingatkan agar Evangeline tak lagi memesan makanan sebanyak itu, kini malah dirinya yang diceramahi panjang lebar. "Ya, baiklah. Mubazir kalau nggak dimakan. Tapi lain kali, pesan makanan sewajarnya, oke." Devan menyolek hidung Evange
Evangeline baru saja selesai dari kamar mandi. Ia sebenarnya menunggu Devan yang berkata jika akan sampai rumah pada malam hari. Saat akan meminum susu seperti yang biasa dikonsumsi untuk menambah gizi janin dalam rahimnya, Evangeline melihat ponselnya berdering, nama Devan terpampang di sana. Ia tersenyum dan langsung meraih ponsel, meletakkan kembali gelas susu yang tadi dipegang ke atas nakas."Halo, kamu sudah sampai di bandara?" tanya Evangeline begitu menjawab panggilan itu."Ivi, maaf. Aku tidak bisa pulang malam ini, ternyata banyak masalah di sini dan harus segera diselesaikan. Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Devan setelah menjawab pertanyaan sang istri. Sebenarnya Devan sendiri ingin sekali cepat pulang, karena merasa tak bisa berpisah jauh dari Evangeline. Namun, ia juga tidak tega melihat bisnis adiknya dibiarkan begitu saja, hingga Devan terpaksa mengambil keputusan yang sulit.Evangeline sedikit kecewa ketika mengetahui Devan tak jadi pulang sesuai
Milea yang sudah pulang dari rumah sakit, terlihat begitu bahagia karena kini ada tangis bayi di rumah besarnya itu. Hari itu ia sedang menyusui Kenan, sedangkan Jordan tampak sedang berdiri di dekat jendela untuk menerima panggilan."Baiklah, tentu aku akan menjaganya. Maaf sudah merepotkanmu, Kak." Jordan ternyata sedang melakukan panggilan dengan Devan.Milea memperhatikan sang suami yang sedang melakukan panggilan, sebelum akhirnya kembali fokus pada Kenan."Apa masalah di sana belum selesai?" tanya Milea."Ya, aku jadi merasa tak enak karena membuat kak Devan di sana lebih dari dua hari," jawab Jordan seraya berjalan ke arah ranjang, di mana Milea duduk dengan bayi mereka di pangkuan.Jordan duduk di tepian ranjang, telunjuknya menyolek hidung hingga pipi Kenan yang terlihat menggemaskan."Seharusnya kamu pergi sendiri ke sana, kasihan Angel yang ditinggal sendiri saat hamil besar," kata Milea yang menyesal sudah merepotkan banyak orang