Fanny terus melangkah pergi meninggalkan Hussein Group. Hujan yang mendadak turun, seolah tengah ikut berduka atas kepedihan hati Fanny saat ini. Diantara derasnya hujan, dan di antara padatnya lalu lalang kota New Villa yang tak pernah berhenti, Fanny terus melangkahkan kakinya di trotoar jalan dengan tangisan yang tak kunjung usai.“Bodohnya aku, kenapa aku harus mempercayainya, dia tidak akan berubah Fanny!” ucap Fanny mengajak bicara dirinya sendiri.Wanita itu melangkah dengan arah yang tak menentu, tidak ada tujuan dan hanya sekedar melangkah saja. Dari satu trotoar beralih ke trotoar lainnya, Fanny masih terus melangkah demi menenangkan badai yang mengamuk di jiwanya.Dia kemudian berhenti saat melihat bangku panjang di taman kota. Di tengah guyuran hujan yang menghabisi tubuhnya dengan basah, Fanny kemudian duduk di sana masih dengan tangisannya.Lampu di sebelah bangku sudah menyala meski hari masih siang, ini karena memang hujan lebat membuat langit menjadi sangat gelap seh
Hujan yang diiringi angin kencang ini pun semakin membuat rimbun pucuk dedaunan di dalam taman kota ini menjadi sangat mengerikan. Derit batang-batang kayu yang mulai letih diterpa angin kencang semakin membuat ngilu gendang telinga.Ardian memutuskan untuk mengakhiri acara pesta hujan pribadinya ini, namun tatapannya terhenti pada sebuah sosok tubuh yang berbaring di bangku taman. “Apa dia manusia? Hujan sangat deras tapi malah tiduran di sana?” Racau Ardian sambil berjalan pela mendekati bangku panjang tersebut.Juntaian jubah berwarna coklat muda menggantung di bawah bangku yang membelakanginya membuat Ardian menerka-nerka siapa yang sedang tidur di depannya itu. Dia kemudian memutar langkah sedikit jauh dari arah bangku, dia tidak mau kecolongan jika saja itu adalah jebakan batman yang mungkin dipasang para kriminal kota untuk memangsa korbannya.Ardian kini sudah berdiri sekitar tiga dua meter di depan sosok yang terbaring itu. Wajah si pemilik tubuh yang terbaring
Jika Fanny sudah memberikan penolakan, maka tak ada yang bisa dilakukan oleh Ardian. Akhirnya pria itu berpamitan karena ingin meminta maid di rumah ini untuk membuatkan bubur. Sementara Fanny yang ditinggal, hanya bisa terdiam dengan berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya. Fanny memikirkan tentang segala hal yang dilakukan suaminya hingga berakhir dia harus ke taman seorang diri.Tak perlu waktu lama, terdengar suara decitan ketika pintu kamar bergerak. Terlihat seorang wanita yang sepertinya maid di rumah ini, datang membawa semangkuk bubur dan segelas teh hangat.“Selamat malam, Nyonya,” ucap maid tersebut.Fanny yang keadaannya masih cukup lemah, hanya bisa mengulas senyuman tipis. Namun kedua mata Fanny mengawasi gerak-gerik maid tersebut yang sibuk dengan mangkuk berisikan bubur.“Tadi Tuan Ardian meminta saya untuk menyuapi Nyonya. Saya mohon izin, Nyonya,” ucap maid itu sebelum akhirnya mulai menyuapi Fanny.Dalam keadaan terlentang, Fanny menikmati sua
Jarak yang terbentang antara Fanny dan Adam semakin lebar semenjak surat panggilan dari kepolisian datang. Keduanya masih belum sempat berbicara apa-apa. Kado yang sudah dibeli oleh Adam pun urung diberikan lantaran mengamati wajah Fanny keruh sepanjang waktu. Hari ini merupakan jadwal penyelidikan bagi pelapor dan terlapor di kepolisian. Sedari bangun tidur, Adam sudah gelisah bukan main. Anna sempat beberapa kali menghubunginya, tapi Adam tidak ada niatan untuk merespon jadi semuanya dibiarkan terlewat begitu saja. Pagi hari sebelum berangkat, Fanny mengelus dada dalam kegelisahan memandang punggung Adam yang berdiri beberapa meter di depannya tanpa ada niat menghampiri. Sang suami tengah berbicara melalui sambungan telepon. Menurut tebakan Fanny, sepertinya itu dari John. Fanny tetap pada kesibukannya menyiapkan sarapan. Suaminya pasti akan membutuhkan banyak tenaga untuk menghadapi perkara di kepolisian nanti. Andai saja Fanny dapat membantu. Setelah sarapan
Saat ini di dalam mobil, hanya ada keheningan saja. Baik Fanny atau pun Anna, tidak ada yang bersuara. Fanny berusaha baik-baik saja dan bersikap profesional meskipun wanita di sebelahnya itu adalah seseorang yang sudah terpergok dirinya saat bersamaan dengan Adam.Fanny kecewa? Tentu saja. Namun nyatanya, Fanny tetap berusaha bersikap profesional karena memang ini adalah profesinya. Terlebih Anna adalah klien yang harus dilayani sebaik mungkin.Sementara Anna, wanita itu sesekali melirik Fanny yang hening tanpa suara. Jujur saja Anna merasakan canggung berlebih pada posisi ini. Ingin mengajak bicara, namun Anna teringat tentang apa yang sudah terjadi.Perjalanan menuju kantor polisi pagi ini nyatanya cukup terhambat karena ada kecelakaan di jalan utama. Fanny sendiri hanya bisa menatap dari dalam mobil dengan wajah datar seolah tak ada minat untuk melihat.“Fan—”Anna berbisik ketika memanggil Fanny saat melihat pengacara itu tiba-tiba bergerak. Jika boleh jujur
Entah berapa banyak pasal yang akan menjerat Adam nanti saat di Persidangan tuntutan dari Anna. Namun besar harapan dalam diri Adam bahwa Pengacara yang mendampinginya nanti, bisa memenangkan kasus ini. Setidaknya dengan begitu, Adam bisa memiliki waktu untuk berbicara bersama Fanny.“Sepertinya Tuan Adam perlu belajar tentang kesetiaan. Jika di kemudian hari Nyonya Fanny memberikan kesempatan, saya memiliki harapan besar kepada Tuan tentang perubahan itu. Saya ingin hubungan Tuan dan Nyonya bisa kembali membaik,” celetuk Komisaris Edward lagi. Entah sejak kapan pimpinan itu menjadi pria yang julid seperti ini karena memang biasanya Edward adalah pimpinan yang jarang sekali bersuara.Tak ada sahutan sedikit pun dari Adam karena pria itu malas menyahuti. Percuma juga memberikan tanggapan karena pasti ujung-ujungnya dia yang kalah.Kurang lebih sekitar sepuluh menit kemudian, segala pengumpulan bukti selesai dilakukan. Adam beserta Jhon segera berpamitan dengan Komisaris E
Adam duduk di kursi belakang dengan tatapan yang tak lepas mengawasi Kota New Filla. Pagi ini, hujan turun sedikit deras sehingga membuat hawa semakin dingin. Namun semua itu tak mempengaruhi Adam yang saat ini perasaannya sedang tidak baik-baik saja.Hubungan keduanya memang sudah mengalami sedikit perubahan setelah mendapatkan maaf dari Fanny. Tapi tetap saja, Adam merasa seperti ada yang hilang dan berbeda dari Fanny walaupun sudah memaafkannya.“Aku akan pergi sendiri, John. Kau bisa tinggal di kantor saja nanti,” ucap Adam kala traffic light memberikan kode agar semua kendaraan berhenti.John yang ada di bangku depan pun menoleh dengan ekspresi terkejutnya. “Kenapa, Tuan? Bukankah nanti saya akan mendampingi anda pada rapat ini?”Bukan John tidak percaya dengan kemampuan sang atasan yang sepak terjangnya tidak dapat dinilai nalar itu. Hanya saja John takut apa yang menjadi harapan Adam ikut pupus bertepatan dengan kondisinya yang tak stabil.“Kau benar, John
Di dalam kamar, Fanny sibuk mengemasi barang-barangnya tanpa sepengetahuan Adam. Memang sebelumnya baik Fanny atau pun Adam sudah membahas rencana kepindahan mereka berdua ke salah satu apartemen. Hanya saja Adam tidak serta merta mengizinkan Fanny untuk mengemasi sendiri barangnya.Tiga buah koper untuknya, dan tiga buah koper untuk Adam sudah berjajar rapi di samping lemari. Nantinya, koper-koper tersebut akan diisi oleh seluruh pakaian dan juga perlengkapan lain yang biasa mereka berdua pergunakan. Mungkin Fanny harus bergerak cepat agar tidak ketahuan Adam yang entah sedang apa dan di mana.Baik barang berharga, atau pun tidak, semuanya dibawa oleh Fanny. Dalam benak Fanny, wanita itu ingin jika kepindahan mereka ke apartemen benar-benar murni tanpa ada campur tangan orang lain apalagi asisten rumah tangga.Sekitar satu jam kemudian, Fanny benar-benar selesai dengan urusannya menata segala barang bawaan untuk pindah. Bertepatan dengan itu juga, terdengar suara decita