Share

Bab 2

Author: Nurja
last update Last Updated: 2021-04-29 15:22:13

Brugh!

Aku jatuh menindihnya, hingga kami berdua terjerembab. Untung jatuhnya di dada bidangnya, coba kalau di lantai, pasti sakit. 

Sedetik.

Dua detik.

Tiga detik. 

Kenapa mataku tak bisa berhenti menatapnya sih. Jarak wajah kami hanya sejengkal saja. Lamat aku memerhatikan dengan rinci setiap inci dari wajah Pak Satya. Di balik kaca bening itu, ada manik hitam yang indah dan membuatku terhayut akan buaian binarnya. 

"Mau berapa lama kamu di dada saya?" celetuknya. Lantas aku bangkit dan mencari kotak yang entah jatuh di mana. 

Isi dari kotak itu sudah berserakan di lantai. 

 Sial, aku kalah cepat lagi dari Pak Satya. Ia mengambil bungkus kecil beserta secarik kertas yang menempel di bungkus tersebut. 

Lekas aku menunduk malu. Malu semalu-malunya. Semua gara-gara Milea sama Maya! Nasib apa aku, punya teman yang kelakuannya bobrok kayak mereka. 

"Selamat menempuh hidup baru, Rindu. Kami berdua sengaja beli kado sepesial ini buat kamu. Biar makin waw malam pertamanya. Jangan lupa di pake ya ... kasih tahu juga sama  Pak Satya, pake yang bergerigi, agar kuat menanjaknya. salam sayang dari Milea dan Maya, sahabat terbaik kamu." dengan lantang Pak Satya membaca surat tersebut. Kemudian tertawa renyah. 

Mampus! Mungkin kini wajahku memerah bak kepiting rebus. Apa-apaan si Milea sama Maya pake nulis surat begitu segala. Bikin malu aku saja. Dasar teman nggak punya hati. Aku yakin, mungkin sekarang mereka berdua tengah tertawa membicarakan nasibku sekarang. 

"Oh, ini yang kamu maksud barang cewek?" ucap Pak Satya membolak-balik bungkus kecil itu. Aku diam tak berkutik. Semakin geram aku dengan Maya dan Milea. Siapa yang tak naik pitam? Mereka memberiku kado, yang aku sendiri malu untuk menyebutnya. Sekotak tissu sulap dan benda jika dibuka mirip balon tersebut mereka hadiahkan untukku. 

Ck! Dasar! Bergidik ngeri aku membayangkan balon berduri itu. 

"Memangnya kamu pernah pake ini?" tanyanya lagi. Ia menenteng benda itu tepat di depan wajahku. 

Nafasku memburu, menahan gemuruh di dada. Andai saja dua cecongek itu ada di sini. Sudah aku bejek-bejek mereka hingga penyet tak berbentuk. 

"Udahlah, terserah lo deh! Mau mengapakan benda itu.  Yang jelas, tanya aja tuh, sama si Milea dan Maya. Ngapain mereka kasih kado itu. Aku capek!" sungutku. Aku benar-benar dibuat malu dengan benda tadi. Segera kuberanjak naik ke ranjang. Dan menata posisi berbaring yang pas. 

"Rin, kok marah sih?" ucap lelaki itu lembut. Aku enggan berbicara dengannya. Kembali kutarik selimut tebal dan membungkusnya ke seluruh tubuhku.

"Beresin tuh kotak sama amplopnya! Gue mau tidur. Oya, besok kalo udah selesai ngitungnya jangan lupa uangnya kasih ke gue semua." decihku dari balik selimut. 

Hanya terdengar kasak-kusuk ia membereskan amplop-amplop tersebut. Mau dia ngitung kek, mau dia robekin semua kek. Bodo amat. Hatiku benar-benar muntap dibuatnya. 

Kupejamkan mata ini rapat-rapat untuk menyelam ke alam mimpi. Baguslah, dia nggak meminta haknya. Memang seharusnya begitu 'kan? 

Baru saja mata ini terpejam. Kurasa ranjang ini bergerak. Lekas, kusibak selimut yang menutupi wajahku. 

"Ngapain lo tidur sama gue?!" tegurku melihat Pak Satya tengah menata posisi untuk rebahan.

"Lah, ini 'kan kamar saya. Suka-suka saya lah mau tidur di mana aja. Kalo kamu keberatan. Sana tidur di lantai atau di sofa." balasnya lempeng. Setdah, berani juga dia. Benar juga, perkataannya. Ini kamar dia, juga rumah dia. Sedangkan aku ... di sini, aku cuma numpang sekarang. Masa iya, aku harus tidur di sofa. Tapi, kalo tidur seranjang dengannya. Takut jiwa kelelakiannya brontak, bisa gawat itu. Mending cari aman deh, dari pada bunting dadakan. 'kan serem. 

"Mendingan gue tidur di sofa deh, ketimbang tidur sama lo." ujarku ketus. Lantas menyambar bantal dan membawanya ke sofa. 

"Terserah," 

Kurebahkan bobot ini di sofa. Miris sekali hidupku, di rumah jadi anak tiri. Di sini sama kayak anak tiri juga. Hidup macam apa ini, Tuhan?! Apa ini sebuah kutukan untukku? Karena jadi anak yang selalu membangkang. 

"Jangan lupa matiin lampunya." pintanya padaku. Wah, benar-benar nih orang ngajak gelud. Terpaksa dengan berat hati. Aku kembali berdiri dan melenggang menuju saklar lampu. 

"Puas lo!" pekikku padanya. Ia tak menanggapai. Kini hanya remang cahaya dari lampu temaram di sisi ranjang yang menerangi kamar ini. 

Lelah yang hinggap di sekujur badan membuat mata ini terasa berat. Setelahnya, aku merasa gelap dan tak bisa melihat apa-apa lagi. Iya lah, gelap. 'kan merem. 

*

Samar bayangan tengah mengotak-atik bagian tubuhku. Apa ini mimpi? Apa lagi mataku belum melebar sempurna. Sedang apa sosok itu? Apa jangan-jangan dia hantu? Hih! Serem! 

"Aaaaa!" aku menjerit. Reflek kaget, kutendang sosok itu hingga tersungkur ke lantai. Entah kena area yang mana, hingga membuatnya tergelak di lantai dan tak bergerak lagi. 

Kusibak selimut yang menutup tubuhku. Dan berlari ke arah saklar lampu, lalu menyalakannya. 

Pak Satya tengah terkulai di atas lantai. Apa jangan-jangan dia qo'it ya? Waduh nggak-nggak, jangan sampe dia mati beneran. Bisa di sangka perempuan bahu laweyan aku. Karena suami mati saat malam pertama.

Eh, tunggu! Kualihkan padangan mataku ke arah sofa. Ya ampun! Ternyata Pak Satya tadi tengah memakaikan aku selimut. Duh, kok jadi begini sih. Aku kira dia mau macam-macam. 

Aku duduk berlulut sambil menggoyang-goyangkan lengan Pak Satya. 

"Bang! Bang Sat, bangun dong! Jangan becanda ih," tak ada pergerakan darinya. Aku mengecek nadi pada pergelangan tangannya.

Masih berdenyut. 

"Bang Sat, jangan gini dong! Cupu amat sih, masak ke tendang gitu aja pingsan." ujarku, sambil mengoyak pundaknya. Lagi. 

Ia tak kunjung merespon. Nih, orang pingsan beneran. Apa cuma pura-pura sih?

"Gue, hitung sampe tiga nih, kalo lo nggak bangun bakal gue siram pake air." kataku, mendelik tajam.

"Satu ...."

"Dua ...."

"Tiga ...."

"Fix, nggak mau bangun juga, gue siram beneran." aku melenggang ke kamar mandi yang letaknya menyatu dengan kamar. 

Baru beberapa langkah darinya, aku menoleh. Pak Satya masih di posisi yang sama.

 Beneran pingsan ternyata. 

Aku membalikan badan dan medekatinya kembali.  Kuurungkan niatku untuk mengambil air. Kasihan juga dia, kalo beneran pingsan.

Kupindai seluruh wajahnya, "waw, sungguh wajah yang damai tenang dan ... membuat hatiku tersentil." gumamku. 

Bahkan, serasa ada terpaan denyut yang mengacaukan keteguhan hatiku sebagai zomblo berkelas. 

Itu, dulu. Sekarang tentu tidak. Eh, eh, stop Rin. Kenapa kamu jadi ngebucin sih. Ingat! Cowok lempeng kayak Pak Satya ini bukan kriteria kamu. Cowok kriteria kamu 'kan Masberto maskulin dan bertato. Stop ah, ngelawaknya. Kasihan noh, si Bang Sat sedang tak berdaya. 

Untung aja gue bukan tante-tante genit. Yang pintar memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Dalam posisi begini, pasti si Bang Sat udah di culik noh sama pembaca, eh maksudnya sama tante-tante. 

Apa aku kasih nafas buatan aja kali ya, biar dia bangun. Atau aku panggil Mama papanya Bang Sat aja, biar bisa bantu. 

Jangan Rin, dikira kenapa lagi, dia bisa pingsan begini. Sungguh, aku bingung mesti gimana.  

Kasih nafas buatan. Kagak. Kasih nafas buatan. Kagak. Alah, kasih aja lah, semoga dia cepat bangun. 

Setelah beberapa saat membuat keputusan. Akhirnya ....

Kudekatkan wajahku ke wajahnya Bang Sat, jujur aku gugup. Mendingan aku merem aja deh. Biar nggak canggung. 

Perlahan, kumonyongkan bibir ini bersiap untuk meniup. 

"Mau ngapain? Hah!" celetuknya, aku berjingkat kaget serta menjauh. Sialan ternyata cuma pura-pura dia. "dasar mesum!" ejeknya tertawa lepas. Lalu bangkit dan duduk. 

"Wah, lo ngerjain gue ternyata. Awas aja lo, bakal gue bales." sungutku kesal. Lantas, aku kembali membanting tubuh ini di sofa. 

"Nggak usah malu deh, tadi aku denger ada yang tersentil hatinya." ejeknya lagi. Semoga hanya guyonan belaka. 

Kututup kupingku rapat-rapat. Dan kembali memejam. 

Entahlah, seterusnya aku tak tahu dia melakukan aktivitas apa lagi.

Mau dia ngapain juga bodo amat. Udah terlanjur gedek banget nih hati.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mama Lana
wkwkwk seru thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • My First Night   Bab 3

    Aku menggeliat untuk meregangkan otot-ototku sambil menguap. Nih, badan rasanya sakit semua. Mungkin karena tidur di sofa. Jadi nggak bisa bergerak bebas. Semua gara-gara Pak Satya. Terpaksa 'kan, harus tidur di sini.Kusapu pandangan mata ke seluruh penjuru kamar. Nampak Pak Satya tengah duduk di atas ranjang dengan laptopnya. Sambil memerhatikan aku.Waduh, berarti dia lihat dong. Pas aku menggeliat manja sambil menguap lebar. Untung nggak ileran. Bisa malu banget aku.Ia tak menegurku atau bertanya. Bodo amatlah aku juga tak perduli. Lantas aku bangkit dan melenggang ke kamar mandi. Untuk menyegarkan badan."Itu apa di celanamu?" celetuk Pak Satya, membuat langkahku terhenti. Aku sedikit bingung. Apa maksudnya?Gegas aku menengok celanaku dibagian belakang. Piyama berwarna putih ini sudah ternodai. Huh, bersemulah mukaku karena malu.Tamu bulanan datang tanpa diundang. Dan parahnya, aku tidak bawa pembalut saat

    Last Updated : 2021-04-30
  • My First Night   Bab 4

    Ternyata yang memanggil lelaki itu, Rudi. pacarnya si Maya."Sayangku, Bang Rud. Akhirnya nyampe juga." sambut Maya tersenyum lebar."Lo suruh dia ke sini?" kompak aku dan Milea bertanya pada Maya."Iya heheh." sahut Maya nyengir kuda. Haduh, ngapain sih, si Maya pake nyuruh Bang Rudnya ke sini. Makin eneg aja."Hay Maya sayang. How are you?" tanya Rudi pada Maya. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi. Tentu sebelah Maya. Ya kali, sebelah gue."I'm fine honey." balas Maya lembut."Hueeeek!" serentak aku dan Milea sama-sama berekspresi muntah."Gaya banget lo, Rud. Pake bahasa Inggris segala." celetukku."Biar gaul aja, Rin. Maklum ojol kayak aku 'kan juga harus pintar bahasa Inggris. Siapa tahu ntar dapet penumpang bule." jelas Rudi percaya diri."Aw, Baby honey. Aku bangga padamu." sahut Maya sambil menyenderkan kepala di bahu Rudi."Bule apaan Rud? Bulepotan kali wkw

    Last Updated : 2021-04-30
  • My First Night   Bab 5

    "Ini punya kamu?" tanya Pak Satya menatapku penuh selidik."Em, itu ... bukan punya saya, Pak. Pak Satya kan tahu sendiri. Kalo tadi pagi saya berdarah. Eh, maksudnya haid." jawabku gugup. Gimana ngejelasinnya? Duh, tuh orang lancang banget sih. Pake buka tas gue segala lagi."Lalu, ini punya siapa? Tadi saya nggak sengaja lihat kertas ini nyembul dari tas kamu. Karena resletingnya kebuka." ujar Pak Satya melangkah mendekatiku.Kok dia bisa baca pikiranku ya? Aneh. Apa ini cuma kebetulan. Karena keteledoranku."Em, itu punya, Maya." jawabku cepat."Apa?!""Ssstt!" kubekap mulut Pak Satya. Padangan kami bersitatap sesaat. Ia melotot kaget. "maaf, Pak. Nggak sengaja." kutarik tanganku dari bibir lelaki ini."Jadi, Maya temen kamu itu, hamil?!""Iya, Pak. Tapi tolong jangan bilang ke siapa-siapa. Pak Satya juga diam aja ya, di kampus." tekanku."Bukannya dia belum menikah ya?" tany

    Last Updated : 2021-05-01
  • My First Night   Bab 6

    "Tante ngapain sih, narik-narik tangan aku segala?!" cebikku pada wanita berambut ikal ini. Ya, dia Tante Sarah. Ibu tiriku. Yang tiba-tiba muncul bak jalangkung."Ssstt! Diam kamu. Semua ini gara-gara kamu, ya. Lihat tuh si Satya nggak jadi nikah sama Mira. Semua salah kamu!" ketus Tante Sarah, dengan mata melotot hendak melompat dari pelupuknya."Tante kok nyalahin aku sih! Semua karena ketidak sengajaan ya," balasku tak kalah sengit. Memang aku dengan Tante Sarah tak pernah akur. Dia selalu menindasku, jika cerita di bawang merah bawang putih si Ibu tiri jahat. Itu memang benar. Sama seperti wanita ini. Untung saja, dia menikah dengan Papa aku sudah besar. Coba kalo masih piyik, bisa-bisa dijadikan lalapan aku sama nih orang."Apa? Kamu bilang nggak sengaja? Heh Rindu semua karena tingkah kamu yang tengil dan urakan ya, dasar anak tidak punya akhlak kamu." ucap Mak Lampir ini panjang lebar. Dengan mulut pletat-pletot kayak dukun baca m

    Last Updated : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 7 Pov Mira

    POV MiraLangit begitu cerah malam ini. Gemintang dan rembulan bersinar saling melengkapi. Hembusan angin malam memainkan ujung jilbabku. Aku terduduk di bangku besi yang dingin. Ditemani rasa rindu pada lelaki tambatan hati, di sana.Lelaki yang bukan milikku, bahkan ia sekarang menjadi iparku. Mengingat kisah kami berdua saat bersama. Dan, malam itu serasa tamparan keras menghantam hati.Antara percaya atau tidak. Tapi itu nyata, malam yang memisahkan kisah cinta kami yang terjalin lima tahun lamanya. Pria itu tengah diadili warga bersama dengan adikku sendiri. Hatiku tercabik, luka kian menganga saat para warga mendesak mereka akan dinikahkan. Memang mereka sama-sama menolak. Namun, tak cukup bukti yang menguatkan. Jangan tanya hatiku saat itu, tentu hancur sehancur-hancurnya. Jujur, aku pun tak percaya Satya melakukan hal tercela itu. Apa lagi dengan adikku sendiri. Apa boleh buat. Ini semua kuanggap takdir. Takdir yang menyayat hatiku dan hidup

    Last Updated : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 8

    Kembali Ke Pov Rindu.Aku meninggalkan rumah Papa dengan jengah. Ditambah nyinyiran dari Mak Lampir tadi. Sungguh membuatku semakin emosi.Dalam perjalanan pulang bersama Pak Satya. Kami berdua hanya saling diam. Dapat kutafsirkan raut wajah Pak Satya yang tertekuk lecek layaknya koran bekas. Eh, julid amat mulutnya.Aku pun juga enggan berbicara. Hanya deru mesin mobil yang mengisi keheningan di antara kami.*Pak Satya langsung membaringkan dirinya di ranjang. Aku yang sekarang bingung.Mau tidur di mana?Tidur di sofa badan sakit semua kayal digebukin orang satu kampung. Kalo tidur sama Pak Satya takut ... ya, takut itulah. Apa lagi?Benar-benar dibuat bingung akan pilihan. Fix, aku tidur di ranjang sama doi. Awas aja kalo dia macam-macam."Mau ngapain?" tanyanya membuka mata. Menyadari, aku tengah mengambil posisi hendak berbaring."Mau tidur lah, mau ngapai lagi?" ketusku.

    Last Updated : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 9

    "Rin, gue harus ngomong apa sama orang tua gue?" tanya Maya saat mobil ini melaju membelah jalanan kota."Gue juga nggak tahu, May. Yang gue pikirin cuma Pak Satya. Gue takut dia dipecat. Kalo gue sendiri di DO dari kampus itu mah, bodo amat. Tapi kalo Pak Satya, dia bisa kehilangan pekerjaannya dong gara-gara gue." jelasku panjang lebar."Terus ... sama kehamilan gue ini gimana, Rin? Nggak mungkin 'kan terus disembunyiin." kata Maya gelisah."Itu ntar gue bantu mikir deh, May. Sekarang lo anterin gue pulang. Empet banget sama hari ini. Pengen ngurung diri di kamar.""Ke rumah yang mana, Rin?""Rumah Pak Satya,""Oke, tapi lo janji ya, bantuin bujuk orang tua gue. Biar mau nerima Bang Rudi.""Iya, iya. Dah ah, lagi males bicara gue." desisku mengerucutkan bibir dengan tangan berkacak di dada.Maya tak bertanya lagi. Ia tahu kalo aku sedang bad mood.*Di rumah Pak Satya.Kulihat mobil ya

    Last Updated : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 10 Penolakan

    "Toni, ngapain lu ke sini?" alisku mendadak menaut melihat siapa yang datang."Aku memang lagi mau makan di sini, Rin. Boleh gabung?" tanya lelaki itu tersenyum lebar."Duduk aja, sini deketan sama aku." lumayan ada si Toni. Nggak jadi obat nyamuk aku di sini."Beneran?""Iya, udah cepet dari pada gue berubah pikiran."Toni pun duduk di sampingku. Pak Satya dan Kak Mira menatap datar. Lagian memang mereka berdua sudah kenal dengan Toni."Ya udah, Kak Mira sama Toni pesan makan aja." ujarku pada Toni dan Kak Mira. Masa iya, aku sama Pak Satya aja yang makan di depan mereka.Kak Mira memesan makanan pada salah satu pelayan yang kebetulan melintas."Rin, aku mau ngomong sama kamu," Toni berkata sambil menatapku lekat."Apa?" jawabku sambil fokus mengunyah makanan di mulutku."Kebetulan di sini ada Mira sama Pak Satya," Toni memandang Kak Mira dan Pak Satya bergantian. "biar m

    Last Updated : 2021-05-04

Latest chapter

  • My First Night   Bab 16 Bukan Salahku

    Malam Pertama Dengan DosenPart 16"Mira!" Sekarang ganti Pak Satya yang berteriak hingga telinga ini berdengung.Gegas kami berdua berlari menghampiri Kak Mira yang tengah terkulai dengan luka lebam di beberapa bagian tubuhnya. Lebih miris lagi,Kak Mira tak sadarkan diri dengan tubuh setengah telanjang."Kamu kenapa, Mir?! Bangun ...!""Kak, bangun, Kak!"Teriakan kami berdua tak membuahkan hasil. Kak Mira masih terpejam rapat. Kuraih jaket yang sudah terlempar jauh dari posisi Kak Mira. Lalu menutupi tubuhnya menggunakan jaket itu.Pikiran buruk hinggap di kepalaku. Apa Kak Mira korban pemerkos**n?Bicara apa kau Rindu! Jangan aneh-aneh! Batinku bermonolog merutuki diri sendiri."Mir, apa yang terjadi?!" Berulang kali lelaki yang tengah memangku Kak Mira ini mengguncang pundak kakak tiriku. Gurat wajahnya amat terlihat sedih dan cemas."Kita bawa Kak Mira ke rumah sakit sekara

  • My First Night   Bab 15. Malam Mencekam

    MALAM PERTAMA DENGAN DOSENPART 15Mataku membola, Kak Mira yang tadi duduk di kursi sebelah kemudi sudah tak ada di tempatnya lagi."Kak! Kak Mira!" teriakku nyaring, tak ada jawaban sedikit pun. Kulihat ponsel Kak Mira yang tergelak di atas kursi.Kugapai benda pipih itu dan lantas menyalakan senter.Sebenarnya aku agak ngeri berada di tempat ini sendirian. Di sini sangat sepi, tak ada pemukiman warga, yang ada hanya tanah lapang juga pabrik bekas pembuatan bumbu petis khas daerah sini. Seram juga alasan kenapa pabrik itu bisa non aktif, dulu ada insiden pegawainya tercebur dalam wajan panas yang berisi bumbu petis. Dengar-dengar, pegawai itu tewas dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Semua kulitnya melepuh, itulah yang kudengar dari warga sekitar rumahku juga di media sosial. Karena memang beritanya dulu sangat viral.Bergidik sendiri kedua pundakku merasakan hawa dingin yang menerpa wajah. Lagi pula, Kak Mi

  • My First Night   Bab 14 Hilangnya Kak Mira

    Malam Pertama Dengan DosenBab 14Benar dugaanku, kalau suara itu berasal dari tante Sarah. Memangnya siapa lagi yang gemar mengomel seperti itu, selain dia."Aku mau nginep di rumah ini." kataku santai. Kulintasi wanita ini begitu saja."Apa? Nginep?!" pekiknya heboh. "Mira, kamu ngapain ngajak dia nginep di rumah ini. Nyusahin aja!" tambahnya terdengar memekak di telinga, meski aku sudah memasuki ruang tamu."Ma, inikan rumah Rindu, dia berhak dong tidur di sini." sanggah Kak Mira setengah berteriak.Sembari mengayunkan langkah menuju kamar, tak hentinya dua wanita berstatus Ibu dan anak itu saling adu kata demi kata. Terserah mereka mau apa? Aku tetap fokus melangkah hingga sudah sampai undakkan anak tangga di bagian tengah.Baru teringat soal Papa. Rumah ini sepi, mungkin Papa belum pulang. Pikirku.Karena memang sangat biasa sekali begitu, dari dulu Papa selalu pulang malam. Hingga akhirny

  • My First Night   Bab 13 Kehadiran Kakak Tiriku

    MALAM PERTAMA DENGAN DOSEN Bab 13"Maaf, maaf, nggak sengaja!" Cepat kutarik diri ke belakang agar menjauh dari Pak Satya. Secepat kilat, ia yang tadi membungkuk pun langsung berdiri tegap. Dengan wajah pias dan salah tingkah. Jelaslah, dia salah tingkah. Karena tadi bibirnya dan bibirku tak sengaja bersalaman. Eh, bersentuhan maksudnya. Ini bukan karena sengaja, melainkan sebuah tragedi yang membuat aku akan tersudut dan akan menjadi tersangka lagi."Pasti kamu sengaja 'kan?" tuduhnya dengan mata elang menyorot tajam."Enggak. Pak Satya sih, yang bikin aku kaget." sanggahku tak terima."Iya, iya, saya tahu kok." seulas senyum manis ia sunggingkan. Tak kusangka, jika ia akan semudah itu membiarkan insident tadi berlalu. Jangan-jangan dia juga mulai ada sesuatu nih sama aku. "Rindu, pulang yuk, udah malam." ajaknya lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Tungguin!" Kakiku terasa berat untuk beranjak. Mungkin karena masih terpuk

  • My First Night   Bab 12. Senja Lebih Indah Dari Pelangi

    Gadis kecil itu menghambur memelukku. Namanya Arin. Kakinya memang bermasalah sejak kecelakaan satu bulan lalu."Kak Rindu, Kakak ke mana aja?" Arin menarik dirinya perlahan mundur. Lalu mendongak mentapku."Kak Rindu sibuk," jawabku sambil mengulum senyum."Dia siapa, Kak?" gadis kecil berkaos putih lusuh ini mengangkat dagunya ke arah Pak Satya."Oh, dia temen Kakak, kenalin ya, namanya Satya," kulirik Pak Satya sesaat. Lelaki berwajah teduh itu juga menyunggingkan senyum."Arin, yuk kita makan sama-sama. Tadi Kakak beli nasi bungkus." titahku. Lantas mengajak ia duduk. Diikuti yang lainnya juga. Termasuk Pak Satya."Nggak Kak, Arin pulang aja, nanti Ibu nyariin. Ini udah mau malam, Kak.""Iya, Kak. Kami juga pulang aja ya, kalau boleh nasinya kita bawa pulang aja." anak-anak yang lain menyahut. Sekilas kulirik mentari yang hampir tenggelam di ujung sana. Benar saja, sebentar lagi akan gelap. Lembayu

  • My First Night   Bab 11 Lembayung Senja

    "Rindu ... kamu bicara apa?""Apa anda kurang jelas dengan yang saya bicarakan?""Saya tidak akan menceraikan kamu dalam waktu sesingkat ini.""Apa jika waktunya sudah seperkian bulan anda akan menceraikan saya? Atau, anda ingin saya semakin dalam mencintai anda. Saya tahu, tak seharusnya saya seperti ini. Tapi saya bukan lah orang yang piawai berbohong. Jika iya, iya, jika tidak ya, tidak. Lebih baik anda buat keputusan sekarang. Jangan biarkan saya lebih tersakiti dengan kedekatan anda dengan Kak Mira." lega hati ini bisa mengatakan sejujurnya."Biarkan waktu yang menjawab semuanya, Rindu," balasnya singkat. Sambil fokus mengemudikan kendaraan roda empat ini.Aku tidak malu, mengatakan cinta terlebih dulu pada seorang lelaki. Bagiku malu itu adalah mengambil hak orang lain. Sedangkan Pak Satya, ia adalah hakku yang halal untukku.Aku juga tidak mengambilnya dari Kak Mira. Semua berjalan atas sekenario Tuhan. Kita seba

  • My First Night   Bab 10 Penolakan

    "Toni, ngapain lu ke sini?" alisku mendadak menaut melihat siapa yang datang."Aku memang lagi mau makan di sini, Rin. Boleh gabung?" tanya lelaki itu tersenyum lebar."Duduk aja, sini deketan sama aku." lumayan ada si Toni. Nggak jadi obat nyamuk aku di sini."Beneran?""Iya, udah cepet dari pada gue berubah pikiran."Toni pun duduk di sampingku. Pak Satya dan Kak Mira menatap datar. Lagian memang mereka berdua sudah kenal dengan Toni."Ya udah, Kak Mira sama Toni pesan makan aja." ujarku pada Toni dan Kak Mira. Masa iya, aku sama Pak Satya aja yang makan di depan mereka.Kak Mira memesan makanan pada salah satu pelayan yang kebetulan melintas."Rin, aku mau ngomong sama kamu," Toni berkata sambil menatapku lekat."Apa?" jawabku sambil fokus mengunyah makanan di mulutku."Kebetulan di sini ada Mira sama Pak Satya," Toni memandang Kak Mira dan Pak Satya bergantian. "biar m

  • My First Night   Bab 9

    "Rin, gue harus ngomong apa sama orang tua gue?" tanya Maya saat mobil ini melaju membelah jalanan kota."Gue juga nggak tahu, May. Yang gue pikirin cuma Pak Satya. Gue takut dia dipecat. Kalo gue sendiri di DO dari kampus itu mah, bodo amat. Tapi kalo Pak Satya, dia bisa kehilangan pekerjaannya dong gara-gara gue." jelasku panjang lebar."Terus ... sama kehamilan gue ini gimana, Rin? Nggak mungkin 'kan terus disembunyiin." kata Maya gelisah."Itu ntar gue bantu mikir deh, May. Sekarang lo anterin gue pulang. Empet banget sama hari ini. Pengen ngurung diri di kamar.""Ke rumah yang mana, Rin?""Rumah Pak Satya,""Oke, tapi lo janji ya, bantuin bujuk orang tua gue. Biar mau nerima Bang Rudi.""Iya, iya. Dah ah, lagi males bicara gue." desisku mengerucutkan bibir dengan tangan berkacak di dada.Maya tak bertanya lagi. Ia tahu kalo aku sedang bad mood.*Di rumah Pak Satya.Kulihat mobil ya

  • My First Night   Bab 8

    Kembali Ke Pov Rindu.Aku meninggalkan rumah Papa dengan jengah. Ditambah nyinyiran dari Mak Lampir tadi. Sungguh membuatku semakin emosi.Dalam perjalanan pulang bersama Pak Satya. Kami berdua hanya saling diam. Dapat kutafsirkan raut wajah Pak Satya yang tertekuk lecek layaknya koran bekas. Eh, julid amat mulutnya.Aku pun juga enggan berbicara. Hanya deru mesin mobil yang mengisi keheningan di antara kami.*Pak Satya langsung membaringkan dirinya di ranjang. Aku yang sekarang bingung.Mau tidur di mana?Tidur di sofa badan sakit semua kayal digebukin orang satu kampung. Kalo tidur sama Pak Satya takut ... ya, takut itulah. Apa lagi?Benar-benar dibuat bingung akan pilihan. Fix, aku tidur di ranjang sama doi. Awas aja kalo dia macam-macam."Mau ngapain?" tanyanya membuka mata. Menyadari, aku tengah mengambil posisi hendak berbaring."Mau tidur lah, mau ngapai lagi?" ketusku.

DMCA.com Protection Status