Share

Bab 3

Penulis: Nurja
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-30 19:15:22

Aku menggeliat untuk meregangkan otot-ototku sambil menguap. Nih, badan rasanya sakit semua. Mungkin karena tidur di sofa. Jadi nggak bisa bergerak bebas. Semua gara-gara Pak Satya. Terpaksa 'kan, harus tidur di sini. 

Kusapu pandangan mata ke seluruh penjuru kamar. Nampak Pak Satya tengah duduk di atas ranjang dengan laptopnya. Sambil memerhatikan aku. 

Waduh, berarti dia lihat dong. Pas aku menggeliat manja sambil menguap lebar. Untung nggak ileran. Bisa malu banget aku.

Ia tak menegurku atau bertanya. Bodo amatlah aku juga tak perduli. Lantas aku bangkit dan melenggang ke kamar mandi. Untuk menyegarkan badan. 

"Itu apa di celanamu?" celetuk Pak Satya, membuat langkahku terhenti. Aku sedikit bingung. Apa maksudnya?

Gegas aku menengok celanaku dibagian belakang. Piyama berwarna putih ini sudah ternodai. Huh, bersemulah mukaku karena malu. 

Tamu bulanan datang tanpa diundang. Dan parahnya, aku tidak bawa pembalut saat pindah ke rumah ini. Sial, benar-benar sial. 

Kuteguk saliva berulang kali, harus ngomong apa aku sama Pak Satya. 

"Em, Bang Sat, boleh minta tolong nggak?" tanyaku sambil membalikan badan dan berjalan mundur ke kamar mandi. 

"Apa?" hanya itu balasnya. Dasar cuek!

"Tolong beliin, pembalut ya," aku tersenyum manis. Ya, agar dia mau membelikan barang itu. 

"Apa?! Heh, Rindu. Saya ini cowok ya, masak harus beliin kamu pembalut. Malu-maluin aja." ketusnya sambil memandangku entah. 

"Oke, nggak pa-pa kalo nggak mau. Biar darah haid saya membanjiri kamar ini." ucapku dengan memutar bola mata malas. 

Seketika Pak Satya nampak berpikir. Sejurus kemudian, ia melangkah menuju lemari tanpa sepatah kata pun. 

'Ngapain dia ngambil masker?' batinku bertanya-tanya. 

"Heh, Bang Sat. Saya ini lagi M bukan kena corona ya, masak iya, harus disumpel pake masker. Parah lu Bang. Jahat bener jadi orang." cecarku dari dalam kamar mandi. Dengan kepala mendongak di daun pintu. 

Ia diam. 

Lalu memakai masker yang barusan diambilnya dari lemari. What? Aku salah sangka ternyata. Kukira dia menyuruhku menyumpal biar nggak banjir. Ternyata ... tau ah, entah mau apa dia. 

"Kamu tunggu, saya mau beliin tuh barang buat kamu." ujarnya lalu melangkah pergi. Seraya menyambar dompet yang tergelak di atas nakas. 

Aku berpikir sambil garuk-garuk kepala. Ah, iya, mungkin Bang Sat. Menyamar pakai masker untuk beli roti oles selai strawberry biar nggak malu. Tertawa sendiri aku di ruangan ini. 

*

Jam dinding menunjukan pukul 09.00 tepat. Itu artinya Pak Satya Sudah 15 menit yang lalu berangkat membeli benda itu. 

'Lama amat sih, keburu meluber ini.' batinku kesal. Sudah pegel juga berdiri di tempat yang sama. Bodoh! Kenapa nggak duduk coba? Lantas aku duduk di atas kloset untuk meredakan kaki yang terasa kesemutan.

Derap langkah terdengar mendekat. 

"Rin," panggil lelaki itu. Aku berdiri dan menepi di balik daun pintu yang setengah terbuka. 

Ia datang membawa satu kantong plastik. Bisa ditebak isinya,  Sesuai permintaanku. Menerawang dari dalam sana, benda berwarna pink itu. 

"Nih," ucapnya, sembari mengangsurkan kantong kresek itu padaku. 

Lekas aku mengambilnya. 

"Makasih Bang Sat, baik bener." balasku lembut. Bernafas lega aku. Kukira dia nggak mau beliin. Ternyata, eh ternyata. Ya, gitu deh. 

"Hem ...." sahut Pak Satya berhadem ria. Ia, berjalan ke arah ranjang. 

"Bang Satya, bisa ambilin handuk sama baju gantiku nggak?" pintaku lagi. Semakin entah pola pikirku sekarang. Kenapa juga aku bisa lupa nggak bawa benda-benda keperluan seusai mandi. 

Pak Satya mendengkus. Setelahnya, mengambil handuk yang tertenteng di gastok samping lemari. 

"Nih," dilemparnya haduk berwarna biru itu tepat ke wajahku. "kalo baju kamu, ambil sendiri. Ya kali, saya ngambilin dalemannya juga." lanjutnya dengan pundak bergidik. 

"Tapi, nanti saya, gimana kalo ganti baju?" tanyaku datar. 

"Udah, kamu ganti baju aja di sini. Saya akan keluar." pungkasnya datar. Seperkian detik kemudian Pak Satya berlalu membawa laptopnya keluar dari kamar. 

"Da, da, Bang Sat. Makasih ya," pekikku dari dalam kamar mandi. Pak Satya tak merespon hingga punggungnya menghilang dari balik pintu.

Kututup pintu kamar mandi rapat. Dan mulai membuka kantong plastik yang baru saja diberikan sama Pak Satya. 

Tak kusangka, selain ia membeli pembalut untukku. Ia juga membeli sebotol minuman ini. 

Tepok jidat dah aku dibuatnya. Bahkan, sebelumnya aku tak pernah minum, minuman yang beginian. Peka juga dia, rupanya. 

Dua botol minuman khusus untuk wanita haid. Ia belikan untukku. Waw, so sweet. Senyum-senyum sendiri aku dalam kamar mandi ini. Ternyata Pak Satya, nggak seburuk yang kukira. Meski pendiam. Tapi, ia perhatian. Pantas saja Kak Mira selalu bangga mempunyai pacar seperti Pak Satya. 

Ah, lagi-lagi hatiku kembali mencelos. Mengingat hubungan mereka. Harusnya Kak Mira yang menjadi istri Pak Satya bukan aku. Haruskah aku berpisah? Atau ... entahlah. Semua akan kupikirkan nanti. Lagian, baru kemarin kami menikah. Apa kata tetangga di sini. Kalo aku dan Pak Satya bercerai dalam yang waktu singkat. 

Tak ingin larut dalam pikiran yang memusingkan. Segera kujalankan ritual mandiku. Perut juga sudah terasa keroncongan. 

*

Kini aku telah bersiap untuk pergi bertemu dengan Maya dan Milea. Mereka berdua sudah aku beritahu lewat chat pribadi. 

Saat aku menapakkan kaki di ruang tengah. Nampaklah Pak  Satya dan mamanya tengah asik mengobrol. 

"Mau kemana Rin?" tegur ibunya Pak Satya. 

"Aku mau pergi sama temenku, Tan." balasku seraya mendekati mereka berdua. 

"Kamu nggak sarapan dulu? Jangan panggil Tante, panggil aja Mama. Sama kayak Satya." cecar wanita berhijab itu tersenyum simpul. 

"Em, nggak Ma, Rindu sarapan di luar aja." sekilas, Pak Satya melirikku dengan ekor matanya. 

"Satya, anterin Rindu gih," pinta wanita yang kini menjadi mertuaku itu. 

Pak Satya menarik nafas gusar dan mendelik tajam. 

"Nggak usah, Ma. Rindu berangkat sendiri aja. Kalo boleh, Rindu mau pinjem mobilnya Bang Sat. 'kan Rindu ke sini kemarin nggak bawa mobil." pungkasku cepat. Gue yakin, si Satya nggak akan mau nganterin. Gue juga males satu mobil sama dia. Apa kata dunia? Kalo sampe lihat gue jalan sama pacar Kakaknya sendiri. Bisa-bisa dicap pelakor aku.

"Apa? Bang Sat!?" mata Mama mertua membola sempurna. Ya ampun. Kenapa pake manggil Bang Sat segala sih. Dikira 'kan aku ngehina anaknya. 

"Em, maksud Rindu. Bang Satya Ma, atau Abang Sat. Gitu ...." jelasku pada Mama. Sedangkan Pak Satya diam layaknya patung. 

"Ooo." hanya itu balas Mama.

"Boleh nggak nih, aku pinjem mobilnya." ucapku pada Pak Satya. 

"Iya, pake aja. Kuncinya di meja sana." Pak Satya menunjuk ke arah meja dekat lemari jam. 

"Oke, makasih ya, aku berangkat dulu." lekas aku mengambil kontak mobil di sebrang sana. 

"Eh, Rindu. Kamu nggak salim dulu sama suamimu." kata Mama, menghentikan langkahku. Aku mengeryitkan dahi. Apakah seribet ini punya suami. Pake salim segala lagi. Buang-buang waktu. 

"Nggak usah, Ma. Mungkin Rindu buru-buru. Udah pergi aja." titah Pak Satya padaku. Bagus, paham sekali dia. 

"Hati-hati Rin," sahut Mama sedikit berteriak.

"Oke, Ma ...." kupercepat langkahku menuju garasi yang letaknya di samping teras. 

*

Jalanan sedikit macet. Hingga 30 menit aku baru sampai di kafe tempat janjianku dengan Maya dan Milea. 

Terlihat dari kejauhan Maya dan Milea tengah duduk di bagian depan kafe yang tempatnya memang terbuka. 

Cepat kuparkirkan mobil ini dan menyusul mereka berdua. Sekalian bikin perhitungan dengan kado sialan itu. 

"Hay, pengantin baru. Kok baru datang. Kesiangan ya, bangunnya." ejek Milea. Lalu mereka terbahak dengan kedatanganku. 

"Heh, kamvret! Gila ya, kalian. Kasih kado memalukan." umpatku kesal. Kemudian kudaratkan bokong ini di kursi. 

"Gimana-gimana? Waw 'kan tadi malam?" sahut Maya cengengesan. 

"Au ah, udah ah, jangan bahas itu. Bikin mood gue ancur aja." cebikku memandang Maya dan Milea sinis. "gue laper nih, pesenin makanan gih," 

"Iya, iya, lu nggak di kasih makan ya, sama Mama mertua?" tanya Maya tersenyum miring. 

"Siapa coba? Yang mau kasih makan menantu nggak ada akhlak kaya si Rindu, hahaha." timpal Milea. Sejurus kemudian. Tawa dua orang ini menggelegar di seluruh penjuru kafe. Hingga para pengunjung memandang heran.

"Heh! Mulut mercon! Kalian bisa diam nggak?! Atau mau, gue jitak pala lu satu-satu? Dasar mulut lemes!" aku mendengkus kasar. Sungguh, berkawan dengan mereka kadang bikin keruh suasana hati. Makin naik pitam saja aku dibuatnya. 

"Milea, Rindu, Maya," panggil seseorang. Membuat kami bertiga serentak menoleh ke sumber suara. 

Bersambung....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti D
Lumayan dapat tiga bab buat neenin tidur, hehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • My First Night   Bab 4

    Ternyata yang memanggil lelaki itu, Rudi. pacarnya si Maya."Sayangku, Bang Rud. Akhirnya nyampe juga." sambut Maya tersenyum lebar."Lo suruh dia ke sini?" kompak aku dan Milea bertanya pada Maya."Iya heheh." sahut Maya nyengir kuda. Haduh, ngapain sih, si Maya pake nyuruh Bang Rudnya ke sini. Makin eneg aja."Hay Maya sayang. How are you?" tanya Rudi pada Maya. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi. Tentu sebelah Maya. Ya kali, sebelah gue."I'm fine honey." balas Maya lembut."Hueeeek!" serentak aku dan Milea sama-sama berekspresi muntah."Gaya banget lo, Rud. Pake bahasa Inggris segala." celetukku."Biar gaul aja, Rin. Maklum ojol kayak aku 'kan juga harus pintar bahasa Inggris. Siapa tahu ntar dapet penumpang bule." jelas Rudi percaya diri."Aw, Baby honey. Aku bangga padamu." sahut Maya sambil menyenderkan kepala di bahu Rudi."Bule apaan Rud? Bulepotan kali wkw

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-30
  • My First Night   Bab 5

    "Ini punya kamu?" tanya Pak Satya menatapku penuh selidik."Em, itu ... bukan punya saya, Pak. Pak Satya kan tahu sendiri. Kalo tadi pagi saya berdarah. Eh, maksudnya haid." jawabku gugup. Gimana ngejelasinnya? Duh, tuh orang lancang banget sih. Pake buka tas gue segala lagi."Lalu, ini punya siapa? Tadi saya nggak sengaja lihat kertas ini nyembul dari tas kamu. Karena resletingnya kebuka." ujar Pak Satya melangkah mendekatiku.Kok dia bisa baca pikiranku ya? Aneh. Apa ini cuma kebetulan. Karena keteledoranku."Em, itu punya, Maya." jawabku cepat."Apa?!""Ssstt!" kubekap mulut Pak Satya. Padangan kami bersitatap sesaat. Ia melotot kaget. "maaf, Pak. Nggak sengaja." kutarik tanganku dari bibir lelaki ini."Jadi, Maya temen kamu itu, hamil?!""Iya, Pak. Tapi tolong jangan bilang ke siapa-siapa. Pak Satya juga diam aja ya, di kampus." tekanku."Bukannya dia belum menikah ya?" tany

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-01
  • My First Night   Bab 6

    "Tante ngapain sih, narik-narik tangan aku segala?!" cebikku pada wanita berambut ikal ini. Ya, dia Tante Sarah. Ibu tiriku. Yang tiba-tiba muncul bak jalangkung."Ssstt! Diam kamu. Semua ini gara-gara kamu, ya. Lihat tuh si Satya nggak jadi nikah sama Mira. Semua salah kamu!" ketus Tante Sarah, dengan mata melotot hendak melompat dari pelupuknya."Tante kok nyalahin aku sih! Semua karena ketidak sengajaan ya," balasku tak kalah sengit. Memang aku dengan Tante Sarah tak pernah akur. Dia selalu menindasku, jika cerita di bawang merah bawang putih si Ibu tiri jahat. Itu memang benar. Sama seperti wanita ini. Untung saja, dia menikah dengan Papa aku sudah besar. Coba kalo masih piyik, bisa-bisa dijadikan lalapan aku sama nih orang."Apa? Kamu bilang nggak sengaja? Heh Rindu semua karena tingkah kamu yang tengil dan urakan ya, dasar anak tidak punya akhlak kamu." ucap Mak Lampir ini panjang lebar. Dengan mulut pletat-pletot kayak dukun baca m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 7 Pov Mira

    POV MiraLangit begitu cerah malam ini. Gemintang dan rembulan bersinar saling melengkapi. Hembusan angin malam memainkan ujung jilbabku. Aku terduduk di bangku besi yang dingin. Ditemani rasa rindu pada lelaki tambatan hati, di sana.Lelaki yang bukan milikku, bahkan ia sekarang menjadi iparku. Mengingat kisah kami berdua saat bersama. Dan, malam itu serasa tamparan keras menghantam hati.Antara percaya atau tidak. Tapi itu nyata, malam yang memisahkan kisah cinta kami yang terjalin lima tahun lamanya. Pria itu tengah diadili warga bersama dengan adikku sendiri. Hatiku tercabik, luka kian menganga saat para warga mendesak mereka akan dinikahkan. Memang mereka sama-sama menolak. Namun, tak cukup bukti yang menguatkan. Jangan tanya hatiku saat itu, tentu hancur sehancur-hancurnya. Jujur, aku pun tak percaya Satya melakukan hal tercela itu. Apa lagi dengan adikku sendiri. Apa boleh buat. Ini semua kuanggap takdir. Takdir yang menyayat hatiku dan hidup

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 8

    Kembali Ke Pov Rindu.Aku meninggalkan rumah Papa dengan jengah. Ditambah nyinyiran dari Mak Lampir tadi. Sungguh membuatku semakin emosi.Dalam perjalanan pulang bersama Pak Satya. Kami berdua hanya saling diam. Dapat kutafsirkan raut wajah Pak Satya yang tertekuk lecek layaknya koran bekas. Eh, julid amat mulutnya.Aku pun juga enggan berbicara. Hanya deru mesin mobil yang mengisi keheningan di antara kami.*Pak Satya langsung membaringkan dirinya di ranjang. Aku yang sekarang bingung.Mau tidur di mana?Tidur di sofa badan sakit semua kayal digebukin orang satu kampung. Kalo tidur sama Pak Satya takut ... ya, takut itulah. Apa lagi?Benar-benar dibuat bingung akan pilihan. Fix, aku tidur di ranjang sama doi. Awas aja kalo dia macam-macam."Mau ngapain?" tanyanya membuka mata. Menyadari, aku tengah mengambil posisi hendak berbaring."Mau tidur lah, mau ngapai lagi?" ketusku.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 9

    "Rin, gue harus ngomong apa sama orang tua gue?" tanya Maya saat mobil ini melaju membelah jalanan kota."Gue juga nggak tahu, May. Yang gue pikirin cuma Pak Satya. Gue takut dia dipecat. Kalo gue sendiri di DO dari kampus itu mah, bodo amat. Tapi kalo Pak Satya, dia bisa kehilangan pekerjaannya dong gara-gara gue." jelasku panjang lebar."Terus ... sama kehamilan gue ini gimana, Rin? Nggak mungkin 'kan terus disembunyiin." kata Maya gelisah."Itu ntar gue bantu mikir deh, May. Sekarang lo anterin gue pulang. Empet banget sama hari ini. Pengen ngurung diri di kamar.""Ke rumah yang mana, Rin?""Rumah Pak Satya,""Oke, tapi lo janji ya, bantuin bujuk orang tua gue. Biar mau nerima Bang Rudi.""Iya, iya. Dah ah, lagi males bicara gue." desisku mengerucutkan bibir dengan tangan berkacak di dada.Maya tak bertanya lagi. Ia tahu kalo aku sedang bad mood.*Di rumah Pak Satya.Kulihat mobil ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • My First Night   Bab 10 Penolakan

    "Toni, ngapain lu ke sini?" alisku mendadak menaut melihat siapa yang datang."Aku memang lagi mau makan di sini, Rin. Boleh gabung?" tanya lelaki itu tersenyum lebar."Duduk aja, sini deketan sama aku." lumayan ada si Toni. Nggak jadi obat nyamuk aku di sini."Beneran?""Iya, udah cepet dari pada gue berubah pikiran."Toni pun duduk di sampingku. Pak Satya dan Kak Mira menatap datar. Lagian memang mereka berdua sudah kenal dengan Toni."Ya udah, Kak Mira sama Toni pesan makan aja." ujarku pada Toni dan Kak Mira. Masa iya, aku sama Pak Satya aja yang makan di depan mereka.Kak Mira memesan makanan pada salah satu pelayan yang kebetulan melintas."Rin, aku mau ngomong sama kamu," Toni berkata sambil menatapku lekat."Apa?" jawabku sambil fokus mengunyah makanan di mulutku."Kebetulan di sini ada Mira sama Pak Satya," Toni memandang Kak Mira dan Pak Satya bergantian. "biar m

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • My First Night   Bab 11 Lembayung Senja

    "Rindu ... kamu bicara apa?""Apa anda kurang jelas dengan yang saya bicarakan?""Saya tidak akan menceraikan kamu dalam waktu sesingkat ini.""Apa jika waktunya sudah seperkian bulan anda akan menceraikan saya? Atau, anda ingin saya semakin dalam mencintai anda. Saya tahu, tak seharusnya saya seperti ini. Tapi saya bukan lah orang yang piawai berbohong. Jika iya, iya, jika tidak ya, tidak. Lebih baik anda buat keputusan sekarang. Jangan biarkan saya lebih tersakiti dengan kedekatan anda dengan Kak Mira." lega hati ini bisa mengatakan sejujurnya."Biarkan waktu yang menjawab semuanya, Rindu," balasnya singkat. Sambil fokus mengemudikan kendaraan roda empat ini.Aku tidak malu, mengatakan cinta terlebih dulu pada seorang lelaki. Bagiku malu itu adalah mengambil hak orang lain. Sedangkan Pak Satya, ia adalah hakku yang halal untukku.Aku juga tidak mengambilnya dari Kak Mira. Semua berjalan atas sekenario Tuhan. Kita seba

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06

Bab terbaru

  • My First Night   Bab 16 Bukan Salahku

    Malam Pertama Dengan DosenPart 16"Mira!" Sekarang ganti Pak Satya yang berteriak hingga telinga ini berdengung.Gegas kami berdua berlari menghampiri Kak Mira yang tengah terkulai dengan luka lebam di beberapa bagian tubuhnya. Lebih miris lagi,Kak Mira tak sadarkan diri dengan tubuh setengah telanjang."Kamu kenapa, Mir?! Bangun ...!""Kak, bangun, Kak!"Teriakan kami berdua tak membuahkan hasil. Kak Mira masih terpejam rapat. Kuraih jaket yang sudah terlempar jauh dari posisi Kak Mira. Lalu menutupi tubuhnya menggunakan jaket itu.Pikiran buruk hinggap di kepalaku. Apa Kak Mira korban pemerkos**n?Bicara apa kau Rindu! Jangan aneh-aneh! Batinku bermonolog merutuki diri sendiri."Mir, apa yang terjadi?!" Berulang kali lelaki yang tengah memangku Kak Mira ini mengguncang pundak kakak tiriku. Gurat wajahnya amat terlihat sedih dan cemas."Kita bawa Kak Mira ke rumah sakit sekara

  • My First Night   Bab 15. Malam Mencekam

    MALAM PERTAMA DENGAN DOSENPART 15Mataku membola, Kak Mira yang tadi duduk di kursi sebelah kemudi sudah tak ada di tempatnya lagi."Kak! Kak Mira!" teriakku nyaring, tak ada jawaban sedikit pun. Kulihat ponsel Kak Mira yang tergelak di atas kursi.Kugapai benda pipih itu dan lantas menyalakan senter.Sebenarnya aku agak ngeri berada di tempat ini sendirian. Di sini sangat sepi, tak ada pemukiman warga, yang ada hanya tanah lapang juga pabrik bekas pembuatan bumbu petis khas daerah sini. Seram juga alasan kenapa pabrik itu bisa non aktif, dulu ada insiden pegawainya tercebur dalam wajan panas yang berisi bumbu petis. Dengar-dengar, pegawai itu tewas dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Semua kulitnya melepuh, itulah yang kudengar dari warga sekitar rumahku juga di media sosial. Karena memang beritanya dulu sangat viral.Bergidik sendiri kedua pundakku merasakan hawa dingin yang menerpa wajah. Lagi pula, Kak Mi

  • My First Night   Bab 14 Hilangnya Kak Mira

    Malam Pertama Dengan DosenBab 14Benar dugaanku, kalau suara itu berasal dari tante Sarah. Memangnya siapa lagi yang gemar mengomel seperti itu, selain dia."Aku mau nginep di rumah ini." kataku santai. Kulintasi wanita ini begitu saja."Apa? Nginep?!" pekiknya heboh. "Mira, kamu ngapain ngajak dia nginep di rumah ini. Nyusahin aja!" tambahnya terdengar memekak di telinga, meski aku sudah memasuki ruang tamu."Ma, inikan rumah Rindu, dia berhak dong tidur di sini." sanggah Kak Mira setengah berteriak.Sembari mengayunkan langkah menuju kamar, tak hentinya dua wanita berstatus Ibu dan anak itu saling adu kata demi kata. Terserah mereka mau apa? Aku tetap fokus melangkah hingga sudah sampai undakkan anak tangga di bagian tengah.Baru teringat soal Papa. Rumah ini sepi, mungkin Papa belum pulang. Pikirku.Karena memang sangat biasa sekali begitu, dari dulu Papa selalu pulang malam. Hingga akhirny

  • My First Night   Bab 13 Kehadiran Kakak Tiriku

    MALAM PERTAMA DENGAN DOSEN Bab 13"Maaf, maaf, nggak sengaja!" Cepat kutarik diri ke belakang agar menjauh dari Pak Satya. Secepat kilat, ia yang tadi membungkuk pun langsung berdiri tegap. Dengan wajah pias dan salah tingkah. Jelaslah, dia salah tingkah. Karena tadi bibirnya dan bibirku tak sengaja bersalaman. Eh, bersentuhan maksudnya. Ini bukan karena sengaja, melainkan sebuah tragedi yang membuat aku akan tersudut dan akan menjadi tersangka lagi."Pasti kamu sengaja 'kan?" tuduhnya dengan mata elang menyorot tajam."Enggak. Pak Satya sih, yang bikin aku kaget." sanggahku tak terima."Iya, iya, saya tahu kok." seulas senyum manis ia sunggingkan. Tak kusangka, jika ia akan semudah itu membiarkan insident tadi berlalu. Jangan-jangan dia juga mulai ada sesuatu nih sama aku. "Rindu, pulang yuk, udah malam." ajaknya lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Tungguin!" Kakiku terasa berat untuk beranjak. Mungkin karena masih terpuk

  • My First Night   Bab 12. Senja Lebih Indah Dari Pelangi

    Gadis kecil itu menghambur memelukku. Namanya Arin. Kakinya memang bermasalah sejak kecelakaan satu bulan lalu."Kak Rindu, Kakak ke mana aja?" Arin menarik dirinya perlahan mundur. Lalu mendongak mentapku."Kak Rindu sibuk," jawabku sambil mengulum senyum."Dia siapa, Kak?" gadis kecil berkaos putih lusuh ini mengangkat dagunya ke arah Pak Satya."Oh, dia temen Kakak, kenalin ya, namanya Satya," kulirik Pak Satya sesaat. Lelaki berwajah teduh itu juga menyunggingkan senyum."Arin, yuk kita makan sama-sama. Tadi Kakak beli nasi bungkus." titahku. Lantas mengajak ia duduk. Diikuti yang lainnya juga. Termasuk Pak Satya."Nggak Kak, Arin pulang aja, nanti Ibu nyariin. Ini udah mau malam, Kak.""Iya, Kak. Kami juga pulang aja ya, kalau boleh nasinya kita bawa pulang aja." anak-anak yang lain menyahut. Sekilas kulirik mentari yang hampir tenggelam di ujung sana. Benar saja, sebentar lagi akan gelap. Lembayu

  • My First Night   Bab 11 Lembayung Senja

    "Rindu ... kamu bicara apa?""Apa anda kurang jelas dengan yang saya bicarakan?""Saya tidak akan menceraikan kamu dalam waktu sesingkat ini.""Apa jika waktunya sudah seperkian bulan anda akan menceraikan saya? Atau, anda ingin saya semakin dalam mencintai anda. Saya tahu, tak seharusnya saya seperti ini. Tapi saya bukan lah orang yang piawai berbohong. Jika iya, iya, jika tidak ya, tidak. Lebih baik anda buat keputusan sekarang. Jangan biarkan saya lebih tersakiti dengan kedekatan anda dengan Kak Mira." lega hati ini bisa mengatakan sejujurnya."Biarkan waktu yang menjawab semuanya, Rindu," balasnya singkat. Sambil fokus mengemudikan kendaraan roda empat ini.Aku tidak malu, mengatakan cinta terlebih dulu pada seorang lelaki. Bagiku malu itu adalah mengambil hak orang lain. Sedangkan Pak Satya, ia adalah hakku yang halal untukku.Aku juga tidak mengambilnya dari Kak Mira. Semua berjalan atas sekenario Tuhan. Kita seba

  • My First Night   Bab 10 Penolakan

    "Toni, ngapain lu ke sini?" alisku mendadak menaut melihat siapa yang datang."Aku memang lagi mau makan di sini, Rin. Boleh gabung?" tanya lelaki itu tersenyum lebar."Duduk aja, sini deketan sama aku." lumayan ada si Toni. Nggak jadi obat nyamuk aku di sini."Beneran?""Iya, udah cepet dari pada gue berubah pikiran."Toni pun duduk di sampingku. Pak Satya dan Kak Mira menatap datar. Lagian memang mereka berdua sudah kenal dengan Toni."Ya udah, Kak Mira sama Toni pesan makan aja." ujarku pada Toni dan Kak Mira. Masa iya, aku sama Pak Satya aja yang makan di depan mereka.Kak Mira memesan makanan pada salah satu pelayan yang kebetulan melintas."Rin, aku mau ngomong sama kamu," Toni berkata sambil menatapku lekat."Apa?" jawabku sambil fokus mengunyah makanan di mulutku."Kebetulan di sini ada Mira sama Pak Satya," Toni memandang Kak Mira dan Pak Satya bergantian. "biar m

  • My First Night   Bab 9

    "Rin, gue harus ngomong apa sama orang tua gue?" tanya Maya saat mobil ini melaju membelah jalanan kota."Gue juga nggak tahu, May. Yang gue pikirin cuma Pak Satya. Gue takut dia dipecat. Kalo gue sendiri di DO dari kampus itu mah, bodo amat. Tapi kalo Pak Satya, dia bisa kehilangan pekerjaannya dong gara-gara gue." jelasku panjang lebar."Terus ... sama kehamilan gue ini gimana, Rin? Nggak mungkin 'kan terus disembunyiin." kata Maya gelisah."Itu ntar gue bantu mikir deh, May. Sekarang lo anterin gue pulang. Empet banget sama hari ini. Pengen ngurung diri di kamar.""Ke rumah yang mana, Rin?""Rumah Pak Satya,""Oke, tapi lo janji ya, bantuin bujuk orang tua gue. Biar mau nerima Bang Rudi.""Iya, iya. Dah ah, lagi males bicara gue." desisku mengerucutkan bibir dengan tangan berkacak di dada.Maya tak bertanya lagi. Ia tahu kalo aku sedang bad mood.*Di rumah Pak Satya.Kulihat mobil ya

  • My First Night   Bab 8

    Kembali Ke Pov Rindu.Aku meninggalkan rumah Papa dengan jengah. Ditambah nyinyiran dari Mak Lampir tadi. Sungguh membuatku semakin emosi.Dalam perjalanan pulang bersama Pak Satya. Kami berdua hanya saling diam. Dapat kutafsirkan raut wajah Pak Satya yang tertekuk lecek layaknya koran bekas. Eh, julid amat mulutnya.Aku pun juga enggan berbicara. Hanya deru mesin mobil yang mengisi keheningan di antara kami.*Pak Satya langsung membaringkan dirinya di ranjang. Aku yang sekarang bingung.Mau tidur di mana?Tidur di sofa badan sakit semua kayal digebukin orang satu kampung. Kalo tidur sama Pak Satya takut ... ya, takut itulah. Apa lagi?Benar-benar dibuat bingung akan pilihan. Fix, aku tidur di ranjang sama doi. Awas aja kalo dia macam-macam."Mau ngapain?" tanyanya membuka mata. Menyadari, aku tengah mengambil posisi hendak berbaring."Mau tidur lah, mau ngapai lagi?" ketusku.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status