BAB TIGA
I can see you
STEVANO INTERNASIONAL , NYC | USA. At 09:15 AM.
"Kau sudah menemukannya?"
Alby berjalan dengan langkah panjang memasuki gedung Stevano lengkap dengan ponsel yang menempel di samping telinga. Setelan abu-abu di tubuhnya begitu menggoda untuk jamah, membungkus otot-otot tubuhnya yang keras dari balik kemeja. Dasi bercorak yang menggantung di lehernya nampak serasi dengan Rolex silver yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Sesekali tak sedikit ada beberapa pegawai yang menyapanya, sementara yang lain hanya menunduk begitu Alby melewati mereka. Iris matanya berpendar, tampak dingin hingga aura kewibawaannya terpancar semakin jelas.
"Aku tidak mendapat apa pun. Sebenarnya kau bertemu dengan wanita itu di mana? Sungguh merepotkan." gerutu seseorang di ujung telepon.
"Aku memintamu mencari tahu bukan bertanya padaku."
"Riwayat hidupnya bahkan sama sekali tidak ada. Kosong. Aku sempat mengira kau salah mengingat orang jika saja tidak menemukan sebuah foto dalam akun salah satu temannya."
Setelah sukses membuat Alby penasaran, perempuan yang tidak ia ketahui namanya itu menghilang begitu saja. Tanpa jejak, dan tanpa tanda-tanda. Sial! Sebenarnya siapa wanita itu? Berhasil mengacaukan pikirannya dan wanita itu tidak dapat di temukan. Ataukah dia sengaja? Supaya tidak dituntut?
Well, padahal Alby juga tidak berniat untuk itu. Dia murni ingin tahu karena rasa penasaran, bukan untuk mengganti rugi.
Melalui Logan hywell. Alby mengatakan padanya untuk segera menemukan wanita di kelab malam waktu itu. Sampai saat ini bahkan Logan kesulitan mendapatkan datanya. Perusahaan Hywell enterprises holdings adalah perusahaan data terbesar dan terpercaya di New York. Tapi sekali pun begitu, mengapa secuil informasi wanita itu sama sekali tidak dapat di temukan?
Alby tidak pernah mengira jika mencari tahu sosok wanita sepertinya sangatlah merepotkan. Dan, jika Logan saja kesulitan kemungkinan dia bukan orang biasa.
"Tiga hari. Aku tidak mau tahu dengan cara apa kau mendapatkannya." klik.
Alby memutuskan panggilan sepihak tanpa menerima bantahan. Tegas dan arogan. Begitulah sosok seorang Albyazka. Dan jika di pikir kembali ... Ini kali pertama dirinya mengambil tindakan untuk mencari tahu seorang wanita.
Huh, sejak kapan Alby peduli terhadap wanita selain keluarganya? Sangat bukan dirinya.
"Bagaimana penggantinya?" Alby bertanya pada seorang yang setia berdiri di belakangnya tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya.
Jean Thompson selaku tangan kanan Alby menunduk sekilas. "Kami telah menyeleksi beberapa, kemungkinan hari ini kami akan merundingkan."
"Bawa datanya ke ruanganku. Aku akan memilih sendiri."
Kening Jean mengerut. "Maaf?"
"Kau mendenggarnya, Jean." Alby berjalan masuk begitu Jean membuka pintu ruangannya. Punggung tegap Alby terlihat sangat berwibawa ketika sampai di kursi kebesarannya. Alby benar-benar terlihat seperti singa penguasa. Kuat dan tangguh.
Jean masih setia berdiri tegap di tempatnya, terlihat ragu-ragu. "Maaf jika saya lancang, Sir. Mengapa Anda bersikeras ingin memilihnya sendiri? Anda tidak harus mengambil tindakan hanya untuk masalah ini."
Sontak, pertanyaan Jean menghentikan kegiatan Alby. Pria itu sejenak mengalihkan pandangannya, menumpukkan dagu di antara simpul jemarinya. "Terakhir kali, aku sempat kecewa dengan pilihan kalian. Yang kubutuhkan adalah sekretaris, bukan wanita penggoda."
Melihat kilas balik beberapa bulan setelah pergantian sekertaris, Alby sempat di buat kesal dengan kecentilan lengkap dengan gaya pakaian kurang bahan yang di pakai mantan sekertaris lama untuk bekerja. Alby masih normal tapi dia sangat disiplin jika itu perihal pekerjaan. Alby seorang yang tidak mudah disentuh bahkan, cenderung menghindari makhluk jenis wanita selain keluarganya.
"Maafkan kami, Sir."
Alby mengibaskan tangannya sebelum kemudian kembali membaca berkas-berkas di tangannya. "Lupakan, lagipula itu sudah berlalu."
"Apa Anda sudah melihat proposal dokumen yang di kirimkan pihak Lau group, Sir?"
Sebelah alis Alby naik. "Mengenai pembangunan resort di Barcelona?"
"Benar. Saya telah mengirimkan kontrak sesuai keinginan Anda dan mereka menyetujuinya." jelas Jean pada intinya, tanpa berbelit.
Alby hanya menganggukkan kepala. Pandangannya tidak teralih, terus membaca berkas-berkas di tangannya secara bergantian.
Lima detik.
Sepuluh detik.
"Atur pertemuan dengan pihak Lau group secara terbuka. Paling lambat satu minggu. Dan—Wait...."
Ucapan Alby menggantung, membuat Jean segera mengangkat wajah.
"Ada yang salah, Sir?"
Alby masih diam sembari membolak-balikan berkas yang di pegangnya. Tatapannya fokus—terlihat serius. Perlahan senyumnya terbit. Lebih menyerupai seringaian. Melihat itu Jean berkedip dua kali.
Aku bahkan hampir lupa kapan terakhir kali melihat senyum tuan muda. Ucapnya dalam hati.
Sebuah map terangkat ke atas. "Ini?" tanya Alby memastikan.
"Data pelamar kerja. Kemarin sebelum pulang saya menaruhnya di sana."
"Kemari,"
Lantas, Jean bergegas mendekat. Ia berdiri tepat di samping kursi Alby sambil mencuri pandang berkas yang tengah Alby lihat. Untungnya, pada saat yang sama Alby menyerahkan berkas itu padanya hingga Jean tidak perlu lagi mengintip.
"Hubungi dia untuk mulai bekerja besok."
"Besok?" ulang Jean.
"Kenapa? Ada masalah?"
Jean menggeleng pelan, mengulas senyum sopan. "Saya akan segera menghubunginya." jawabnya kemudian undur diri.
"Jean?" panggil Alby.
Langkah Jean terhenti. Ia menoleh sambil bertanya. "Ya?"
"Pastikan kau mendapatkannya besok."
"Yes, Sir."
***
Sebelah alis Alessia terangkat. Menatap Arabella bertanya. "Gagal, huh?"
Anggukan kepala Arabella sejenak membuat suasana senyap. Wajah tirusnya terlihat lesu, tampak tidak bergairah. "Mau bagaimana lagi? Mommy sedang tidak sehat. Aku tidak punya alasan untuk menolak ajakan Daddy."
Velove meraih ponselnya sambil menyesap americano icenya. "Hanya mundur sehari. Itu bukan masalah besar." katanya dengan nada suara santai, seakan benar mengatakan bukan masalah besar. Well, mereka sudah sering berkumpul dan minum-minum bersama, tentu saja hanya memundur waktu bukanlah sesuatu yang mengganggu.
"Aku sih, tidak masalah." balas Keira tidak peduli.
"Padahal aku ingin menari sampai pagi." keluhnya.
Arabella mengaduh begitu satu jitakan mendarat sempurna ke keningnya. Matanya memelotot pada Keira yang di balas dengan cengiran tanpa dosa.
"Sampai pagi? Omong kosong! Paling-paling kau akan lebih memilih memburu pria tampan dan kaya yang bisa kau kencani." cibir Keira, membuat Arabella sontak tertawa geli di tempatnya.
"Satu minggu tanpa berganti pria dia akan merasa jelek esoknya." tambah Alessia yang mengundang tawa seisi meja.
Lagi-lagi, di mana pun mereka berada keberadaan mereka selalu saja mencuri perhatian pengunjung lain. Sikap mereka yang hangat membuat sekitar dapat merasakan bagaimana keakraban mereka. Saling mengejek hingga membuka aib masing-masing, melempar pujian dan makian hingga perdebatan kecil. Semuanya mereka lakukan dalam satu waktu ketika berkumpul bersama.
Tidak ada yang berubah. Tidak dulu atau pun sekarang. Semuanya masih sama meski sudah memasuki fase dewasa.
Bukankah arti dari sebuah kebersamaan memang seperti ini? Bukan perkumpulan yang hanya sebatas bertemu lalu menyibukkan diri dengan gadget.
Arabella tersenyum congkak, melirik Keira mengejek. "Setidaknya aku benar bersenang-senang. Tidak sepertimu," balasnya mencibir.
Tawa ringan kembali memenuhi meja. Keira mengacungkan jari tengah sambil mengumpat pelan. "Fuck you, Ara."
Uknow is calling...
Satu alis Alessia terangkat, ia meraih ponselnya dan meletakkan di samping telinga setelah menggeser tombol hijau.
"Hallo...."
"Dengan Nona Alessia Mikhayla? " sapa suara berat dari ujung sambungan.
Alessia mengendikkan bahu begitu tatapan ingin tahu Girls Knight terarah padanya. "Ya, saya sendiri." jawabnya dengan nada suara tenang.
"Saya perwakilan dari STEVANO internasional ingin menginformasikan kabar baik mengenai lamaran kerja yang anda kirimkan. Anda di terima dan di mohon untuk membawa kelengkapan data lainnya besok pagi. "
Senyum lebar Alessia tersungging. Mata birunya berkilat senang. Hal itu sontak kembali memacu keingintahuan mereka. Menatapnya dengan tatapan menyelidiki. "Benarkah? Secepat itu? Baik, saya akan membawanya besok. Terima kasih." katanya mengakhiri panggilan.
Alessia meletakkan ponsel ke atas meja sembari mempertahankan senyum di bibirnya. Pendar semangat memenuhi wajahnya, sangat kentara jika dia sedang dalam keadaan senang.
"Siapa?"
"Ada apa denganmu?" tanya Keira dan Arabella bersamaan.
Sementara kedua temannya sibuk melemparkan pertanyaan. Velove sendiri terlihat acuh—tidak peduli dan hanya diam mendengarkan sembari memainkan game di ponselnya.
"Yeah, Sudah pasti dia tengah mendapat buruan baru. Jika tidak mana mung—"
"Bukan." Alessia menyela cepat. Nada semangatnya masih terdengar layaknya seorang anak yang baru saja mendapat mainan baru. "Kali ini bukan itu. Aku sudah berhemat beberapa hari terakhir."
Satu alis Keira terangkat. "Dan kau merasa bangga? "
"Tentu saja," Alessia mendengus. Merasa tidak senang dan balas mencibir Keira pelan. "Itu rekor baru yang bisa kucapai."
"Oke, aku malas berdebat denganmu. So, hal apa yang membuatmu tersenyum lebar selain koleksi brandedmu?"
Alessia menatap mereka bergantian, lalu berhenti pada Arabella. "Aku sudah menghubungi kartu nama yang pernah kau berikan." Katanya dengan senyum yang masih terpatri di sana.
Ah, ini...
Arabella meletakkan gelasnya kembali ke meja. "Well, kalau begitu sudah pasti kau di terima, bukan begitu?"
"Tentu. Lagipula siapa yang bisa menolakku?" sombongnya.
"Jika bukan karena aku, kau bisa saja jatuh miskin dalam waktu dekat." lirikan sinis Arabella tampak jelas. "Jangan sombong di depanku." katanya mencibir.
Senyum Alessia masih terpatri. Mengabaikan cibiran Arabella dengan kembali menjawab dengan nada songongnya. "Aku sombong karena memang ada hal yang bisa kusombongkan, Ara. Lalu, apa masalahnya?"
Arabella mengibaskan tangan tak acuh. "Terserah. Kau bisa melakukan apa pun yang kau sukai. Aku tidak peduli." dengus Arabella kesal.
Alessia hanya terkekeh pelan sembari meminum minumannya sendiri. Sementara Velove yang sudah selesai dengan game di ponselnya mengalihkan atensi pada Alessia.
"I feel happy to hear that too. But, until when are you going to keep running, Ale?"
Seketika Alessia menoleh kearah Velove yang tengah memperhatikannya lekat-lekat. Senyumnya berganti menjadi satu garis. Wajahnya pun tampak datar—tanpa emosi. Namun, sungguh ... Pertanyaan yang Velove ajukan sanggup membuat Alessia membatu di tempat.
"Sudah lebih dari setahun, kau tidak berpikir akan terus menghindar, bukan?" tanya Velove lagi.
Keira dan Arabella lebih memilih diam, menyimak. Di antara mereka memang Velove-lah yang paling pengertian. Segala hal yang dia katakan entah mengapa selalu tepat dan sanggup membuat mereka kehilangan kata di saat-saat seperti ini. Dan itu sudah berlangsung lama bahkan, sudah sejak dulu selama mereka telah saling mengenal satu sama lain.
Mom in the geng. Julukan itu terasa sangat pantas untuknya.
"Aku tidak tahu, Vee. Keadaan ini membuatku terbiasa."
Tatapan Velove melembut. Ia tersenyum, tampak maklum sekali pun dia bersikeras meminta Alessia untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga. "Kau tidak akan selamanya melarikan diri, Ale. Kau bisa kembali dan membicarakan hal itu baik-baik."
"Tidak akan ada hal baik jika kami bicara, Vee. Mereka perlu disadarkan. Dan aku tidak akan menyerah sampai akhir." tegasnya.
Velove sendiri hanya menganggukan kepala seakan mengerti. Tidak berniat mencampuri kehidupan pribadi Alessia atau bahkan memaksa Alessia membuat keputusan. Tidak setelah ia sendiri juga turut merasakan bagaimana rasanya dipaksa oleh pilihan dan keadaan.
Rumit sekaligus membingungkan.
Siapa saja akan mudah menasihati ketika kita mendapat masalah. Bisa mendadak menjadi penasehat yang bijak untuk orang lain tetapi jarang yang bisa menerapkannya untuk dirinya sendiri.
Arabella menatap Alessia sambil menopang kedua pipinya dan berkata, "kalian sama keras kepalanya. Aku bahkan tidak bisa menebak siapa yang akan meminta lebih dulu." sahutnya menimpali. Mereka semua sadar dan tahu seperti apa sifat keduanya. Kalau Alessia adalah pribadi yang keras kepala, sudah pasti keluarganya akan lebih keras. Seperti pepatah yang mengatakan buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.
Alessia mengendik acuh, tidak berminat. "Tentunya itu bukan aku."
"Percaya diri sekali," cibir Keira membuat Alessia mendelik.
"Aku akan membuktikannya. Lagipula, aku sudah bertahan sampai sejauh ini, tidak ada yang perlu dipikirkan."
Hening. Seketika suasana mendadak berat hanya karena menyinggung hal itu lagi. Sesuatu yang memang sejak lama Alessia hindari. Sejauh mengenai keluarga, pastinya akan membuat siapa saja enggan membahas jika bukan sesuatu yang menyenangkan dan dapat di banggakan. Bukan begitu?
"Kapan kau akan mulai bekerja?"
Suara Arabella memecah keheningan. Setidaknya, itu sedikit membantu mencairkan kembali suasana yang tiba-tiba saja sesak.
Alessia kembali menyesap minumannya sejenak baru kemudian menjawab, "besok,"
"Bagaimana dengan Girls Knight?"
"Apanya yang bagaimana?" Alessia menopang sebelah pipi sambil mengaduk-aduk Matcha teanya. "Aku perlu lebih banyak pemasukan untuk menutup pengeluaranku, Kei." Katanya meminta pengertian.
"Lalu, bagaimana kalau kita mendapat misi sementara kau sudah bekerja di tempat lain?"
"Tidak ada yang bagaimana," senyum Alessia muncul. Ia menarik napas pelan. "Aku mendapat pekerjaan baru bukan berarti meninggalkan kalian. Hanya sampingan, seperti Ara. Kau tahu? Aku membutuhkan uang lebih untuk kebutuhanku selama kita libur dalam misi. Dan pastinya, aku masih bisa membagi waktuku dengan baik."
"Tidak belanja satu minggu saja dia menganggapnya puasa." Velove mencibir, menggeleng pelan begitu Alessia memukulnya main-main. "Dia mungkin akan menjadi mumi ketika bisa melihat tanpa bisa membelinya. Jiwanya akan terbakar."
Lantas, tawa riuh kembali memenuhi meja. Kadang-kadang, bersama Girls Knight lebih banyak mendapat celaan dari pada motivasi. Menyebalkan, tapi mereka tetap saling peduli.
"Jangan lupakan fashion show di Los Angeles bulan depan." tambah Arabella membuat Alessia mendesah panjang.
Benar, itu adalah target besarnya dalam berburu koleksi baru. Hanya tinggal menghitung mundur atau dia benar-benar akan kehilangan kesempatan. Untuk itu, Alessia membutuhkan banyak uang menunjang keinginannya.
Sepertinya, Alessia lebih bisa dikatakan seperti di kendalikan nafsu dan ego sosialitanya yang tinggi. Sekali pun begitu, Alessia sama sekali tidak merasa menyesal.
"Well, berhenti membuatku kesal. Intinya aku tidak akan meninggalkan Girls Knight meski pun aku punya pekerjaan. Jelas?"
Mereka saling bertukar pandang sebelum kemudian menjawab serentak. "Tidak."
"Sialan!"
HOPE YOU LIKE!
Aku berusaha memberikan yang terbaik untuk kalian, mohon untuk selalu support aku terus. Dengan cara like, coment and follow Ya!
Biar makin greget .. Ajak juga teman-temanmu, saudara, pacar, tetangga, kenalan atau bahkan mantanmu untuk baca babang Al dan qaqa Ale. Sekalian juga kalian bisa share ke wa, i* story, F******k, Twitter ataupun postingan kalian yang lain. Ajak mereka join bareng kamu disini!
Sebelumnya Aku ucapkan terima kasih sangat atas partisipasi dan keikhlasan klean klean klean semua.
TANGKYUUU and LOVE U DEAR 💐
BAB EMPAT~Woman or Stray cat?"Kau tidak lelah berakting?"Alessia menatap malas seorang pria yang kini berdiri di ambang dinding pembatas. Pria itu tengah menatapnya penuh dengan pandangan sirat permohonan yang sangat kentara."Ale, aku serius. Coba tantang aku dan kupastikan kau akan melihat kematianku tepat di depanmu." kata pria itu lagi."Aku sudah bosan mendengarnya," keluh Alessia malas. "Berhenti mendeklarasikan kematianmu padaku, Rey. Itu tidak berguna. Sama sekali tidak ada gunanya." katanya dengan nada tidak peduli."Kenapa?" pria yang di panggil Rey itu menatap Alessia kecewa. Tatapan sesak di kedua matanya begitu kentara, memenuhi wajahnya yang puas. "Kenapa kau tidak bisa melihatku sebagai pria, Ale? Aku mencintaimu, dan kau tahu itu. Lalu kenapa kau tidak berusaha melihat kearahku?" suara Rey kian merendah, lebih menyerupai bisikan.Sejenak, hening seakan bagaikan teman. Udara seakan berderak di sekitar mereka, m
BAB LIMA ~ I want you!"Dia tidak datang?" terselip nada geli dari suara Alby. Pria itu sudah memperhitungkan dengan baik dan tentu saja kemungkinan semacam ini sudah tidak lagi mengejutkannya.Jean mengangkat wajah, melirik jam yang melingkar di tangannya lalu menjawab lugas. "Sepertinya tidak, Sir."Alby mengendik acuh. Sangat tahu perempuan keras kepala seperti Alessia Mikhayla bukanlah sesuatu yang akan mudah menuruti perintahnya. Pihak perusahaan sudah menginformasikan padanya bahwa dia sudah bisa mulai bekerja tapi tanggapan perempuan itu di luar nalar.Alessia membalas pesan perusahaan, tapi bukan untuk mengucapkan terima kasih, yang ada hanyalah serentetan umpatan yang dia titipkan untuknya. Memang benar-benar sesuatu. Mengingat itu, Alby tidak bisa untuk menahan senyumnya.Bagaimana mungkin sebuah umpatan malah membuatnya begitu menarik perh
BAB ENAM ~ Chaos at the bar"Want, me?""You hear me well,"Senyum nakal Alessia tersungging begitu suara rendah Alby terdengar. Ia bergelayut manja di lengan Alby dengan satu tangannya yang lain mulai menyentuh dada bidangnya yang lebar, mengusapnya dengan lembut dan perlahan. Membelainya dengan gerakan menggoda."Memohonlah...."Sebelah alis Alby naik, menatapnya bertanya. "Sorry?"Alessia terkekeh merdu. Melepaskan lengan Alby darinya dan mulai berjalan menjauh dari kerumunan dengan langkah terseok. Kepalanya berdenyut, pusing memenuhi dirinya. Kemudian Alessia kembali ke kursi yang sempat di tempatinya beberapa saat yang lalu, melipat tangannya ke atas meja lalu menidurkan kepalanya di sana.Diam-diam, Alby membuntutinya. Ia duduk di samping Alessia dan berniat meraih perempuan itu lagi hingga Alessia ter
BAB TUJUH ~ I Got you "Akhirnya kau kembali," seruan Keira terdengar begitu Alessia memasuki ruang tamu. Lalu, seluruh pandangan tertuju padanya.Alessia hanya mengulas senyum tanpa mengatakan apa-apa. Semua ini terjadi sangat tiba-tiba hingga Alessia belum dapat mencerna dengan baik. Pagi yang buruk.Arabella mengambil satu langkah maju. Mengulurkan tangan ke depan—menyentil kening Alessia. "Kau berhasil, Ale. Kau sukses membuat kami kalang kabut mencarimu!" geramnya.Alessia meringis kesakitan. Mata birunya menatap jengkel Arabella dengan kening berkerut. "Aku baru pulang dan kau sudah menyiksaku?" ia mengusap-usap keningnya. "Babe, segala hal tidak semudah yang terpikirkan.""Memangnya apa yang kami pikirkan?" sahutan Velove membuat Alessia memutar bola matanya."Kita semua tahu cara menjaga di
BAB DELAPAN ~ NegotiationAlby berjalan dengan langkah panjang menyusuri koridor kantor. Aura kewibawaannya sangat jelas terpancar dari garis wajah tegasnya. Kuat dan memesona. Beberapa pegawai menunduk hormat ketika Alby melewatinya. Sementara Alby hanya menanggapinya dengan anggukan singkat. Tanpa kata."Bagaimana perkembangan yang kuminta selidiki?"Jean yang berjalan di belakang Alby sempat terdiam. "Masih sama. Bahkan untuk mengorek tentang keluarganya pun sulit dijangkau.""Aku sudah bilang tiga hari. Kau tahu apa artinya?""Maaf, Sir. Tetapi Nona memang bukan orang biasa. Hal terkecil darinya hanya berupa foto juga sertifikat kelulusannya saja. Kami sulit mengidentifikasinya.""Ck! Dia benar-benar, ya...."Alby memasuki ruang kerjanya sesaat Jean membuka pintu, berjalan anggun menuju kursi kerjan
BAB SEMBILAN Knick-knack Beberapa hari kemudian... Alessia menyibukkan diri dengan tumpukkan berkas-berkas yang sudah ia susun untuk mendapatkan tanda tangan Alby. Selama hampir tiga hari ia menjadi sekretaris pria itu, Alessia benar-benar disibukkan dengan berbagai hal yang sempat ditinggalkan sekretaris lama dan itu cukup membuatnya kerepotan. Untung saja Alby sedikit pengertian untuk tidak merecokinya, meski hanya dua hari. Karena sejak kemarin Alby sudah mengganggunya, mulai dari berdebat hal kecil, mengajaknya bertengkar hingga mengungkit hal-hal tidak berguna lainnya. Sangat kekanakan. "Nona Alessia, Mr. Stevano meminta Anda menunggunya di basemant." Alessia mengangkat wajah begitu suara Jean terdengar. Pria itu mengulas senyum simpul, merunduk hormat padanya. Hal yang sebenarnya sudah sering Alessia keluhkan. Mereka ini kan sama-sama pekerja, lalu mengapa Jean selalu saja memperlakukannya seolah dirinya ini wakil d
BAB SEPULUH ~ ScandalMengejutkan! Albyazka Stevano tertangkap kamera berciuman dengan seorang wanita, yang sepertinya adalah kekasih yang selama ini dia sembunyikan.Berita menghebohkan datang dari pewaris Stevano internasional yang sekaligus menjadi sanggahan atas ketidaktarikannya terhadap wanita.Dilansir oleh florenzie media, Albyazka Stevano terlihat sedang mencium seorang wanita yang diduga merupakan kekasih yang selama ini disembunyikan. Seperti yang diketahui, publik selama ini dibuat bertanya-tanya mengenai kebenaran yang mengatakan bahwa dia seorang gay. Namun siang ini, salah satu Paparazi memergoki dirinya bersama seorang wanita. Potret dirinya dengan sang kekasih sekaligus menjawab opini-opini tidak benar yang menjadi simpang-siur dikalangan masyarakat.Setelah beberapa pekan Stevano menjadi tranding topic mengenai pesatnya S. Evael center yang baru-baru ini menjadikannya pr
BAB SEBELAS ~ Fierce Secretary?Stevano mansion, NYC, USA | 08:41 AMDi dalam sebuah kamar Alby tengah memperhatikan Alessia yang kini meringkuk di bawah selimut. Perempuan itu sama sekali tidak terganggu meski sudah berulang kali Alby mengusilinya. Senyum geli Alby memenuhi wajahnya, tersenyum tidak habis pikir.Mengapa menonton orang tidur tiba-tiba saja menjadi hal yang begitu menyenangkan?Dari beberapa keterangan yang Alby baca, Alessia adalah ratunya tidur. Sebelum ini dia hampir tidak percaya kalau data itu benar tapi begitu melihat sendiri dengan mata kepalanya kini Alby membenarkan keterangan itu. Katanya, selama tidak terkena cahaya dan berada di ruangan terbuka atau berada dalam kebisingan, selama itupula Alessia akan betah tidur dan terlelap layaknya orang mati. Begitu tenang dan damai.Tapi, semua itu bisa menjadi berkebalikan jikalau dia terb
Aloha kesayangan-kesayangan Mom Girls Knight 👐Gimana kabarnya semua? Semoga kita semua dalam keadaan sehat, ya.Aku kembali dengan membawa sedikit penjelasan juga berita terkait My Fierce Secretary, nih.Berita singkat ini mungkin sudah ada yang tahu, ya.Bisa menebak?Yuks, siap-siap ter-Alby-alby dan ter-Ale-Ale!Iyups. Jawabannya sudah jelas tertulis di judul— bahwasanya My Fierce Secretary akan segera tersedia dalam versi cetak.Yey! Ada yang nunggu?Oke, aku jelasin sedikit ya. Awal tahun 2021 kemarin saya mengikuti kontes di gmg writers dan berhasil menang di kategori Best editor choice. Alhamdulillah.Lalu, ada beberapa pembaca nge-DM saya pribadi di instagram setelah saya meng-unpublish My Fierce Secretary.* Ada yang bertanya
BAB LIMA LIMA Extra part 1 Dua minggu berlalu dari acara lamaran Alby di Vienna. Setelah malam itu, esok harinya mereka kembali ke New York dan memberitahu semua keluarga mengenai lamaran yang Alby lakukan. Alessia pikir ketika Alby meminta untuk mereka segera pulang ke New York adalah untuk memamerkan status barunya. Tetapi tanpa di sangka mereka berdua di minta untuk segera melangsungkan pernikahan karena Shevana sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari undangan, dekorasi juga tempat yang sudah reservasi. Tinggal 30% lagi untuk menuju sempurna. Tetapi.. Alessia melupakan sesuatu. Alessia belum mengatakan apapun pada keluarganya, tetapi undangan sudah menyebar di mana-mana. "Bagus sekali." Michael menatap mereka berdua bergantian. "Kau menikahi putriku, tapi aku bahkan tidak tahu sama sekali mengenai ini." Alby terse
BAB LIMA LIMA~EpilogAlessia kira, mencoba baik-baik saja tanpa melibatkan Alby dalam hidupnya akan terasa sama saja seperti ketika belum bertemu dengan pria itu. Tetapi nyatanya lain, makin hari Alessia semakin merasakan kerinduan yang mendalam setiap kali mengingat wajah Alby, sikapnya yang menyebalkan bahkan dengan semua kisah mereka yang kerap kali bertengkar. Alessia merindukannya, sangat.Alessia tersenyum dalam diam. Lagi-lagi hanya dengan kembali mengingat Alby, kenangan yang lalu-lalu serasa berputar dalam ingatannya. Membuatnya semakin terjebak dengan perasaan rindunya yang belum tersampaikan. Alessia membenci perasaan ini, perasaan di mana dirinya harus menahan diri untuk mengalah pada egonya.Demi Tuhan.. Ingin rasanya Alessia memukul kepala Alby dengan keras. Beraninya dia membiarkan dirinya berlibur sendirian bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Sebenarnya Alby benar-benar mencintainya seperti yang pria itu katakan atau malah dia
BAB LIMA EMPAT~She's my girl"Al.. Kau tidak ingin pulang?" tanya Elena memperhatikan Alby yang tengah serius dengan laptopnya. Elena mendengus panjang karena lagi-lagi dia di abaikan. Sudah dua hari Alby berdiam diri di kediaman Stevano sambil menatapi laptopnya terus-menerus. Entah apa yang sebenarnya pria itu lakukan.Elena lalu bangkit mendekati Alby dan berusaha mengintip layar laptopnya yang menyala, namun Alby lebih dulu menutupnya sambil menatap tajam Elena di sampingnya. "Berhenti mengusikku, Elena. Kau tidak akan suka kalau aku marah padamu."Elena mencebik malas, "Kau seperti pengangguran, Al. Diam di kamar dengan memainkan laptopmu. Apa kau sebegitu frustrasi memikirkan Alessia?" tanya Elena membuat Alby berdecak."Jangan sebut namanya. Lebih baik kau keluar, El." usir Alby yang tidak Elena hiraukan. Wanita itu malah bersandar padanya dan menarik paksa laptop Alby darinya. Ketika Elena berhasil melihat isi layar laptop Alby, Elena langsung ber
BAB LIMA TIGA~What is love is always fun?The Ritz-Carlton, Austria, Eropa. AT 06 : 35 PM.Alessia melemparkan dirinya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamar penginapannya yang akan ia tempati untuk satu minggu kedepan. Setelah menyetujui keinginan Alessia untuk berlibur, Michael lalu mengatur jadwal penerbangan Alessia pagi harinya ketika menyadari dalam beberapa hari salju pertama akan turun menyambut Natal dan tahun baru.Alessia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Ia lelah berusaha kuat menahan nyeri dalam hatinya menyadari Alby benar-benar memberi jarak antara mereka. Pria itu bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Menyebalkan, tetapi Alessia juga sadar diri.Sejak semalam juga Zavier terus menerus menggodanya karena ia datang sendiri tanpa Alby dan meminta liburan secara dadakan. Alessia tentu tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Zavier padanya dan malah mengusirnya. Alessia bukan bermaksud menghindar dari masalah. Ia hanya
BAB LIMA DUA~Need a pauseUsai menghentikan perkelahian antara Alby dan Rey, kini Alessia ikut bergabung bersama mereka di sana. Suasana semakin terasa menyesakkan dengan beberapa pasang mata yang masih menatap Rey."Maaf.. Aku kemari bukan untuk membela Rey, tetapi aku merasa perlu memperbaiki ini juga." Alessia menghela napas panjang, "Rey, dia melakukan itu karenaku, sebab itu aku turut meminta maaf pada kalian terlebih, padamu Elena." ucap Alessia menatap mereka bergantian. Tampak gugup."Meski saya melakukannya karena Alessia, tapi Alessia tidak tahu apa-apa tentang ini. Ini murni kesalahanku." imbuh Rey membuat Alessia menatapnya lama.Senyum itu, Alessia akhirnya bisa melihat sedikit kemajuan pada diri Rey. Pria pertamanya sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alby. Lalu, pandangan Alessia jatuh pada Emily yang berada di samping Rey, menatapnya dengan senyuman.Ah, bukan hanya perubahan sikap saja, ternyata Rey mulai bisa melihat ke arah Emily
BAB LIMA SATU~RecognitionAlessia duduk di kursi gereja sambil menutup matanya dan berdoa. Semua hal yang telah terjadi padanya, Alessia sebisa mungkin menerima kenyataan itu sebagai sebuah kisah perjalanan hidupnya yang penuh dengan ambisi. Alessia berharap setelah ini tidak akan ada lagi masalah berat yang mengharuskan orang lain mati karenanya lagi. Tidak Veron atau pun Vegan.Semoga kebahagiaan lekas menghamipirnya.Di lain tempat, Rey membulatkan tekad untuk memperbaiki kekacauan yang sempat ia perbuat. Selain pada Alessia dan juga Emily, Rey juga merasa ia perlu menemui seseorang lebih dulu.Rey sudah berjanji akan berubah menjadi lebih baik. Dengan bantuan Emily, perlahan keadaan juga perasaannya mulai membaik dan Rey sudah mulai menerima kenyataan bahwa yang Alessia inginkan bukanlah dirinya. Dan apa yang sempat Alessia katakan ketika itu memang benar.Ketika kau mencintai seseorang, seharusnya kau bisa menghargai pilihannya dan menurunkan
BAB LIMA PULUH Call me baby Alessia duduk lesehan di taman rumah sakit dengan Alby yang menidurkan kepalanya di pangkuan Alessia. Matahari sedang tenggelam, hingga langit di sana mulai berubah warna. Hangat, nyaman sekaligus menenangkan. Rasanya, sungguh menyenangkan. Apalagi saat ini mereka sedang bersantai ria. Menikmati kebersamaan setelah berhasil melewati badai yang cukup panjang, yang cukup menegangkan. Tanpa Alessia sadari, Alby sejak tadi terus menatapnya, mengagumi bagaiamana ketika ia memejamkan mata dan tenggelam dalam lamun nya sendiri. Alessia menikmati semua ini. Setelah smuayang terjadi dan serangakaian kejadian yang membawanya sampai di titik ini, Alessia merasa dia mulai menyadari penting hadirnya Alby do hidupnya. Lelaki yang bersedia turun tangan untuk meneyelamatkannya. Lelaki yang mau mengorbankan diri untuknya. Ah, ternyata rasanya di cintai semenyenangkan ini ya? Alessia baru paham dan sadar kalau itu indah. Kesunyian di
BAB EMPAT SEMBILAN~Better late than nothing at all"Dokter tidak mengizinkanku banyak bergerak, Ale. Aaa.." ucap Alby membuka mulutnya ketika Alessia menyuruhnya makan. Melihat sikap Alby yang manja, membuat Alessia mendengus geli sebelum mneyendokkan makanan ke arahnya."Yang sakit perutmu, tapi kau seolah sakit seluruh badan saja." balas Alessia mencibir. Kembali menyuapi Alby yang dengan senang hati menerima suapannya."Aku Ingin pulang, bagaimana kalau kita kembali ke New York nanti malam?"Alessia tidak menjawab dan malah memanggil perawat, Alby lalu menutup bibir Alessia dengan tangan besarnya sambil tersenyum. "Kau ini.. Seharusnya kau mendukungku, Darling.""Makan saja minta di suapi, sok-sok'an ingin kabur. Istirahat yang benar, setelah pulih baru kita pulang." balas Alessia membereskan peralatan makan Alby ketika makanannya sudah habis.Alby dengan tiba-tiba meraih tangan Alessia hingga jatuh di kasurnya. Meletakkan kepalanya di pu