BAB ENAM ~ Chaos at the bar
"Want, me?"
"You hear me well,"
Senyum nakal Alessia tersungging begitu suara rendah Alby terdengar. Ia bergelayut manja di lengan Alby dengan satu tangannya yang lain mulai menyentuh dada bidangnya yang lebar, mengusapnya dengan lembut dan perlahan. Membelainya dengan gerakan menggoda.
"Memohonlah...."
Sebelah alis Alby naik, menatapnya bertanya. "Sorry?"
Alessia terkekeh merdu. Melepaskan lengan Alby darinya dan mulai berjalan menjauh dari kerumunan dengan langkah terseok. Kepalanya berdenyut, pusing memenuhi dirinya. Kemudian Alessia kembali ke kursi yang sempat di tempatinya beberapa saat yang lalu, melipat tangannya ke atas meja lalu menidurkan kepalanya di sana.
Diam-diam, Alby membuntutinya. Ia duduk di samping Alessia dan berniat meraih perempuan itu lagi hingga Alessia terduduk di atas pangkuannya.
Alih-alih mengelak, Alessia malah menyandarkan kepalanya pada dada bidang Alby yang kokoh. Kehangatan melingkupinya begitu lengan Alby melingkar sempurna di pinggangnya. Alessia semakin meringsek ke dalam pelukan Alby, mencari-cari tempat ternyaman untuknya tidur.
Alessia pusing. Kepalanya benar-benar berat. Rasanya, dia hanya ingin pulang lalu tidur. Ke mana perginya teman-temannya yang lain? Alessia tidak peduli lagi begitu merasakan tubuhnya terangkat.
Siapa yang menggendongnya? Alessia juga tidak peduli lagi apalagi beberapa saat setelah itu dia merasakan lembutnya sprei di bawah kulitnya.
Kamar, huh?
Dengan susah payah, Alessia mengangkat wajahnya dan seketika wajah Alby terlihat jelas di depannya, begitu dekat hingga Alessia bisa mencium bau maskulin bercampur parfum mahal yang di pakai pria itu.
Alby mengumpat pelan begitu satu tamparan mendarat di pipinya.
Wanita sialan!
"Berengsek!" wajah marah Alessia tiba-tiba saja berganti dengan seluas senyum. Ia menggeleng pelan. "Harusnya waktu itu aku tidak hanya menghancurkan kaca mobilmu, kau memang perlu tamparan." Alessia menggumam tidak jelas, menggeleng lagi lalu tertawa entah karena apa.
Lagi-lagi Alby terkejut begitu Alessia meraih wajahnya dan menciumnya dengan keras. Ciuman tergesa itu kembali berakhir dengan cepat seperti tamparan tangan mungil itu beberapa saat lalu. Menggebu hanya untuk beberapa saat. Pandangan Alby terpusat penuh pada bibir merah Alessia yang bengkak, bukti ciuman penuh gairah mereka di lantai dansa. Melihat wajah damai yang terpejam di bawahnya tanpa sadar membuat Alby tersenyum.
Alessia benar-benar mabuk parah. Mungkin, dalam pikiran perempuan itu dirinya bagaikan nyata dan tiada di saat yang sama. Sama tidak sadarnya seperti ketika dia menampar lalu menciumnya setelahnya.
Jemari Alby mengusap pipi Alessia lembut, merasakan halus kulit putihnya. "Ale," bisik Alby di samping telinga, meniupnya sejenak lalu kembali membawa bibirnya pada bibir Alessia.
Hanya sebenar, karena setelah itu Alessia mendorong Alby menjauh. "Pergi," katanya pelan dengan mata yang masih terpejam. "Tinggalkan saja nomor rekeningmu di atas meja. Aku akan membayarmu nanti."
Apa katanya?!
"Ah, jangan lupa kunci pintunya."
Wanita ini...
Tanpa mengatakan apa-apa, Alby kembali menindih Alessia, menciumnya sekali lagi. Kali ini, Alby tidak membiarkan tangan mungil Alessia menghentikannya, pria itu menguncinya di atas kepala tanpa melepaskan pagutannya. Seketika, Alessia membuka matanya kembali.
Mata sayu, bibir bengkak dan pipi merahnya adalah perpaduan paling seksi yang pernah Alby lihat. "Kau tidak bisa seenaknya padaku, Darling."
Tawa geli Alessia mengudara. Ia tersenyum geli begitu berhasil melepaskan tangannya dari cekalan Alby, menyentuh rahang pria itu dengan gerakan menggoda. "I can, who will stop me?" Alessia kemudian menciumnya sekali lagi, hanya kecupan singkat dan ia kembali tersenyum. "Sudah cukup."
Alby menaikkan alis. "Apa maksudmu?"
"Kau tidak dengar? Cukup. Artinya berhenti. Aku tidak akan melakukan hal lain selain berciuman." gumam Alessia menjelaskan. "Tinggalkan saja nomor rekeningmu." katanya mengulang perkataannya sekali lagi.
"Buka matamu, Darling. Kau perlu melihat siapa aku untuk kembali mendiskusikan tentang uang."
"Tidak perlu repot-repot, aku tidak peduli kau siapa."
Dan Alby yakin Alessia sudah tidak lagi mengingatnya. Mabuk membuatnya kehilangan kesadaran diri. "Kau bisa menggunakannya untuk orang lain. Tapi tidak padaku."
Alessia terkekeh pelan. "Tidak terkecuali, Boy. Kalian satu spesies."
Alby menggeram pelan. "I don't need your consent," lalu, Alby kembali mengunci tangan Alessia di atas kepala. Kembali menciumnya menuntut, lebih dalam dan penuh gairah.
Alessia berusaha menghindar, namun Alby sama sekali tidak memberikannya kesempatan. Pria itu terus mengukungnya dengan kedua lengan, tidak memberi Alessia ruang untuk menghindarinya. Alessia bahkan bisa merasakan otot-otot keras lengan Alby bergesekan dengan tubuhnya. Membuatnya meremang seketika.
Sialan! Ini tidak benar.
Di sisa kesadarannya, tanpa aba-aba Alessia menggigit bibir Alby kuat lalu menghantamkan keningnya ke kening Alby hingga pria itu melepaskannya.
Alby menatapnya jengkel sambil mengusap pinggiran bibirnya yang berdarah.
Wanita ini benar-benar, ya! Sadar mau pun tidak sadar dia tetap wanita bar-bar.
"Kau!" Alby meraih wajah Alessia—tangan kasarnya menyentuh pipinya lembut, membuat Alessia mengeliat tidak nyaman. Nyaris, bibirnya hampir saja menyentuh bibir Alessia tapi perempuan itu lebih dulu memuntahkan isi perutnya pada kemeja Alby. Bahkan, muntahannya juga mengenai gaunnya sendiri. Dengan segala umpatan yang ada, Alby menyumpah serapah. Apalagi begitu tatapannya jatuh pada Alessia yang kembali berbaring—tertidur seperti orang tidak punya dosa.
Selesai membuka celana beserta kemejanya hingga hanya menyisakan celana bokser ketatnya saja, Alby bergegas mendekati Alessia yang sudah benar-benar tertidur pulas.
Bagaimana bisa wanita ini tidur setelah membuat kekacauan?
Alby menarik napas tajam lalu membuangnya perlahan. Mengulanginya beberapa kali sebelum kemudian membantu Alessia bangun, menurunkan resleting gaunnya dan melemparnya asal. Sialan! Dia membutuhkan pelepasan dan wanita ini dengan seenaknya menyiksanya!
Tatapan Alby terpusat pada Alessia dan seketika ia terpana. Jankunnya naik turun begitu matanya mengikuti leluk tubuh Alessia yang molek berisi. Bra merah menyala lengkap dengan celana dalam yang senada membungkus tubuh bagian Alessia yang berisi. Alby menelanjangi tubuh Alessia dengan matanya—menatapnya lapar.
Tampilan Alessia benar-benar menipu. Dari luar, Alessia tidak tampak seperti perempuan dewasa tapi jauh di dalamnya tubuh Alessia benar-benar matang.
Harus berapa kali lagi dia mengumpat untuk semua keindahan ini? Rasanya sangat menyiksa. Dia bisa melihat, bisa juga menyentuhnya tapi Alby tidak akan berani lebih dari itu. Dia tidak mungkin melampiaskan nafsu binatangnya pada perempuan mabuk, parahnya lagi, Alby yang dibuat mabuk kepayang dengan semua yang ada pada diri Alessia. Membuat bagian bawahnya berkedut menggila di bawah sana.
Helaan napas panjang Alby kembali terdengar. Sebanyak apa pun dia melakukannya, itu sama sekali tidak membantu. Dengan napas berat Alby menidurkan Alessia kembali, memperhatikannya sekali lagi dan kembali mengembuskan napas kemudian menyelimuti Alessia yang hanya mengenakan dalaman.
"Well, semua wanita harus tahu seberapa gentlenya aku." gumamnya berlalu ke kamar mandi dan tiga puluh menit setelahnya Alby baru kembali. Ia menatap Alessia sebentar lalu ikut berbaring di sampingnya. Sebelum benar-benar tidur, Alby meraih ponsel dan menyempatkan diri mengambil beberapa foto dengan Alessia lalu memeluknya hingga benar-benar terlelap.
Sementara itu, di ruang tengah apartemen basecamp Girls Knight, Keira berjalan mondar-mandir sambil menggumam tidak jelas, menggigiti ujung kukunya gelisah. Arabella sendiri hanya duduk diam sembari menyilangkan kakinya, menatap serius ponsel yang dia genggam.
"Ya, Tuhan ... Kau sukses membuat kami khawatir, Ale." desis Arabella menyugar rambut pirangnya ke belakang dengan mata terpejam. Gurat wajahnya terlihat lelah—tentu saja. Mereka baru akan pergi tidur sebelum menyadari bahwa Alessia tidak bersamanya.
Setelah sibuk meneleponya hingga mencarinya kembali ke kelab, mereka masih tidak dapat menemukan Alessia.
"Kenapa kau tidak coba melacaknya, Kei?"
Velove menatap Keira yang seketika berhenti saat menyadari sesuatu. Mereka selalu memakai kalung yang sudah di lengkapi alat pelacak. Dan, mengapa mereka bahkan tidak menyadarinya sedari awal?
"Kenapa kau tidak mengingatkan sedari awal, Vee! Menyebalkan." Keira menggerutu sembari mulai mengoperasikan ponselnya. Mencoba melacak keberadaan Alessia lewat aplikasi yang dia buat sendiri.
"Aku juga baru ingat." Velove mendengus. "Lagipula itu tugasmu. Seharusnya kau lebih antipati masalah seperti ini."
Keira mendelik, menatap Velove sinis. "Kita satu tim. Saling mengingatkan itu sebuah kewajiban. Juga, jangan lupakan bahwa aku masih manusia, lupa termasuk hal wajar." sanggahnya.
"Dan kau bahkan tidak sadar padahal sudah lewat satu jam lebih."
"Stop, it! Kita hanya perlu menemukan keberadaannya. Berhentilah bertingkah seperti anak bocah. Childish." sentakan Arabella seketika membuat mereka langsung bungkam.
Beberapa waktu berlalu.
Sepuluh detik...
Limabelas detik...
"I found it." gumamnya diiringi helaan napas lega.
***
Gumpalan gelap membawa kesadaran Alessia kembali pada kenyataan. Mimpi buruk. Mengapa tiba-tiba saja Alessia memimpikan bedebah sinting Albyazka menciumnya sepanjang malam? Dari tatapan lapar lengkap dengan umpatan seakan berdegung dan menyatu dalam kepingan gumpalan gelap yang baru saja hilang. Alessia membuka matanya secara perlahan. Dinding putih dan bau maskulin asing seketika menyapa indera penciumannya begitu kesadaran mulai mengambil alih. Kening Alessia mengernyit dalam, Ini bukan kamarnya.
Di mana ini?
Alessia memijat pelipisnya begitu pusing kembali mendera. Sepertinya, dia terlalu banyak minum semalam. Terlepas dari itu, Alessia mulai mencoba menginggat kepingan ingatan yang terjadi semalam; Perkumpulan Girls Knight, menari, hingga minum sampai mabuk. Selebihnya Alessia tidak mengingatnya. Alessia mencoba bergerak namun tertahan dengan sesuatu yang terasa berat di perutnya, lengkap dengan lengan kekar yang menjadi bantal Alessia.
Aneh.
Alessia mulai merasakan kejanggalan di sini. Apalagi ketika ia merasakan deru napas teratur yang menerpa tengkuk lehernya—membuatnya segera mengangkat wajah dan seketika mata birunya membola dengan bibir terbuka mendapati dirinya tertidur dengan seorang pria.
And wait...
Pria ini...
Gumpalan ingatan gelap itu menyentak kesadaran Alessia. Tanpa sadar ia berteriak hingga membuat pria itu terbangun dan terduduk dengan rasa terkejutnya. "Albyazka Stevano?!"
Pusing. Akibat bangun tergesa membuat darahnya seketika mengumpul tidak beraturan. Dengan bingung Alby mengernyit, menatap Alessia kesal.
Mengabaikan tatapan Alby, Alessia segera merunduk—mengintip dari balik selimut dan kembali memekik menyadari dirinya hanya mengenakan bra dan celana dalam saja.
What?
Bra dan celana dalam?!
Alessia beringsut mundur, menarik selimut guna menutupi tubuhnya sambil memelotot. Mata birunya berkilat marah, menatap Alby dengan tatapan horor. "Bedebah! Apa yang sudah kau lakukan padaku?!"
"Memang apa yang sudah kulakukan?" Alby balas menatap Alessia tajam. "Seharusnya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri!"
Sungguh ... Mengingat kejadian semalam hanya membuat Alby mati-matian menahan umpatan. Ah! Alby merasa frustrasi memikirkannya.
Alessia menelusuri ruangan dengan tatapan menilai. Hendak bicara namun kesulitan menemukan kata-kata yang pas.
Alby sendiri lebih memilih memijat kepalanya. Demi Tuhan, dia baru bisa benar-benar tidur dalam dua jam terakhir dan perempuan bar-bar ini sudah mengusiknya?!
"Apa ... Kita...." Alessia menggantungkan kalimatnya. Kembali merapatkan bibir ketika tidak kunjung menemukan kalimat yang pas— bingung bagaimana cara memperjelas semua ini.
"Bercinta?"
"Tidur bersama." ralat Alessia cepat.
Alby mengulas senyum—seringai nakal memenuhi wajah tampannya yang seksi khas bangun tidur. "Kau tidak ingat?"
Dan Alessia tidak berani menatap pria itu. Ia mengulum bibir, resah dan gelisah merebak dalam dirinya. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu membuatnya panas dingin. Tidak, Ale ... Kau masih menggunakan dalaman. Artinya, kalian tidak melakukan apa pun selain—shit!
Oke, mari lupakan apa pun itu.
Mengabaikan semua itu, Alessia kembali menelusuri ruangan. Mata birunya mencari-cari pakaiannya tapi tidak ada di mana pun. "Di mana pakaianku?"
Sebelah alis Alby naik. "Kau tidak tahu?"
Menoleh, Alessia memelotot tajam. "Jika aku tahu aku tidak akan bertanya, Bodoh!" sentaknya tidak habis pikir.
Alby tersenyum. "Kau sama sekali tidak mengingatnya?" seringai jahil masih memenuhi wajahnya begitu jemarinya meraih ujung selimut, berniat menariknya lepas tapi Alessia dengan cepat menendang-nendang kesal sambil berteriak marah padanya.
Tawa Alby mengudara mendengar itu. Akhirnya, setelah semalaman Alessia berhasil menyiksanya kali ini tidak ada salahnya ia membalas sedikit, kan? Menggoda perempuan itu adalah kesenangan lain yang tiba-tiba saja baru terpikirkan. Teriakan, umpatan serta kata-kata kasar Alessia terdengar lebih menyenangkan dari sekedar beradu argumen dengannya.
"Padahal, kau benar-benar menggairahkan semalam." bisik Alby membuat Alessia menggeram, menyentak selimut yang di pegang Alby hingga terlepas.
"Aku tidak peduli!"
Alby berdiri. Membuat bokser ketat yang di kenakannya terlihat jelas—memperlihatkan tonjolan otot di sepanjang garis pinggangnya. Sontak, Alessia memalingkan wajahnya. Tampak memerah meski objek utamanya bukanlah dirinya.
"Benarkah? Well, terserah. Tapi kurasa pakaianmu ... Ah, lebih tepatnya pakaian kita sudah tidak layak pakai mengingat bagaimana liarnya dirimu." Alby berkata serius, membuat Alessia mengulum bibir dan berusaha mengingat kembali. Sial! Dia tetap tidak ingat apa-apa.
"Lupakan apa pun yang terjadi. Semuanya. Tidak terkecuali."
"Kau pikir bisa semudah itu?"
Alessia mendelik kesal. "Sudah kukatakan aku tidak peduli, Bedebah! Berhenti membicarakan sesuatu yang bahkan aku saja tidak mengingatnya." teriaknya sembari melempar bantal yang berhasil Alby hindari.
"Alright ... Lupakan, ya, lupakan saja. Itu pun kalau kau bisa." kemudian Alby memasuki kamar mandi sambil bersiul riang. Menghindari amukan Alessia kalau-kalau wanita itu kembali beraksi.
Alessia menyugar rambutnya frustrasi, menggeleng tidak habis pikir.
Sekian dari banyaknya pria di New York mengapa dia harus berakhir dengan Albyazka Stevano?
Ciuman, belaian—'Tidak-tidak ... Apa pun itu, aku tidak harus mengingatnya.' Alessia bergumam dalam hati. Bergegas turun ketika matanya tidak sengaja melihat paper bag di sudut kamar, tepatnya di atas sofa panjang dekat jendela.
Alessia mengintipnya. Gaun, sepatu beserta dalaman. Alessia mengangkat satu alis. Dalaman? Memilih tidak peduli ia mulai melucuti pakaian dalamnya yang terasa lengket dan segera menggantinya dengan yang baru.
Selesai bersiap, Alessia meraih kotak sepatu dan menemukan sebuah sticky note yang tersalip di antara sepasang high heels perak di sana.
'Bukankah aku sangat pengertian, Darling? Kau beruntung menemukan pria sepertiku.'
Future husband.
Seketika Alessia meremas kertas itu menjadi bola kecil—melemparkannya tepat mengenai pintu kamar mandi tanpa melepaskan tatapan tajamnya dari pintu, seolah tatapannya dapat menembus pintu.
Beruntung katanya? Dan apa tadi ... Future husband? Yang benar saja!
"Kau menjijikkan, Stevano!" teriak Alessia sembari menghentakkan kakinya kesal. Memasang cepat sepatunya dan berlalu pergi meninggalkan Alby yang tertawa keras hingga menggema dalam kamar mandi.
"Well, mainan baru memang terasa menyenangkan."
BAB TUJUH ~ I Got you "Akhirnya kau kembali," seruan Keira terdengar begitu Alessia memasuki ruang tamu. Lalu, seluruh pandangan tertuju padanya.Alessia hanya mengulas senyum tanpa mengatakan apa-apa. Semua ini terjadi sangat tiba-tiba hingga Alessia belum dapat mencerna dengan baik. Pagi yang buruk.Arabella mengambil satu langkah maju. Mengulurkan tangan ke depan—menyentil kening Alessia. "Kau berhasil, Ale. Kau sukses membuat kami kalang kabut mencarimu!" geramnya.Alessia meringis kesakitan. Mata birunya menatap jengkel Arabella dengan kening berkerut. "Aku baru pulang dan kau sudah menyiksaku?" ia mengusap-usap keningnya. "Babe, segala hal tidak semudah yang terpikirkan.""Memangnya apa yang kami pikirkan?" sahutan Velove membuat Alessia memutar bola matanya."Kita semua tahu cara menjaga di
BAB DELAPAN ~ NegotiationAlby berjalan dengan langkah panjang menyusuri koridor kantor. Aura kewibawaannya sangat jelas terpancar dari garis wajah tegasnya. Kuat dan memesona. Beberapa pegawai menunduk hormat ketika Alby melewatinya. Sementara Alby hanya menanggapinya dengan anggukan singkat. Tanpa kata."Bagaimana perkembangan yang kuminta selidiki?"Jean yang berjalan di belakang Alby sempat terdiam. "Masih sama. Bahkan untuk mengorek tentang keluarganya pun sulit dijangkau.""Aku sudah bilang tiga hari. Kau tahu apa artinya?""Maaf, Sir. Tetapi Nona memang bukan orang biasa. Hal terkecil darinya hanya berupa foto juga sertifikat kelulusannya saja. Kami sulit mengidentifikasinya.""Ck! Dia benar-benar, ya...."Alby memasuki ruang kerjanya sesaat Jean membuka pintu, berjalan anggun menuju kursi kerjan
BAB SEMBILAN Knick-knack Beberapa hari kemudian... Alessia menyibukkan diri dengan tumpukkan berkas-berkas yang sudah ia susun untuk mendapatkan tanda tangan Alby. Selama hampir tiga hari ia menjadi sekretaris pria itu, Alessia benar-benar disibukkan dengan berbagai hal yang sempat ditinggalkan sekretaris lama dan itu cukup membuatnya kerepotan. Untung saja Alby sedikit pengertian untuk tidak merecokinya, meski hanya dua hari. Karena sejak kemarin Alby sudah mengganggunya, mulai dari berdebat hal kecil, mengajaknya bertengkar hingga mengungkit hal-hal tidak berguna lainnya. Sangat kekanakan. "Nona Alessia, Mr. Stevano meminta Anda menunggunya di basemant." Alessia mengangkat wajah begitu suara Jean terdengar. Pria itu mengulas senyum simpul, merunduk hormat padanya. Hal yang sebenarnya sudah sering Alessia keluhkan. Mereka ini kan sama-sama pekerja, lalu mengapa Jean selalu saja memperlakukannya seolah dirinya ini wakil d
BAB SEPULUH ~ ScandalMengejutkan! Albyazka Stevano tertangkap kamera berciuman dengan seorang wanita, yang sepertinya adalah kekasih yang selama ini dia sembunyikan.Berita menghebohkan datang dari pewaris Stevano internasional yang sekaligus menjadi sanggahan atas ketidaktarikannya terhadap wanita.Dilansir oleh florenzie media, Albyazka Stevano terlihat sedang mencium seorang wanita yang diduga merupakan kekasih yang selama ini disembunyikan. Seperti yang diketahui, publik selama ini dibuat bertanya-tanya mengenai kebenaran yang mengatakan bahwa dia seorang gay. Namun siang ini, salah satu Paparazi memergoki dirinya bersama seorang wanita. Potret dirinya dengan sang kekasih sekaligus menjawab opini-opini tidak benar yang menjadi simpang-siur dikalangan masyarakat.Setelah beberapa pekan Stevano menjadi tranding topic mengenai pesatnya S. Evael center yang baru-baru ini menjadikannya pr
BAB SEBELAS ~ Fierce Secretary?Stevano mansion, NYC, USA | 08:41 AMDi dalam sebuah kamar Alby tengah memperhatikan Alessia yang kini meringkuk di bawah selimut. Perempuan itu sama sekali tidak terganggu meski sudah berulang kali Alby mengusilinya. Senyum geli Alby memenuhi wajahnya, tersenyum tidak habis pikir.Mengapa menonton orang tidur tiba-tiba saja menjadi hal yang begitu menyenangkan?Dari beberapa keterangan yang Alby baca, Alessia adalah ratunya tidur. Sebelum ini dia hampir tidak percaya kalau data itu benar tapi begitu melihat sendiri dengan mata kepalanya kini Alby membenarkan keterangan itu. Katanya, selama tidak terkena cahaya dan berada di ruangan terbuka atau berada dalam kebisingan, selama itupula Alessia akan betah tidur dan terlelap layaknya orang mati. Begitu tenang dan damai.Tapi, semua itu bisa menjadi berkebalikan jikalau dia terb
BAB DUABELAS Why? Masih menjadi perbincangan, kekasih putra pertama keluarga Stevano ternyata merupakan sekertarisnya sendiri. Selain parasnya yang menawan juga kepintarannya, nama Alessia Mikhayla turut menjadi bahasan hangat mengenai statusnya yang tidak diketahui. Tidak banyak artikel yang memuat tentang dirinya juga kehidupan pri— sialan! Alessia mematikan radio dalam mobil ketika berita tentangnya masih tersiar dan menjadi sorotan publik. Belum lagi namanya yang turut dikenal banyak orang membuat ruang gerak Alessia semakin menipis. Dulunya, orang-orang yang tidak pernah memperhatikannya kini mendadak menjadi lebih perhatian. Mencari, menelusuri lama pencarian bahkan terang-terangan menggosip mengenai dirinya. Kehidupan yang seperti ini bukanlah yang Alessia inginkan. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian tetapi sekarang semua orang tengah gencar-gencarhya menaruh minat lebih mengenai berita sialan itu. Alessia mengepalkan kedua tangannya
BAB TIGABELAS ~I care you"Katakan,"Seruan Alby lantas membuat Jean sejanak menatapnya. "Direktur Lau group menunjuk nona Alessia menangani rancangan proyek kerjasama di Barcelona, Sir."Seketika Alby mengangkat wajah, menaikkan satu alisnya. "Alessia?" tanyanya memastikan.Jean mengangguk singkat. "Mr. Zavier Lau sendiri yang meminta untuk ini, Sir."Zavier lau...Alby mengulas senyum penuh arti tapi memilih untuk tidak berkomentar. "Bagaimana dengan Michael Lau?""Sejauh ini beliau belum mengatakan apa-apa. Kemungkinan besar Mr. Michael menyetujui karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa Mr. Zavier belum sepenuhnya lepas dari pemantauan ayahnya. Beliau mungkin akan angkat bicara kalau dia tidak setuju."Benar juga. Mereka bekerja sama sudah lebih dari lima tahun dan sel
BAB EMPATBELAS The intruder Keesokan harinya... Alessia bergerak malas di atas ranjang Queen sizenya—meraba-raba ponsel yang sedari tadi tidak berhenti berdering. Sial! Ini hari liburnya, siapa yang pagi-pagi mengganggu hari baiknya ini? Mata Alessia menyipit ketika layar ponselnya menyala, cahaya lembut itu menerpa wajahnya. Ia mengerjap pelan sambil menguap malas. Emily is calling... "Morning, Dokter cantik." sapa Alessia begitu panggilan terhubung. Menggulingkan tubuhnya ke samping seraya kembali menarik selimut dengan mata terpejam. Indahnya hari libur adalah ketika bisa bangun siang. Itu nikmat luar biasa bagi Alessia yang sudah terkenal dengan gelar ratu tidurnya. Terdengar suara dengusan geli di ujung sana sebelum suara Emily menjawab. "Siang, Ale. Kau tidak melihat pukul berapa sekarang, huh?" tanyanya dengan nada humor. Alessia membuka matanya malas, melirik jam weker di atas nakas kemudian tergelak. "O
Aloha kesayangan-kesayangan Mom Girls Knight 👐Gimana kabarnya semua? Semoga kita semua dalam keadaan sehat, ya.Aku kembali dengan membawa sedikit penjelasan juga berita terkait My Fierce Secretary, nih.Berita singkat ini mungkin sudah ada yang tahu, ya.Bisa menebak?Yuks, siap-siap ter-Alby-alby dan ter-Ale-Ale!Iyups. Jawabannya sudah jelas tertulis di judul— bahwasanya My Fierce Secretary akan segera tersedia dalam versi cetak.Yey! Ada yang nunggu?Oke, aku jelasin sedikit ya. Awal tahun 2021 kemarin saya mengikuti kontes di gmg writers dan berhasil menang di kategori Best editor choice. Alhamdulillah.Lalu, ada beberapa pembaca nge-DM saya pribadi di instagram setelah saya meng-unpublish My Fierce Secretary.* Ada yang bertanya
BAB LIMA LIMA Extra part 1 Dua minggu berlalu dari acara lamaran Alby di Vienna. Setelah malam itu, esok harinya mereka kembali ke New York dan memberitahu semua keluarga mengenai lamaran yang Alby lakukan. Alessia pikir ketika Alby meminta untuk mereka segera pulang ke New York adalah untuk memamerkan status barunya. Tetapi tanpa di sangka mereka berdua di minta untuk segera melangsungkan pernikahan karena Shevana sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari undangan, dekorasi juga tempat yang sudah reservasi. Tinggal 30% lagi untuk menuju sempurna. Tetapi.. Alessia melupakan sesuatu. Alessia belum mengatakan apapun pada keluarganya, tetapi undangan sudah menyebar di mana-mana. "Bagus sekali." Michael menatap mereka berdua bergantian. "Kau menikahi putriku, tapi aku bahkan tidak tahu sama sekali mengenai ini." Alby terse
BAB LIMA LIMA~EpilogAlessia kira, mencoba baik-baik saja tanpa melibatkan Alby dalam hidupnya akan terasa sama saja seperti ketika belum bertemu dengan pria itu. Tetapi nyatanya lain, makin hari Alessia semakin merasakan kerinduan yang mendalam setiap kali mengingat wajah Alby, sikapnya yang menyebalkan bahkan dengan semua kisah mereka yang kerap kali bertengkar. Alessia merindukannya, sangat.Alessia tersenyum dalam diam. Lagi-lagi hanya dengan kembali mengingat Alby, kenangan yang lalu-lalu serasa berputar dalam ingatannya. Membuatnya semakin terjebak dengan perasaan rindunya yang belum tersampaikan. Alessia membenci perasaan ini, perasaan di mana dirinya harus menahan diri untuk mengalah pada egonya.Demi Tuhan.. Ingin rasanya Alessia memukul kepala Alby dengan keras. Beraninya dia membiarkan dirinya berlibur sendirian bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Sebenarnya Alby benar-benar mencintainya seperti yang pria itu katakan atau malah dia
BAB LIMA EMPAT~She's my girl"Al.. Kau tidak ingin pulang?" tanya Elena memperhatikan Alby yang tengah serius dengan laptopnya. Elena mendengus panjang karena lagi-lagi dia di abaikan. Sudah dua hari Alby berdiam diri di kediaman Stevano sambil menatapi laptopnya terus-menerus. Entah apa yang sebenarnya pria itu lakukan.Elena lalu bangkit mendekati Alby dan berusaha mengintip layar laptopnya yang menyala, namun Alby lebih dulu menutupnya sambil menatap tajam Elena di sampingnya. "Berhenti mengusikku, Elena. Kau tidak akan suka kalau aku marah padamu."Elena mencebik malas, "Kau seperti pengangguran, Al. Diam di kamar dengan memainkan laptopmu. Apa kau sebegitu frustrasi memikirkan Alessia?" tanya Elena membuat Alby berdecak."Jangan sebut namanya. Lebih baik kau keluar, El." usir Alby yang tidak Elena hiraukan. Wanita itu malah bersandar padanya dan menarik paksa laptop Alby darinya. Ketika Elena berhasil melihat isi layar laptop Alby, Elena langsung ber
BAB LIMA TIGA~What is love is always fun?The Ritz-Carlton, Austria, Eropa. AT 06 : 35 PM.Alessia melemparkan dirinya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamar penginapannya yang akan ia tempati untuk satu minggu kedepan. Setelah menyetujui keinginan Alessia untuk berlibur, Michael lalu mengatur jadwal penerbangan Alessia pagi harinya ketika menyadari dalam beberapa hari salju pertama akan turun menyambut Natal dan tahun baru.Alessia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Ia lelah berusaha kuat menahan nyeri dalam hatinya menyadari Alby benar-benar memberi jarak antara mereka. Pria itu bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Menyebalkan, tetapi Alessia juga sadar diri.Sejak semalam juga Zavier terus menerus menggodanya karena ia datang sendiri tanpa Alby dan meminta liburan secara dadakan. Alessia tentu tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Zavier padanya dan malah mengusirnya. Alessia bukan bermaksud menghindar dari masalah. Ia hanya
BAB LIMA DUA~Need a pauseUsai menghentikan perkelahian antara Alby dan Rey, kini Alessia ikut bergabung bersama mereka di sana. Suasana semakin terasa menyesakkan dengan beberapa pasang mata yang masih menatap Rey."Maaf.. Aku kemari bukan untuk membela Rey, tetapi aku merasa perlu memperbaiki ini juga." Alessia menghela napas panjang, "Rey, dia melakukan itu karenaku, sebab itu aku turut meminta maaf pada kalian terlebih, padamu Elena." ucap Alessia menatap mereka bergantian. Tampak gugup."Meski saya melakukannya karena Alessia, tapi Alessia tidak tahu apa-apa tentang ini. Ini murni kesalahanku." imbuh Rey membuat Alessia menatapnya lama.Senyum itu, Alessia akhirnya bisa melihat sedikit kemajuan pada diri Rey. Pria pertamanya sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alby. Lalu, pandangan Alessia jatuh pada Emily yang berada di samping Rey, menatapnya dengan senyuman.Ah, bukan hanya perubahan sikap saja, ternyata Rey mulai bisa melihat ke arah Emily
BAB LIMA SATU~RecognitionAlessia duduk di kursi gereja sambil menutup matanya dan berdoa. Semua hal yang telah terjadi padanya, Alessia sebisa mungkin menerima kenyataan itu sebagai sebuah kisah perjalanan hidupnya yang penuh dengan ambisi. Alessia berharap setelah ini tidak akan ada lagi masalah berat yang mengharuskan orang lain mati karenanya lagi. Tidak Veron atau pun Vegan.Semoga kebahagiaan lekas menghamipirnya.Di lain tempat, Rey membulatkan tekad untuk memperbaiki kekacauan yang sempat ia perbuat. Selain pada Alessia dan juga Emily, Rey juga merasa ia perlu menemui seseorang lebih dulu.Rey sudah berjanji akan berubah menjadi lebih baik. Dengan bantuan Emily, perlahan keadaan juga perasaannya mulai membaik dan Rey sudah mulai menerima kenyataan bahwa yang Alessia inginkan bukanlah dirinya. Dan apa yang sempat Alessia katakan ketika itu memang benar.Ketika kau mencintai seseorang, seharusnya kau bisa menghargai pilihannya dan menurunkan
BAB LIMA PULUH Call me baby Alessia duduk lesehan di taman rumah sakit dengan Alby yang menidurkan kepalanya di pangkuan Alessia. Matahari sedang tenggelam, hingga langit di sana mulai berubah warna. Hangat, nyaman sekaligus menenangkan. Rasanya, sungguh menyenangkan. Apalagi saat ini mereka sedang bersantai ria. Menikmati kebersamaan setelah berhasil melewati badai yang cukup panjang, yang cukup menegangkan. Tanpa Alessia sadari, Alby sejak tadi terus menatapnya, mengagumi bagaiamana ketika ia memejamkan mata dan tenggelam dalam lamun nya sendiri. Alessia menikmati semua ini. Setelah smuayang terjadi dan serangakaian kejadian yang membawanya sampai di titik ini, Alessia merasa dia mulai menyadari penting hadirnya Alby do hidupnya. Lelaki yang bersedia turun tangan untuk meneyelamatkannya. Lelaki yang mau mengorbankan diri untuknya. Ah, ternyata rasanya di cintai semenyenangkan ini ya? Alessia baru paham dan sadar kalau itu indah. Kesunyian di
BAB EMPAT SEMBILAN~Better late than nothing at all"Dokter tidak mengizinkanku banyak bergerak, Ale. Aaa.." ucap Alby membuka mulutnya ketika Alessia menyuruhnya makan. Melihat sikap Alby yang manja, membuat Alessia mendengus geli sebelum mneyendokkan makanan ke arahnya."Yang sakit perutmu, tapi kau seolah sakit seluruh badan saja." balas Alessia mencibir. Kembali menyuapi Alby yang dengan senang hati menerima suapannya."Aku Ingin pulang, bagaimana kalau kita kembali ke New York nanti malam?"Alessia tidak menjawab dan malah memanggil perawat, Alby lalu menutup bibir Alessia dengan tangan besarnya sambil tersenyum. "Kau ini.. Seharusnya kau mendukungku, Darling.""Makan saja minta di suapi, sok-sok'an ingin kabur. Istirahat yang benar, setelah pulih baru kita pulang." balas Alessia membereskan peralatan makan Alby ketika makanannya sudah habis.Alby dengan tiba-tiba meraih tangan Alessia hingga jatuh di kasurnya. Meletakkan kepalanya di pu