BAB LIMA ~ I want you!
"Dia tidak datang?" terselip nada geli dari suara Alby. Pria itu sudah memperhitungkan dengan baik dan tentu saja kemungkinan semacam ini sudah tidak lagi mengejutkannya.
Jean mengangkat wajah, melirik jam yang melingkar di tangannya lalu menjawab lugas. "Sepertinya tidak, Sir."
Alby mengendik acuh. Sangat tahu perempuan keras kepala seperti Alessia Mikhayla bukanlah sesuatu yang akan mudah menuruti perintahnya. Pihak perusahaan sudah menginformasikan padanya bahwa dia sudah bisa mulai bekerja tapi tanggapan perempuan itu di luar nalar.
Alessia membalas pesan perusahaan, tapi bukan untuk mengucapkan terima kasih, yang ada hanyalah serentetan umpatan yang dia titipkan untuknya. Memang benar-benar sesuatu. Mengingat itu, Alby tidak bisa untuk menahan senyumnya.
Bagaimana mungkin sebuah umpatan malah membuatnya begitu menarik perhatian Alby? Lucu sekali.
"Saya akan mengatur perundingan dalam satu jam ke depan. Mohon untuk memilih beberapa yang sudah kami seleksi, Sir."
Suara Jean melunturkan senyum Alby. Pria itu mengalihkan pandangannya dari berkas di meja, untuk memberi peringatan Jean melalui tatapannya. "Apa katamu?"
Jean makin menundukkan kepala. "Maafkan kelancangan saya, Sir."
"I want him. There will be no other election if it is not him." ketegasan Alby membuat Jean seakan takut bernapas. Takut kalau-kalau suara napasnya membuat Alby marah. Tatapan dingin Alby masih terpasang apik di kedua matanya, melekat menyatu dengan wajahnya yang datar. "Kau sudah mendapat yang kuminta?"
Untungnya, Alby mengalihkan pembicaraan. Meski begitu, rasanya pertanyaan seputar perempuan bernama Alessia Mikhayla masih menjadi pusat perhatian Albyazka. Sejak dua hari kepergian Alessia dari gedung Stevano, nama perempuan itu masih berada dalam urutan teratas dari prioritas Alby—menemukan fakta sekaligus informasi seputar dirinya.
Jean menggeleng pelan sebagai jawaban. "Saya dan Mr. Hywell beberapa kali berkomunikasi perihal yang sama. Kami masih merundingkan, tapi sampai saat ini belum juga mendapatkannya. He's not an ordinary person."
See? Jean bahkan sudah menyadarinya. Alessia Mikhayla benar-benar seorang yang sulit di jangkau. Data dirinya hanya berisikan nama, tempat tinggal dan juga sertifikat kelulusannya. Selebihnya kosong. Hanya ada beberapa gambar foto yang berhasil ditemukan dalam akun I*******m temannya.
Sejujurnya, Alby juga belum mendapat jawaban atas rasa ingin tahunya sendiri. Mengapa seorang wanita saat ini menjadi hal menarik baginya? Bertahan-tahun bahkan hampir seumur hidupnya Alby tidak pernah mau tahu dan dia tidak akan peduli mengenai perempuan selain keluarganya, namun saat ini nama Alessia menjadi perempuan pertama yang berhasil mengoyak keingintahuannya.
Who he really is?
Alby mengetukkan jemarinya ke meja, tatapannya menyala. Penuh ketekad-an nyata yang kontras dengan garis wajah tegasnya. "Dapatkan dia, aku tidak peduli dengan cara apa. Aku hanya ingin dia," nada suara itu mengalun penuh perhitungan, penuh janji di dalamnya.
"I get it, Sir." jawab Jean patuh sebelum kemudian menunduk sedikit dan beranjak pergi.
Memang kenapa kalau dia sulit ditemukan? Bukankah ini akan lebih menarik? Persetan dengan omong kosong soal obsesi semata karena yang terpenting saat ini adalah membawa Alessia berada dalam genggamannya.
Well, dia Stevano. Tidak akan ada sesuatu yang tidak bisa ia dapatkan.
"Akan kupastikan kau datang padaku, Alessia." gumamnya sembari menatap luar jendela.
***
Dentuman musik mengiringi pembicaraan Girls Knight yang tengah saling menyesap anggur putihnya. Mereka saling bertukar cerita, bahasan yang menarik serta membicarakan perihal kehidupan pribadi masing-masing. Minus Alessia. Perempuan itu sedari tadi hanya diam sembari sesekali menyahut tanpa minat. Terlihat ogah-ogahan.
"Apa yang mengganggumu, Ale? Wajahmu benar-benar jelek," Arabella mencibir, perempuan itu menyenggol lengan Alessia pelan tapi yang dia dapatkan hanya gelengan malas.
Tawa Keira mengudara. Wajahnya berbinar geli sementara tatapannya penuh ejekan. "Apalagi jika bukan ditolak? Itu karma karena kau terlalu sombong sebelumnya." ejeknya sambil menyesap isi gelasnya nikmat.
Lain dengan cibiran mau pun ejekan dua temannya, Velove menyahut dengan nada pengertiannya. "Perusahaan bukan hanya dia saja, abaikan mereka." katanya dengan bijak.
Setidaknya, perkataan Velove meringankan beban Alessia. Setelah pergi dari gedung Stevano waktu itu, nyaris hampir tiga perusahaan tempat ia melamar kerja terus menolaknya. Alasannya bukan main-main: karyawan bermasalah. Itu adalah perbuatan Stevano sialan itu. Dengan dalih memberinya kesan buruk pada perusahaan-perusahaan besar yang lain, Alessia tahu satu tujuan semua ini. Alby ingin dia kembali, menemui pria itu lagi untuk melanggar kedua kali janjinya sendiri.
Menyebalkan. Siapa dia hingga bisa seenaknya padanya?!
Alih-alih mengutarakan kekesalanya pada yang lain, Alessia memilih membalas ejekan Keira beberapa saat lalu. "Ralat, Aku? Di tolak? Jangan mengada-ada. Yang benar itu aku menolaknya." dengus Alessia mengalihkan pandangan. Seketika, tatapannya terpaku pada lantai dansa.
'Well, sepertinya aku butuh hiburan.' Alessia menggumam dalam hati. Tampak menimang.
Kekehan sinis Keira kembali mengalihkan atensi Alessia. "Kau bercanda? Wajahmu tidak menunjukan seperti kau baru saja menolak sebuah perusahaan besar."
Karena bedebah itu memberiku masalah. Alih-alih mengatakan itu, Alessia menjawab tidak minat. "Aku memang menolaknya, Kei." dengan sekali tegukan Alessia menenggak habis isi gelasnya. Ia mengulas seyum kecut. "Ingat pria bedebah yang pernah kuceritakan?"
Sontak, pandangan ingin tahu, penasaran, sekaligus wajah mengingat-ingat itu memenuhi mereka. Alessia memang menceritakan kejadian nahasnya ketika di depan Cafetaria kepada Girls Knight, mungkin tepatnya malam setelah Alessia baru saja menolak kerja sama dengan Stevano.
"Kau bertemu dengannya?" Velove menatapnya lekat, ingin tahu lebih rinci.
Alessia mengangguk enggan. Kembali menyesap anggurnya kemudian menjawab, "lebih tepatnya dia calon bosku. Pria yang sempat kalian bicarakan saat terakhir kali kita berkumpul disini."
"Seriously?"
"Albyazka Stevano?" Keira dan Arabella menyahut berbarengan.
Alessia mengangguk lagi. Ujung telujukknya memainkan pinggiran gelas. "Dialah orangnya," katanya pelan.
"Aku bahkan lupa kalau kartu nama yang kurekomendasikan padamu adalah dia. Bukankah ini seperti takdir?" tawa geli memenuhi meja begitu Alessia menunjukkan wajah seolah ingin muntah. "Dia mencuri ciuman darimu, dan kau melamar pekerjaan padanya. Terdengar seperti skenario drama." kekehnya.
"Lagipula, dia tampan, Ale. Selain itu dia juga kaya dan pastinya mampu memenuhi kebutuhan sosialitamu." imbuh Keira. Membuat Alessia seketika mengangga di tempatnya. Terkejut dengan pemikiran laknat Keira sekaligus tidak percaya dengan reaksi mereka yang tampak setuju dengan usulan gila itu.
"Takdir? Bullshit!" Alessia mendengus, menenggak habis minumannya. "Meski benar dia kaya, aku tidak akan mau dengan pria arogan sepertinya!" katanya dengan wajah sebal.
Sebelah alis Keira naik. "Itu sumpah?"
Tanpa pikir panjang Alessia mengangguk mantap. "Ya,"
"Bagaimana jika kau melanggar sumpahmu?" kali ini Arabella yang bertanya. Tatapan perempuan itu tampak menghinanya, seolah mengatakan dia tidak akan mampu menolak pesona Albyazka.
Cih, memang sehebat apa pria itu?
"Tidak akan." jawab Alessia lugas, nada suaranya terdengar santai dan tenang.
"Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, Ale." perkataan Velove seketika membuat Alessia mendesah lelah. Velove merunduk di samping telinganya. "Berani taruhan?" bisiknya lambat-lambat.
Keduanya saling menatap begitu Velove menjauhkan wajahnya. Lalu, ia menatap satu persatu temannya kemudian membuat kesepakatan yang mungkin saja akan dia sesali. "Alright. Jika aku melanggar sumpahku, kalian bebas memilih koleksi langkaku."
Seketika meja mereka riuh. Seorang Alessia si kolektor barang branded langka melelangnya untuk sebuah taruhan?
"Really?!" pekik Keira dan Arabella bersamaan.
Alessia mengendikkan bahu. "But, not my hermes birkin."
"Seriously, Ale? Kau yakin tidak akan berubah pikiran? Karena aku tidak akan mengasihimu." kata Arabella semangat.
"Sure."
Dan satu jawaban itu kembali mendapat sorakan antusias dari yang lain.
Tatapan bertanya Velove masih memenuhi wajahnya, mengamati Alessia lekat-lekat. Alessia seorang yang gemar memburu koleksi langka. Bahkan rela menguras isi kartu-kartunya hanya untuk mengoleksi barang tersebut. Dan sekarang, dia bahkan berniat menjadikannya barang taruhan?
"Oke, kita lihat sejauh mana kau bisa menghindarinya." Velove menarik senyum kecil, menatap Alessia tertarik. "Tiffany and Co deco two—hand timepiece. Aku akan merampasnya darimu saat waktunya tiba."
Dengusan tidak minat Alessia membuat yang lain kian melebarkan senyum. "Percaya diri sekali." cibirnya.
"Kita lihat saja," Keira menyahut dengan percaya diri. "Aku ingin stuart weitzman cinderellamu, Babe. I want it." katanya sambil menyeringai.
Lalu, seluruh pandangan jatuh pada Arabella. Ia menyentuh dagunya seolah berpikir. "Aku? Umm ... Yang mudah saja. Leiber procious rosemu. Aku sudah mengincarnya sejak lama." tambah Arabella menyunggingkan senyum culas. Seolah benar-benar menantikannya.
Ugh... "Sialan! Semuanya brand tersohorku! Aku tidak mau!"
"Kau takut, Ale?" kekeh Keira.
Alessia mencebik. "Kau bercanda? Mana mungkin!"
"Oke, Itu artinya kau setuju."
Alessia menggeram. Tidak bisa mengelak di saat ia sendiri yang menawarkan kesepakatan bodohnya. Alessia mengembuskan napas frustrasi sambil menghabiskan minumannya. "Well ... Jika begitu aku menginginkan kisaran harga yang sama."
"Katakan saja." tukas Arabella santai.
Senyum culas menghiasi wajahnya. "Lykan hypersport hitam metalik dengan plat namaku." katanya dengan seringai lebar di bibir, seakan sama-sama tengah menantikan. "Ini sepadan,"
"Bagian mana yang sepadan?!" Arabella memekik kesal. "Total tiga barangmu paling-paling hanya bisa dapat lamborghini biasa."
Alessia menatap mereka tidak mau tahu. Menggelengkan kepalanya seakan dia tidak menerima tawar-menawar. "Kalian yang menantangku, Girls. Come on, kalian bukan orang miskin. Jangan menampilkan wajah seolah kalian tidak mampu."
"Terlalu mahal, Ale!" protes Arabella.
Alessia menarik bibir, tersenyum miring. "Kau tidak semiskin itu, Ara. Lagipula, itu harga yang setimpal dengan sosialitaku. Tidak ada tawar menawar. Jika kalian setuju, kita bisa deal saat ini."
Mereka saling bertukar pandang seolah berdiskusi hanya dengan bahasa mata. Beberapa saat setelahnya Velove mengulurkan tangannya yang langsung di sambut baik oleh Alessia. Manik mata mereka bertemu—saling melempar seringaian sebelum akhirnya menyahut bersamaan.
"Deal."
Di lain tempat...
Sepasang mata tajam tengah menatap mereka dari lantai atas. Ruang khusus di sana lebih di dominasi dinding kaca gelap hingga mereka bisa dengan leluasa melihat keadaan di lantai bawah tanpa harus terlihat dari luar.
Seringai di bibir pria itu makin menjadi sesaat melihat perempuan yang sedari tadi mencuri perhatiannya mulai menyatu dengan yang lain di lantai dansa—menari mengikuti irama musik sembari meneguk botol minuman yang dia bawa. Sekilas, dia nampak seperti remaja labil yang baru saja putus cinta.
Lekukan tubuhnya makin terlihat kala gaun merah ketat dengan tali spaghetti yang membungkus tubuhnya terus bergerak naik begitu tariannya menyamakan musik. Menghentak kesana kemari seolah menggodanya. Membuat pria itu tanpa sadar menelan ludah.
"Siapa dia? Sedari tadi pandanganmu tak lepas darinya." pertanyaan Keenan Maxfield menyadarkan Alby. Pria dengan wajah Casanova yang sangat kentara itu dengan sadar mengerti arti tatapan Alby. Tatapan tertarik.
Well, dia sudah sangat paham dengan tatapan semacam itu. Mudah baginya mengenali setiap arti tatapan seseorang hanya dengan menatap matanya.
Alih-alih menjawab, Alby malah terkekeh geli sebelum menyebutkan sesuatu. "Kalian pernah bertanya siapa wanita yang mampu membuatku mengambil tindakan, bukan?" Alby memberi jeda, menarik senyum kecil. "Dialah orangnya. Alessia Mikhayla."
"Jadi, dia wanita yang kau cari?" Logan Hywell tersedak—terlihat sangat tertarik apalagi, setelahnya ia sudah memusatkan pandangannya keluar jendela, menyipitkan mata—memperhatikan Alessia lekat-lekat. "Yang mana?" tanyanya.
"Gaun merah dengan botol minuman di tangannya." Alby menjawab santai. Tatapannya masih terpaku pada Alessia yang sepertinya mulai mabuk di bawah sana.
"Akhirnya aku bisa memastikan kalau dia benar orang Amerika." Logan bernapas lega. Tersenyum jengkel begitu kembali memperhatikan Alessia di bawah sana. "Aku hampir gila mencari data tentangnya." keluhnya.
Seakan teringat sesuatu, Alby menoleh kearahnya. "Kau masih belum mendapatkannya?"
"Kau pikir semudah itu?" Logan mendesah panjang. "Sedikit lagi, aku hanya perlu menembus server keamanannya."
"Aku memberimu waktu tiga hari."
"Dua hari saja belum berakhir," Logan berdecak malas, membuat Keenan lantas tertawa.
"Kau akan kesulitan menghadapi seorang yang sudah terlalu lama sendiri. Kolot. Pikirannya hanya akan tertuju pada satu wanita saja. Sangat kuno." cibirnya menatap Alby penuh ejekan.
Logan tergelak. "Jangan samakan dia denganmu, Ken." ia menyeringai lebar. "Pria hampir sempurna sepertinya tidak memiliki sikap playboy sepertimu. Iya, kan?" sahutnya dengan senyum geli di wajah.
Alby sendiri hanya mendengus. Tidak berniat meralat, atau pun menanggapi. Ia lebih memilih menyesap vodkanya nikmat sembari terus menatap Alessia di kejauhan. Tarian sekaligus tawa lepasnya sejenak membuat Alby tanpa sadar menahan napas. Sialan seksi! Alessia dua kali lipat lebih seksi dengan gerakan sensualnya, rambutnya bergoyang mengikuti irama tubuh bahkan, tidak hanya sekali dua kali belahan dadanya nampak jelas ketika dia melompat semangat sesuai musik.
Alessia Mikhayla benar-benar godaan.
Limabelas detik.
Duapuluh detik.
Suasana makin memanas. Cibiran serta ejekan saling bersahutan yang datangnya masih berasal dari teman-teman laknatnya. Sayangnya, Alby sama sekali tidak peduli. Terserah. Ada yang lebih menarik perhatiannya ketimbang meladeni ledekan mereka.
Alby hanya ingin dia. Perempuan yang sanggup membuatnya merasa tertarik untuk pertama kali.
"Kau menyukainya atau hanya sekedar penasaran dengannya?"
Sontak, pertanyaan yang dilontarkan Axelle Wynne mampu membungkam suasana yang tadinya penuh ejekan seketika hening. Pria dingin yang sedari tadi hanya berperan sebagai pendengar baik itu menatap Alby datar. Penuh keseriusan.
Alby menoleh ke samping di mana Axelle tengah menatapnya lekat-lekat. Menyukai? Kata itu terlalu baru hanya untuk sebuah rasa ketertarikan. Alby kembali beralih pada Alessia, menatapnya dengan mencari jawaban pertanyaan Axelle barusan.
Menyukainya? tidak mungkin. Alby bergumam dalam hati. Menggeleng pelan sembari menyesap minumannya nikmat.
Atau hanya penasaran? Alby kembali menggumamkan perkataan Axelle dalam diam.
Alby tidak tahu. Hanya saja ... Setelah pertemuan mereka, Alby dapat merasakan sesuatu yang berbeda. Alby belum memahaminya. Lebih tepatnya tidak memahami perasaannya dengan benar karena perasaan semacam itu belum pernah ia rasakan. Dan, untuk pertama kalinya hanya Alessia perempuan yang mampu membuatnya merasa demikian.
Kendati begitu, Alby rasa semua ini bukanlah sesuatu yang spesial.
"Well, kurasa hanya penasaran." jawab Alby sekian lama. Membuat Keenan mengangkat satu alisnya namun dia tidak mangatakan apa-apa.
"Kurasa?" ulang Axelle menatap Alby mencemoh.
"Jangan menatapku demikian. Dia tidak seistimewa itu." protes Alby membuat mereka kembali terkekeh geli.
"Axe tidak berkata dia istimewa, Al. Atau, sebenarnya kau sudah menempatkannya dalam daftar orang istimewamu?" sahut Logan menyeringai —menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Dia tidak seberharga itu,"
"Tapi kenyataannya kau penasaran tentangnya." cibir Keenan membuat Alby mendengus—berdiri dari duduknya sesaat matanya tidak sengaja melihat beberapa pria mulai bergerak mendekati kerumunan Alessia dan temannya yang sudah mabuk.
"It is none of your business,"
Setelahnya Alby melangkah keluar ruangan. Berjalan penuh kharisma menuju lantai bawah. Matanya bergerak menelusuri lantai dansa, mencari Alessia yang sedari tadi tidak lepas dari jangkauan matanya—membuatnya terus mencari tahu kebenaran yang sama sekali tidak ia pahami.
Alby melangkah mendekat setelah melihat Alessia berusaha menyingkirkan tangan-tangan nakal yang berusaha merayunya. Geraman rendah Alby menyatu bersamaan dengan irama musik, dan secepat kilat meraih Alessia lalu mendekapnya posesif—membuat pria-pria itu menyingkir dengan sendirinya.
"Menyingkir! Jangan sembarang menyentuhku!" Alessia mengerang sembari berusaha menyentak lengan Alby. Sayangnya, pelukan Alby padanya terlalu kuat hingga akhirnya membuat Alessia mengangkat wajah, menatapnya dengan mata menyipit.
"Who are you?"
Alby menggeleng pelan. Ternyata Alessia sudah sangat mabuk hingga tidak mengenalinya. Ah, Alby melupakan sesuatu. Jika Alessia masih sadar, sudah pasti perempuan dipelukannya ini sudah memilih melayangkan tangannya atau paling tidak, memberinya tendangan. Seperti yang sudah-sudah.
"Kau tidak ingat?"
Alessia menggeleng, mengangkat sebelah tangan membingkai wajah Alby—mulai menyentuh setiap inci wajahnya dengan gerakan lambat. "Hidungmu sangat runcing." komentar Alessia, mulai bergerak turun lalu, berhenti tepat pada bibir merah tipis miliknya dan membelainya lembut. "Apa rasanya manis?"
Alby menahan senyum. "Kau ingin mencobanya?" tawar Alby kemudian memangut bibir Alessia tanpa persetujuan. Membelai, melumat, bahkan sesekali memberi gigitan kecil di sana—merayunya hingga tanpa sadar Alessia mengerang dan menerima Alby sepenuhnya.
Senyum kemenangan menghiasi wajah Alby, lidahnya makin melingsek masuk lebih dalam, ia tidak menyia-nyiakan waktu begitu lidahnya menemukan lidah Alessia dan mereka saling membelit, bertukar saliva hingga rasanya, Alby tidak puas hanya dengan satu ciuman saja.
Alessia melepaskan diri ketika merasakan udara dalam paru-parunya menipis. Napasnya tersenggal. Alessia menarik napas seraya menyetabilakan desiran aneh dalam dirinya. Ciuman panas yang mengairahkan hingga membuatnya terengah.
"Bagaimana rasanya?"
Alby menatap mata sayu Alessia, mencari-cari kebenaran di sana. Sayangnya, jawaban Alessia setelahnya mampu membuat Alby terpengarah. "Tidak buruk."
Tidak buruk katanya?
Well, Kalimat itu sedikit menyentil egonya.
Kemudian Alby kembali mencium Alessia lama, lembut, penuh penekanan dan gairah yang mulai mengebu di tengah kerumunan. Manis. Teramat manis hingga membuat Alby hampir kehilangan kontrol diri. Alby menempelkan kening mereka sambil menatap Alessia lama, matanya menggelap—penuh gairah.
"Aku menginginkanmu,"
BAB ENAM ~ Chaos at the bar"Want, me?""You hear me well,"Senyum nakal Alessia tersungging begitu suara rendah Alby terdengar. Ia bergelayut manja di lengan Alby dengan satu tangannya yang lain mulai menyentuh dada bidangnya yang lebar, mengusapnya dengan lembut dan perlahan. Membelainya dengan gerakan menggoda."Memohonlah...."Sebelah alis Alby naik, menatapnya bertanya. "Sorry?"Alessia terkekeh merdu. Melepaskan lengan Alby darinya dan mulai berjalan menjauh dari kerumunan dengan langkah terseok. Kepalanya berdenyut, pusing memenuhi dirinya. Kemudian Alessia kembali ke kursi yang sempat di tempatinya beberapa saat yang lalu, melipat tangannya ke atas meja lalu menidurkan kepalanya di sana.Diam-diam, Alby membuntutinya. Ia duduk di samping Alessia dan berniat meraih perempuan itu lagi hingga Alessia ter
BAB TUJUH ~ I Got you "Akhirnya kau kembali," seruan Keira terdengar begitu Alessia memasuki ruang tamu. Lalu, seluruh pandangan tertuju padanya.Alessia hanya mengulas senyum tanpa mengatakan apa-apa. Semua ini terjadi sangat tiba-tiba hingga Alessia belum dapat mencerna dengan baik. Pagi yang buruk.Arabella mengambil satu langkah maju. Mengulurkan tangan ke depan—menyentil kening Alessia. "Kau berhasil, Ale. Kau sukses membuat kami kalang kabut mencarimu!" geramnya.Alessia meringis kesakitan. Mata birunya menatap jengkel Arabella dengan kening berkerut. "Aku baru pulang dan kau sudah menyiksaku?" ia mengusap-usap keningnya. "Babe, segala hal tidak semudah yang terpikirkan.""Memangnya apa yang kami pikirkan?" sahutan Velove membuat Alessia memutar bola matanya."Kita semua tahu cara menjaga di
BAB DELAPAN ~ NegotiationAlby berjalan dengan langkah panjang menyusuri koridor kantor. Aura kewibawaannya sangat jelas terpancar dari garis wajah tegasnya. Kuat dan memesona. Beberapa pegawai menunduk hormat ketika Alby melewatinya. Sementara Alby hanya menanggapinya dengan anggukan singkat. Tanpa kata."Bagaimana perkembangan yang kuminta selidiki?"Jean yang berjalan di belakang Alby sempat terdiam. "Masih sama. Bahkan untuk mengorek tentang keluarganya pun sulit dijangkau.""Aku sudah bilang tiga hari. Kau tahu apa artinya?""Maaf, Sir. Tetapi Nona memang bukan orang biasa. Hal terkecil darinya hanya berupa foto juga sertifikat kelulusannya saja. Kami sulit mengidentifikasinya.""Ck! Dia benar-benar, ya...."Alby memasuki ruang kerjanya sesaat Jean membuka pintu, berjalan anggun menuju kursi kerjan
BAB SEMBILAN Knick-knack Beberapa hari kemudian... Alessia menyibukkan diri dengan tumpukkan berkas-berkas yang sudah ia susun untuk mendapatkan tanda tangan Alby. Selama hampir tiga hari ia menjadi sekretaris pria itu, Alessia benar-benar disibukkan dengan berbagai hal yang sempat ditinggalkan sekretaris lama dan itu cukup membuatnya kerepotan. Untung saja Alby sedikit pengertian untuk tidak merecokinya, meski hanya dua hari. Karena sejak kemarin Alby sudah mengganggunya, mulai dari berdebat hal kecil, mengajaknya bertengkar hingga mengungkit hal-hal tidak berguna lainnya. Sangat kekanakan. "Nona Alessia, Mr. Stevano meminta Anda menunggunya di basemant." Alessia mengangkat wajah begitu suara Jean terdengar. Pria itu mengulas senyum simpul, merunduk hormat padanya. Hal yang sebenarnya sudah sering Alessia keluhkan. Mereka ini kan sama-sama pekerja, lalu mengapa Jean selalu saja memperlakukannya seolah dirinya ini wakil d
BAB SEPULUH ~ ScandalMengejutkan! Albyazka Stevano tertangkap kamera berciuman dengan seorang wanita, yang sepertinya adalah kekasih yang selama ini dia sembunyikan.Berita menghebohkan datang dari pewaris Stevano internasional yang sekaligus menjadi sanggahan atas ketidaktarikannya terhadap wanita.Dilansir oleh florenzie media, Albyazka Stevano terlihat sedang mencium seorang wanita yang diduga merupakan kekasih yang selama ini disembunyikan. Seperti yang diketahui, publik selama ini dibuat bertanya-tanya mengenai kebenaran yang mengatakan bahwa dia seorang gay. Namun siang ini, salah satu Paparazi memergoki dirinya bersama seorang wanita. Potret dirinya dengan sang kekasih sekaligus menjawab opini-opini tidak benar yang menjadi simpang-siur dikalangan masyarakat.Setelah beberapa pekan Stevano menjadi tranding topic mengenai pesatnya S. Evael center yang baru-baru ini menjadikannya pr
BAB SEBELAS ~ Fierce Secretary?Stevano mansion, NYC, USA | 08:41 AMDi dalam sebuah kamar Alby tengah memperhatikan Alessia yang kini meringkuk di bawah selimut. Perempuan itu sama sekali tidak terganggu meski sudah berulang kali Alby mengusilinya. Senyum geli Alby memenuhi wajahnya, tersenyum tidak habis pikir.Mengapa menonton orang tidur tiba-tiba saja menjadi hal yang begitu menyenangkan?Dari beberapa keterangan yang Alby baca, Alessia adalah ratunya tidur. Sebelum ini dia hampir tidak percaya kalau data itu benar tapi begitu melihat sendiri dengan mata kepalanya kini Alby membenarkan keterangan itu. Katanya, selama tidak terkena cahaya dan berada di ruangan terbuka atau berada dalam kebisingan, selama itupula Alessia akan betah tidur dan terlelap layaknya orang mati. Begitu tenang dan damai.Tapi, semua itu bisa menjadi berkebalikan jikalau dia terb
BAB DUABELAS Why? Masih menjadi perbincangan, kekasih putra pertama keluarga Stevano ternyata merupakan sekertarisnya sendiri. Selain parasnya yang menawan juga kepintarannya, nama Alessia Mikhayla turut menjadi bahasan hangat mengenai statusnya yang tidak diketahui. Tidak banyak artikel yang memuat tentang dirinya juga kehidupan pri— sialan! Alessia mematikan radio dalam mobil ketika berita tentangnya masih tersiar dan menjadi sorotan publik. Belum lagi namanya yang turut dikenal banyak orang membuat ruang gerak Alessia semakin menipis. Dulunya, orang-orang yang tidak pernah memperhatikannya kini mendadak menjadi lebih perhatian. Mencari, menelusuri lama pencarian bahkan terang-terangan menggosip mengenai dirinya. Kehidupan yang seperti ini bukanlah yang Alessia inginkan. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian tetapi sekarang semua orang tengah gencar-gencarhya menaruh minat lebih mengenai berita sialan itu. Alessia mengepalkan kedua tangannya
BAB TIGABELAS ~I care you"Katakan,"Seruan Alby lantas membuat Jean sejanak menatapnya. "Direktur Lau group menunjuk nona Alessia menangani rancangan proyek kerjasama di Barcelona, Sir."Seketika Alby mengangkat wajah, menaikkan satu alisnya. "Alessia?" tanyanya memastikan.Jean mengangguk singkat. "Mr. Zavier Lau sendiri yang meminta untuk ini, Sir."Zavier lau...Alby mengulas senyum penuh arti tapi memilih untuk tidak berkomentar. "Bagaimana dengan Michael Lau?""Sejauh ini beliau belum mengatakan apa-apa. Kemungkinan besar Mr. Michael menyetujui karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa Mr. Zavier belum sepenuhnya lepas dari pemantauan ayahnya. Beliau mungkin akan angkat bicara kalau dia tidak setuju."Benar juga. Mereka bekerja sama sudah lebih dari lima tahun dan sel
Aloha kesayangan-kesayangan Mom Girls Knight 👐Gimana kabarnya semua? Semoga kita semua dalam keadaan sehat, ya.Aku kembali dengan membawa sedikit penjelasan juga berita terkait My Fierce Secretary, nih.Berita singkat ini mungkin sudah ada yang tahu, ya.Bisa menebak?Yuks, siap-siap ter-Alby-alby dan ter-Ale-Ale!Iyups. Jawabannya sudah jelas tertulis di judul— bahwasanya My Fierce Secretary akan segera tersedia dalam versi cetak.Yey! Ada yang nunggu?Oke, aku jelasin sedikit ya. Awal tahun 2021 kemarin saya mengikuti kontes di gmg writers dan berhasil menang di kategori Best editor choice. Alhamdulillah.Lalu, ada beberapa pembaca nge-DM saya pribadi di instagram setelah saya meng-unpublish My Fierce Secretary.* Ada yang bertanya
BAB LIMA LIMA Extra part 1 Dua minggu berlalu dari acara lamaran Alby di Vienna. Setelah malam itu, esok harinya mereka kembali ke New York dan memberitahu semua keluarga mengenai lamaran yang Alby lakukan. Alessia pikir ketika Alby meminta untuk mereka segera pulang ke New York adalah untuk memamerkan status barunya. Tetapi tanpa di sangka mereka berdua di minta untuk segera melangsungkan pernikahan karena Shevana sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari undangan, dekorasi juga tempat yang sudah reservasi. Tinggal 30% lagi untuk menuju sempurna. Tetapi.. Alessia melupakan sesuatu. Alessia belum mengatakan apapun pada keluarganya, tetapi undangan sudah menyebar di mana-mana. "Bagus sekali." Michael menatap mereka berdua bergantian. "Kau menikahi putriku, tapi aku bahkan tidak tahu sama sekali mengenai ini." Alby terse
BAB LIMA LIMA~EpilogAlessia kira, mencoba baik-baik saja tanpa melibatkan Alby dalam hidupnya akan terasa sama saja seperti ketika belum bertemu dengan pria itu. Tetapi nyatanya lain, makin hari Alessia semakin merasakan kerinduan yang mendalam setiap kali mengingat wajah Alby, sikapnya yang menyebalkan bahkan dengan semua kisah mereka yang kerap kali bertengkar. Alessia merindukannya, sangat.Alessia tersenyum dalam diam. Lagi-lagi hanya dengan kembali mengingat Alby, kenangan yang lalu-lalu serasa berputar dalam ingatannya. Membuatnya semakin terjebak dengan perasaan rindunya yang belum tersampaikan. Alessia membenci perasaan ini, perasaan di mana dirinya harus menahan diri untuk mengalah pada egonya.Demi Tuhan.. Ingin rasanya Alessia memukul kepala Alby dengan keras. Beraninya dia membiarkan dirinya berlibur sendirian bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Sebenarnya Alby benar-benar mencintainya seperti yang pria itu katakan atau malah dia
BAB LIMA EMPAT~She's my girl"Al.. Kau tidak ingin pulang?" tanya Elena memperhatikan Alby yang tengah serius dengan laptopnya. Elena mendengus panjang karena lagi-lagi dia di abaikan. Sudah dua hari Alby berdiam diri di kediaman Stevano sambil menatapi laptopnya terus-menerus. Entah apa yang sebenarnya pria itu lakukan.Elena lalu bangkit mendekati Alby dan berusaha mengintip layar laptopnya yang menyala, namun Alby lebih dulu menutupnya sambil menatap tajam Elena di sampingnya. "Berhenti mengusikku, Elena. Kau tidak akan suka kalau aku marah padamu."Elena mencebik malas, "Kau seperti pengangguran, Al. Diam di kamar dengan memainkan laptopmu. Apa kau sebegitu frustrasi memikirkan Alessia?" tanya Elena membuat Alby berdecak."Jangan sebut namanya. Lebih baik kau keluar, El." usir Alby yang tidak Elena hiraukan. Wanita itu malah bersandar padanya dan menarik paksa laptop Alby darinya. Ketika Elena berhasil melihat isi layar laptop Alby, Elena langsung ber
BAB LIMA TIGA~What is love is always fun?The Ritz-Carlton, Austria, Eropa. AT 06 : 35 PM.Alessia melemparkan dirinya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamar penginapannya yang akan ia tempati untuk satu minggu kedepan. Setelah menyetujui keinginan Alessia untuk berlibur, Michael lalu mengatur jadwal penerbangan Alessia pagi harinya ketika menyadari dalam beberapa hari salju pertama akan turun menyambut Natal dan tahun baru.Alessia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Ia lelah berusaha kuat menahan nyeri dalam hatinya menyadari Alby benar-benar memberi jarak antara mereka. Pria itu bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Menyebalkan, tetapi Alessia juga sadar diri.Sejak semalam juga Zavier terus menerus menggodanya karena ia datang sendiri tanpa Alby dan meminta liburan secara dadakan. Alessia tentu tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Zavier padanya dan malah mengusirnya. Alessia bukan bermaksud menghindar dari masalah. Ia hanya
BAB LIMA DUA~Need a pauseUsai menghentikan perkelahian antara Alby dan Rey, kini Alessia ikut bergabung bersama mereka di sana. Suasana semakin terasa menyesakkan dengan beberapa pasang mata yang masih menatap Rey."Maaf.. Aku kemari bukan untuk membela Rey, tetapi aku merasa perlu memperbaiki ini juga." Alessia menghela napas panjang, "Rey, dia melakukan itu karenaku, sebab itu aku turut meminta maaf pada kalian terlebih, padamu Elena." ucap Alessia menatap mereka bergantian. Tampak gugup."Meski saya melakukannya karena Alessia, tapi Alessia tidak tahu apa-apa tentang ini. Ini murni kesalahanku." imbuh Rey membuat Alessia menatapnya lama.Senyum itu, Alessia akhirnya bisa melihat sedikit kemajuan pada diri Rey. Pria pertamanya sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alby. Lalu, pandangan Alessia jatuh pada Emily yang berada di samping Rey, menatapnya dengan senyuman.Ah, bukan hanya perubahan sikap saja, ternyata Rey mulai bisa melihat ke arah Emily
BAB LIMA SATU~RecognitionAlessia duduk di kursi gereja sambil menutup matanya dan berdoa. Semua hal yang telah terjadi padanya, Alessia sebisa mungkin menerima kenyataan itu sebagai sebuah kisah perjalanan hidupnya yang penuh dengan ambisi. Alessia berharap setelah ini tidak akan ada lagi masalah berat yang mengharuskan orang lain mati karenanya lagi. Tidak Veron atau pun Vegan.Semoga kebahagiaan lekas menghamipirnya.Di lain tempat, Rey membulatkan tekad untuk memperbaiki kekacauan yang sempat ia perbuat. Selain pada Alessia dan juga Emily, Rey juga merasa ia perlu menemui seseorang lebih dulu.Rey sudah berjanji akan berubah menjadi lebih baik. Dengan bantuan Emily, perlahan keadaan juga perasaannya mulai membaik dan Rey sudah mulai menerima kenyataan bahwa yang Alessia inginkan bukanlah dirinya. Dan apa yang sempat Alessia katakan ketika itu memang benar.Ketika kau mencintai seseorang, seharusnya kau bisa menghargai pilihannya dan menurunkan
BAB LIMA PULUH Call me baby Alessia duduk lesehan di taman rumah sakit dengan Alby yang menidurkan kepalanya di pangkuan Alessia. Matahari sedang tenggelam, hingga langit di sana mulai berubah warna. Hangat, nyaman sekaligus menenangkan. Rasanya, sungguh menyenangkan. Apalagi saat ini mereka sedang bersantai ria. Menikmati kebersamaan setelah berhasil melewati badai yang cukup panjang, yang cukup menegangkan. Tanpa Alessia sadari, Alby sejak tadi terus menatapnya, mengagumi bagaiamana ketika ia memejamkan mata dan tenggelam dalam lamun nya sendiri. Alessia menikmati semua ini. Setelah smuayang terjadi dan serangakaian kejadian yang membawanya sampai di titik ini, Alessia merasa dia mulai menyadari penting hadirnya Alby do hidupnya. Lelaki yang bersedia turun tangan untuk meneyelamatkannya. Lelaki yang mau mengorbankan diri untuknya. Ah, ternyata rasanya di cintai semenyenangkan ini ya? Alessia baru paham dan sadar kalau itu indah. Kesunyian di
BAB EMPAT SEMBILAN~Better late than nothing at all"Dokter tidak mengizinkanku banyak bergerak, Ale. Aaa.." ucap Alby membuka mulutnya ketika Alessia menyuruhnya makan. Melihat sikap Alby yang manja, membuat Alessia mendengus geli sebelum mneyendokkan makanan ke arahnya."Yang sakit perutmu, tapi kau seolah sakit seluruh badan saja." balas Alessia mencibir. Kembali menyuapi Alby yang dengan senang hati menerima suapannya."Aku Ingin pulang, bagaimana kalau kita kembali ke New York nanti malam?"Alessia tidak menjawab dan malah memanggil perawat, Alby lalu menutup bibir Alessia dengan tangan besarnya sambil tersenyum. "Kau ini.. Seharusnya kau mendukungku, Darling.""Makan saja minta di suapi, sok-sok'an ingin kabur. Istirahat yang benar, setelah pulih baru kita pulang." balas Alessia membereskan peralatan makan Alby ketika makanannya sudah habis.Alby dengan tiba-tiba meraih tangan Alessia hingga jatuh di kasurnya. Meletakkan kepalanya di pu