Laura mengerjapkan matanya beberapa kali dengan pelan.
Rasa pusing masih menderanya karena mabuk semalam.
Laura melihat sekeliling kamar yang berbeda dari kamarnya. Saat tersadar Laura terkejut sambil menarik selimut ke atas tubuhnya.
Ternyata dia masih berpakaian lengkap tanpa kekurangan apapun.
"Aku masih amankan?" gadis itu bernapas lega dirinya masih tersegel karena belum pernah melakukan hal itu.
"Apa yang terjadi semalam? Kenapa aku bisa berada di kamar ini?" Laura bergumam sendiri masih bingung.
Laura memutuskan untuk segera pergi dari kamar ini.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, mengejutkan Laura.
Sosok pria tampan berotot dengan sorot mata tajam dan dingin, membuat Laura menciut. Pria itu adalah Mario.
"Kau sudah bangun?" tanya Mario datar sambil menggosok rambutnya yang basah.
Laura hanya mengangguk.
Gadis itu menelan ludahnya kasar melihat dada bidang pria di depannya ini, apalagi bulir air masih mengalir di tubuhnya membuatnya semakin ... seksi.
'Ya Tuhan! Apa yang kupikirkan! Sadarlah Laura!'
Laura memalingkan wajahnya yang memerah, tidak ingin pria itu mengetahui bahwa dia baru saja mengaguminya.
"Bagaimana aku bisa ada di kamar ini?" Laura memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa kau tidak ingat?" Mario balik bertanya sambil melemparkan handuk basah itu asal.
Laura hanya menggeleng.
"Maaf, sepertinya semalam aku mabuk dan masuk ke kamar ini, karena aku sedang mencari toilet," ucapnya jujur.
Mario melipat tangan di depan dada sambil bersender di dinding kamar, keningnya berkerut menatap Laura dari atas sampai bawah.
"Benarkah?" ucapnya tak yakin.
'Lihat, bagaimana mungkin dia pergi ke Club dengan pakaian seperti itu!' batinnya memindai Laura.
Laura memakai celana jeans navy dengan atasan blouse lengan panjang. Sangat tidak cocok dengan dunia Club malam.
"Aku pikir kau adalah wanita yang bertugas menemaniku," ucapnya lagi.
"Apa?" pekik Laura kaget mendengar ucapan pria itu.
"Kenapa? Tebakanku benarkan? Asistenku yang menyuruhmu masuk kan?" tanya Mario lagi.
"Maaf, Pak. Sepertinya Anda salah paham. Saya permisi!"
Laura mengambil tasnya yang ada di nakas. Lalu memakai heelsnya yang tergeletak di lantai dan berjalan keluar tanpa memperdulikan pria itu yang memanggilnya.
"Hei, tunggu!"
"Aku bukan wanita seperti itu! Aku harap kita tidak bertemu lagi!" ucap Laura ketus.
Laura sudah menghilang di balik pintu, membuat Mario kesal.
"Apa-apaan dia? Kenapa jadi aku yang merasa bersalah?" Mario menggelengkan kepalanya.
Ingatan tadi malam saat bersama Laura kembali muncul.
Flashback On
Mario mengecup bibir Laura dengan lembut semakin lama semakin tergesa dan menuntut. Apalagi Laura sudah mulai membalas lumatannya.
Mario mendorong tubuhnya ke tepi ranjang masih sambil memeluknya, lalu menghempaskan tubuh Laura di sana.
Kecupan Mario turun ke leher jenjang Laura yang mulus.
Perlakuan Mario itu membuat Laura mendesah.
"Ah, Beb!"
Mario yang mendengar itu menghentikan aksinya karena kesadarannya sedikit pulih.
Tapi Laura kembali memeluknya erat, membuat Mario kembali mendaratkan bibirnya di bibir tipis Laura.
Karena tidak ada respon lagi dari Laura membuat Mario menatap wajahnya lekat, ternyata Laura sudah tertidur akibat mabuk.
Mario yang tidak tega, menghentikan aksinya dan menutup tubuh Laura dengan selimut. Mario pun ikut tertidur di sampingnya.
Flashback Off
Pria itu tersenyum kecut karena hampir meniduri wanita yang tidak dia kenal. Padahal dia bukan tipe pria yang suka membagi kehangatan ranjang dengan banyak perempuan.
Pria itu lebih suka menghabiskan waktunya untuk bekerja dan bekerja.
Tadi malam adalah pengecualian karena rekan bisnisnya memaksanya untuk ikut ke tempat ini.
"Dia cantik dan berbeda," gumamnya pelan.
Mario kembali memakai pakaiannya karena dia harus segera pulang ke apartment miliknya dan pergi ke kantor.
Saat meninggalkan kamar itu Mario kembali bergumam.
"Aku bahkan tidak sempat bertanya namanya," ucapnya terus melangkah keluar.
***
Laura dengan jantung berdegup kencang memasuki halaman rumahnya setelah tadi turun dari taksi.
"Dari mana kamu? Pagi buta baru pulang?" suara Mama tirinya mengejutkan Laura dan menghentikan langkah kakinya.
"Ma-maaf, Ma. Semalam aku menginap di rumah teman dan lupa memberi kabar," ucap Laura berbohong.
"Jangan sampai Papamu tahu hal ini. Masuk kamar!" ucapnya ketus.
"Baik, Ma!" Laura mengangguk dan secepat kilat masuk ke kamarnya.
Sedangkan kamar Clara berada di lantai 2. Laura tidak tahu apakah Clara ada di rumah atau tidak.
Yang penting sekarang dia harus cepat bersiap untuk pergi bekerja.
Saat ini hatinya begitu sakit dengan pengkhianatan mereka.
Laura melihat Papa dan Mama tirinya sedang sarapan di meja makan.
"Pagi," sapa Laura lesu.
"Hmmm," Papanya hanya menyahut seperti itu jika sedang sarapan.
Laura tidak melihat Clara pagi ini.
'Baguslah dia tidak ada!' batinnya lega.
Laura mempercepat memakan roti karena dia harus tiba di kantor tepat waktu.
"Pa, Ma. Laura berangkat duluan karena ada meeting pagi di kantor," ucapnya setelah menghabiskan air putihnya.
"Baiklah. Hati-hati ya!" jawab Mamanya dengan senyum manis.
Ah! Mama tirinya itu selalu bersikap baik padanya saat di depan Papanya.
Papanya hanya mengangguk.
***
Dengan langkah cepat Laura memasuki kantornya yang bergerak di bidang penjualan penjualan produk pembersih khusus seperti chemicals. Hari ini adalah hari penting karena Laura mendapat kesempatan bekerja sebagai sekretaris di kantor utama.
Laura mendapat rekomendasi karena bekerja dengan baik selama di kantor cabang ini.
Setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk, Laura menyapa Manager HRD di depannya.
"Pagi, Pak Hendra!" ucap Laura sambil menunduk sopan.
"Pagi juga Laura. Silahkan duduk!" jawabnya ramah.
Pria berusia 45 tahun itu tersenyum sampai memperlihatkan kerutan di sudut matanya.
"Apa kau sudah tau akan bekerja untuk siapa?" Hendra bertanya untuk memulai percakapan.
"Tidak, Pak. Saya hanya diberi tahu akan pindah ke kantor utama saja," jelasnya tersenyum.
"Baiklah. Aku akan menjelaskan sedikit. Kau akan menjadi sekretaris presdir utama menggantikan sekretarisnya yang resign karena sudah hamil besar. Gaji dan hal lainnya bisa kau pelajari di kontrakmu yang baru," ucapnya sambil menyodorkan map coklat di atas meja ke arah Laura.
"Baik, Pak. Kapan saya mulai bekerja di sana?"
"Hari ini, Laura!"
"A-apa? Kenapa cepat sekali, Pak? Saya bahkan belum menyiapkan diri," ujar Laura gugup.
Hendra mengerti kekhawatiran Laura pun tersenyum.
"Tidak perlu cemas. Beliau orang yang baik dan masih muda. Kau hanya mengikuti peraturan baru di sana," jelasnya.
"Baiklah, Pak. Terima kasih banyak atas kepercayaan perusahaan terhadap saya. Saya akan mengharumkan kantor cabang kita!" ucap Laura bersemangat.
"Ok, Laura. Sopir kantor akan mengantarmu ke kantor utama. Silahkan menunggu di Lobby kantor!"
"Baik, Pak. Terima kasih banyak!" Laura menyalami Hendra.
Senyum mengembang di bibir gadis itu. Meskipun dia mengalami hari yang buruk semalam, setidaknya dia memiliki pekerjaan yang lebih baik dan bisa menghibur diri.
"Semangatlah Laura!" ucapnya sambil mengepalkan kedua tangan.
***
Setelah sampai di kantor utama yaitu perusahaan Winner Group, Resepsionis bernama Anita mengantarkannya ke ruangan HRD untuk mengurus berkasnya.
Setelah semua selesai Laura di bawa ke lantai atas gedung kantor yang lebih besar dan tinggi dari pada kantor cabang mereka.
Laura sedikit gugup, tentu saja hal itu wajar, mengingat dia akan menjadi sekretaris pemilik perusahaan tempatnya bekerja selama ini.
Rumor yang beredar bahwa Bosnya itu pria single yang dingin dan perfeksionis, sedikit membuat Laura merasa takut.
"Apa kau gugup?" tanya Hrd itu seperti bisa membaca kegelisahan Laura.
"I-iya, Mbak. Saya belum pernah bertemu beliau sebelumnya," ucap Laura sedikit malu.
"Tenang saja, Pak Mario orangnya baik kok. Asal pekerjaanmu sesuai dengan apa yang dia mau," jelasnya tersenyum.
Laura hanya mengangguk tersenyum kikuk.
Mereka sudah sampai di ruangan besar yang satu-satunya berada di lantai ini.
Lalu sosok pria tampan menyambutnya. Pria bernama Niko itu tersenyum tipis ke arah mereka.
"Pak, ini adalah Laura, sekretaris Pak Mario yang baru. Saya permisi dulu," ucapnya menunduk dan pamit undur diri.
"Silahkan, Nona. Pak Mario sudah menunggu di dalam," ucapnya datar.
"Terima kasih, Pak!" Laura menunduk sopan.
Niko membukakan pintu untuk Laura dan mempersilahkannya masuk.
"Permisi, Pak!" ucap Laura saat sudah di depan meja bertuliskan Presdir.
Kursi itu berbalik membuat mata mereka kembali bertemu.
"Kamu!"
"Kamu!" ucap mereka bersamaan.Mario sampai bangkit berdiri dari kursinya karena terkejut melihat Laura.Sementara Laura mundur satu langkah karena kaget.Mereka berdua terdiam sesaat, setelah Mario menyadari kedatangan Laura dia kembali duduk."Silahkan duduk!" ucap Mario menormalkan suaranya.'Ya Tuhan, kenapa harus pria ini yang menjadi bosku? Aku sangat malu!' batinnya menjerit frustasi.Laura duduk dengan meremas kedua tangannya dan kepala tertunduk tidak berani menatap bos yang ada di depannya. Tentu saja karena Laura mengingat bayangan saat mereka berdua berpagut mesra. Bahkan manisnya bibir pria itu seolah masih terasa sampai sekarang.Mario pun yang tadinya ingin memberikan tugas uji coba pada sekretaris barunya, mengurungkan niatnya."Siapa namamu?" Mario bertanya dengan nada datar kembali professional seperti biasanya.
"Mama, kenapa Papa tidak pernah mendengarkan aku!" ucapnya sendu. Papanya bahkan lebih menyayangi anak tirinya dibanding dirinya yang notabene adalah anak kandungnya. Darah dagingnya sendiri!. Papa Deni Wijaya berubah semenjak menikah lagi dengan Mama Siska, yang membawa anak perempuan lebih tua 2 tahun di atasnya yaitu Clara. Semula mereka baik-baik saja tapi Mama dan saudara tirinya hanya bersikap manis padanya saat di depan Papanya. Itu sebabnya Papanya tidak percaya kalau Laura mengadu. Laura membenamkan wajahnya di bantal. Belum kering luka karena dikhianati oleh orang yang dicintai sekarang mereka malah berbahagia di atas penderitaannya. Laura yakin kalau Clara sudah merencanakan ini semua. Pantas saja setiap kali melihat Frans datang ke rumah ini, dia selalu mendekati Frans bahkan secara terang-terangan di depannya. Clara yang menyukai pria kaya bisa saj
Setelah puas menangis, Laura kembali tenang. Vania berusaha membujuknya dengan memberikan berbagai nasehat. "Aku ke toilet dulu, Van!" ucapnya. "Ok jangan lama ya! Aku tidak suka menunggu lama," ucap Vania dengan kekehan. Laura tersenyum dan pergi ke toilet sebentar untuk memperbaiki make up di wajahnya yang sudah luntur. Sesampainya di toilet Laura kembali menangis menumpahkan kesedihannya. Pikirannya kembali mengingat apa yang sering diucapkan Frans atau Clara yang selalu mengejeknya dengan sebutan gadis sok polos. 'Sekarang aku tau salahku dimana, tapi itu bukanlah salahku kalau menolak!' batinnya berontak. Frans yang selalu mengatakan mencintainya, nyatanya dia lebih mementingkan kepuasan di atas ranjang dibanding perasaan tulus Laura. 'Apa semua pria seperti itu!' Setelah puas menang
Laura Wijaya menatap gedung apartment di depannya dengan senyum merekah.Dia sedang mengggenggam sebuah papaer bag berisi jam tangan mahal yang dibeli dari hasil tabungannya selama 3 bulan bekerja.Senyum wanita 27 tahun itu mengembang sempurna karena yakin kalau kekasihnya yaitu Frans Suhendra, pria yang sudah menjadi tunangannya dan menjalin hubungan selama 2 tahun dengannya akan terkejut juga bahagia mendapat kejutan di hari ulang tahunnya yang ke 29 tahun.Dengan jantung berdegup kencang Laura melangkah keluar dari lift menuju kamar tunangannya.Mereka sebentar lagi akan menikah, meskipun Frans belum resmi melamarnya dan datang menemui orang tuanya untuk membicarakan pernikahan mereka, tapi Laura akan tetap sabar menunggu sampai hari itu tiba karena Frans masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai Manager di salah satu bank swasta yang ada di Jakarta, dia memaklumi itu.Lagipula mereka saling mencintai. Be