Anggara tersenyum, ia meletakkan ponselnya dan sedikit flashback membayangkan betapa indah dan manis pagi harinya tadi. Sungguh rasanya Anggara ingin cepat-cepat pulang. Kembali memeluk sosok itu dan kalau bisa ....
"Ang!"
Anggara tersentak, ia menoleh dan mendapati Alfred sudah duduk di sebelahnya.
"Yang lain mana? Kenapa cuma kamu yang datang?" Anggara tampak mengedarkan pandangan mencari siapa-siapa saja yang tadi bergabung dengan dirinya di meja operasi.
"Baru beberes mereka, lagian ada acara apaan sih? Tumben?" Alfred masih berusaha mengorek informasi perihal apa yang membuat sejawatnya ini tampak begitu lain hari ini.
"Ya nggak apa-apa sih, pengen traktir anak-anak aja," Anggara tersenyum, cukup dia dan Selly yang tahu tentang betapa indah dan panas pagi mereka tadi. Eh ... bukan hanya mereka doang, sih. Papa mertua Anggara juga tahu kok, apes!
"Bini udah isi? Jadi syukuran gitu ceritanya?" kejar Alfred yang tidak semudah itu percaya d
Anggara melongo melihat betapa panjang antrian itu. Ini serius orang segini banyak antri mau beli The BTS Meal? Pantas koasnya tadi tampak terburu-buru, jadi karena ini? Anggara memutuskan bersandar sejenak di joknya. Ia lebih memilih untuk drive thru saja daripada harus turun dan berdesak-desakan.Ia tersenyum kecut melihat membludaknya antrian itu. Sungguh antuasiasme dan fanatisme warga Indonesia itu benar-benar luar biasa. Mau berapa jam nanti Anggara stand by menunggu di sini? Rasanya satu jam dua jam tidak kah cukup!Semua demi Selly, Anggara lakukan ini semua demi sang isteri tercinta. Kalau tidak, mana mau dia berdesakan dengan entah berapa ratus orang yang memadati restoran cepat saji itu. Ah ... berapa ribu sih itu fans boyband satu itu? Ribuan pasti ya? Ahh ... kepala Anggara mendadak pusing!Tidak!Tapi dia harus tetap di sini, pulang dengan membawa 'The BTS Meal' untuk isteri tercinta. Siapa tau nanti dia dapat jatah lagi, bukan? Seketika sak
"Nih, dijual di ecommers seharga 43 USD bungkus makanan ini." Anggara menyodorkan ponselnya, memperlihatkan postingan seseorang yang mencapture penawaran di salah satu ecommers yang menjual bungkus makanan spesial, yang sukses diburu para Army hari ini. Selly yang tengah menikmati chicken nugget dengan saus capjun itu sontak melonggok dan menatap postingan yang Anggara perlihatkan. Matanya terbelalak kaget, semahal itu bungkus makanan ini dijual? Bukan main! "Astaga, ini ada yang beli?" tanya Selly tidak percaya. "Noh, udah 37 pieces sukses terjual." Selly menelan nugget yang memenuhi mulutnya dengan susah payah, ia memang suka drakor, boyband Korea, tetapi dia tidak sefanatik dan segila itu terlalu ngefans dengan sesuatu, semua biasa saja, tidak terlalu berlebihan. Dan membeli bungkus kosong makanan seharga itu? Bagi Selly sih terlalu berlebihan, tapi entah untuk yang lain. Anggara tersenyum, ia begitu menikmati malam ini. Duduk di so
Anggara menggeliat, ia sedikit terkejut dengan sosok yang masih meringkuk dalam pelukannya itu. Ia baru ingat bahwa mulai kemarin malam, Selly sudah merubuhkan sekat di antara mereka bedua. Tidak ada lagi tidur terpisah, mereka sudah tidur satu kamar dan itu membuat pagi Anggara jadi benar-benar berwarna. Anggara tersenyum, dielusnya lembut pipi putih nan kenyal milik Selly, kenapa dia begitu menggemaskan sekali ketika tertidur seperti ini? Selly menipuk tangan Anggara tanpa membuka matanya, matanya masih sangat lengket dan Anggara sudah begitu rese mengganggu tidurnya. Ah ... tidur berbagi kamar dan kasur itu memang terkadang menyebalkan. Contohnya seperti ini, ia sedang enak-enak tidur ada saja tangan usil yang menganggunya. Anggara terkekeh, ia melirik jam. Ah ... masih ada banyak waktu untuknya sekedar bermain-main dengan sang isteri pagi ini. Entah mengapa, pagi bagi Anggara merupakan waktu yang begitu tepat dan pas untuknya meneguk kenikmatan itu. Ya walaupun k
"Mama tumben pagi-pagi mandi keramas," komentar Felicia yang sontak membuat Selly hampir tersedak susu yang memenuhi mulutnya.Rambutnya memang masih sedikit basah, dan sudah tahu kan apa yang membuat dia harus mandi keramas pagi ini? Sementara Anggara hanya mengulum senyum sambil menikmati kopinya, wajah Anggara benar-benar cerah secerah mentari pagi ini. Senyumnya merekah sejak ia keluar dari kamar tadi, sungguh tubuh Selly benar-benar menjadi candu untuk Anggara, rasanya ia ingin terus menikmati tubuh itu."Iya Sayang, rambutnya sudah lepek dan gatal," jawab Selly memberi alibi.Felicia tidak berkata-kata lagi, dia sibuk dengan pancake dan saus blueberry kesukaannya. Sebuah rutinitas sarapan yang sudah sejak dulu Felicia dambakan. Bukan hanya duduk berdua dengan sang papa, tetapi juga dengan sang mama, ya walaupun bukan mama kandung Felicia, tetapi Felicia menyayangi dia seperti mama kandungnya sendiri.Sementara itu Anggara sibuk menikmati wajah canti
"Dokter Anggara semenjak nikah wajahnya cerah terus ya? Nggak angker lagi wajahnya, jadi penuh senyum."Dua orang perawat yang stand by di nurse station bangsal bedah itu tengah berbisik-bisik sambil menatap sosok yang tengah memberi wejangan beberapa mahasiswa koas dan residennya selepas visiting.Memang benar, semenjak sosok itu menikah, wajah garang dan jutek dokter bedah satu itu benar-benar lenyap dan berubah ramah. Tidak pernah lagi ngamuk-ngamuk, murah senyum dan jadi lebih sabar. Agaknya sang isteri punya banyak andil dalam perubahan seorang dokter Anggara Tanjaya."Isterinya cakep sih, mana masih muda lagi. Gimana nggak cerah? Si Selly itu, kan?"Siapa yang tidak kenal Selly Veronica Hariadi itu? Dia menghabiskan enam belas minggu masa koasnya di stase bedah, bagaimana Nuri tidak kenal? Semua tentu mengenal sosok itu, gadis yang ramah, cantik, suka mentraktir yang tiba-tiba secara mendadak di nikahi dokter Anggara. Semua orang satu rumah sakit he
Anggara sudah melangkah menuju parkiran ketika iPhone-nya kembali berdering, ia merogoh ponsel dari saku celana dan menemukan sang isteri meneleponnya.Anggara tersenyum, sejak tadi siang setelah teleponnya di putus sepihak oleh Selly, ia tidak lagi menghubungi sang isteri karena kemudian harus sibuk bergelut dengan banyaknya pasien yang minta konsultasi, belum lagi pasien kolab dengan bagian lain dan tidak lupa jadwal operasi minor dan mayor yang sudah menantinya sejak kemarin.Dan lelah itu sontak hilang ketika Selly tiba-tiba meneleponnya sore ini. Membuat senyum Anggara merekah sempurna."Ya Sayang, kenapa?" sapa Anggara yang sudah bersandar di Pajero putih kesayangannya itu."Kooooo ...," panggil suara itu panjang dan manja, ah fix! Ini pasti dia ingin dibelikan sesuatu! Anggara tersenyum kecut, ia memijit pelipisnya dengan perlahan, semoga bukan The BTS Meal yang hendak Selly minta, Anggara sudah tidak sanggup berdesak-desakan dengan para Army lagi.
Anggara sedikit terburu-buru melangkah pulang, selepas magrib nanti ia sudah harus ada di klinik dokter Anton guna memeriksakan kehamilan sang isteri. Tidak terasa kehamilan Selly sudhs masuk dua puluh delapan minggu, padahal ketika mereka menikah dulu, kehamilan Selly baru berusia sepuluh Minggu.Rasanya ia benar-benar sudah tidak sabar menantikan bayi kecil itu lahir dari rahim sang isteri. Akan seperti apa anaknya nanti? Mirip Selly atau Anggara. Dan Anggara berharap USG kali ini bisa memperlihatkan jenis kelamin bayi mereka, mengingat bulan kemarin jenis kelamin bayi mereka belum terdeteksi karena tertutup kaki.Kira-kira laki-laki atau perempuan? Tapi perasaan Anggara mengatakan bahwa janin sang isteri adalah berjenis kelamin laki-laki. Semoga saja intuisi Anggara benar, jadi anaknya sudah lengkap sepasang, meskipun ia masih ingin tambah anak lagi.Sambil bersiul, Anggara membawa mobilnya kembali ke rumah. Pasti Felicia sudah tidak sabar bukan ingin ikut me
"PAPA KENAPA LAMA SE ...."Anggara dan Selly tersentak luar biasa, mereka melepaskan pagutan bibir mereka dan tertegun di tempat masing-masing, seperti di-frezze keterkejutan yang merupakan efek dari munculnya Felicia secara tiba-tiba di depan pintu kamar mereka.Gadis kecil itu, gadis lima tahun itu ... gadis itu memergoki sang mama dan papa sedang berciuman dengan begitu panas macam tadi? Astaga! Apa yang harus Anggara dan Selly jelaskan? Apa?"Papa, kan sudah Felis bilang kemarin, kalau belum mandi jangan pegang mama dulu, kenapa ini malah jadi cium mama sih? Mandi dulu sana kan dari rumah sakit!" cecar Felicia dengan bibir manyun dan mata melotot."Eh ... i-iya oke papa mandi dulu ya!" tanpa berkata-kata lagi, Anggara sontak bangkit dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Selly yang masih tertegun di tempatnya duduk dengan wajah memerah.'Mampus!'Rasanya Selly ingin memaki suaminya itu karena main langsung pergi begitu saj
Selly turun dari mobil sambil menggendong Clairine, ia sudah begitu rindu rumahnya, rindu anak-anak tentunya. Perlahan dia melangkah masuk, nampak Gilbert kemudian muncul bersama sang kakak di depan pintu dengan wajah bersinar cerah.“Mama pulang!” teriak Felicia dengan penuh semangat.“Mana adek Ibert?” tampak Gilbert juga bagitu antusias, bocah kecil itu tampak sangat begitu gembira melihat sang mama akhirnya pulang.Kalau saja jahitan Selly sudah kering sempurna, rasanya ia ingin meraih bocah gembul itu dalam pelukan dan gendongannya. Menciuminya dengan penuh cinta, tapi sayang, jahitan yang masih basah itu membuat Selly harus mengurungkan niatnya untuk merealisasikan aksi gendong ciumnya, terlebih ada Clairine dalam gendongan Selly.“Yuk masuk dulu, adek mau dibawa masuk ya,” Anggara menenteng tas besar berisi perlengkapan Selly masuk ke dalam, beberapa bulan ke depan rasanya rumah ini akan makin ramai, makin berant
“Mama!” Selly tersenyum ketika melihat sosok itu tampak begitu antusias melihat dia yang sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Gadis dengan kaos bergambar unicorn itu, tawanya begitu lebar ketika menghampiri Selly, menjatuhkan dirinya ke dalam dekapan Selly yang masih tampak begitu pucat itu. “Dari mana, Sayang?” tanya Selly lembut sambil mengelus kepala Felicia yang di sandarkan di dadanya. “Diajak Oma makan malam, Mama mau makan?” Selly tersenyum, ia menggeleng perlahan, “Belum boleh makan, Sayang. Nunggu dulu sampai jam dua belas.” Anggara tersenyum, melihat betapa anak gadisnya itu terlihat sangat menyayangi Selly, ia mengelus lembut kepala Felicia, lalu menarik dengan lembut anak gadis itu agar bangun dari posisinya. “Jahitan Mama masih baru, jadi hati-hati, oke?” Felicia menatap sang papa, ia tersenyum dan mengangguk pelan. Membuat Anggara kemudian menjatuhkan tubuh itu dalam dekapannya. Sungguh malam ini ia menjelma men
Ada alasan kenapa kemudian Felicia begitu mengkhawatirkan Selly, wanita yang menyandang gelar sebagai mama tirinya, saat ini. Saat dimana ia kembali mendapatkan seorang adik. Ya... adik perempuan seperti yang dia inginkan. Felicia begitu takut kehilangan sosok itu! Sosok yang menjadi figur ibu dalam hidup Felicia.Felicia tumbuh tanpa mengenal sosok yang ia kenal sebagai mama. Dalam hidup Felicia hanya ada sang papa, BI Ijah dan jangan lupa kakek-neneknya. Tidak ada mama seperti teman-temannya yang setiap hari diantar sang mama ke sekolah. Tidak! Felicia tidak punya mama atau lebih tepatnya sang mama meninggal di hari yang sama ketika ia lahir ke dunia.Terkadang ia berpikir bahwa mamanya, yang kata sang papa bernama Diana, sampai meninggal karena dirinya. Karena melahirkan Felicia sang mama bisa sampai meninggal. Jadi itu semua salah Felicia, bukan?Namun, Anggara, papanya yang berprofesi sebagai dokter bedah itu selalu mengatakan bahwa :
"Namanya Clairine Escolastica Tanjaya."Dokter Anton yang tengah 'membereskan' pekerjaannya itu sontak menoleh, menatap Anggara dengan seksama."Susah amat, artinya apa?""Gadis yang bersinar dan berwawasan luas dari keturunan Tanjaya."Selly tersenyum, sebuah doa yang begitu indah, yang Selly dan Anggara sematkan lewat nama cantik itu. Tentu harapan Selly dan Anggara ingin kelak gadis mungil yang lahir hari ini bisa menjadi gadis yang luar biasa dengan segala macam wawasannya, berguna tidak hanya untuk keluarga mereka tetapi juga nusa dan bangsa.Anggara kembali fokus pada sang isteri, menantikan dokter Anton selesai menjahit lapis demi lapis rahim dan kulit Selly yang disayat sebagai akses Clairine dari tempat yang selama ini menjadi rumahnya."Jangan tidur, jangan pingsan, tolong...," desis Anggara lirih, manik matanya menatap manik Selly yang nampak berkaca-kaca itu."Mau lihat Clairine," desis Selly
Selly menghela nafas panjang, ia sudah di dorong keluar dari kamar inapnya, hendak menuju OK. Anggara masih nampak mengenakan setelan scrub-nya, sangat terlihat kalau dia baru saja pulang dan langsung menuju klinik tanpa pergi kemana pun.Hati Selly jauh lebih tenang ketika ia melihar raut wajah sang suami muncul. Mencium aroma tubuh Anggara yang berpadu dengan aroma povidone iodine yang samar-samar tercium dari sosok itu.“Kenapa senyam-senyum?” tanya Anggara yang sadar sang isteri tengah menatapnya sambil tersenyum penuh arti.“Heran aja, ada dokter bedah yang bisa sepucat ini hanya karena hendak masuk ke OK.” Ledeknya sambil tertawa kecil.Tampak Anggara mencebik, kan sudah berkali-kali dia bilang, kalau yang jadi obyek bedahnya sosok wanita yang begitu ia cintai ini tentulah ia akan begitu takut dan khawatir seperti saat ini. Kenapa sang isteri itu tidak mengerti?Selly nampak masih tersenyum ke arahnya, membuat Anggara
"Tidur aja dulu, mama nggak bakalan kemana-mana, Sayang."Selly mengangguk dan tersenyum, ia menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang membayangkan apa yang sedang anak-anaknya lakukan sekarang. Felicia pasti sangat khawatir kepadanya. Tahu sendiri anak itu tidak bisa jauh dari Selly barang sebentar."Mikir apa, Sel?"Selly tersentak, ia menoleh dan menatap sang mama dengan seksama. Mamanya juga punya tiga anak, bukan? Rasanya gimana?"Ma, punya tiga anak itu rasanya bagaimana?" tanya Selly yang begitu penasaran dengan bagaimana polah mamanya dulu ketika mereka masing bayi.Ya walaupun selisih mereka jauh, tapi tidak ada salahnya Selly meminta testimoni dan wejangan dari sang mama perihal apa yang harus dia lakukan ketika nanti buah hatinya ini lahir."Mau tahu enaknya apa nggak enaknya nih?" Indah hampir terbahak mendengar pertanyaan Selly, memang kenapa kalau punya tiga orang anak?"Yang nggak en
“Aku tinggal dulu, nanti aku langsung balik, kalau ada apa-apa kabari aku ya?” Selly tersenyum, bibir itu mengecup keningnya dengan begitu lembut. Ia sudah berada di klinik bersalin milik dokter Anton, sesuai jadwal, pukul tujuh malam nanti Selly akan kembali menjalani operasi caesarea yang kedua. “Ma, titip isteri Anggara ya,” pamit Anggara pada Indah yang sudah stand by untuk menemani putri kesayangannya melahirkan. “Jangan khawatir, fokus kerja dulu saja, Ang. Selly aman. Nanti ada mama dan papamu juga datang kemari.” Indah tersenyum, ia begitu antusias dengan kelahiran anak ke dua Selly. Bukan apa-apa, sampai hari H tidak ada yang diberi tahu apa jenis kelamin anak kedua Selly dan Anggara ini. Jadilah Indah begitu penasaran dan ingin tahu cucunya kali ini perempuan atau laki-laki. “Kalau gitu Anggara pamit dulu, Ma.” Anggara menoleh, menatap sang isteri dan tersenyum begitu manis. Ia melambaikan tangan dan melangkah menuju pintu. Tampak Se
Selly tengah mengoleskan petrolium jelly ke perutnya, sebuah ritual yang mulai rajin ia lakukan ketika menyadari bahwa dia kembali hamil. Dia tidak mau perutnya muncul banyak streechmark seperti ketika hamil Gilbert dulu, oleh karena itu sejak dini Selly meminimalkan munculnya gurat di kulit karena peregangan kulit yang terjadi.Meskipun tidak terlihat oleh orang-orang, namun bekas streechmark itu sangat menganggu dan membuat Selly minder setengah mati di hadapan sang suami. Oleh karena itu, ia jaga betul kulitnya, ia tidak mau hal itu kembali terjadi. Kalau perlu ia akan berkonsultasi dengan sejawat di bagian kulit kelamin guna memperbaiki kulit yang sudah terlanjur bergurat itu.Selly menutup jar petrolium jelly miliknya ketika kemudian pintu kamar itu terbuka, nampak Anggara tersenyum menatap betapa sexy sang isteri dengan perut membukitnya itu.“Kenapa?” tanya Selly yang sedikit curiga melihat senyum ganjil itu.“Nggak, memang nggak
“Kok belum masuk panggul ya, Sel?” tampak dokter Anton menatap seksama layar monitor di hadapannya itu, sementara tangan dokter kandungan yang wajahnya mirip salah satu idol Korea itu sibuk menekan-nekan probe di atas perut Selly.Tampak wajah Anggara menegang, ia ikut mengamati dengan seksama layar monitor itu. Posisi bayinya sih sudah siap lahir, hanya saja benar kata dokter kandungan yang menangani isterinya sejak dulu hamil Gilbert, kepalanya belum mau masuk panggul.“Fix besok saya jadwalkan SC lebih cepat, riwayat jarak kelahiran yang dekat, adanya lilitan di kaki yang menyebabkan kepalanya belum mau masuk. Sangat riskan untuk dicoba pervaginam.”Selly menghela nafas panjang. Apa boleh buat? Ia sendiri takut dan tidak pernah terbesit sedikitpun dalam pikiran Selly untuk mencoba melahirkan secara pervaginam! Koas sepuluh minggu di bagian obsgyn membuat Selly paham dan tahu betul apa yang akan terjadi jika dia memaksakan diri mencoba