"Come on.. Come on.." pupil hitam wanita yang tengah sibuk memainkan alat alat bedah oleh jemari tangannya didalam jantung seorang pria paruh baya tampak melebar kala mendapati tiga katup jantung yang tidak berfungsi dengan baik. Percikan darah telah memenuhi handschoon hingga jas operasi yang ia kenakan. Beruntung ia memilih kacamata g****e dilapisi face shiled hingga mata legam itu terlindungi dari percikan darah dan tetap awas dibawah sorot sinar lampu saat ini.
'bagaimana bisa ia menjalani hari harinya dengan tiga katup jantung yang tidak berfungsi? Bahkan satu katup tak berfungsi pun akan memberikan rasa yang teramat sakit dan sesak' wanita itu menggeleng heran ditengah konsentrasi yang tetap tertuju pada pasien dibawah kendali dirinya.
"Saturation 60." peringat seorang perawat sirkuler dengan memegang catatan memonitor saat operasi berlangsung.
"Dia tak akan bertahan Tara!" Joey mendelik sebal pada Tara yang tak tergubris sedikit pun oleh peringatan dari beberapa rekannya.
"Kau kerjakan tugasmu! Jangan urusi urusanku!" Kali ini Tara tampak geram dengan team nya yang terkadang meragukan kemampuannya bahkan mereka adalah tim Angel yang tak pernah gagal sekalipun dalam berbagai macam operasi.
"Masukkan darah 1000, loss." perintah Tara tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari katup yang akan ia ganti.
"Blood pressure 80/40." peringatan perawat sirkuler kembali menelusuk indra pendengaran ke tiga dokter yang tengah melakukan operasi melalui sternotomi yaitu irisan besar pada dada dan membelah tulang dada.
Tak lama kemudian,
"Done." Tara mulai mengeksplorasi daerah jantung yang ia bedah untuk meminimalisir adanya darah kotor yang tertinggal.
"Saturation 80,"
"Blood pressure 100/60, Pulse 66."
"Kau lanjutkan sisanya." Tunjuk Tara pada Gabriella sang asisten dokter yang ia percayai.
"Aku akan menemuimu diruang rawat nanti, Sir." Tara undur diri setelah melihat keseluruhan kondisi pria paruh baya tersebut yang mulai membaik.
"Lagi lagi kau melakukan hal diluar nalar Tara!" Sentak Gabriella melepas handschoon steril yang penuh dengan darah pasien saat operasi tadi, ia membuangnya ke tempat sampah infeksius sebelum ada asisten bertugas melepas jas operasi yang ia kenakan. Setelahnya ia berjalan mengikuti Tara menuju wastafel untuk mencuci tangan dan melepas masker menggantinya dengan yang baru.
"Aku tak perlu menjelaskan mengenai endingnya bukan?" Jawab Tara melepas kacamata g****e and face Shield, membuang nurse cap dan menggerai rambut hitam panjang yang bergelombang indah diujung rambutnya, lalu ia segera memasang masker yang baru mengingat mereka masih berada di dalam ruang operasi.
"Aku sempat ragu denganmu tadi," Joey yang telah rapi, bersedekap dada menatap kedua wanita yang berdiri dengan pikirannya masing-masing.
"Oh God! Kalian tak perlu meragukan kemampuan ku. Namun kau benar, aku bahkan tadi sempat ragu haha," Sambil berjalan Tara berusaha merangkul kedua sahabatnya yang tak berhenti memukulinya dengan kesal. Tawa mereka mengisi lorong Rumah Sakit yang menghubungkannya dengan caffetaria.
"Aku ingin makan sesuatu." Tara menggigit bibir bawah dan mengelus perutnya lembut saat melihat caffe yang menyajikan beberapa makanan segar yang menggiurkan.
"Jangan bersikap seperti orang yang tidak makan selama setahun," Joey mencari tempat duduk menarik telinga Tara membawa nya ke ujung dimana mereka menghabiskan makanan dengan bersendau gurau mengisi waktu yang hanya akan mereka dapatkan saat senggang seperti ini.
"Memalukan." desah Gabriella lalu mengikuti langkah keduanya dengan anggun.
"Hallo... Apa kalian akan memesan menu terbaru dari kami?" Tanya Felix seorang waiters, pria muda campuran darah Italia-Korea, yang dikenal ramah serta sabar. Wajahnya yang tampan dan unik menjadi daya pikat tersendiri baginya.
"Tidak!" Jawab Tara, Gabriella dan Joey bersamaan. Felix hanya terkekeh menanggapi ketiga dokter Angel yang populer beberapa tahun terakhir di Rumah Sakit ini. Ia sudah cukup paham makanan apa saja yang akan mereka pesan bahkan Felix selalu memisahkan makanan yang menjadi kesukaan mereka setiap kali berkunjung ke caffe.
"Baiklah, akan ku buatkan kesukaan kalian,"
"Lain kali kau tak perlu bertanya lagi! membuang waktu saja," dengus Tara menatap nanar perutnya yang bertengkar meminta asupan makanan yang sehat dan bergizi.
"Aku tak habis pikir mengapa kau berusaha untuk melanjutkan tindakan mu tadi," Joey membuka jas dokter dan menyampirkannya dibelakang kursi.
"Jika tidak, pasien itu akan mati dengan Couse of Death is Heart Failure bukankah kau tau seorang dokter tak boleh membiarkan pasien itu death diruang operasi." Tara mulai meneguk air mineral yang baru diantarkan oleh Felix. Sedangkan Gabriel tengah berfokus pada benda pipih yang sedari tadi ia mainkan begitu mereka tiba di caffe.
Felix menata makanan yang telah menjadi ciri khas mereka bertiga, Sushiritto, Avocado Toast, Carne Asada Fries dan Fish Tacos, Felix juga mengetahui minuman yang sering mereka pesan yaitu Cola de Mono, Rompope dan Coctel de Algarrobina.
"Tampaknya prediksimu meleset Felix," ujar Tara yang tak minat sedikitpun pada minuman yang baru saja Felix taruh didepannya.
"Bukankah ini kesukaan anda dokter Tara Clarke?" Tanya Felix melihat kembali Rompope kesukaan Tara. Apa ia salah? Tak mungkin, jika setiap mendatangi caffe ini Rompope adalah minuman yang menjadi teman setia dokter Tara.
"Yaa hari ini sangat sangaaat membuang energi ku, emm baiklah tak apa. Kau buatkan aku Aguardiente dan Ramen Burger saja."
"Lalu ini?" Felix memandang iba pada makanan yang baru saja ia sajikan. Mungkinkah ia harus mengganti dengan yang baru dan membuang makanan yang tengah susah payah ia siapkan untuk nya?
"Aku akan memakannya, aku memintamu membuatkan lagi bukan menggantinya." Tara menatap Felix dengan tatapan intimidasi.
"Ahhh baiklah kau sedang membutuhkan asupan makanan yang banyak? Kurasa begitu." Felix segera kembali ke pantry dan menyuruh rekan yang bertugas disana untuk membuatkan pesanan baru Tara dengan segera.
"Malam ini hadirlah di pesta pertunangan ku." Joey melahap Avocado Toast dengan perlahan menyesap Cola de Mono.
"Hmmm aku akan datang dengan kekasihku," jawab Gabriella tersenyum mengejek pada Tara yang saat ini telah menghabiskan Sushiritto dengan sekali suapan.
"Aku akan datang bersama suami dan anakku." lagi lagi Tara membuat tawa Gabriella dan Joey mengudara hingga merasakan kram diperutnya. Bagaimana bisa ia akan datang bersama suami dan anak jika ia saja belum bisa move on dari mantan kekasihnya dahulu.
"Bagaimana kabar Nick?" Gabriella menambah kekesalan yang tercetak jelas di wajah mungil seorang Tara Clarke.
"Kau bertanya pada siapa?"
"Kau."
"Aku bukan ibunya!" Tara melempar kacang polong yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Tawa Gabriella dan Joey lagi lagi menyeruak di lorong pendengaran Tara dan itu sungguh menjengkelkan bukan? Tara segera mengambil alih Ramen Burger dan Aguardiente dari tangan Felix sebelum pria itu menaruhnya diatas meja. Felix menggeleng samar lalu kembali menyapa pada tamu yang datang ke caffe silih berganti.
***
-To Be Continued-
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard
Sepatu kulit hitam terhentak elegan ditengah kegusaran pria tampan berdarah campuran Russia-Turkey, jas surbiton yang melekat ditubuhnya terlihat sempurna dan berusaha menyembunyikan otot pria itu yang terus memberontak ingin memperlihatkan nya dengan menawan. Kemeja biru dengan merk Turnbull & Asser ikut menyempurnakan penampilan pria tersebut.Seisi Rumah Sakit menjadi gaduh saat kehadiran kedua pria yang benar benar mencuri perhatian. Mata cokelat indah itu tampak mengamati nomor kamar yang ia lewati bersama sahabatnya Matt Lebiance. Alis tebal yang dimiliki pria itu mengerut begitu tak mendapati nomor kamar yang ia cari. Namun hembusan nafas lega terdengar samar saat Matt terlebih dahulu menemukannya. "Hallo Dad," sapa Matt saat pintu terbuka dan menemukan sosok pria paruh baya terbaring tak berdaya diatas bed berukuran setengah dari kasur king size yang biasa ia tempati di mansion. "Mr Kiel masih dalam pengaruh obat anastesi, butuh sekitar 4 j
"Pada akhirnya kau pun bertemu dengan Joey," Tara menulis beberapa point perkembangan pasien dan resep obat yang harus ditebus. "Yeahh setidaknya dikampusku dulu, aku tidak pernah terganggu oleh kejahilannya," Gabriella terkekeh pelan. Joey memang sahabat yang terkadang menjengkelkan dan bodoh dalam versi geniusnya, dia selalu mendapat nilai bagus bahkan di semester akhir ia mendapat nilai diatas rata rata (cumlaude). "Setidaknya kau bisa memanfaatkan kecerdasan nya bukan? Dia selalu senang jika dimanfaatkan olehmu," tawa Tara sebelum menutup list pasien dan berjalan menuju kamar yang akan ia visite selanjutnya. "Good afternoon Mr.Kiel," sapa Tara saat mendapati pria paruh baya yang tengah duduk berbincang dengan seorang pria muda yang ia perkirakan adalah kerabat nya. "Good afternoon My Queen Angel," balasnya tersenyum cerah memamerkan gigi rapi dan putih yang dimilikinya. "Oh My God, bahkan kau pun memanggil ku seperti itu? Astaga berlebihan
"Bagaimana keadaan mu Dadd?" tanya Vin mulai mendekat saat kedua dokter tersebut melangkah pergi dari kamar sang ayah. "Simpan semua omong kosong mu anak nakal!" kesal Mr Kiel membuang wajahnya kearah lain. Ia malas melihat anak laki-laki satu satunya yang sulit diatur bahkan masih terlihat mementingkan dirinya sendiri. "Maafkan aku, aku sedang memikirkan keinginanmu," jelas Vin sabar dan duduk tepat dibelakang punggung sang ayah yang tengah merajuk layaknya anak balita. "Ayahmu sudah tua! Aku sudah meminta mu untuk segera menikah berulang kali tapi kau..?" "Aku sedang memikirkan nya Dadd tolong bersabar lah," Vin mulai merangkul bahu sang ayah mencoba menetralkan amarah yang bersarang dihati pria paruh baya tersebut. "Semua wanita berlomba untuk mendapatkan mu, apa salahnya kau pilih salah satu diantaranya. Itu bukan hal yang sulit," ujarnya lagi dengan kerutan alis yang semakin dalam. "Dadd... Kau tau? Aku sedang mempersiapkan
Happy reading :)----------------------Jantung yang berpacu dalam dada bidang pria bermata cokelat tampak ia hiraukan ketika bersitatap dengan manik legam wanita dihadapan nya. Ia tak mengerti mengapa jantungnya berdebar seperti ini dan juga.. mengapa bisa wanita bermanik legam ini terasa menusuk ke dalam relung dirinya yang dalam. Seakan jiwa mereka melebur menjadi kesatuan yang utuh dan menerobos benteng kokoh yang ia bangun selama ini. Mustahil!"Ahhh Tara Clarke," Tara memilih mengulurkan tangannya megakhiri kontak mata dengan pria yang menakjubkan seperti Vin. Ia takut menemukan segala bentuk kekejaman dan hal keji yang ia rasa pedih dan menyayat. Luka itu terlalu besar, luka itu sudah terlalu lama hingga menyebabkan mata cokelat indah itu tampak dingin dan tajam."Vincent Hogan Kiel." sambut Vin tak melepas pandangan sedikitpun pada Tara yang tampak gugup dan gusar. Tara menatap jemari tangan yang tengah digenggam hangat oleh Vin, hatinya berdesir
Happy reading! ---------------------------- "Don't touch." Tara mulai membalikkan badan berusaha melepas cengkraman pria yang ia hindari selama ini. "Mengapa kau menjauhiku Tara? Aku mencarimu selama ini!" Nick terus menggenggam erat pergelangan Tara yang semakin merah, namun wanita bermanik legam tersebut menahan rasa sakitnya dan lebih menyalangkan matanya pada pria berambut hitam tersebut. "Hentikan omong kosong mu dokter Nick Scotti!" Tara menyunggingkan senyum sinis padanya, ia benci menatap mata pria didepannya kini dan yang paling sangat ia benci bahwa dirinya justru merindukan tatapan rindu pria bermanik legam yang sama denganya. "Jelaskan padaku mengapa kau menghindar dan pergi meninggalkan ku?!" Sentak Nick mulai geram. "Kau ingin tau jawabanku?" tanya Tara getir bersamaan dengan bibirnya yang bergetar menahan amarah bercampur kecewa. Mta Tara yang dulu selalu memancarkan kebahagiaan serta kelembutan padanya, kini sir
Happy reading!-------------------------------------"Aaaarghh!!" Vin memejamkan matanya erat, bibirnya ia gigit kuat bermaksud mengalihkan rasa sakit atas segala cambukan yang ia terima dari sang ibu ditengah tubuh kecilnya, sekuat tenaga ia menopang tubuh tersebut diatas lantai marmer beralaskan sikut yang hanya menempel pada lantai itu.Punggung mungil yang menjadi alas dan sasaran atas cambukan amarah sang ibu, membuatnya menjadi merah mengeluarkan darah pada tiap inci kulit yang sebelumnya tampak putih dan mulus. Suara cambukan demi cambukan terdengar begitu keras dan menggila ditelinga Vin kecil saat itu. Ini adalah cambukan yang kesekian kali ia terima."Ini adalah balasan untuk mu karena sudah mengganggu kesenangan ku!" Geram sang ibu tanpa henti mengayunkan tangannya memberikan pecutan yang entah keberapa kali ia layangkan pada Vin."Kau telah menghianati ayahku wanita jalang!" Sentak Vin dengan amarah yang berkobar namun menyayat. Sesungg
Happy reading my lovely reader ;) ----------------- Maybach Exelero hitam membelah jalanan kota menuju Glendale. Vin memutuskan akan mengunjungi mansion miliknya disana. Ia menolak keras saat Matt berusaha membujuk agar dapat mengantarnya pulang. Beberapa kali ia memukul stir ditengah konsentrasi yang terbagi dua. Mengapa ia harus mengingat masa lalu saat bersama wanita asing yang baru dikenal? Namun rasa nyaman dekapan wanita bermanik legam itu tak mampu ia pungkiri. Bahkan degub jantung yang berpacu saat bersamanya hingga kini masih begitu terasa. Aroma Rosemary yang menguar dari tubuh Tara telah memanjakan indra penciumannya. Perlakuan lembut, pandangan khawatir Tara begitu menggetarkan disetiap syaraf tubuh Vin, apalagi ketika wanita bersurai hitam itu begitu menggebu menceritakan kejadian tadi pada Matt namun tergambar jelas rasa khawatir disana. Senyum samar menghiasi wajah Vin sesaat sebelum getaran ponsel yang diletakkan di dashboard mobil mengalihkan perhatiannya. "Gospod
Happy reading :)----------------"Kita terlambat Queen Angel!" Gabriella melangkah cepat menuju ruang konferensi tempat meeting para dokter dilakukan."Itu salahmu!" Tara sedikit berlari menyusul langkah Gabriella yang hendak mencapai pintu."Jika bukan karena mu, aku tak akan mabuk hingga pagi!" Kesal Gabriella lalu merapikan penampilannya yang sedikit kusut pada bagian rambut."Calmdown Gab, kau seperti akan bertemu hantu," Tara menarik napas dalam sebelum memegang daun pintu didepannya."Mungkin lebih dari itu,"Tara mendorong pintu perlahan lalu membungkuk hormat meminta maaf atas keterlambatannya. Gabriella ikut melakukan hal yang sama dibelakang Tara."Jangan kau ulangi Mrs Tara!". tegur Mr Ryan yang merupakan director asistant di rumah sakit.Sesaat pandangan Tara terkunci pada pria yang sangat ia benci dan ia hindari selama ini, Nick Scotti. Bagaimana bisa ia telah duduk manis dalam konferensi besar pagi ini? Ta
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer