Happy reading :)
----------------------
Jantung yang berpacu dalam dada bidang pria bermata cokelat tampak ia hiraukan ketika bersitatap dengan manik legam wanita dihadapan nya. Ia tak mengerti mengapa jantungnya berdebar seperti ini dan juga.. mengapa bisa wanita bermanik legam ini terasa menusuk ke dalam relung dirinya yang dalam. Seakan jiwa mereka melebur menjadi kesatuan yang utuh dan menerobos benteng kokoh yang ia bangun selama ini. Mustahil!
"Ahhh Tara Clarke," Tara memilih mengulurkan tangannya megakhiri kontak mata dengan pria yang menakjubkan seperti Vin. Ia takut menemukan segala bentuk kekejaman dan hal keji yang ia rasa pedih dan menyayat. Luka itu terlalu besar, luka itu sudah terlalu lama hingga menyebabkan mata cokelat indah itu tampak dingin dan tajam.
"Vincent Hogan Kiel." sambut Vin tak melepas pandangan sedikitpun pada Tara yang tampak gugup dan gusar. Tara menatap jemari tangan yang tengah digenggam hangat oleh Vin, hatinya berdesir saat jemari kecil itu tampak terlindungi oleh jemari kokoh milik Vin.
"Selamat malam semua.." Suara MC di acara pertunangan tersebut membuat keduanya melepas jabatan mereka. Tidak, disini Tara lah yang menarik tangan nya lebih dulu sebelum debaran jantung yang ia rasakan semakin menjadi dan melaju lebih cepat daripada biasanya.
"Mengapa kau ada disini?" Tanya Tara mengalihkan perhatian dengan berbasa basi pada Matt.
"Cindy adalah adik sepupu ku," jawab Matt sambil meneguk red wine yang dihidangkan oleh pelayan.
"Ahh.. begitu rupanya." Tara bahkan baru tahu jika Joey akan tunangan bersama wanita yang bernama Cindy. Tara tertawa konyol didalam hati, ingin sekali ia merutuki kebodohannya kali ini.
"Red wine?" Matt memberikan red wine satu lagi untuk Tara.
"Ahh tidak, terimakasih." tolak Tara halus.
"Mengapa?"
"Aku takut ada panggilan rumah sakit untuk operasi dadakan." Matt semakin kagum pada wanita disamping nya kini.
"Seperti nya kalian sangat populer," Tara memandang kedua pria disampingnya bergantian.
"Kau benar-benar tidak tahu kami?" Tanya Matt penasaran yang dibalas gelengan kepala oleh Tara dan senyuman yang memperlihatkan gigi putihnya.
"Apa kau tidak sempat menonton televisi atau membaca berita di ponsel?" Matt mengeluarkan ponsel dan memasukkan kembali ke dalam saku jasnya.
"Aku lebih sering melihat monitor saat operasi dan foto Rontgen pasienku sendiri." kekeh Tara yang tampak cantik dalam pandangan Vin. Vin hanya menyunggingkan senyum samar yang tak terlihat sama sekali.
"Kau bisa mencari tahu di g****e tentang kami," jawab Matt mengedipkan matanya sebelah kanan. Tara kembali meneguk air mineral miliknya di atas meja.
Suara riuh tepuk tangan terdengar ramai menelusup indra pendengaran mereka bertiga saat penyematan cincin dijari manis sang wanita. Joey yang tampak gugup dengan balutan jas hitam bunga disaku dada sangat senada dengan gaun berwarna peach yang dikenakan oleh Cindy serta gold crown berdiri kokoh diatas kepalanya. Senyum Tara terbit saat melihat kemesraan dan kebahagiaan yang mereka nikmati, ia berharap suatu saat nanti akan diperlakukan hal yang sama oleh kekasihnya bahkan lebih dari ini. Vin menatap Tara yang sedang tersenyum kearah Joey dan Cindy, spontan Tara melirik Vin yang ternyata tengah menatapnya dengan tatapan tak terbaca.
"Tara...!" Suara Gabriella mengalihkan perhatiannya. Gabriella melangkah gusar menghampiri Tara yang sedang mengatur pacu jantung yang kembali berdetak oleh sorot mata cokelat Vin yang menawan.
"Ada apa?" Tanya Tara saat Gabriella sudah berdiri didepannya.
"Ahh Hay... Matt?? Bukankah kau saudara Mr Kiel?" Tanya Gabriella mengacuhkan pertanyaan Tara dan lebih memilih pria tampan disebelah nya.
"Yess kau benar,"
"Maaf aku ada hal penting dengan Tara," Gabriella menarik lengan Tara agak sedikit menjauh dari dua pria tersebut.
"What's wrong?" Tara menatap lekat Gabriella yang semakin gusar dan mengedarkan pandangannya.
"Tara... Nick ada disini!" Bisik Gabriella cemas.
"W-what???!" Pekik Tara tak percaya. Tanpa sadar pekikan tersebut membuat Vin menoleh dan mendapati mata legam wanita itu membulat sempurna ia menggigit jari telunjuknya menandakan kecemasan yang tak mampu ia tutupi. Gabriella mengangguk cepat sebagai jawaban atas pertanyaan Tara.
"A...aku harus pergi, aku tak ingin bertemu dengannya," Gabriella menatap Tara penuh kebimbangan.
"Mengapa kau tak menemuinya saja?" Tara lebih memilih melangkah kan kaki meninggalkan Gabriella yang tercengang karena diabaikan.
"Ekhemm sorry, sepertinya aku harus pergi lebih dulu," Tara tersenyum kaku pada Matt dan Vin, namun matanya berkeliaran memandang orang disekelilingnya satu persatu.
"Mengapa? sebentar lagi acara dansa, berdansa lah denganku,"
"Maaf aku buru buru ada yang harus aku selesaikan." Tara segera berlalu meninggalkan kedua pria tersebut yang menatapnya heran.
"Taraaa...!" Seru Gabriella yang ikut berlari mencoba mengejar nya, namun Tara melangkah lebih cepat hingga wanita bergaun hitam tersebut hilang dibalik keramaian para undangan yang mulai berdansa dengan pasangan masing-masing.
"Mungkin ada panggilan dari rumah sakit," Matt kembali meneguk red wine untuk kesekian kalinya. Tak lama Vin pamit pergi dengan alasan ingin mengambil beberapa hidangan disana sedangkan Matt ikut berdansa dengan beberapa wanita yang ia temui di pesta.
Tara bergegas menuju mobil Bugatti Veyron merah metalik miliknya sebelum ia bertemu dengan Nick mantan kekasihnya dahulu. Ia tak ingin pernah bertemu lagi dengannya mengingat pria itu berhianat secara terang terangan dan dengan tak tahu malunya pria itu terus menerus mengejar Tara dan memaksa untuk kembali padanya.
"Tidak tidak, aku tidak ingin bertemu dengannya Tuhan!" Gumam Tara mulai melepas high heels dan kembali berjalan dengan cepat. Sungguh ia tak ingin kembali bersama nya walau sudah jelas hati dan jiwanya masih mengharapkan cinta yang sama seperti dulu. Ia menyadari betapa bodohnya ia tak bisa menghilangkan perasaan nya sendiri pada pria brengs*k seperti Nick. Ia pun merasa konyol selalu mengingat kebahagiaan semu yang pria itu berikan padanya dan sialnya sangat mengesankan.
"Tara!" Cekalan di pergelangan tangan Tara mampu menghentikan langkahnya yang sebentar lagi hendak mencapai mobil miliknya. Degup jantung Tara mulai menjadi saat merasakan sentuhan yang selama ini ia rindukan sekaligus ia benci. Sentuhan lembut yang selalu mengisi kekosongan dirinya, sentuhan hangat yang selalu membelai pipinya dengan penuh kasih, dan jemari inilah yang selalu membuat nya merona. Namun saat penghianatan itu menikamnya seketika ia membenci segala hal yang berhubungan dengan pria tersebut.
***
-To Be Continued-
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard
Happy reading! ---------------------------- "Don't touch." Tara mulai membalikkan badan berusaha melepas cengkraman pria yang ia hindari selama ini. "Mengapa kau menjauhiku Tara? Aku mencarimu selama ini!" Nick terus menggenggam erat pergelangan Tara yang semakin merah, namun wanita bermanik legam tersebut menahan rasa sakitnya dan lebih menyalangkan matanya pada pria berambut hitam tersebut. "Hentikan omong kosong mu dokter Nick Scotti!" Tara menyunggingkan senyum sinis padanya, ia benci menatap mata pria didepannya kini dan yang paling sangat ia benci bahwa dirinya justru merindukan tatapan rindu pria bermanik legam yang sama denganya. "Jelaskan padaku mengapa kau menghindar dan pergi meninggalkan ku?!" Sentak Nick mulai geram. "Kau ingin tau jawabanku?" tanya Tara getir bersamaan dengan bibirnya yang bergetar menahan amarah bercampur kecewa. Mta Tara yang dulu selalu memancarkan kebahagiaan serta kelembutan padanya, kini sir
Happy reading!-------------------------------------"Aaaarghh!!" Vin memejamkan matanya erat, bibirnya ia gigit kuat bermaksud mengalihkan rasa sakit atas segala cambukan yang ia terima dari sang ibu ditengah tubuh kecilnya, sekuat tenaga ia menopang tubuh tersebut diatas lantai marmer beralaskan sikut yang hanya menempel pada lantai itu.Punggung mungil yang menjadi alas dan sasaran atas cambukan amarah sang ibu, membuatnya menjadi merah mengeluarkan darah pada tiap inci kulit yang sebelumnya tampak putih dan mulus. Suara cambukan demi cambukan terdengar begitu keras dan menggila ditelinga Vin kecil saat itu. Ini adalah cambukan yang kesekian kali ia terima."Ini adalah balasan untuk mu karena sudah mengganggu kesenangan ku!" Geram sang ibu tanpa henti mengayunkan tangannya memberikan pecutan yang entah keberapa kali ia layangkan pada Vin."Kau telah menghianati ayahku wanita jalang!" Sentak Vin dengan amarah yang berkobar namun menyayat. Sesungg
Happy reading my lovely reader ;) ----------------- Maybach Exelero hitam membelah jalanan kota menuju Glendale. Vin memutuskan akan mengunjungi mansion miliknya disana. Ia menolak keras saat Matt berusaha membujuk agar dapat mengantarnya pulang. Beberapa kali ia memukul stir ditengah konsentrasi yang terbagi dua. Mengapa ia harus mengingat masa lalu saat bersama wanita asing yang baru dikenal? Namun rasa nyaman dekapan wanita bermanik legam itu tak mampu ia pungkiri. Bahkan degub jantung yang berpacu saat bersamanya hingga kini masih begitu terasa. Aroma Rosemary yang menguar dari tubuh Tara telah memanjakan indra penciumannya. Perlakuan lembut, pandangan khawatir Tara begitu menggetarkan disetiap syaraf tubuh Vin, apalagi ketika wanita bersurai hitam itu begitu menggebu menceritakan kejadian tadi pada Matt namun tergambar jelas rasa khawatir disana. Senyum samar menghiasi wajah Vin sesaat sebelum getaran ponsel yang diletakkan di dashboard mobil mengalihkan perhatiannya. "Gospod
Happy reading :)----------------"Kita terlambat Queen Angel!" Gabriella melangkah cepat menuju ruang konferensi tempat meeting para dokter dilakukan."Itu salahmu!" Tara sedikit berlari menyusul langkah Gabriella yang hendak mencapai pintu."Jika bukan karena mu, aku tak akan mabuk hingga pagi!" Kesal Gabriella lalu merapikan penampilannya yang sedikit kusut pada bagian rambut."Calmdown Gab, kau seperti akan bertemu hantu," Tara menarik napas dalam sebelum memegang daun pintu didepannya."Mungkin lebih dari itu,"Tara mendorong pintu perlahan lalu membungkuk hormat meminta maaf atas keterlambatannya. Gabriella ikut melakukan hal yang sama dibelakang Tara."Jangan kau ulangi Mrs Tara!". tegur Mr Ryan yang merupakan director asistant di rumah sakit.Sesaat pandangan Tara terkunci pada pria yang sangat ia benci dan ia hindari selama ini, Nick Scotti. Bagaimana bisa ia telah duduk manis dalam konferensi besar pagi ini? Ta
Happy reading :)------------------"Hallo Mr Kiel," sapa Tara tersenyum ramah saat melihat wajah pria tua yang berbinar karena kedatangannya. Ia harus memakan waktu lama berdebat dengan Nick hingga berakhir disini tanpa diikuti pria brengsek itu. Segala usaha ia lakukan agar dapat terhindar dari pria yang sudah berhianat padanya, namun pada akhirnya semesta bercanda dengan mempertemukannya kembali ditempat ini."Kau menepati janjimu nona," pria tua itu terkekeh pelan meraih gelas diatas nakas lalu meneguknya perlahan.Sesaat manik legam Tara menangkap pria bermanik coklat tengah duduk disamping Mr Kiel dengan santai. Pria yang sempat membuat nya merona ditengah keberanian untuk mendekapnya. Tara ingat, betapa halus dan keras surai chestnut blonde itu yang sempat ia usap dengan telapak tangannya, bahu dan punggung kokoh itu sempat ia peluk mampu menggetarkan seluruh syaraf ditubuhnya, manik cokelat yang tampak berkilau selalu menyembunyikan segala laranya
Hallo, kembali lagi setelah hampir dua hari merenungi perjalanan mereka hihihiHappy reading ;)----------------------"Mengapa kau terus mengabaikan ku?" Nick semakin kesal karena sedari tadi ia merasa tak dianggap keberadaannya oleh Tara."Kau yang sejak tadi terus membahas masa lalu konyol kita Nick, we are in the hospital area, prioritize professionalism okay? because we are working with the patient's life!". Tara mendelik tajam, lalu mengambil dokumen yang diberikan oleh seorang perawat dan mencatat beberapa tindakan yang akan dilakukan besok.Ia tak mampu berkonsentrasi ditengah pikiran yang bercabang, bagaimana bisa Vin menciumnya secara tiba-tiba seperti tadi? Bukankah sebelumnya pria itu mengacuhkan dirinya. Tara merasa kesal seakan dilecehkan oleh pria bermata cokelat itu, namun ia tak dapat menampik bahwa rasa lembut dan kelembaban yang Vin torehkan padanya begitu memabukkan."Okay, aku minta maaf." Nick mengangkat kedua tan
Happy reading :)--------------------Tara lebih menikmati pemandangan malam dari atas gedung Ronald Reagan UCLA Medical center, ia butuh suasana hening untuk sekedar menenangkan hati dan pikiran nya sesaat. Ia tak mungkin meminta Gabriella untuk menemaninya ditengah kondisi ibunya yang sakit. Ia juga tak akan mungkin meminta Joey untuk sekedar menghibur mengingat pria itu tengah menikmati rasa bahagia atas pertunangannya.Surai hitam miliknya menari lembut saat hembusan angin membelainya perlahan. Catsuit putih yang dilapisi oleh Cardigan cokelat membuat ia tampak manis dan santai. Hot Chocolate menemani setiap jemari yang mulai mendingin karena suasana malam. Pergi ke tempat tertinggi di rumah sakit adalah keputusan yang tepat.Tara masih merenung mengenai kejadian yang membuatnya seakan mengikuti latihan shock therapist. Bagaimana bisa Vin berubah sepersekian detik dari ketidak pedulian terhadapnya menjadi keberanian yang nyata untuk menyesap bibirnya
Happy reading ;)-----------------------Mobil Maybach Exelero hitam kembali membelah jalanan kota California menuju Los Angeles dengan kecepatan penuh. Suara tembakan demi tembakan membuat siapapun yang berada dijalan tersebut lebih memilih untuk menepi."Shit! Mengapa ia menemukan ku?!!" Vin segera memasang anti peluru dalam jaket kulit navy yang ia kenakan, lalu kembali mengarahkan desert eagle pada mobil Koenigsegg CCXR Trevita silver milik salah satu anggota Mafia Checnya. Sialnya ia tak memiliki banyak peluru dan hanya menggunakan Desert eagle untuk menembak lawan."Aku kira ada penghianat kedua setelah Gagiyev," jawab Matt santai namun matanya masih menajam pada jalanan didepannya."Fyodor, temukan beberapa penghianat Bratva!" Perintah Vin dibalik car kit handsfree."Ya, Gagiyev! Anda yakin tak membutuhkan tim penyelamat Sir?" Tanya Fyodor ragu."Tidak, aku bisa mengatasinya sendiri. Setelah ini berikan informasi yang ku harapk
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer