Maxim yang tersadar Dion sudah menghilang di hadapannya, langsung bergegas berlari menuju kantin sekolah.
Di cari-carilah sosok pria bermata kucing itu. Ditengoknya kanan ke kiri sambil membulatkan tangannya, seolah-olah tangannya adalah teropong pengintai.
Setelah beberapa detik Ia menemukan pria sipit tersebut. Dia sedang menunduk melihat layar ponsel miliknya. Dan Maxim yang sudah senang mendapatkan Dion ada disana, langsung bergegas menghampiri dan menepuk pundak Dion dari belakang.
Dion tidak merespon, raut wajahnya kesal dan terus melihat layar ponselnya, seakan-akan ada urusan penting. Maxim yang menyadari itu nampak kebingungan, "Dion ini kenapa..." gumamnya.
"Bas, kenapa si lu? diam-diam aja" tanya Maxim.
"Dih" cibir Dion.
"Baskaraaa gua salah apa Ya Allah Ya Tuhan Yesus" teriak Maxim sambil mengacak-acak rambutnya.
"Haha gak jelas!" tawa Dion lirih.
"Bas, gua yakin lu bakal terkenal kalo kak Robert nerima lu di grup bandnya" mata Maxim meyakinkan.
"Bacot" balas Dion.
***
Beberapa menit kemudian Bi Sumi datang membawakan 2 mangkuk berisi bakso urat panas dan 2 es teh manis.
"Monggoh mas" ucapnya.
"Iya bu siap, Baskara yang bayar bu" timpal Maxim.
"Iyaa mas" mengangguk dan pergi.
"BANGKE" sahut Dion.
Maxim hanya terkekeh sambil memakan bakso panasnya itu.
***
Setelah selesai menyantap bakso Bi Sumi, Dion segera membayar dan berjalan menyusuri lorong kantin menuju ke kelasnya.
Sedangkan Maxim yang terburu-buru menghabiskan sisa bakso dan menyeruput kuah kaldunya, sembari melihat Dion yang terus berjalan. Setelah selesai tanpa pikir panjang Maxim lari terbirit-birit menyusul Dion.
"Bas, keren juga nama lu." kata Maxim
"JELAS, GUA JUGA NYADAR KALI" sahutnya lantang.
"Dih najis. Eh jadi ikut shuffle di taman kota nanti?"
"Oiya astaga. Untung lu bilang, jadi kok jadi"
"Pikun" kekeh Maxim.
"Ya udah gua ikut siapa tau banyak cewek-cewek lumayan" sahut Maxim lagi.
"Y" ucap Dion singkat.
Tak terasa mereka sudah sampai di depan pintu kelas. Dan mengikuti KBM sampai jam pelajaran selesai.
Tanpa Dion sadari, di depan kelasnya sudah ada beberapa kerumunan adik kelas yang mengintip dari balik jendela.
Sampai ketika Dion menampakkan batang hidungnya keluar kelas, mata kerumunan cewek itu langsung berbinar. Meleleh, menatap Dion yang sedari tadi mencoba membenarkan posisi jaket jeans berwarna hitamnya yang lusuh.
"Kenapa?" tatap Dion ke arah kerumunan cewek itu.
"Mau diantar pulang?" tanyanya.
Salah satu dari beberapa cewek itu tiba-tiba menjawab ajakan Dion barusan. Zelen namanya, perempuan bertubuh mungil dibalut dengan kulitnya yang putih.
"M-mau kak" jawabnya sedikit terbata.
"Yok" sahut Dion.
***
Berjalan lah Dion menuju halaman parkir yang berada di samping sekolah. Dan menghidupkan motornya dengan plat nomor R6670BG, motor vespa matic berwarna merahnya itu.
Seketika Zelen menjadi sorotan puluhan manusia yang ada di sekolah tersebut. Bagaimana tidak Zelen yang tiba-tiba diantar pulang oleh Dion si cowo idaman satu sekolah! Dia duduk sembari menurunkan kaca helmnya, karena malu menjadi tontonan. Tetapi dalam hatinya, dia amat sangat senang.
***
Di perjalanan pulang.
"Ini kemana lurus atau belok?" teriak Dion dari arah depan.
"Lurus aja kak, nanti rumah aku kiri jalan warna putih." sahut Zelen kencang.
***
Sesampainya di depan rumah Zelen, Dion yang tanpa sadar berbicara sendiri sambil menatap rumah yang megah bak istana.
"Anjir besar juga rumahnya, ish ish. Keren ya lu" lalu menatap Zelen yang dari tadi menahan tawa.
"A-apaan si kak, rumah kak Dion lebih dari ini kali" jawab Zelen.
Dion hanya terkekeh.
"Ya udah gua pamit"
"Sini sebentar len" sahutnya lagi.
Dengan cepat dia maju satu langkah lebih dekat dengan Dion, dan...
Dion melakukan first kiss kepada Zelen. Zelen yang terkejut memundurkan langkahnya, matanya melotot, Ia berbalik badan dan berlari ke arah gerbang rumah tanpa sepatah kata pun.
Dion yang menyaksikan respon dari Zelen tersebut hanya tersenyum licik, dan menghidupkan motornya lalu pergi.
***
Di perjalanan pulang tiba-tiba ponsel Dion berdering. Segera Ia meminggirkan motornya dan berhenti untuk mengangkat telfon dari siapa itu. Saat diangkat...
"BAS! ANJ*NG YA LU! DIMANA LU HAA?! GUA CARI-CARI KAGA NEMU! JADI SHUFFLE KAGA?!" suara Maxim yang sangat keras itu membuat Dion hanya terkekeh, lalu Ia menjawab "gua otw ke taman kota, lu langsung aja kesana."
Dan Dion segera mematikan telfonnya. Ia kembali menghidupkan motornya itu lalu melaju kencang.
***
-Zelen-
Zelen yang berlari menuju lantai 2 kamarnya, langsung menutup pintu dan berteriak.
"KAK DIOOOOON AWAS YA LU" dengan muka merahnya sembari tertawa malu.
Lalu Zelen mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya. Dia membuka w******p dan mencari nama 'Sisca' disana. Dan menelfonnya, berdering...
"Iya halo Len, apaan?" sahut Sisca.
"Ca lu jan bilang siapa-siapa plis" dengan nafas yang terengah-engah.
"Ada apaan anjir" kata Sisca ngegas.
"Kak Dion Ca.."
"Kenapa bangke?!"
"F-first kiss gua dicuri sama kak Diooooon" ucap Zelen kegirangan.
"SUMPAH LEN? WAH GILA LU. LEN ALLAHUAKBAR" ucap Sisca syok.
Di seberang Sisca hanya mendengar Zelen yang tertawa ngakak tiada henti. Sedangkan Sisca hanya menganga tak percaya apa yang baru saja Zelen ucap.
"Gua yakin Len, berita ini pasti bisa ke sebar cepat di sekolah. Apa lu ga malu?" tanya Sisca penasaran.
"Siapa emang yang nyebarin berita ini? lu kan? bacot banget gua pukul lu Ca!" sahut Zelen.
(Sisca hanya tertawa geli )
"Siap-siap aja besok pagi Len." timpal Sisca lagi.
Lalu Sisca menutup telfonnya. Dan Zelen masih mengingat kejadian yang Ia alami, sembari memegangi bibirnya yang basah.
***
Sesampainya di taman kota, Dion segera memarkirkan motornya di sebelah motor Maxim. Dan diujung pintu masuk sana, sudah ada manusia dajjal yang berdiri menunggu Dion datang. Siapa lagi kalo bukan Maxim.
"Ngapain lu kaya orang ilang aja" ucap Dion tiba-tiba.
"Bacot" sahut Maxim.
Dion hanya terkekeh, lalu berjalan beriringan dengan Maxim menuju tempat pelatihan shuffle.
Disana Dion disambut dengan hangat oleh komunitasnya, begitu juga kepada Maxim sahabatnya itu. Tanpa lama lagi mereka memulai acara tersebut. Dimulai dengan pembukaan, dan dilanjut penampilan satu persatu skill dari anggota shuffle tersebut, termasuk Dion. Yang tujuannya melihat apakah anak didiknya berkembang atau tidak. Sedangkan Maxim hanya melihat saja, dan sesekali memandangi grup cewek yang sedang latihan sexy dance di seberang sana.
Dan selalu ramai ketika komunitas shuffle ini datang berkunjung ke taman kota. Entah pengunjung yang baru datang ikut menonton, atau pengunjung yang sudah sedari tadi disitu.
Rasanya bak menjadi artis papan atas yang sedang mengadakan konser, dan ditonton oleh lautan manusia. Apalagi ketika giliran Dion maju ke depan, menunjukan skill shuffle yang Ia punya sudah sejauh mana.
(Ah mantap)
Sorakan dari para penonton riuh menyemangati Dion, seperti "go Dion go Dion go" menggelegar di penjuru taman kota.
Dan acara berikutnya seperti biasa, memilih lagu untuk di buat cover dance shuffle versi masing-masing grup atau individu.
Yang jelas Dion ingin menampilkannya secara individual, Ia ingin terlihat bisa dan keren. Setelah materi disampaikan, Dion dan Maxim bergegas pulang. Tetapi untuk Maxim dia selalu mampir terlebih dahulu ke rumah Dion untuk sekedar numpang makan.
NEXT
Malam harinya seusai pelatihan shuffle di taman kota itu, mereka berdua tiba di kediaman Dion. Dion yang baru saja memarkirkan motornya di halaman depan rumah, di ikuti Maxim di belakangnya."Mah, Dion udah balik" Ucap Dion memberi salam."Tante, Maxim pulang" teriak Maxim sembari melepas helm di kepalanya.Bu Sisi yang mendengar suara anaknya dan Maxim, segera keluar dari kamar tidurnya. Dan menyambut mereka dengan pelukan hangat."Sini makan, lapar pasti. Kalian habis dari mana aja?" tanya Bu Sisi."Tadi Dion habis latihan dance shuffle mah, kaya biasanya." sahut Dion."Habis anterin cewek juga tante." ledek Maxim sambil mengunyah ayam di mulutnya."Bener itu Dion?" tanya Bu Sisi."Iya mah, adik kelas doang kok. Kasihan tadi gak ada yang jemput" timpal Dion.Maxim yang mendengar jawaban Dion itu hanya berdehem, mengkode Bu sisi jika Dion itu berbohong. Tetapi Bu Sisi hanya mengangguk
Maxim yang sudah sampai terlebih dahulu di kelas, dan disusul Dion. Mereka berdua duduk di satu bangku yang sama, dan asyik bermain dengan ponselnya masing-masing.Dari luar tanpa sadar Zelen datang, memasuki ruang kelas Dion. Dan menghampiri Dion yang sedang menunduk melihat layar ponselnya, suasana di kelas cukup hening. Ada beberapa siswa yang sadar Zelen masuk ke dalam ruang kelasnya, dan sisanya sibuk dengan dunianya sendiri.Zelen yang sudah mendapati Dion di depan matanya itu, langsung membalas kecupan di pipi kirinya. Suatu kecupan lembut mendarat, membuat Dion tidak fokus dan menoleh.Terkejut dan sempat kebingungan, Zelen hanya tertawa kecil melihat respon Dion yang aneh. Sementara Dion baru mengingat ia pernah memberikan first kiss kepada Zelen beberapa hari yang lalu.Lalu tangan Dion mengelus pipi sebelah kanan Zelen dan mencubitnya pelan, dan berkata"Habis balas dendam ya?" sembari tertawa kecilZelen hanya t
-Angel-Pagi harinya Angel terbangun, ia bingung dia sedang tidur dimana. Ia melihat sekeliling dan memilih untuk duduk.Setelah beberapa menit, ia tersadar sedang berada di hotel tak jauh dari tempat club semalam. Ia juga sadar bahwa malam sebelumnya sedang bersama Dion. Ia syok dan segera menghubungi Dion, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi semalam sampai ia berada di hotel tersebut.Tapi sebelum ia menelfon Dion, ia melihat secarik kertas di atas meja kecil di sebelah kasurnya. Kertas berwarna putih dengan tulisan singkat, dibacanya, yang isinya'Hai Angel lo ga gua apa-apain, semua tagihan hotel udah gua bayar semalam. Jan lupa sarapan dulu sebelum check out, sorry.'Membaca pesan itu hati Angel merasa lega, walaupun belum sepenuhnya. Ia tak jadi menelfon Dion, ia percaya Dion tidak melakukan hal aneh kepadanya.Tanpa pikir panjang Angel segera mandi dan breakfast lalu pulang, seperti yang Dion ucapkan.
Keesokan harinya. Hari ini hari jumat, biasanya tidak diadakan pelajaran khusus, melainkan kegiatan pramuka yang dipimpin oleh para Dewan Penggalang (DP). Salah satu dari anggotanya adalah Dion. Dewan Penggalang yang dingin, dan tidak banyak bicara. Itu lah Dion disaat berperan menjalan tugasnya di sekolah.Dimulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 02.00 siang. Akan diisi dengan kegiatan PBB.***"Sayang, kamu kuat berangkat sekolah hari ini? Ada kegiatan pramuka loh biasanya, atau kamu mau izin dulu?" ucap Bu Sisi menyambut kedatangan Dion yang sedang menuruni anak tangga ke lantai 1Dion yang sedang berjalan menanggapi kekhawatiran ibunya, menghampiri dan memeluknya, dan berkata"Gak apa mah, Dion kuat. Pamit dulu ya, nanti kalo ada apa-apa aku kabari." sembari mencium tangan Bu SisiLalu berjalan menuju halaman rumah, dan menaiki motornya sambil melambaikan tangan ke arah Bu Sisi.***Akhirnya sampai
Hujan mulai turun, hari sudah sore. Padahal jalanan licin sekali, rawan kecelakaan. Tetapi Dion tak peduli, ia terus mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.Ia basah kuyup, dari atas sampai bawah. Air hujan terus mengucur deras dari pakaiannya. Sesekali ia berhenti di lampu merah, membuka benik baju seragamnya itu, membiarkan perut kotaknya terlihat. Dingin pasti, tetapi jarak antara rumah Zelen dan Maxim cukup jauh.***Setelah hampir setengah jam perjalanan, ia tiba di rumah si Max. Langsung memarkirkan motornya di halaman depan, dan mengambil ponselnya di dalam saku celana.Ponselnya basah, alhasil tidak bisa menyala. Akhirnya mau tidak mau, ia harus memencet bel rumah Maxim sampai di buka kan pintu rumahnya.'Ting tong ting tong ting'"Keluar bangke! Gua menggigil." umpatnya di dalam hati"Siapa? Hujan-hujan tidak menerima sumbangan." terdengar suara Maxim dari dalamDion yang
Dinner time dengan keluarga Bu Mala sudah selesai. Makanan semua ludes, apalagi bakwan gorengnya, Dion yang paling ketagihan. Sampai-sampai Bu Mala rela menggorengkannya lagi untuk Dion bawa pulang, alih-alih sebagai buah tangan untuk Bu Sisi. Campuran yang sangat perfect, bakwan dan cabai rawit di dalamnya. "Tante makasih banyak loh, sampai sengaja goreng bakwan baru buat Dion." ucap Dion "Sama-sama mas, hitung-hitung ini buat cemilan sambil nonton televisi sama keluarga di rumah." terbentuk senyuman kecil di bibirnya "Baik banget nyokap lu Max, tapi anaknya beda jauh." ledek Dion "Iya gua soalnya anak pungut, di tempat sampah nyokap nemu gua." jawab Maxim yang terlihat kesal di raut wajahnya itu Bu Mala dan Dion tertawa lepas mendengar jawaban Maxim yang ketus. *** "Ya udah tante, Dion pamit pulang ya udah malam jam 21.00 takut mamah khawatir." ucap Dion sembari berpamitan mencium tangan Bu Mala
Sesampainya di kantin, mereka mampir terlebih dulu ke warung Bi Sumi. Mereka berdua memesan mie ayam dan es jeruk manis sebagai minumannya."Biasa ya Bi di antar, kami ada di sebelah kanan pojok. Yang bayar si Max tagih aja dia bi." ucap Dion sambil memukul pelan lengan Maxim***Lalu mereka berjalan menuju kursi kosong di pojok sebelah kanan itu. Maxim yang menatap Dion, dan mengeluarkan berkasnya yang ia sembunyikan di dalam saku celana."Bas gua anggota osis sekarang." kata Maxim sembari memperlihatkan senyum liciknya"Hah?! Kapan lu jadi anggota osis?" sontak Dion terkejut, nada bicaranya yang tinggi membuat beberapa siswa di kantin sempat menoleh ke arah mereka"Santai kali bos." sahut Maxim tekekeh"Ada lah hari dimana Kak Robert whatsapp gua, dia milih gua juga bukan asal-asalan. Kata dia, gua punya potensi untuk jadi bendahara." sahutnya lagi"Dih bendahara apaan lu! Kak Robert itu ak
Ia benar-benar menurunkan kepalan tangannya, badannya membungkuk. Mukanya memerah. Seseorang yang memeluknya itu lalu membantu Dion untuk memundurkan langkahnya perlahan, dan menjauh dari Maxim beberapa langkah. Maxim yang akhirnya pingsan itu, sudah di bawa oleh tim PMR dan diobati di uks. Anak-Anak yang menonton masih diam di tempat, mereka syok bukan main. *** Lalu seseorang yang memeluk Dion, melepaskan pelukannya. Ia berjalan ke arah depan. Dion yang sedang membungkuk melihat sepasang kaki di depan matanya, lalu ia mengangkat pelan-pelan kepalanya untuk melihat sebenarnya siapakah orang ini? Ketika ia berhasil mengangkat kepalanya dan melihat, ternyata seseorang itu adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajarnya di kelas 3. Guru favoritnya. Dion berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh. Tapi guru ini sigap, ia langsung memeluk Dion. Seketika itu tangis Dion pecah, ia menangis terisak-isak.
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili