Banyak orang yang bilang gua itu cool. Cakep. Keren. Yaelah gua udah keren sejak embrio haha, canda.
Btw zodiak gua libra, ada yang samaan gak nih? Udah tau kan karakter dari si libra gimana? Ah, kalo belum ikutin cerita gua sampai habis.
#Bag 1
Kenalin gua Alexandra Dion Baskara, kelahiran tahun 2000 bulan 9 tanggal 26. Ini perjalanan gua pokoknya, apapun itu, dimulai dari gua waktu SMP.
Jadi dulu gua sekolah di salah satu sekolah swasta di kota tempat gua tinggal. Gua cukup terkenal karena selalu menjadi idola pemain basket di sekolah, atau perut kotak-kotak yang gua punya haha.
Gua selalu pamerin perut kotak gua sewaktu selebrasi karna tim basket gua menang. Selalu.
Rasanya jadi idola di sekolah adalah hal yang sangat menyenangkan. Hidup gua jadi lebih berwarna. Dikerumuni cewe-cewe setiap hari, mungkin lebih banyak adik kelas yang selalu tergila-gila karena penampilan gua.
Sana-sini gua ayo, kan libra banget emang haha. Hari senin jalan sama si A, hari selasa jalan sama si C. Bahkan di hari yang sama gua bisa gandeng 2 cewe sekaligus dalam waktu yang berbeda. Misal siangnya sama B, malamnya sama D. Haha.
Hidup gua gak pernah kesepian, setiap hari ada aja yang chat gua. Sekedar basa-basi atau ada juga yang perhatian. Selalu dikasih perhatian sama cewe-cewe itu.
#Bag 2
Tapi dibalik itu semua gua juga cukup terkenal sebagai murid yang bandel. Keluar masuk BK udah jadi santapan sehari-hari. Entah lah meributi hal yang tidak penting, tapi namanya anak SMP emosinya masih labil.
Ada aja panggilan masuk BK, masalah itu lah anu lah. Sampai orang tua gua bosen dapat surat panggilan sesering itu dari sekolah.
Terlebih dari itu semua gua juga punya tempramen, jadi wajar aja kalo gua emosian parah anaknya.
Gua juga pernah mecahin kaca kelas, patahin meja kelas sampai teman-teman gua suka pada gibahin karena mungkin perilaku gua yang aneh.
Padahal mereka yang gak tau aja gua sebenarnya gimana. Hidup gua juga ada sisi sedihnya juga dalam hal kaya gini.
Tapi seiring berjalannya waktu, gua mulai terbiasa dan menerima diri gua sendiri yang menurut gua gak normal.
#Continue Bag 1
Gua gak tau berapa mantan yang gua pacarin sewaktu SMP ini. *Busett, banyak banget bro. :v
Jangan bilang gua pedofil ya, karena rata-rata yang ngincer gua itu adik kelas. Ada si teman gua sendiri tapi jarang. Awas aja kalian nuduh gua pedofil!
Mana adik kelas gua cantik-cantik banget pula, aduh. Haha. Senang deh jadi rebutan cewe-cewe, emang gua ganteng banget ya? :v
Menurut hasil penelitian gua si ya, gua itu keren banget. Mau gaya gimana pun juga aura keren gua selalu terpancar. Alis gua tebel, mata gua sipit, gua tinggi. Stop kalian! iya gua sipit karena keturunan chinese. Awas aja kalian ngecengin gua gak ada mata ya! Gelut aja kita!
#Bag 3
Btw dari tadi gua belum cerita latar belakang keluarga gua, oke jadi ini waktunya gua curhat. Bokap gua namanya Johan dan nyokap gua Sisi, fun fact mereka adalah pasangan unik. Bokap Katolik, nyokap Islam.
Gua punya adik cowok 1, namanya Maxel. Gua dan adik gua ikut bokap Katolik.
#Bag 4
Ya, keseharian keluarga Dion dipenuhi dengan perbedaan yang sudah mendarah daging. Tetapi toleransi ini lah yang membuat keluarga mereka tetap utuh dan harmonis. Walaupun di setiap harinya selalu ada batu kerikil (masalah) yang akan terus menguji.
Enaknya jadi Dion ketika si nyokap lebaran dia bisa ikut merayakan, ziarah kubur dan membagikan fitrah kepada saudara-saudaranya dan tentunya Maxel. Bisa ikut memakan kue buatan nyokap, kue tradisi lebaran yang selalu dibuat nyokap di malam sebelum datangnya Idul Fitri.
Dan sekaligus bisa merayakan Natal dengan keluarga dari bokap. Pesta daging babi, bersenang-senang ria merayakan hari kemenangannya. Dan beribadah bersama di sebuah gereja menuju malam Natalnya.
Perpaduan yang sangat epic bukan? Kapan lagi Dion bisa merasakan 2 hal yang berbeda secara berurutan?
#Bag 5
Btw kenalin adik gua, Maxel. Pendiam anaknya tapi sok cool gitu, bandel juga. Kelahiran bulan Januari tapi gua lupa tahun berapa tanggal berapa, haha.
Tapi anaknya seru, kalo buat diajak mabar game. Selain itu, gak! Mungkin karena dia masih kecil jadi anak-anak banget tingkahnya, suka bikin emosi.
Tapi dia jago bahasa mandarinnya ketimbang gua. Gua entah keturunan cina mana. *menangis:')
Maxel kalo dari fisik gua lihat sih masih mancungan gua cakepan gua, haha. Dia sawo matang, berkacamata sama kaya gua, dah lah namanya kakak adik pasti ada aja yang kembar.
Hobi kita berdua sama, sama-sama suka lego. Wah gak tau lagi sih, lego itu kaya surga duniawi banget. Beberapa koleksi lego udah tersusun rapi di space khusus untuk lego di rumah gua.
#Bag 6
*SMP Story*
"Sini bro duduk sama gua" ucap Maxim.
*Iya Maxim, teman gua dari lama banget zamannya gua masih jadi kecebong berjuang dari bermilyar-milyar para beban hidup keluarga. :v
"Iye" balas ku singkat.
Btw kita pilih bangku yang paling belakang dan pojok, kalian pasti tau rata-rata tempat duduk legend para anak bandel disitu.
Tiba-tiba masuk lah seorang guru perempuan membawa tumpukan selembaran kertas putih ditangannya.
"Siang anak-anak ini ada brosur yang isinya tentang ekstrakulikuler yang bakal kalian ikuti di sekolah kita, kalian wajib isi ya dan serahkan ke Ibu kembali" ucap Ibu guru ini.
"Baik bu" semua siswa.
10 menit kemudian dikumpulkan hasil dari jawaban semua siswa di kelas tersebut.
Setelah itu bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dan menuju ke kantin. Termasuk Dion dan Maxim.
Jalan menuju kantin lurus terus gak ada beloknya, dan tiba-tiba di persimpangan kelas Dion di stop oleh salah satu teman kelasnya yang bernama Robert.
(Fun fact robet sebenarnya 1 tingkat lebih tua dari Max dan Dion, karena robert ini tidak naik kelas. Tetapi Max dan Dion tetap menghargainya dengan tetap memanggil dengan sapaan 'kak')
Tangannya menepuk pundak Dion, dan Dion pun tersentak kaget lalu menoleh ke arah kirinya, si Robert.
"Lu Dion kan? kenalin gua Robert dari kelas sebelah."
"Terus?"
"Gua lagi open band nih, lu mau ikutan ga? Nanti gua seleksi dulu lu cocoknya bagian mana. Gimana?" kata Robert.
"Anak band?" ucapku.
Gua yang sedari tadi jalan sama Maxim, dia ikut nimbrung dan asal ceplos bilang ke Robert kalo gua mau. Emang anak dajjal!
"Dion kan? ya jelas mau lah. Udah kak catat aja namanya gua yakin Dion pasti cocoknya jadi drummer atau vokalis" ucap Maxim sembari tertawa geli.
"Oke makasih Maxim, Dion lemot banget haha. Bai gua balik dulu" lanjut Robert.
"Haha iya kak sama-sama emang anak tolol dia" teriak Maxim.
Dion yang sudah muak dengan kelakuan Maxim, langsung berjalan meninggalkan Maxim ke kantin.
NEXT
Maxim yang tersadar Dion sudah menghilang di hadapannya, langsung bergegas berlari menuju kantin sekolah.Di cari-carilah sosok pria bermata kucing itu. Ditengoknya kanan ke kiri sambil membulatkan tangannya, seolah-olah tangannya adalah teropong pengintai.Setelah beberapa detik Ia menemukan pria sipit tersebut. Dia sedang menunduk melihat layar ponsel miliknya. Dan Maxim yang sudah senang mendapatkan Dion ada disana, langsung bergegas menghampiri dan menepuk pundak Dion dari belakang.Dion tidak merespon, raut wajahnya kesal dan terus melihat layar ponselnya, seakan-akan ada urusan penting. Maxim yang menyadari itu nampak kebingungan, "Dion ini kenapa..." gumamnya."Bas, kenapa si lu? diam-diam aja" tanya Maxim."Dih" cibir Dion."Baskaraaa gua salah apa Ya Allah Ya Tuhan Yesus" teriak Maxim sambil mengacak-acak rambutnya."Haha gak jelas!" tawa Dion lirih."Bas, gua yakin lu bakal terkenal
Malam harinya seusai pelatihan shuffle di taman kota itu, mereka berdua tiba di kediaman Dion. Dion yang baru saja memarkirkan motornya di halaman depan rumah, di ikuti Maxim di belakangnya."Mah, Dion udah balik" Ucap Dion memberi salam."Tante, Maxim pulang" teriak Maxim sembari melepas helm di kepalanya.Bu Sisi yang mendengar suara anaknya dan Maxim, segera keluar dari kamar tidurnya. Dan menyambut mereka dengan pelukan hangat."Sini makan, lapar pasti. Kalian habis dari mana aja?" tanya Bu Sisi."Tadi Dion habis latihan dance shuffle mah, kaya biasanya." sahut Dion."Habis anterin cewek juga tante." ledek Maxim sambil mengunyah ayam di mulutnya."Bener itu Dion?" tanya Bu Sisi."Iya mah, adik kelas doang kok. Kasihan tadi gak ada yang jemput" timpal Dion.Maxim yang mendengar jawaban Dion itu hanya berdehem, mengkode Bu sisi jika Dion itu berbohong. Tetapi Bu Sisi hanya mengangguk
Maxim yang sudah sampai terlebih dahulu di kelas, dan disusul Dion. Mereka berdua duduk di satu bangku yang sama, dan asyik bermain dengan ponselnya masing-masing.Dari luar tanpa sadar Zelen datang, memasuki ruang kelas Dion. Dan menghampiri Dion yang sedang menunduk melihat layar ponselnya, suasana di kelas cukup hening. Ada beberapa siswa yang sadar Zelen masuk ke dalam ruang kelasnya, dan sisanya sibuk dengan dunianya sendiri.Zelen yang sudah mendapati Dion di depan matanya itu, langsung membalas kecupan di pipi kirinya. Suatu kecupan lembut mendarat, membuat Dion tidak fokus dan menoleh.Terkejut dan sempat kebingungan, Zelen hanya tertawa kecil melihat respon Dion yang aneh. Sementara Dion baru mengingat ia pernah memberikan first kiss kepada Zelen beberapa hari yang lalu.Lalu tangan Dion mengelus pipi sebelah kanan Zelen dan mencubitnya pelan, dan berkata"Habis balas dendam ya?" sembari tertawa kecilZelen hanya t
-Angel-Pagi harinya Angel terbangun, ia bingung dia sedang tidur dimana. Ia melihat sekeliling dan memilih untuk duduk.Setelah beberapa menit, ia tersadar sedang berada di hotel tak jauh dari tempat club semalam. Ia juga sadar bahwa malam sebelumnya sedang bersama Dion. Ia syok dan segera menghubungi Dion, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi semalam sampai ia berada di hotel tersebut.Tapi sebelum ia menelfon Dion, ia melihat secarik kertas di atas meja kecil di sebelah kasurnya. Kertas berwarna putih dengan tulisan singkat, dibacanya, yang isinya'Hai Angel lo ga gua apa-apain, semua tagihan hotel udah gua bayar semalam. Jan lupa sarapan dulu sebelum check out, sorry.'Membaca pesan itu hati Angel merasa lega, walaupun belum sepenuhnya. Ia tak jadi menelfon Dion, ia percaya Dion tidak melakukan hal aneh kepadanya.Tanpa pikir panjang Angel segera mandi dan breakfast lalu pulang, seperti yang Dion ucapkan.
Keesokan harinya. Hari ini hari jumat, biasanya tidak diadakan pelajaran khusus, melainkan kegiatan pramuka yang dipimpin oleh para Dewan Penggalang (DP). Salah satu dari anggotanya adalah Dion. Dewan Penggalang yang dingin, dan tidak banyak bicara. Itu lah Dion disaat berperan menjalan tugasnya di sekolah.Dimulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 02.00 siang. Akan diisi dengan kegiatan PBB.***"Sayang, kamu kuat berangkat sekolah hari ini? Ada kegiatan pramuka loh biasanya, atau kamu mau izin dulu?" ucap Bu Sisi menyambut kedatangan Dion yang sedang menuruni anak tangga ke lantai 1Dion yang sedang berjalan menanggapi kekhawatiran ibunya, menghampiri dan memeluknya, dan berkata"Gak apa mah, Dion kuat. Pamit dulu ya, nanti kalo ada apa-apa aku kabari." sembari mencium tangan Bu SisiLalu berjalan menuju halaman rumah, dan menaiki motornya sambil melambaikan tangan ke arah Bu Sisi.***Akhirnya sampai
Hujan mulai turun, hari sudah sore. Padahal jalanan licin sekali, rawan kecelakaan. Tetapi Dion tak peduli, ia terus mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.Ia basah kuyup, dari atas sampai bawah. Air hujan terus mengucur deras dari pakaiannya. Sesekali ia berhenti di lampu merah, membuka benik baju seragamnya itu, membiarkan perut kotaknya terlihat. Dingin pasti, tetapi jarak antara rumah Zelen dan Maxim cukup jauh.***Setelah hampir setengah jam perjalanan, ia tiba di rumah si Max. Langsung memarkirkan motornya di halaman depan, dan mengambil ponselnya di dalam saku celana.Ponselnya basah, alhasil tidak bisa menyala. Akhirnya mau tidak mau, ia harus memencet bel rumah Maxim sampai di buka kan pintu rumahnya.'Ting tong ting tong ting'"Keluar bangke! Gua menggigil." umpatnya di dalam hati"Siapa? Hujan-hujan tidak menerima sumbangan." terdengar suara Maxim dari dalamDion yang
Dinner time dengan keluarga Bu Mala sudah selesai. Makanan semua ludes, apalagi bakwan gorengnya, Dion yang paling ketagihan. Sampai-sampai Bu Mala rela menggorengkannya lagi untuk Dion bawa pulang, alih-alih sebagai buah tangan untuk Bu Sisi. Campuran yang sangat perfect, bakwan dan cabai rawit di dalamnya. "Tante makasih banyak loh, sampai sengaja goreng bakwan baru buat Dion." ucap Dion "Sama-sama mas, hitung-hitung ini buat cemilan sambil nonton televisi sama keluarga di rumah." terbentuk senyuman kecil di bibirnya "Baik banget nyokap lu Max, tapi anaknya beda jauh." ledek Dion "Iya gua soalnya anak pungut, di tempat sampah nyokap nemu gua." jawab Maxim yang terlihat kesal di raut wajahnya itu Bu Mala dan Dion tertawa lepas mendengar jawaban Maxim yang ketus. *** "Ya udah tante, Dion pamit pulang ya udah malam jam 21.00 takut mamah khawatir." ucap Dion sembari berpamitan mencium tangan Bu Mala
Sesampainya di kantin, mereka mampir terlebih dulu ke warung Bi Sumi. Mereka berdua memesan mie ayam dan es jeruk manis sebagai minumannya."Biasa ya Bi di antar, kami ada di sebelah kanan pojok. Yang bayar si Max tagih aja dia bi." ucap Dion sambil memukul pelan lengan Maxim***Lalu mereka berjalan menuju kursi kosong di pojok sebelah kanan itu. Maxim yang menatap Dion, dan mengeluarkan berkasnya yang ia sembunyikan di dalam saku celana."Bas gua anggota osis sekarang." kata Maxim sembari memperlihatkan senyum liciknya"Hah?! Kapan lu jadi anggota osis?" sontak Dion terkejut, nada bicaranya yang tinggi membuat beberapa siswa di kantin sempat menoleh ke arah mereka"Santai kali bos." sahut Maxim tekekeh"Ada lah hari dimana Kak Robert whatsapp gua, dia milih gua juga bukan asal-asalan. Kata dia, gua punya potensi untuk jadi bendahara." sahutnya lagi"Dih bendahara apaan lu! Kak Robert itu ak
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili