Maxim yang sudah sampai terlebih dahulu di kelas, dan disusul Dion. Mereka berdua duduk di satu bangku yang sama, dan asyik bermain dengan ponselnya masing-masing.
Dari luar tanpa sadar Zelen datang, memasuki ruang kelas Dion. Dan menghampiri Dion yang sedang menunduk melihat layar ponselnya, suasana di kelas cukup hening. Ada beberapa siswa yang sadar Zelen masuk ke dalam ruang kelasnya, dan sisanya sibuk dengan dunianya sendiri.
Zelen yang sudah mendapati Dion di depan matanya itu, langsung membalas kecupan di pipi kirinya. Suatu kecupan lembut mendarat, membuat Dion tidak fokus dan menoleh.
Terkejut dan sempat kebingungan, Zelen hanya tertawa kecil melihat respon Dion yang aneh. Sementara Dion baru mengingat ia pernah memberikan first kiss kepada Zelen beberapa hari yang lalu.
Lalu tangan Dion mengelus pipi sebelah kanan Zelen dan mencubitnya pelan, dan berkata
"Habis balas dendam ya?" sembari tertawa kecil
Zelen hanya tersenyum malu, dan melambaikan tangannya sebagai sebuah kode dia akan pergi dari ruang kelas Dion.
Tetapi sebelum Zelen berhasil pergi, Dion sempat memegang tangannya dan membisikkan kata persis ditelinga Zelen.
"Nanti malam gua jemput jam 7 kita keluar." ucap Dion
Zelen yang mendengar hanya mengangguk dan melepaskan cengkraman tangan Dion yang menahannya untuk pergi.
***
Bel berbunyi, menandakan jam istirahat datang.
-Tettttttt-
Semua siswa berhamburan keluar kelas, ada yang menuju ke kantin ada juga yang menuju gerbang sekolah untuk membeli jajanan luar.
Dion dan Maxim seperti biasanya memilih ke kantin. Mereka kali ini hanya memesan minuman dingin, dan dilanjut dengan mabar game online.
***
Zelen yang sedang berjalan menuju kantin, tiba-tiba langkahnya terhenti sembari melihat layar ponsel miliknya. Sisca yang menemani Zelen ke kantin yang berada disampingnya juga ikut berhenti, memperhatikan Zelen seperti orang sedang syok melihat sesuatu.
"Kenapa Len ada apa?" tanya Sisca kebingungan
"Kak Dion kok posting foto sama cewe di i*******m." sambil menunjukan foto tersebut kepada Sisca, dan melanjutkan perjalanan mereka menuju kantin
"Wah parah Len, lu cuma buat mainan aja." sahut Sisca
"Ah udah lah gak apa kok, lagian Kak Dion itu terkenal banget Ca, dia juga berduit gak apa pepet terus aja."
"Benar juga, panjat anjir." ucap Sisca sambil tertawa
Tak terasa mereka sudah sampai di kantin, dan memesan 2 buah mie ayam plus 2 es jeruk manis.
***
Di seberang jauh dari tempat Zelen menikmati hidangannya, masih ada Dion dan Maxim sedang fokus bermain game online. Tiba-tiba Maxim log out padahal game belum selesai bertanding, dan merebut ponsel Dion. Tatapannya sedang tidak main-main, kali ini Maxim memasang raut wajah yang serius.
"Lu kemarin ngapain aja?" ucap Maxim dengan tatapannya yang tajam
"Angel? gak gua apa-apain Max. Kenapa si lu? sawan ya? Emang lu, baru kenal langsung check in. Dasar babi." ujar Dion kesal sambil memukul kepala Maxim
"Diam lu. Suka-suka gua lah." balas Maxim
"Cabut yok." timpalnya lagi
Mereka berdua beranjak pergi dari kantin. Tetapi langkah Dion terhenti ketika ia melihat Zelen sedang asyik menyantap mie ayam dimangkuknya, Dion menyenggol siku tangan Maxim dan berkata
"Gua mau nembak Zelen nanti malam." dan memperlihatkan senyum liciknya di hadapan Maxim
Maxim yang sudah paham betul sifat sahabatnya itu, hanya menepuk pundak Dion dan membisikkan kata di telinganya
"Lu cowo brengsek." ujarnya
Dion hanya tersenyum kecil lalu merangkul Maxim, dan berjalan bersama menyusuri lorong kantin.
***
Dion sudah berada di rumahnya, kali ini si manusia dajjal itu tidak ikut. Jam menunjukkan pukul 17.00 sore, suasana sangat terang. Dion sedang berada di kamarnya mencari playlist lagu yang akan ia pakai untuk cover dance shufflenya itu.
Setelah sekian menit ia mencari, akhirnya ia menemukan satu lagu yang suaranya sangat sopan didengarkan ditelinganya. Lagunya berjudul 'Party Rock Anthem' sambil memutar musiknya, Dion sembari membuat koreografi dance yang akan ia tampilkan nanti.
Di sela ia berlatih, ponselnya berbunyi. Fokus Dion buyar, ia langsung mengambil ponselnya dan mengecek. Ternyata ada dm masuk di i*******m, akunnya tidak asing bagi Dion.
Setelah ia buka isi pesannya, ternyata itu Angel. Ia hanya menyapa, "hi Lex..." kata Angel di dalam pesannya itu. Dion tersenyum kecil, dan langsung membalas pesan tersebut dengan menawarkan kontak whatsappnya kepada Angel.
Lalu ia melemparkan ponselnya ke kasurnya, dan melanjutkan dance shufflenya itu. Selang beberapa menit kemudian, jam sudah menunjukkan pukul 18.30 malam. Ponsel Dion kembali berbunyi, terlihat ada dm masuk dari Angel. Yang Isi pesannya, "yes baby aku save ya nomor kamu.." senyum Dion merekah tanpa ia balas pesan dari Angel lagi.
***
Dion yang sudah keluar dari kamarnya itu, dan menuju halaman rumah untuk mengambil motor yang akan ia pakai untuk menjemput Zelen.
Bu Sisi mempergoki Dion pergi, memanggilnya dan berkata
"Mau kemana lagi kamu?" tanya Bu Sisi kepada anaknya
"Biasa mah, nongkrong. Kali ini ga pulang pagi, Dion janji." mencium tangan ibunya lalu pergi
Sembari melihat Dion yang sudah hampir tidak terlihat, Bu Sisi menutup gerbangnya dan kembali masuk ke dalam rumah menunggu Pak Johan datang.
***
Motornya terhenti di salah satu rumah mewah berwarna putih, dan segera mengambil ponselnya untuk menelfon seseorang agar segera turun.
-Berdering-
"Kak." suara Zelen menyapa Dion
"Halo, gua udah di bawah buruan turun. 5 menit ga datang, batal pergi." ucapnya sambil mematikan telfon itu
Lalu 2 menit kemudian Zelen membuka gerbang, dan berjalan menuju Dion yang sedang menunduk sembari memukul pelan helmnya. Suara sapaan Zelen menyadarkannya, dan segera mengangkat kepalanya sembari menoleh ke arah kiri sumber suara tersebut berasal.
"Kak, Zelen uda siap nih, ayo." ucap Zelen lirih
Zelen yang pada malam itu mengenakan pakaian serba hitam. Rambutnya yang terurai, dan make up yang membalut wajahnya menjadi cantik yang super natural. Dion terkejut, hingga terbata saat membalas sapaan Zelen kepadanya.
"A-ayo Len" balas Dion.
Jujur ia merasa Zelen sungguh cantik malam ini, ia beda bukan Zelen yang seperti ia lihat di sekolah. Kali ini Zelen versi dewasanya.
Tak lama Zelen sudah menaiki motor Dion, membenarkan helmnya dan menguncinya agar aman saat berkendara. Di saat Zelen sedang mengunci helmnya itu sembari membenarkan rambutnya, tiba-tiba tangannya ditarik ke depan oleh Dion, alih-alih agar Zelen memeluknya.
"Gua mau ngebut, lu harus pegangan yang kencang. Gak usah takut." ucapnya kepada Zelen yang langsung diam tidak banyak bergerak, namun perlahan pelukannya semakin erat.
Motor Dion pun sudah melaju kencang, mereka akan menuju ke sebuah rumah makan yang sudah cukup terkenal di dekat sekolahnya.
***
Mereka sampai di depan rumah makan jepang, rumah makan paling enak di kota mereka tinggal.
Dion dan Zelen segera turun, dan berjalan bersama memasuki rumah makan tersebut. Sembari mencari ruang duduk yang kosong, yang kelihatannya sedang sangat ramai dari luar. Zelen menemukan pas dan cocok, ruang duduk di sebelah kaca, jadi pemandangannya jalanan luar.
"Kak, di sebelah sana aja." colek Zelen ke arah pundak Dion
Lalu mereka berjalan, dan langsung dihampiri oleh waiters dari rumah makan tersebut.
Setelah deal akan memesan makanan dan minuman, Dion segera bergegas menjalankan misinya.
"Len, lu mau kita kaya gimana sih?" ucap Dion yang sedari tadi memandangi Zelen kesusahan mengikat rambutnya
Zelen yang sedang membenarkan rambut langsung menghentikan aktivitasnya tersebut. Membenarkan posisi duduknya dan memegang tangan Dion.
"Maksudnya kak? tapi apapun itu yang kaka mau Zelen terima kok" sambil mengelus pelan punggung tangan Dion
"Kita jalanin aja dulu ya Len." yang seketika ia mencium mesra punggung tangan Zelen
Sisa dari kejadian itu, mereka hanya menyantap makanan yang mereka pesan, lalu pulang.
***
Di depan rumah Zelen, motor Dion berhenti.
"Makasih ya, hati-hati pulangnya." ucap Zelen sembari berjalan masuk ke dalam rumah dan melambaikan tangan pada Dion
Dion yang membalas lambaian tangannya, sambil mengamati Zelen masuk rumah. Lalu ia mengambil ponselnya disaku jaket jeansnya itu, melihat sudah pukul 21.00 malam. Membuka aplikasi w******p dan menyimpan nomor Angel yang barusan pesannya ia baca. Dan langsung dihubunginya.
-Berdering-
"Halo Lex, ada apa?" suara Angel menyapa
"Have fun bareng ya, aku tunggu di tempat pertama kali kita ketemu." telfonnya langsung ia matikan, dan bergegas pergi dari kompleks perumahan Zelen
***
-Zelen-
Merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu mengambil ponselnya di dalam tas mungilnya itu. Menelfon sahabatnya, siapa lagi kalo bukan Sisca.
-Berdering
"Halo Ca, lagi ngapain?" ucapnya
"Gua habis maskeran nih, kenapa lu tumben banget telfon." timpal Sisca
"Tumben apaan sih, orang gua aja sering telfonan sama lo."
"Gajelas." sahut Zelen lagi, ketus
"Ye marah-marah, ada apa sayang?" ledek Sisca
"Gua ga marah. Hari ini gua senang banget Ca, tadi Kak Dion ngajak gua dinner dan dia tanya soal hubungan kita."
"Hubungan apa? kita? kita sahabatan anjir." balas Sisca keheranan
"Ih lu mah, ga lucu bercandanya. Orang hubungan gua sama Kak Dion." jawab Zelen kesal
"Oh kirain. Terus lu jawab apa Len?" sahut Sisca lagi
"Gua cuma jawab apapun keputusan dia gua terima. Terus kata dia, gua dan Kak Dion jalanin dulu aja gitu." jawab Zelen memberi penjelasan
"Oh ya udah terserah lu juga, gua ga ikut campur. Ya udah Len gua mau nonton drakor dulu, bai." pamit Sisca sembari mematikan telfonnya.
***
-Angel-
Terheran dengan ajakan Dion tersebut, tetapi dia akan tetap datang. Ia juga ingin mengenal Dion lebih dalam, dengan panggilan Alex.
Memilih pakaian apa yang ia pakai, menggaruk kepalanya yang tak gatal. Di keluarkan semua isi pakaian yang ada di lemarinya, ada salah satu pakaian yang menarik perhatian Angel.
Pakaian berwarna hitam, seperti long dress yang bagian punggungnya sengaja berlubang agar terlihat sexy. Ia memilih memakai pakaian itu, dan memoles wajahnya dengan make up. Kali ini ia super elegan, nuansa bak putri raja yang ingin berdansa. Lalu memesan taksi online dan segera pergi menemui Dion.
***
Dion hanya memandangi langit penuh bintang sembari menunggu Angel datang. Club sudah mulai ramai, dari tadi banyak orang berdatangan masuk.
Sela-sela menatap langit ia dikejutkan dengan kedatangan Angel, seketika gerah Dion melihatnya.
"Sorry ya udah nunggu lama, yok masuk, Aku yang bayar." menggandeng tangan Dion dan berjalan masuk.
Dion hanya mengangguk saja.
***
Angel memesan 3 botol, kali ini mereka akan benar-benar mabuk. Berjalan dan memilih tempat duduk paling nyaman.
Perlahan meminum, sedikit demi sedikit. Bersenda gurau, yang pada akhirnya sudah sampai di titik puncak kehilangan kesadarannya.
Sebenarnya yang mabuk berat adalah Angel, Dion sengaja tidak membiarkam dirinya sampai pada puncak itu. Dion yang merasa Angel sudah tidak bisa berada di club itu lagi, ia langsung membawa Angel untuk check in.
Memesankan kamar atas nama Angel dan membayar semua biayanya. Di tidurkannya tubuh Angel di atas kasur dan mencium keningnya. Lalu Dion mengambil secarik kertas dan menuliskan note singkat untuk Angel, menoleh dan menyelimuti. Sembari meninggalkan pesan di secarik kertas, di meja kecil sebelah tempat tidur. Lalu pergi meninggalkan Angel sendirian di kamar tersebut.
-Angel-Pagi harinya Angel terbangun, ia bingung dia sedang tidur dimana. Ia melihat sekeliling dan memilih untuk duduk.Setelah beberapa menit, ia tersadar sedang berada di hotel tak jauh dari tempat club semalam. Ia juga sadar bahwa malam sebelumnya sedang bersama Dion. Ia syok dan segera menghubungi Dion, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi semalam sampai ia berada di hotel tersebut.Tapi sebelum ia menelfon Dion, ia melihat secarik kertas di atas meja kecil di sebelah kasurnya. Kertas berwarna putih dengan tulisan singkat, dibacanya, yang isinya'Hai Angel lo ga gua apa-apain, semua tagihan hotel udah gua bayar semalam. Jan lupa sarapan dulu sebelum check out, sorry.'Membaca pesan itu hati Angel merasa lega, walaupun belum sepenuhnya. Ia tak jadi menelfon Dion, ia percaya Dion tidak melakukan hal aneh kepadanya.Tanpa pikir panjang Angel segera mandi dan breakfast lalu pulang, seperti yang Dion ucapkan.
Keesokan harinya. Hari ini hari jumat, biasanya tidak diadakan pelajaran khusus, melainkan kegiatan pramuka yang dipimpin oleh para Dewan Penggalang (DP). Salah satu dari anggotanya adalah Dion. Dewan Penggalang yang dingin, dan tidak banyak bicara. Itu lah Dion disaat berperan menjalan tugasnya di sekolah.Dimulai dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 02.00 siang. Akan diisi dengan kegiatan PBB.***"Sayang, kamu kuat berangkat sekolah hari ini? Ada kegiatan pramuka loh biasanya, atau kamu mau izin dulu?" ucap Bu Sisi menyambut kedatangan Dion yang sedang menuruni anak tangga ke lantai 1Dion yang sedang berjalan menanggapi kekhawatiran ibunya, menghampiri dan memeluknya, dan berkata"Gak apa mah, Dion kuat. Pamit dulu ya, nanti kalo ada apa-apa aku kabari." sembari mencium tangan Bu SisiLalu berjalan menuju halaman rumah, dan menaiki motornya sambil melambaikan tangan ke arah Bu Sisi.***Akhirnya sampai
Hujan mulai turun, hari sudah sore. Padahal jalanan licin sekali, rawan kecelakaan. Tetapi Dion tak peduli, ia terus mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.Ia basah kuyup, dari atas sampai bawah. Air hujan terus mengucur deras dari pakaiannya. Sesekali ia berhenti di lampu merah, membuka benik baju seragamnya itu, membiarkan perut kotaknya terlihat. Dingin pasti, tetapi jarak antara rumah Zelen dan Maxim cukup jauh.***Setelah hampir setengah jam perjalanan, ia tiba di rumah si Max. Langsung memarkirkan motornya di halaman depan, dan mengambil ponselnya di dalam saku celana.Ponselnya basah, alhasil tidak bisa menyala. Akhirnya mau tidak mau, ia harus memencet bel rumah Maxim sampai di buka kan pintu rumahnya.'Ting tong ting tong ting'"Keluar bangke! Gua menggigil." umpatnya di dalam hati"Siapa? Hujan-hujan tidak menerima sumbangan." terdengar suara Maxim dari dalamDion yang
Dinner time dengan keluarga Bu Mala sudah selesai. Makanan semua ludes, apalagi bakwan gorengnya, Dion yang paling ketagihan. Sampai-sampai Bu Mala rela menggorengkannya lagi untuk Dion bawa pulang, alih-alih sebagai buah tangan untuk Bu Sisi. Campuran yang sangat perfect, bakwan dan cabai rawit di dalamnya. "Tante makasih banyak loh, sampai sengaja goreng bakwan baru buat Dion." ucap Dion "Sama-sama mas, hitung-hitung ini buat cemilan sambil nonton televisi sama keluarga di rumah." terbentuk senyuman kecil di bibirnya "Baik banget nyokap lu Max, tapi anaknya beda jauh." ledek Dion "Iya gua soalnya anak pungut, di tempat sampah nyokap nemu gua." jawab Maxim yang terlihat kesal di raut wajahnya itu Bu Mala dan Dion tertawa lepas mendengar jawaban Maxim yang ketus. *** "Ya udah tante, Dion pamit pulang ya udah malam jam 21.00 takut mamah khawatir." ucap Dion sembari berpamitan mencium tangan Bu Mala
Sesampainya di kantin, mereka mampir terlebih dulu ke warung Bi Sumi. Mereka berdua memesan mie ayam dan es jeruk manis sebagai minumannya."Biasa ya Bi di antar, kami ada di sebelah kanan pojok. Yang bayar si Max tagih aja dia bi." ucap Dion sambil memukul pelan lengan Maxim***Lalu mereka berjalan menuju kursi kosong di pojok sebelah kanan itu. Maxim yang menatap Dion, dan mengeluarkan berkasnya yang ia sembunyikan di dalam saku celana."Bas gua anggota osis sekarang." kata Maxim sembari memperlihatkan senyum liciknya"Hah?! Kapan lu jadi anggota osis?" sontak Dion terkejut, nada bicaranya yang tinggi membuat beberapa siswa di kantin sempat menoleh ke arah mereka"Santai kali bos." sahut Maxim tekekeh"Ada lah hari dimana Kak Robert whatsapp gua, dia milih gua juga bukan asal-asalan. Kata dia, gua punya potensi untuk jadi bendahara." sahutnya lagi"Dih bendahara apaan lu! Kak Robert itu ak
Ia benar-benar menurunkan kepalan tangannya, badannya membungkuk. Mukanya memerah. Seseorang yang memeluknya itu lalu membantu Dion untuk memundurkan langkahnya perlahan, dan menjauh dari Maxim beberapa langkah. Maxim yang akhirnya pingsan itu, sudah di bawa oleh tim PMR dan diobati di uks. Anak-Anak yang menonton masih diam di tempat, mereka syok bukan main. *** Lalu seseorang yang memeluk Dion, melepaskan pelukannya. Ia berjalan ke arah depan. Dion yang sedang membungkuk melihat sepasang kaki di depan matanya, lalu ia mengangkat pelan-pelan kepalanya untuk melihat sebenarnya siapakah orang ini? Ketika ia berhasil mengangkat kepalanya dan melihat, ternyata seseorang itu adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajarnya di kelas 3. Guru favoritnya. Dion berkaca-kaca, air matanya hampir jatuh. Tapi guru ini sigap, ia langsung memeluk Dion. Seketika itu tangis Dion pecah, ia menangis terisak-isak.
Tak terasa Bu Sisi terlelap, ia langsung mengecek apakah putranya sudah tertidur atau belum. Ternyata Dion sudah tertidur pulas, walaupun matanya masih basah ada bekas air mata. Karena Dion sudah tertidur Bu Sisi segera meninggalkannya, dan turun ke lantai 1. Selagi turun Bu Sisi disambut oleh Maxel. Ia bertanya ada apa dengan kakanya itu. "Kenapa mah? Berantam lagi ya?" tanya Maxel penasaran "Gak, kakak kamu cuma kambuh aja. Udah kamu ikut istirahat ya, cape pasti kan pulang sekolah. Nanti bangun tidur kita dinner sekalian nunggu papah pulang." ucap Bu Sisi "Oke mah. Emangnya hari ini menunya apa?" tanya Maxel lagi "Hari ini mamah mau buatin kalian udang saos tiram dan kremesan. Gimana? Suka?" ucapnya sambil tersenyum "Pas banget mah. Mamah emang jagonya mix masakan, enak itu." ujar Maxel Lalu Maxel mencium pipi ibunya dan berpamitan untuk tidur, sedangkan Bu Sisi melanjutkan memasak d
Bu Sisi menghampiri kamar Maxel terlebih dahulu. Mengetuk pintunya dan menyalakan lampu kamar Maxel.Maxel yang peka terhadap sinar lampu, ia mulai terbangun. Tubuhnya bergerak, matanya perlahan terbuka. Bu Sisi sudah berada di depannya, sedang menutup jendela dan gorden yang masih terbuka lebar.Setelah itu ia duduk di samping Maxel, menepuk pundaknya agar kesadarannya penuh."Bangun yok, kita dinner. Papah udah pulang, kamu mandi dulu ya. Mamah tunggu di ruang makan, jangan pakai lama." ucap Bu Sisi sembari menepuk pipi MaxelLalu ia meninggalkan Maxel sendirian, Maxel yang mulai berjalan ke toiletnya.Sekarang giliran Dion, ia mengetuk pintunya terlebih dahulu. Sama, tidak ada jawaban. Di bukanya pintu Dion, ternyata putranya masih tertidur pulas.Sama halnya di kamar Maxel, Bu Sisi menutup jendela dan gorden yang masih terbuka. Lalu menyalakan lampu. Dion tidak seperti Maxel yang peka terhadap lampu, i
Wisuda FeliciaHari ini, adalah hari dimana Felicia dinyatakan lulus. Selama kurang lebih 3 tahun, akhirnya Felicia telah melepas status putih biru. Felicia memakai kebaya pink dan memakai balutan hijab berwarna kuning keemasan. Jika ditanya bagaimana perasaannya? Sungguh sangat bahagia, akhirnya ia bisa melanjutkan masa putih abu-abunya.H-2 sebelum wisudaHubungan Felicia dengan Arden terbilang baik-baik saja dan harmonis. Kemarin saja ia baru mengantarkan Felicia pulang. Namun setelah hari dimana pasangan muda ini bertukar sandi akun media sosialnya, Felicia segera log in memakai akun media sosial milik Arden. Selepas pulang sekolah, Felicia memilih duduk santai di teras depan rumah. Ia sibuk berkutat dengan ponselnya, mencoba mengetik sandi akun sembari menutupi matanya. Ia sangat gugup, apa saja yang ada di dalam akun media Arden? Dan boom! Felicia berhasil log in, ia masih membiarkan tampilannya berada di beranda. Lalu mulai menscroll perlaha
Beberapa jam kemudian, suara bel telah berbunyi. Menandakan waktunya para siswa dan siswi pulang, Iris yang sedang menjalankan misinya segera mencari Felicia. Ia benar-benar mencengkeram tangan Cia erat, seperti sedang menjaga mangsa agar tidak kabur. Felicia hanya menurut saja, ia diam dan tak banyak bergerak. Ketika Iris menarik-narik tangannya, sambil berjalan. “Fel, sebenarnya lu tau ga sih?” tanya Iris.“Tau apaan?” “Kak Dion itu kasih kamu kado,” ucap Iris lagi.“Iya? Tapi ga mungkin, kita berdua belum lama kenal.” “Ih gua serius, makanya lu nanti mampir ke rumah gua dulu.” Percakapan mereka berakhir begitu saja, keduanya fokus berjalan menatap depan dan mempercepat langkah kakinya. Di bawah sinar matahari yang terik, di tengah-tengah ramainya kendaraan berlalu lalang. Sampai perjalanan mereka sudah cukup dekat, Iris dan Felicia sedang bersiap-siap menyeberan
Felicia semakin penasaran, ia segera mempercepat laju langkahnya menyusul Serren. Ketika beberapa langkah lagi sampai di rumah Iris, mereka berdua terdiam. Ada perasaan gugup dan malu untuk sampai ke depan sana. “Ren, maju ga nih? Gua penasaran sih, tapi malu.” Ucap Felicia sembari memegangi tangan Serren. “Fel, lu gila ya? Sudah sampai sini, mau kita batalkan aja gitu? Jauh-jauh dong percuma. Ayo buruan.” Jawab Serren yang menarik balik tangan saudaranya. Akhirnya mau tak mau Felicia mengikuti langkah Serren, dan setelah sampai di depan rumah Iris. Sorot mata Felicia menangkap Iris yang sangat gugup dan gelisah seperti menyembunyikan sesuatu. Lantas Felicia memberanikan diri untuk menengok lebih jelas lagi, ke dalam ruang tamu. “Iris?” Panggil Felicia yang mencari sosok temannya ini. Iris pun menjawab dengan muka tegang terlihat jelas di seluruh wajahnya. “I-iya, sini Fel masuk.” T
Lumayan memakan waktu untuk sampai Mall yang mereka tuju. Sebuah Mall terkenal dan legendaris sejak dulu, kini Dion dan Iris sudah memarkirkan motor.Bergegas Iris turun dari motor Dion, ia menunggu lelaki paling bawel ini sedang melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan bersama menuju lantai atas, yaitu istana boneka. Keberadaan mereka sudah di depan mata pintu masuk, terdapat security sedang berjaga disana.Iris dan Dion segera memasuki ruangan itu, tetapi sebelumnya mereka diperiksa dulu dengan alat yang bernama Metal Detector. Ternyata semua aman, mereka melanjutkan langkahnya.Di ruangan seluas ini, terdapat macam-macam boneka. Mulai dari yang bentuknya beruang, panda, bebek, babi, monyet dan masih banyak lagi. Bahkan ada versi mininya, terdapat juga boneka barbie terpajang rapi di dalam rak.Dion sempat bimbang, ia meminta pendapat Iris kira-kira mana yang cocok untuk Felicia.“Ris sini lu.” Panggil Dion.“Ke
Dion yang sudah berjam-jam membersihkan toilet, lantas lemas. Ia bahkan tidak sempat membeli makanan ringan serta minuman dingin. Untungnya tersisa 1 toilet saja, ia segera membersihkannya cepat-cepat. Beberapa menit berlalu, kini Dion sedang meminta kunci motornya di dalam ruang guru. Setelah mendapatkan, ia segera pulang. Berlari menuju kamarnya, membilas tubuhnya dengan air dingin. Tubuhnya benar-benar lengket. Kemudian ia segera mengecek dapur, apakah ada makanan berat disana. Ternyata memang benar ada, ibunya sudah memasak sup ayam yang masih hangat. Bergegas lah ia mengambil sepiring nasi, dan siap melahap sup ayam itu. Selesai makan siang, Bu Sisi justru baru keluar dari kamar tidurnya. Ia menyapa Dion yang sedang mencuci piring.“Pulang jam berapa?” Celetuknya.“Belum lama Mah, Maxel mana? Tidur di kamar Mamah ya?” “Iya, ya sudah kamu giliran istirahat. Mamah juga ingin makan siang, lapar.”
Beberapa menit yang lalu Dion sudah membersihkan badannya dan memakai seragam sekolah. Ia segera turun ke lantai 1, untuk mengambil sepatu hitamnya. Tampilan Dion sungguh acak-acakan, wajahnya terlihat sendu. “Ko, sini sarapan dulu. Menu kesukaanmu nih, keripik bayam.” Ujar Bu Sisi, sembari menuangkan segelas susu di dalam gelas.Dion hanya mengangguk, ia tetap berjalan menuju ruang tamu. Sibuk memakai kaos kaki dan sepatunya. Tetapi ia tidak langsung beranjak pergi, Dion memilih diam dan melamun. Sampai Maxel dan Pak Johan sudah berlalu pergi, tanpa ia sadari. “Hati-hati Pah, Maxel pegangan nanti jatuh.” Pesan Bu Sisi. Setelah kepergian suaminya serta anak bungsunya, ia menoleh ke arah anak sulungnya, Dion. Yang sedari tadi duduk terdiam. “Kenapa lagi,” Ujarnya sambil mengernyitkan dahi. Kini Ibunya sudah duduk di sampingnya, membuat Dion menoleh dengan tatapan nanar. Ia langsung memeluk Bu Sisi,
Hari sudah malam, Felicia sedang merebahkan tubuhnya di kasur. Sedari tadi, ia sedang menunggu balasan pesan dari Arden. Sorot matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba pikirannya terbesit akan sosok kakaknya.Beralih mengambil ponselnya, lalu mencari kontak nama ‘Dion’. Ia segera mengetik pesan yang akan ia sampaikan.“Kak,” Panggilnya di dalam room chat.Beberapa menit kemudian, Dion membalas.“Iya Dik, kenapa?” Begitu membaca balasannya, Felicia menahan senyum dari kedua sudut bibirnya.“Sejak kapan Kak Dion manggil aku adik,” Gumamnya.***“Kakak lagi dimana?” Balasnya.“Alun-alun nih, kenapa?”“Kak, Cia waktu itu lihat ada jam tangan merah. Cia boleh pinjam ga? Sehari aja.”Ya, teringat kejadian beberapa hari yang lalu, sewaktu Dion mengunjungi Felicia di
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lebih 30 menit, yang dimana ada beberapa masjid atau mushola yang sudah menyelesaikan ibadah shalat jumat. Tetapi belum ada tanda-tanda dari Arden, ia belum menghubungi Eva kembali soal menjemput Felicia.Mereka berempat pun menunggu Arden, sembari mengobrol hal ringan. Entah menggosip teman-teman mereka di sekolah, atau guru, bahkan pekerjaan rumah yang memang terlihat sulit untuk dikerjakan.Waktu demi waktu berlalu, sampai pada akhirnya jam tepat menunjukkan pukul 1 siang. Untuk kesekian kalinya justru Eva yang sudah mulai sedikit geram. Pikirnya, mengapa Arden bisa lama sekali mengunjungi rumahnya.Sampai sudah tidak ada lagi obrolan yang dibahas, Rayne, Eva dan Riva justru mengecek gang apakah Arden sudah datang atau belum. Tetapi kenyataannya nihil. Pria itu belum terlihat batang hidungnya sekali pun. Eva berbalik badan menuju rumah kembali, ia mengomel kenapa kekasih temannya sangat lama.&ldqu
Keesokan harinya, Dion yang akan berangkat sekolah dengan sepeda motornya. Ia sudah selesai menghabiskan sarapannya, sepotong roti dengan isi parutan keju serta telur gulung.Lalu ia berpamitan dengan Bu Sisi, bersamaan dengan Maxel dan Pak Johan. Di rumahnya hanya tersisa Bu Sisi seorang diri. Dion memakai seragam sekolah, yang dibalut jaket kulit berwarna hitamnya yang elegan.Mengendarai sepeda motornya, dengan helm full face. Membuatnya makin terlihat keren saat menaiki si black ini. Ia sudah membunyikan klakson tanda perpisahan untuk yang kedua kalinya. Deru motor Dion sangat lah bising, jika pertama kali ia menancapkan gasnya.Melaju lambat, hingga beberapa menit kemudian sampai lah di SMK Ksatria. Ia memasuki kawasan parkir, yang dimana sudah banyak motor berjejer disana. Nyaris telat, untung saja tidak mendapat hukuman di hari pertama masuk kelas.***Setelah mencari ruang kelasnya, kini ia sudah memili