Share

Selingkuh

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Alan berjalan menyusuri lorong, dirinya menyempatkan untuk melaporkan kejadian tadi pada asisten pribadi dari ayah bosanya. Alan hanya memberikan penjelasan sangat singkat dan segera menuju ke ballroom.

Alan mencari pihak WO dan menjelaskan situasi secara singkat dan meminta mereka tetap standby. Setelahnya barulah Alan menghampiri keluarga mempelai pria yang sudah duduk manis di meja keluarga.

"Maaf Pak Yoga dan Bu Tari, saya mohon anda beserta keluarga bisa meninggalkan tempat ini sesegera mungkin."

Dua orang yang barusan disebut namanya, menatap Alan dengan sorot tajam nan bingung. Tajam karena merasa diusir dan bingung karena tak tahu alasan mereka diusir.

"Maksudnya apa ya? Acaranya akan dimulai kurang dari sejam lagi, kenapa kami harus pergi?" tanya ibu mempelai pria, masih dengan sopan.

Alan tidak ingin menghabiskan waktunya untuk menjelaskan panjang lebar. Dikeluarkannya ponsel pribadinya dan mengakses video tak senonoh Tony dari fitur cloud yang dikembangkan Gita.

Alan berdoa dalam hati, agar ponsel kerja yang ada di bosnya tidak dilempar lagi. Begitu pula dengan ponsel pribadinya yang baru saja berpindah tangan ke ayah mempelai lelaki.

Alan memiliki banyak gawai bukan karena mau pamer, tapi demi kepentingan pribadinya. Bukan baru sekali dua kali gadget-nya dibanting oleh Gita sampai hancur, setidaknya Alan harus punya cadangan agar bisa menghubungi orang lain. Terutama bosnya.

Ya. Walaupun Gita yang merusak ponselnya, wanita itu pula yang menuntut agar Alan selalu bisa dihubungi kapanpun dan di manapun. Alan bahkan punya ponsel jadul, yang hanya bisa menelepon dan SMS saja.

"Ya, Tuhan." Pekikan tertahan sang ibu menyadarkan Alan dari lamunannya. Jelas kedua orang paruh baya itu syok.

Keluarga dari pihak mempelai lelaki (alias Tony) memang bukan crazy rich, tapi mereka cukup kaya. Tak bisa disandingkan dengan Bramantara memang, tapi mereka cukup lumayan. Gagal menikah sama dengan malu.

Yah, walaupun sekarang terbongkar kalau mereka ternyata bukan orang baik. Mereka hanya orang-orang yang haus akan uang. Uang memang punya banyak setan.

"Saya rasa dengan melihat rekaman CCTV tersebut anda sekalian bisa membuat keputusan yang tepat."

"Gak, saya yakin ini hanya salah paham saja." Sang ayah masih berusaha membela putranya.

"Ah, anda mungkin perlu dengar rekaman suaranya."

Alan memutarkan rekaman suara dan mengatur volume agar hanya bisa di dengar oleh kedua orang tua Tony. Wajah dua orang itu memucat seketika.

"Pak Tony sudah diusir dari tempat ini dan saya harap anda bisa membawa pulang semua keluarga anda. Kami tidak ingin ada keributan di sini."

“Kalau bisa sih, sekalian anda mengurusi semua tamu undangan anda. Saya sudah cukup sibuk untuk mengurusi itu." Ayah dari Tony rupanya mau lepas tangan.

Alan melenggang meninggalkan dua orang tua itu, kembali pada tim WO. Sang asisten meminta tim itu untuk memulangkan tamu dengan undangan dari pihak pria. Untungnya terdapat perbedaan pada undangan dari pihak pria dan wanita.

"Alan ada apa? Kenapa keluarga Kak Tony pulang?" Si bungsu adik dari Gita, datang menghampiri sang asisten.

"Saya yakin anda akan mengerti begitu melihat apa yang saya kirim tuan muda."

Alan masih saja malas membuka mulutnya untuk menjelaskan dan memilih mengirim semua file kepada si bungsu. Setelahnya Alan langsung pergi. Baru lima langkah, Alan sudah bisa mendengar si bungsu mengumpat.

Alan menghembuskan napas lelah dan berjalan, hendak kembali ke kamar bosnya. Baru juga mau berbelok ke arah ruangan lift, Alan melihat seseorang yang amat dikenalnya.

Itu adalah kekasihnya yang sedang menggandeng pria lain. Lebih tepatnya bergelayut manja pada seorang pria yang terlihat lebih tua dari dirinya.

Kalau dilihat pria itu mungkin lebih tua sekitar sepuluh tahun dari Alan, atau mungkin lebih. Hampir empat puluh mungkin.

Tampang lelaki itu biasa saja, perutnya tidak buncit dan kepalanya tidak botak. Yang jelas pria itu kaya raya, jauh lebih kaya dari Alan.

"Babe, janji kan abis ini mau belikan aku tas baru?" Suara Isabella terdengar sangat manja, bahkan Isabella tidak pernah semanja itu di depan Alan.

Alan tetap berdiri di tempatnya, tak jauh di belakang pasangan itu. Alan tidak ingin menegur. Lebih tepatnya belum mau, dia masih ingin mendengar percakapan dua orang itu.

"Semua itu tergantung servismu hari ini Babe. Kalau memuaskan, aku akan memberikanmu banyak bonus."

Alan tersenyum sinis. Dari percakapan ini sudah sangat jelas apa profesi Isabella yang selama ini dibanggakannya. Profesi yang selalu dibanggakan kekasihnya itu pada Alan.

"Gajinya gede. Bisa buat modal nikah kita." Itu adalah kata-kata ya g diucapkan Isabella pada Alan beberapa minggu lalu.

Sudah berapa lama Isabella jadi wanita panggilan? Sejak beberpa minggu lalu? Atau bahkan sebelumnya? Atau malah dari pertama kali mereka pacaran, lima tahun yang lalu.

Ya, mungkin sudah sejak sangat lama. Sejauh yang bisa Alan ingat, Isabella sudah menggunakan barang-barang mahal. Padahal keluarga gadis itu biasa-biasa saja, sama persis dengan keluarga Alan. Memang bukan barang semahal punya bos Gita, tapi tetap harganya fantastis bagi Alan.

Alan mendengkus kesal. Dirinya sudah ditipu mentah-mentah selama ini. Ketika dirinya berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menyentuh Isabella, wanita itu malah menjajakan tubuhnya ke mana-mana. Miris sekali.

Alan sebenarnya tidak mempermasalahkan soal keperawanan seorang wanita. Dia tidak masalah jika Isabella sudah pernah tidur dengan orang lain, tapi bukan berarti wanita itu bisa tidur dengan pria lain saat masih berstatus jadi pacarnya. Terutama karena Alan selalu menekan egonya untuk menjaga pujaan hatinya itu. Lima tahun, bukanlah waktu yang sebentar.

Pintu lift sudah terbuka dan kedua sejoli itu masuk duluan, sementar Alan melangkah dengan sangat pelan di belakang dua orang itu. Alan sengaja menunggu pintu lift hampir tertutup sempurna, sebelum menahan pintu itu menggunakan tangan. Atau lebih tepatnya jam tangan Alan dijadikan sebagai pengganjal.

Alan tersenyum miris melihat pemandangan di depannya saat pintu lift terbuka. Kekasihnya sedang bercumbu dan memagut di dalam sana dengan pria yang entah datang dari mana.

Alan saja belum pernah menggerayangi pacarnya, tapi sekarang dia melihat pacarnya disentuh lelaki lain dengan intens. Saking intensnya dua orang ini tidak menyadari pintu lift belum tertutup sempurna.

"Saya rasa lift ini masih belum jadi kamar hotel." Akhirnya Alan memilih untuk bersuara, membuyarkan konsentrasi dua orang yang sedang asyik mencumbu itu.

"Apa-apaan ini?" teriak marah lelaki itu, sementara Isabella berbalik memunggungi Alan. Sama sekali tdak menyadari itu adalah Alan-nya, pria yang amat dicintainya.

Isabella sudah terlanjur malu, tidak sanggup menatap orang yang menegur mereka. Bahkan sebelum tahu siapa orang itu.

"Seperti yang sudah saya bilang tadi Pak. Lift ini bukan kamar hotel. Kalian boleh melakukan apa saja di kamar nanti, tapi ini masih di dalam lift dan ini masih tempat umum."

Suara bass yang dalam dan rendah itu, menggelitik telinga Isabella. Dia mengenali suara itu. Amat sangat mengenalinya. Dengan degupan jantung yang bertalu-talu, Isabella membalikkan tubuhnya. Menatap lelaki bertubuh ramping dan berkacamata yang amat sangat dikenalnya. Itu Alan-nya, kekasihnya dan masa depan yang diharapkan Isabella.

"Mas Alan?"

“Hai, Bel. Gak nyangka ya bisa ketemu kamu di sini.”

***To Be continued***

Related chapters

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Pengantin Pengganti

    "Mas Alan?""Hai, Bel. Gak nyangka ya bisa ketemu kamu di sini.""Kau kenal lelaki ini Bel?" Isabella tidak menjawab teman kencannya, dia sudah gemetaran, matanya mulai terasa panas dan tenggorokannya tercekat. Dia ketahuan dan tertangkap basah. Bagaimana bisa? Padahal Isabella sudah sangat berhati-hati agar dia tidak ketahuan. Dia sudah menggeluti profesinya ini bahkan sebelum bertemu Alan, bahkan orang tuanya saja tidak tahu karena dia selalu hati-hati. Tapi lihatlah kini, kekasih hatinya itu memergokinya. “Mas, aku bisa jelasin semuanya,” ucap perempuan itu terlihat kalut."Apa dia pacarmu?" tanya teman kencan Isabella.Isabella tidak menjawab, apalagi Alan. Pria itu diam dan menatap Isabella dengan tatapan dingin. Ingin tahu apa yang akan dikatakan wanitanya. Ah, ralat. Mantan wanitanya. Teman kencan Isabella terlihat tidak senang dengan suasana ini. Malas menghadapi suasana ini, pria yang kini dikenali Alan sebagai salah satu pengusaha terkenal berumur empat puluh tahunan itu

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Manipulasi

    "Gak Mom, pernikahan ini akan tetap berlangsung." Kata-kata Gita terdengar tegas dan mantap. "Maksudnya? Kau mau tetap menikah dengan Tony?" Julie menanyakan pilihan anaknya yang terdengar sangat tidak masuk akal. "Tentu saja tidak lah Mom. Aku akan mencari orang lain.""What? Cari orang lain? Gak salah?" tanya Alex sang ayah dengan heran."Yes, Dad. Aku gak mau gara-gara manusia tidak tahu malu itu, keluarga gita jadi bahan gosip.""Lebih baik jadi bahan gosip Gita. Dad gak mau kamu menikah dengan sembarangan orang dan tidak kamu cintai. Lagipula di mana kamu mau cari pria yang mau tiba-tiba dinikahkan denganmu?"Tepat setelah Alex selesai mengatakan kalimat itu, Gita melihat Alan berjalan ke arah mereka. Dahi Gita berkerut, melihat Alan yang tidak sebersemangat tadi. Tatapan mata lelaki itu juga terlihat sedikit sendu. "Sepertinya aku bisa memanfaatkannya deh," batin Gita dengan senyum terukir di wajahnya. "Tentu saja ada Dad. Dia pria baik, pintar dan tampangnya juga lumayan."

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner In Crime

    Alan berdiri dengan gugup di depan altar. Setelah diskusi singkat keluarga besar Bramantara, pernikahan tetap dilanjutkan dengan Alan sebagai pengantin pria. Semua perlengkapan Alan disiapkan dengan terburu-buru. Pihak WO harus pergi mengambil jas baru yang cocok untuk Alan, begitu pula dengan celana dan sepatu. Semua pakaian Tony tidak ada yang cocok untuk Alan yang sedikit lebih ramping, tapi juga lebih tinggi. Satu hal yang harus disyukuri Alan, lebih dari setengah tamu sudah pergi. Mereka memutuskan pulang karena melihat beberapa tamu 'diusir' pulang. Semua yang pulang menerka-nerka kalau pernikahan ini dibatalkan sepihak, atau ada pengantin yang melarikan diri. Hanya tersisa keluarga, sahabat dekat dan beberapa petinggi perusahaan. Alan menjadi makin tegang ketika Gita memasuki ballroom digandeng oleh Alex. Gita terlihat amat cantik dengan gaun mermaid yang berekor cukup panjang, yang melekat sempurna di tubuh ramping dan proporsional itu. Kesan seksi juga tercipta dengan mode

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kontrak

    Baru juga keluar dari kamar mandi, Alan sudah dikejutkan dengan penampilan Gita dengan rambut lebih pendek duduk menghadap ke arah kamar mandi. Perasaan Alan, sampai beberapa menit lalu rambut atasannya itu masih panjang, hampir menyentuh pinggang. Sekarang rambut hitam legam itu sudah menggantung sedikit di atas bahu. "Apa yang kau lihat? Duduk." Gita memberi perintah dengan santainya dan Alan menurut dengan refleks. "Banyak yang harus kita bicarakan soal situasi kita saat ini. Jadi mari kita buat perjanjian.""Bukankah sudah terlambat untuk membuat prenup?""Aku gak pernah bilang mau bikin prenup, tapi perjanjian. Kontrak," Gita berseru kesal. "Maaf Bu," Alan refleks menjawab. Kebiasaan dua orang ini di kantor membuat Alan refleks menjawab."Aku mau ada batasan diantara kita."Alan langsung mengangguk setuju. Mereka memang harus menerapkan beberapa batasan. Terutama karena posisi Alan sekarang masih asisten pribadi Gita. "Mana ipad dan laptopmu?" tanya Gita dengan kening berkerut.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua

    Alan menghela napas. Dirinya merasa tegang, karena harus mengunjungi orang tuanya. Bukan untuk meminta restu, tapi untuk memberitahu soal pernikahannya yang sudah terjadi."Bisa berhenti menghela napas? Jangan bawa sial." Gita menggerutu kesal dengan Alan yang sudah berulang kali menghela napas. Membuat sang suami hanya bisa minta maaf, karena merasa mengganggu. Hari ini, seperti biasanya Alan menyopiri Gita. Bedanya, sekarang dia menggunakan mobil pribadi dan bukan mobil mewah yang biasa digunakan sang atasan. Semua ini atas permintaan mama mertuanya. Gita yang tidak pernah bisa membantah Julie mau tidak mau harus menurut. Honda brio silver Alan berbelok masuk ke perumahan sedehana di daerah Bogor. Maybach milik Alex menyusul dibelakangnya. Untungnya Gill memilih menumpang di mobil ayahnya dan membiarkan Bentley kesayangannya di rumah, jika tidak iring-iringan kendaraan mereka akan terlihat timpang. "Ini rumah orang tuamu?" Gita bertanya begitu keluar dari mobil, sambil mengedarka

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua 2

    “Dasar anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu bikin malu keluarga dengan caravseperti ini.”Alan sangat terkejut dengan tamparan keras di pipinya yang sekarang sudah memerah. Jangankan Alan, Gita yang bar-bar saja terkejut. "Maaf sekali pada Bapak dan Ibu. Saya tidak berhasil mendidik anak saya dengan benar." Tiba-tiba saja Anton menunduk minta maaf. Membuat semua orang makin terkejut. "Maksudnya apa ya Pak?" tanya Alex dengan bingung. "Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan anak saya yang tidak termaafkan. Saya sudah cukup senang anda menerimanya di keluarga anda, tapi biar saya berikan pelajaran dulu pada dia.""Sebentar Pak." Gita segera menahan Anton yang sudah mencengkram tangan putranya."Sebentar Nak ya, biar saya kasih pelajaran dulu sama anak saya yang satu ini." Anton masih bersikeras menuduh anaknya. "Pak kami menikah bukan karena kecelakaan atau sejenisnya." Gita cepat-cepat mengutarakan isi pikirannya. "Iya, Nak saya tahu kalian menikah kar ...." Anton membiarkan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kata Maaf

    Suara tawa Gita menggema di dalam kamar hotel yang masih ditempatinya bersama sang suami. Tawa itu terus menggema, sementara Alan yang duduk di sofa yang jadi tempatnya tidur terlihat sangat cemberut. "Bisa berhenti ketawanya?" tanya lelaki itu dengan kesal. "Habisnya pipimu bengkak gitu. Tenaga Bapak luar biasa ya." Gita masih tidak bisa berhenti tertawa. "Akting luar biasaku tidak sia-sia karena bisa melihat wajah lucumu.""Saya heran kenapa Bu G … amu gak jadi aktris saja." Alan melangkah ke arah kamar mandi dengan kesal, meninggalkan istrinya yang masih tertawa. Hari ini pasangan suami istri itu akan pulang ke rumah. Ke rumah orang tua Gita lebih tepatnya dan Alan sudah menduga hal ini. Tapi tetap saja dia merasa tidak nyaman. Padahal Gita sudah punya rumah sendiri, tapi Alex bersikeras pengantin baru ini akan tinggal bersamanya. Mau tidak mau Gita dan Alan harus setuju. Tentu saja mereka jadi harus lebih sering mesra-mesraan ketika di rumah. Saking malasnya terus berakting, Gi

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner in Crime

    "Jadi apa yang kau temukan tentang dia?" tanya Gita begitu melihat Eza. "Santai aja kali, Ta. Kau baru sampai dan langsung nanya gituan?"Sudah ada perjanjian tidak tertulis untuk dua orang ini untuk bicara layaknya sahabat ketika hanya berdua saja. Walau Eza itu kasar dan tidak punya filer di mulutnya, tapi Gita suka pada perempuan itu. Setidaknya Eza tidak munafik, tidak seperti orang-orang disekitarnya. Contoh nyatanya si Tony brengsek itu. "Ya, aku minta ketemuan untuk itu kan, Za.""Kiraiin mau curhat soal malam pertamamu. Sakit gak?""Sinting. Gak ada yang namanya malam pertama. Aku cuma males berduaan sama siAlan. Mana datanya?" Gita mengulurkan tangan."Udah kukirim ke email. Dicek dulu dong, Cintah.""Jijik tau." Gita kurang suka dengan Eza yang senang mengimbar kata cinta, honey dan sejenisnya. Dia jadi merasa seperti sedang berhadapan dengan penyuka sesama jenis dan itu membuatnya merinding. Tapi bukan Eza namanya kalau gak cari ribut, dia tetap dan akan selalu menggunak

Latest chapter

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter 2

    “Siapa yang punya ide bodoh, untuk mengumpulkan anak-anak ini di sini?” Gita hanya bisa menghela napas, ketika mendengar adiknya mengeluh. Bagaimana tidak, sekarang rumah orang tua mereka tiba-tiba saja berubah menjadi taman bermain anak-anak. Bukan hanya ada anak-anak Gita dan saudara perempuannya, tapi ada juga anak-anak Eza di sana. Total, ada sembilan anak kecil yang sedang berteriak dan berlari di ruang tengah rumah besar itu. “Maaf.” Pada akhirnya, Gita yang mengatakan hal itu. “Aku tidak benar-benar berpikir kalau Eza akan benar-benar membawa semua anak-anaknya.” “Hei, kau mengundang semua anakku,” hardik Eza terlihat agak kesal. “Memangnya apa yang akan kau dapatkan, ketika mengadakan pesta ulang tahun untuk anak-anak?” Gita kembali menghela napas karena mendengar pembelaan diri yang sangat benar itu. Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk membuat acara besar untuk ulang tahun pertama putra keduanya. Rencananya hanya makan-makan bersama dengan keluarga besar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter

    “Wah, kau benar-benar luar biasa.” Eza baru membuka pintu rumahnya, dan sudah langsung disambut kalimat bernada ejekan dari sang sahabat. Gita Bramantara, baru saja tiba di depan pintu rumahnya. “Berhenti menatapku dengan pandangan mencemooh seperti itu sialan,” desis Eza merasa sangat kesal. “Tunggu saja giliranmu nanti, Ta.” “Maaf, tapi aku tidak ingin punya banyak anak.” Gita mengangkat kedua tangannya. “Lagi pula, akan sulit kalau aku tidak benar-benar berusaha.” Eza menghela napas mendengar apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia sebenarnya masih ingin memprotes, tapi merasa tidak tega juga. Biar bagaimana, Gita memang agak kesulitan mendapat anak. “Bagaimana keadaan Teddy?” Pada akhirnya, Eza mengalihkan pembicaraan saja. Tentu setelah mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. “Dari pada menanyakan keadaan anakku yang sedang tertidur pulas, bagaimana kalau aku yang menanyakan keadaanmu saja? Apa kau baik-baik saja?” Eza meringis mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Titipan

    “Akhirnya kau bangun juga?” Dina mengembuskan napas lega begitu melihat Eza terbangun. Eza mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Syukurnya bahkan setelah Eza mengucek matanya, Dina masih terlihat. Ini bukan ilusi, tapi apakah ini mimpi lagi? “Dina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” Eza bertanya dengan nada bingung. Eza makin terlihat bingung ketika menyadari Dina berada di kamar tidurnya dan Danny tidak terlihat dimana pun. Bagaimana Dina bisa tahu tentang rumah barunya? “Tenang saja, suamimu ada di lantai bawah. Dia tidak lari kok dan pernikahan kalian kemarin itu nyata.” Dina tersenyum melihat kebingungan di wajah saudara kembarnya itu. Eza yang tadinya masih berbaring, kini sudah duduk di pinggir ranjang dan meminta Dina duduk di sebelahnya. “Kenapa kemarin kau tidak hadir? Aku menunggumu loh.” Eza memprotes Dina yang tidak terlihat dimana-mana saat acaranya kemarin. “Kata siapa? Aku datang kok, kau saja yang tidak melihatku.” “Benar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Satu Garis

    "Mary? Kok cemberut sih?" Danny sedang mencoba melihat wajah tunangannya itu. Sudah sejak kemarin malam Mary-nya cemberut. Dia selalu memalingkan wajah saat berbicara dengan Dann,dan hal itu membuat Danny jadi frustasi. Bahkan saat sedang berdua di dalam mobil seperti ini pun, Mary tetap memalingkan muka. Membuat Danny meminggirkan mobilnya. Sebenarnya Danny sudah bisa menebak apa yang membuat kekasihnya itu cemberut. Dia pastinya kecewa dengan keputusan semalam. Semua orang memaksanya untuk menikah dalam bulan ini juga. Alasan Attha memang cukup masuk akal dan Xavier juga sudah setuju dengan hal itu. Apalagi Danny yang sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan Mary sesuka hatinya. Tapi sepertinya Mary tidak terlalu setuju dengan hal itu. "Apa segitu tidak cintanya kau padaku sampai tidak mau cepat-cepat menikah denganku?" Danny mengeluh frustasi. Takut jika Mary meninggalkannya. Mendengar pertanyaan tunangannya, Eza refleks berbalik ke arah Danny. Keningnya berkerut, ti

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Persiapan Nikah

    Eza bersenandung riang di depan cermin. Dia sudah mengenakan bajunya dan makeup-nya juga sudah terasa sangat sempurna. Sekarang hanya tinggal menungggu anak-anak siap dan mereka akan berangkat ke acara peluncuran produk baru Mar. “Sudah siap, Za?” Fika muncul dari balik pintu. “Anak-anak sudah siap?” Eza balik bertanya. “Udah.” “Kalo gitu ayo pergi,” seru Eza tidak sabar. Eza tiba sedikit lebih awal dari waktu yang direncanankan. Kru Eza juga sudah lebih dulu sampai untuk menyiapkan beberapa hal. Dan tentu saja mereka semua disambut dengan baik. Apalagi karena Eza sudah dikenal oleh semua karyawan Mar. Pada awalanya semua berjalan norma saja. Tidak ada hal yang aneh dan kata-kata Gita kemarin malam tentang ‘lamaran’ juga tidak mempengaruhi Eza sama sekali. Eza sibuk berkeliling tempat acara untuk melakukan live. Tidak terlalu lama karena dia tidak mau meninggalkan anak-anak terlalu lama. Dia yang belum mau memperlihatkan wajah anak-anaknya di depan kamera, juga mendapat

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Will You Marry Me?

    “Bisa gak sih, jangan menghela napas terus? Bikin sial tahu gak,” Ian berseru kesal. Bagaimana tidak? Entah sudah berapa kali Danny bolak balik seperti setrikaan rusak sambil mendesah atau menghela napas. Itu benar-benar membuat Ian pusing. “Aku gugup.” Danny mengaku pada sahabatnya itu. “Lalu apa dengan kau menjadi gugup seperti ini masalahmu akan selesai?” Ian bertanya dengan gemas. “Tidak akan, Dan. Jadi berhentilah mondar-mandir seperti itu.” Danny akhirnya menuruti kata-kata Ian. Dia duduk di kursi kosong di sebelah Ian, tapi jelas masih merasa gugup. Danny makin gugup ketika pihak dari EO mengatakan acaranya sudah bisa dimulai. Intinya acara berjalan sesuai rencana. Pertama-tama Danny dan Ian menyapa beberapa tamu dan influencer, sebelum masuk ke acara utama. Termasuk Eza yang sedang live. Eza hari ini memilih memakai halter dress berwarna hijau zamrud dengan bahan brokat dan hanya menutupi setengah pahanya. Pilihan pakaian Eza jelas membuatnya terlihat makin cantik dan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Makanan Pembuka

    Danny menatap kotak perhiasan yang baru saja tiba di kantornya sore ini. Akhirnya benda penting yang disiapkannya untuk acara besok tiba juga. Itu membuat Danny makin gugup. Karena harus mengurusi anak-anak dan kerja disaat bersamaan, Danny harus memesan secara online. Selain itu kali ini Danny memesannya sendiri tanpa melibatkan Maureen. Untungnya, barang yang datang sesuai dengan ekspektasi Danny. Begitu shining, shimmering, splendid. Menurutnya, ini cincin yang sangat cocok dengan Mary. Sayang sekali, lamunan Danny terinterupsi dengan ketukan di pintunya. Buru-buru, Danny menyimpan kotak perhiasan itu di kantong jasnya. "Pak, orang dari EO datang untuk membahas acara besok." Maureen tidak masuk ke dalam ruangan dan hanya memberitahu dari depan pintu. "Suruh masuk." Demi untuk melamar Mary-nya, Danny memilih untuk bekerja sama dengan event organizer. Dia tidak mau terlalu mempercayakan ini ke divisi PR, terutama setelah insiden dengan Rosaline. Rosaline belum dipecat,

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Tidak Sesuai Ekspektasi

    “Kau sudah datang?” Danny langsung berdiri begitu melihat Eza masuk ke ruanga VIP yang dipesannya. Dia juga segera menarikkan Eza kursi untuk wanita itu duduki. “Kau sendirian? Anak-anak ke mana?” Eza bertanya dengan ekspresi bingung. “Ah, itu. Maaf aku sedikit berbohong soal itu. Sebenarnya hari ini aku ingin makan malam berdua saja denganmu.” Danny menjawab dengan jujur. “Apa kau marah?” Danny bertanya dengan hati-hati, takut jika kekasihnya itu marah. “Tidak juga sih. Tapi aku hanya khawatir dengan mereka.” Eza menjawab dengan sedikit gugup. “Ah, tenang saja. Aku sudah memulangkan mereka ke rumah. Ayah dan Bunda juga tidak keberatan membantu menjaga mereka untuk sementara waktu.” Eza mengangguk canggung dengan bibir membentuk huruf o yang sempurna. Sungguh rasanya seumur hidup baru kali ini Eza merasa gugup. Tepatnya kali kedua setelah proses melahirkannya dulu. “Tadi aku sudah memesan makanan duluan. Kau tidak masalahkan dengan yang namanya iga penyet?” tanya Danny dengan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Imajinasi Eza

    "Ada apa dengan telingamu?" Ian langsung bertanya ketika melihat Danny memasuki ruangannya, yang sedang menggendong Lily. "Ini gara-gara karyawan yang kau rekrut." Danny langsung mengeluh pada Ian. "Siapa?" "Manager PR," jawab Danny jujur sembari duduk di sofa ruangan sahabatnya itu. "Rosaline? Kenapa dengan dia? Jangan bilang kau bercinta dengannya di kantor dan kepergok sama Eza?" "Kau pikir aku tukang selingkuh?" sergah Danny kesal. "Dia mencoba menggodaku, tapi ketahuan Mary. Untung saja aku menolak dengan tegas." "Lalu? Apa hubungannya dengan telingamu itu?" tanya Ian makin bingung. "Mary menyalahkanku, dan dia menjewer telingaku, bahkan mencubit lenganku." Danny sedikit menarik lengan kemejanya yang suduh tergulung. Di sana terlihat jelas dua titik biru yang lumayan besar dan pastinya sakit jika disentuh. "Oh, wow!" Ian menatap ngeri pada Danny. Bagaimana mungkin pria lembek sepertu sahabatnya ini jatuh cinta pada wanita sebar-bar itu? "Sudah lupakan saja soal tel

DMCA.com Protection Status