Share

Mencari Restu Mertua

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Alan menghela napas. Dirinya merasa tegang, karena harus mengunjungi orang tuanya. Bukan untuk meminta restu, tapi untuk memberitahu soal pernikahannya yang sudah terjadi.

"Bisa berhenti menghela napas? Jangan bawa sial." Gita menggerutu kesal dengan Alan yang sudah berulang kali menghela napas. Membuat sang suami hanya bisa minta maaf, karena merasa mengganggu.

Hari ini, seperti biasanya Alan menyopiri Gita. Bedanya, sekarang dia menggunakan mobil pribadi dan bukan mobil mewah yang biasa digunakan sang atasan. Semua ini atas permintaan mama mertuanya. Gita yang tidak pernah bisa membantah Julie mau tidak mau harus menurut.

Honda brio silver Alan berbelok masuk ke perumahan sedehana di daerah Bogor. Maybach milik Alex menyusul dibelakangnya. Untungnya Gill memilih menumpang di mobil ayahnya dan membiarkan Bentley kesayangannya di rumah, jika tidak iring-iringan kendaraan mereka akan terlihat timpang.

"Ini rumah orang tuamu?" Gita bertanya begitu keluar dari mobil, sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

Rumah satu lantai bercat cerah itu, terlihat sederhana. Tentu berbeda jauh dengan rumah Gita. Rumah yang dicicil Alan saja masih sedikit lebih luas. Padahal Alan sudah meminta orang tuanya untuk pindah ke rumah yang baru, tapi mereka menolak.

"Ya, ini memang rumah orang tua saya. Maaf kalau terlalu sederhana buat anda."

Gita melirik mobil ayahnya yang terparkir di belakang mobil suaminya. Ibunya sudah keluar dan berdiri di samping mobil, menunggu sang suami mematikan mesin mobil. Adik-adiknya berdiri di bagian belakang mobil, mengambil beberapa buah tangan untuk mertuanya. Itu membuat Gita merapat ke arah Alan agar ucapannya tidak didengar orang lain. Julie yang kebetulan melihat itu tersenyum senang karena dua orang itu akur.

“Perhatikan cara bicaramu. Ada keluargaku di belakang dan kita akan bertemu orang tuamu, akan aneh kalau kau terlalu formal,” desis Gita dengan kesal.

Alan mengangguk mengerti. "Akan sa ... Aku usahakan."

"Good. Untuk rumahnya memang kecil, tapi bagus kok. Adem." Gita tak segan memuji.

Alan melirik Gita dengan tatapan tidak percaya. Seorang Gita Bramantara memuji rumah kecil seperti punya orang tuanya. Itu luar biasa baginya.

"Kok malah berdiri saja sih di situ? Gak mau masuk emang?" Julie menegur putri dan menantunya.

"Iya, Bu ini mau masuk." Alan yang menjawab.

"Kok Bu sih Al? Kalau gak mau panggil Mom, panggil Mama dong." Julie kembali bersuara untuk melayangkan protes.

“Iya, Ma,” jawab Alan dengan canggung.

Baru juga Alan mau beranjak dari tempatnya untuk mengetuk pintu, pintu rumah yang dimaksud terbuka. Dari dalam, muncul seorang wanita paruh baya yang terlihat lebih tua dari Julie dengan menggunakan daster.

"Bu." Alan berjalan mendekati wanita itu dan langsung mengecup pelan pipinya.

"Loh, Alan? Kok kamu pulang gak bilang-bilang sih?"

"Em, iya Bu. Memang agak sedikit tiba-tiba, soalnya ada yang mau saya kenalin ke Ibu."

Fika yang adalh ibu dari Alan, mengangkat kedua alisnya dengan bingung. Sang putra kemudian berbalik ke belakang dan menemukan Gita sudah berdiri di belakangnya dengan senyuman manis. Sangat manis dan cantik, bahkan dia sempat tidak berkedip.

"Perkenalkan Bu, nama saya Gita." Gita mengulurkan tangan sambil membungkuk sedikit dengan sopan. "Dan saya juga datang bersama keluarga saya." Gita memperkenalkan keluarganya secara singkat.

"Siapa anak cantik ini Al?" tanya Fika dengan tatapan penasaran. Apalagi Gita datang membawa keluarganya, pasti bukan gadis sembarangan untuk anaknya.

"Kita bicara di dalam saja ya Bu. Gak enak kan ngobrol diluar."

Fika yang baru menyadari itu, terburu-buru mengarahkan tamunya masuk ke rumah. Begitu masuk, langsung terlihat rak sepatu di sisi dekat pintu.

Sekitar lima langkah dari rak sepatu, ada ruang tamu merangkap ruang nonton. Terlihat seorang pria dengan kaos kutang dan celana pendek duduk menonton sambil mengipasi dirinya.

"Aduh Pak. Kok gayanya gitu sih? Buruan ganti baju." Perempuan paruh baya tadi memukul suaminya.

"Apa sih Bu? Orang lagi san ...." Kata-kata pria berkaos kutang itu, terhenti begitu melihat barisan tamu di belakang anaknya. “Kalau ada tamu bilang-bilang dong.,” lanjutnya dalam gerutuan, tapi langsung melangkahkan kaki ke kamar.

Setelah itu, barulah Gita menatap ke sekeliling. Jika dilihat sepintas, rumah itu memiliki tiga kamar tidur dengan desain minimalis. Ruang makan dan dapur menyatu di sisi kiri ruang tamu, dibatasi oleh counter pantry.

Tidak semewah rumah keluarga mereka, tapi Gita menyukai rumah itu. Terasa hangat dan nyaman, terasa sama seperti rumahnya sendiri.

"Duduk saja dulu ya. Biar saya siapin minuman dulu, sekalian ganti baju." Fika membuat Gita tersadar dari lamunannya.

"Gak usah repot-repot Mbak. Kami gak apa-apa kok." Julie yang bersuara, karena tidak ingin merepotkan besannya itu.

"Sudah sewajarnya kalau tamu datang disuguhi minuman. Sebentar saja kok."

Setelah berdebat sebentar, Julie akhirnya membiarkan Fika pergi ganti baju dan menyiapkan teh. Disaat bersamaan lelaki berkutang tadi keluar dari kamar dengan gaya lebih rapi dan memperkenalkan diri sebagai Anton. Gita dan keluarga pun berdiri dari duduknya, kala Alan memperkenalkan mereka dengan ayahnya.

"Kamu pulang-pulang bawa tamu kok gak bilang-bilang sih Al? Setidaknya Bapak bisa lebih rapi."

"Maaf Pak, soalnya ini sedikit diluar rencana." Anton hanya mengangguk pelan dan mencondongkan badan gempalnya ke arah Alan.

"Siapa? Pacarmu? Yang tempo hari kamu bawa bukan yang ini," Anton berbisik tepat di telinga Alan.

"Nanti saja Pak ya dijelasinnya, tunggu Ibu dulu."

"Yang mana calonmu? Yang galak rambut sebahu atau yang rambutnya lebih pendek disebelahnya?" Alan nyaris saja tertawa ketika mendengar ayahnya menyebut Gita galak, untungnya ibunya datang tepat waktu.

"Kebetulan saya tadi baru menyeduh teh." Fika berucap seraya berjongkok, agar lebih mudah membagikan cangkir. Dengan sigap Gita berdiri dan membantu mertuanya itu membagikan cangkir teh.

"Aduh, kok malah dibantuin. Kamu duduk saja Nak, kan kamu tamunya."

"Gak apa-apa kok Bu. Sudah sewajarnya." Gita memberikan senyuman terbaiknya dan tetap membantu sampai semua orang mendapatkan secangkir teh hangat.

Julie tersenyum melihat anaknya yang pengertian dan cekatan itu, sementara Alan terlihat sedikit terkejut. Dia baru pertama kali melihat sisi Gita yang perhatian seperti ini. Sungguh pemandangan yang langka.

"Jadi begini Bu, Pak. Kami semua datang ke sini untuk memperkenalkan diri, terutama pada anda berdua." Julie memulai acara ramah tamah dadakan ini.

"Mungkin ini sedikit terlambat, tapi biar kami memperkenalkan diri sekali lagi." Julie menyebut satu persatu nama anggota keluarganya, sengaja menyisakan Gita untuk yang terakhir.

"Dan ini anak sulung saya, namanya Gita. Sejak kemarin sudah sah menjadi istri Alan." Julie berbicara dengan sangat hati-hati, berusaha agar dua orang di depannya itu tidak merasa tersinggung.

"Maksudnya pacar?" tanya Fika.

"Atau tunangan mungkin?" Anton menambahkan mengingat anak muda zaman sekarang, langsung main lamar anak orang.

"Tidak Bu, Pak. Saya istrinya Alan." Gita menjawab dengan penuh keyakinan. Tak lupa ditambah dengan senyum mempesona yang sejak tadi ditunjukkannya.

Raut wajah Anton terlihat tidak senang. Di tatapnya anak sulungnya dengan tatapan bertanya, bahkan menuduh. Sekarang nyali Alan jadi sedikit menciut dihadapan ayahnya.

"Maaf Alan baru ngomong sekarang, tapi Gita memang istri Alan."

Tiba-tiba saja Anton berdiri dan menampar anaknya dengan keras. Membuat semua orang, bahkan Gita tersentak kaget.

"Sejak kapan Bapak pernah mengajari kamu jadi orang brengsek seperti ini?" Suara Anton terdengar seperti petir di siang bolong.

***To be continued***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
sabar pak, ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua 2

    “Dasar anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu bikin malu keluarga dengan caravseperti ini.”Alan sangat terkejut dengan tamparan keras di pipinya yang sekarang sudah memerah. Jangankan Alan, Gita yang bar-bar saja terkejut. "Maaf sekali pada Bapak dan Ibu. Saya tidak berhasil mendidik anak saya dengan benar." Tiba-tiba saja Anton menunduk minta maaf. Membuat semua orang makin terkejut. "Maksudnya apa ya Pak?" tanya Alex dengan bingung. "Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan anak saya yang tidak termaafkan. Saya sudah cukup senang anda menerimanya di keluarga anda, tapi biar saya berikan pelajaran dulu pada dia.""Sebentar Pak." Gita segera menahan Anton yang sudah mencengkram tangan putranya."Sebentar Nak ya, biar saya kasih pelajaran dulu sama anak saya yang satu ini." Anton masih bersikeras menuduh anaknya. "Pak kami menikah bukan karena kecelakaan atau sejenisnya." Gita cepat-cepat mengutarakan isi pikirannya. "Iya, Nak saya tahu kalian menikah kar ...." Anton membiarkan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kata Maaf

    Suara tawa Gita menggema di dalam kamar hotel yang masih ditempatinya bersama sang suami. Tawa itu terus menggema, sementara Alan yang duduk di sofa yang jadi tempatnya tidur terlihat sangat cemberut. "Bisa berhenti ketawanya?" tanya lelaki itu dengan kesal. "Habisnya pipimu bengkak gitu. Tenaga Bapak luar biasa ya." Gita masih tidak bisa berhenti tertawa. "Akting luar biasaku tidak sia-sia karena bisa melihat wajah lucumu.""Saya heran kenapa Bu G … amu gak jadi aktris saja." Alan melangkah ke arah kamar mandi dengan kesal, meninggalkan istrinya yang masih tertawa. Hari ini pasangan suami istri itu akan pulang ke rumah. Ke rumah orang tua Gita lebih tepatnya dan Alan sudah menduga hal ini. Tapi tetap saja dia merasa tidak nyaman. Padahal Gita sudah punya rumah sendiri, tapi Alex bersikeras pengantin baru ini akan tinggal bersamanya. Mau tidak mau Gita dan Alan harus setuju. Tentu saja mereka jadi harus lebih sering mesra-mesraan ketika di rumah. Saking malasnya terus berakting, Gi

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner in Crime

    "Jadi apa yang kau temukan tentang dia?" tanya Gita begitu melihat Eza. "Santai aja kali, Ta. Kau baru sampai dan langsung nanya gituan?"Sudah ada perjanjian tidak tertulis untuk dua orang ini untuk bicara layaknya sahabat ketika hanya berdua saja. Walau Eza itu kasar dan tidak punya filer di mulutnya, tapi Gita suka pada perempuan itu. Setidaknya Eza tidak munafik, tidak seperti orang-orang disekitarnya. Contoh nyatanya si Tony brengsek itu. "Ya, aku minta ketemuan untuk itu kan, Za.""Kiraiin mau curhat soal malam pertamamu. Sakit gak?""Sinting. Gak ada yang namanya malam pertama. Aku cuma males berduaan sama siAlan. Mana datanya?" Gita mengulurkan tangan."Udah kukirim ke email. Dicek dulu dong, Cintah.""Jijik tau." Gita kurang suka dengan Eza yang senang mengimbar kata cinta, honey dan sejenisnya. Dia jadi merasa seperti sedang berhadapan dengan penyuka sesama jenis dan itu membuatnya merinding. Tapi bukan Eza namanya kalau gak cari ribut, dia tetap dan akan selalu menggunak

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Pengantin Baru

    "Besok udah mau masuk kerja?" Alex bertanya dengan mata melotot pada putrinya. "Yes, Dad. Kan udah cuti tiga hari." Gita menjawab, sembari menerima piring berisi nasi dan lauk dari sang suami. Ya, Alan yang mengambilkan makanan untuk istrinya dan bukan sebaliknya. Ini memang hal yang sudah biasa dan sering dilakukan Alan ketika harus makan bersama di luar bersama klien. Sebagai asisten, biasanya Alan yang akan memesankan makanan untuk Gita, mengambilkan makanan jika menu pada suatu acara disajikan secara prasmanan juga. Jika ada hal tertentu yang tidak disukai sang atasan di menunya, Alan juga yang segera mengambil alih. Dia juga yang pergi membayar tagihan, ketika mereka yang mentraktir.Semua itu selalu dilakukan Alan jika makan diluar bersama Gita, tapi sekarang mereka sedang makan malam di rumah. Status mereka juga suami istri, sewajarnya Gita yang melayani Alan. Bukan sebaliknya dan hal itu tidak luput dari penglihatan Julie. "Gita gak ambilin makanan buat Alan?" Julie bertan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Ada Apa di Atas Pesawat?

    "Hei, siAlan pijitin yang benar dong."Kira-kira sudah dua belas jam mereka terbang menggunakan jet pribadi dan hanya tinggal beberapa jam lagi sampai pesawat mendarat di Roma. Sayangnya, Alan sama sekali tidak menikmati penerbangan itu.Gita yang sedang duduk santai di kursi pesawat, tengah memejamkan mata mendengar musik dari ponselnya. Sementara Alan duduk di lantai pesawat dan memijat kaki sang istri dengan wajah cemberut. Tadi Gita sempat mengancam suaminya itu. Dia hanya mengatakan seluruh keluarga Alan akan hancur jika mereka ketahuan dan tentu saja itu berhasil. Pada kenyataannya memang perempuan itu bisa melakukan apa saja, bahkan dalam keadaan hancur. Terutama dengan keberadaan Eza yang menjadi bayangannya. "Maaf Pak, Bu. Ini menu makan siang untuk hari ini." Seorang cabin crew datang menghampiri dengan ragu-ragu. Dilihat dari sudut pandang mana pun, Alan dan Gita terlihat sebagai pasangan yang romantis dan mereka takut mengganggu.Alan terlihat seperti suami siaga yang s

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Bulan Madu

    "Selamat datang di Roma. Saya Donna yang diutus untuk menemani anda berdua selama di sini." Wanita dengan paras campuran Italia-Asia, menyambut Gita dan Alan. Wajah boleh blasteran, tapi bahasa Indonesia-nya lancar. Itu membuat Gita menatap si Donat dari atas sampai bawah dengan tatapan menyelidik. Seingatnya dia tidak menyewa tour guide atau sejenisnya. "Saya gak ingat nyewa tour guide atau semacamnya." Gita bicara to the point. "Saya diminta dari kantor pusat untuk jadi tour guide anda berdua.""Excuse me? Kantor pusat? Boleh tahu siapa yang suruh?" Kali ini Alan yang bertanya dengan penasaran. Kantor pusat yang disebut pastilah, kantor pusat Bramantara Grup. Bisa dipastikan kalau Donna juga merupakan salah satu karyawan cabang Roma. Kebetulan saja, perusahaan keluarga Bramantara kini sudah berekspansi sampai ke luar negeri."Pak Alex." Donna menjawab dengan singkat dan sungkan. Mendengar jawaban Donna, Alan refleks memijat pangkal hidungnya, sementara Gita hampir saja mengump

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Gara-gara Mandi

    "Pikirkan cara agar aku bisa bebas besok." Gita langsung memberi perintah begitu pintu kamar tertutup. "Saya juga sedang memikirkannya." Alan menjawab sambil melangkah ke sofa. Menjatuhkan dirinya di atas sofa yang cukup besar. Setidaknya sofa ini sedikit lebih besar dari sofa di kamar Gita. "Saat aku selesai mandi, kau sudah harus mendapat ide."Alan tidak mempedulikan atau menjawab istrinya. Dia hanya berbaring dengan mata tertutup, sementara Gita melenggang ke kamar mandi yang terletak bersebelahan dengan daerah kamar tidur. "SiAlan."Baru juga menutup mata untuk sesaat, Alan tersentak bangun mendengar suara keras Gita. Hal yang membuat lelaki itu mengumpat pelan lantaran dia merasa sangat terkejut dan kesal karena harus bangun lagi."Ada apa?" Alan balas berteriak setelah panggilan kedua. Kamar honemoon suite itu memang cukup besar, tapi Alan dan Gita masih bisa mendengar jika saling teriak. Satu hal yang sangat tidak disukai Alan."Ambilkan perlatan mandiku."Alan tidak meli

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kasat Mata

    Alan yang baru menyesap kopi yang baru dibuatnya dengan mesin kopi, langsung menyemburkannya dan terbatuk-batuk hebat. Ini terjadi ketika dia melihat istrinya keluar dari area kamar tidur. Matanya membulat melihat gaya berpakaian Gita yang modis, tapi seksi. Yeah. Walau Gita tomboy dan hampir tidak pernah pakai rok, dia tahu caranya berpenampilan stylish dan seksi. Seperti sekarang ini. Gita menggunakan lace bralette hitam dengan, dipadukan dengan hot pants jeans dan cardigan dan sepatu kets putih. Jelas sekali terlihat, bralette itu kurang mampu menampung apa yang ada di dalamnya. Terutama karena model v neck benda itu.Alan sampai perlu menelan liur dengan susah payah melihat pemandangan indah di depannya. Tidak percuma Gita menghabiskan tiga puluh menit di kamar mandi, kadang malah lebih. "Ayo kita pergi." Suara ketus Gita menyadarkan Alan dari lamunannya. Lelaki itu berusaha mencerna kata-kata istrinya dan langsung menatap sang istri dengan horor. "Bu Gita bakal pakai itu?""Y

Latest chapter

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter 2

    “Siapa yang punya ide bodoh, untuk mengumpulkan anak-anak ini di sini?” Gita hanya bisa menghela napas, ketika mendengar adiknya mengeluh. Bagaimana tidak, sekarang rumah orang tua mereka tiba-tiba saja berubah menjadi taman bermain anak-anak. Bukan hanya ada anak-anak Gita dan saudara perempuannya, tapi ada juga anak-anak Eza di sana. Total, ada sembilan anak kecil yang sedang berteriak dan berlari di ruang tengah rumah besar itu. “Maaf.” Pada akhirnya, Gita yang mengatakan hal itu. “Aku tidak benar-benar berpikir kalau Eza akan benar-benar membawa semua anak-anaknya.” “Hei, kau mengundang semua anakku,” hardik Eza terlihat agak kesal. “Memangnya apa yang akan kau dapatkan, ketika mengadakan pesta ulang tahun untuk anak-anak?” Gita kembali menghela napas karena mendengar pembelaan diri yang sangat benar itu. Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk membuat acara besar untuk ulang tahun pertama putra keduanya. Rencananya hanya makan-makan bersama dengan keluarga besar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter

    “Wah, kau benar-benar luar biasa.” Eza baru membuka pintu rumahnya, dan sudah langsung disambut kalimat bernada ejekan dari sang sahabat. Gita Bramantara, baru saja tiba di depan pintu rumahnya. “Berhenti menatapku dengan pandangan mencemooh seperti itu sialan,” desis Eza merasa sangat kesal. “Tunggu saja giliranmu nanti, Ta.” “Maaf, tapi aku tidak ingin punya banyak anak.” Gita mengangkat kedua tangannya. “Lagi pula, akan sulit kalau aku tidak benar-benar berusaha.” Eza menghela napas mendengar apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia sebenarnya masih ingin memprotes, tapi merasa tidak tega juga. Biar bagaimana, Gita memang agak kesulitan mendapat anak. “Bagaimana keadaan Teddy?” Pada akhirnya, Eza mengalihkan pembicaraan saja. Tentu setelah mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. “Dari pada menanyakan keadaan anakku yang sedang tertidur pulas, bagaimana kalau aku yang menanyakan keadaanmu saja? Apa kau baik-baik saja?” Eza meringis mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Titipan

    “Akhirnya kau bangun juga?” Dina mengembuskan napas lega begitu melihat Eza terbangun. Eza mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Syukurnya bahkan setelah Eza mengucek matanya, Dina masih terlihat. Ini bukan ilusi, tapi apakah ini mimpi lagi? “Dina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” Eza bertanya dengan nada bingung. Eza makin terlihat bingung ketika menyadari Dina berada di kamar tidurnya dan Danny tidak terlihat dimana pun. Bagaimana Dina bisa tahu tentang rumah barunya? “Tenang saja, suamimu ada di lantai bawah. Dia tidak lari kok dan pernikahan kalian kemarin itu nyata.” Dina tersenyum melihat kebingungan di wajah saudara kembarnya itu. Eza yang tadinya masih berbaring, kini sudah duduk di pinggir ranjang dan meminta Dina duduk di sebelahnya. “Kenapa kemarin kau tidak hadir? Aku menunggumu loh.” Eza memprotes Dina yang tidak terlihat dimana-mana saat acaranya kemarin. “Kata siapa? Aku datang kok, kau saja yang tidak melihatku.” “Benar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Satu Garis

    "Mary? Kok cemberut sih?" Danny sedang mencoba melihat wajah tunangannya itu. Sudah sejak kemarin malam Mary-nya cemberut. Dia selalu memalingkan wajah saat berbicara dengan Dann,dan hal itu membuat Danny jadi frustasi. Bahkan saat sedang berdua di dalam mobil seperti ini pun, Mary tetap memalingkan muka. Membuat Danny meminggirkan mobilnya. Sebenarnya Danny sudah bisa menebak apa yang membuat kekasihnya itu cemberut. Dia pastinya kecewa dengan keputusan semalam. Semua orang memaksanya untuk menikah dalam bulan ini juga. Alasan Attha memang cukup masuk akal dan Xavier juga sudah setuju dengan hal itu. Apalagi Danny yang sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan Mary sesuka hatinya. Tapi sepertinya Mary tidak terlalu setuju dengan hal itu. "Apa segitu tidak cintanya kau padaku sampai tidak mau cepat-cepat menikah denganku?" Danny mengeluh frustasi. Takut jika Mary meninggalkannya. Mendengar pertanyaan tunangannya, Eza refleks berbalik ke arah Danny. Keningnya berkerut, ti

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Persiapan Nikah

    Eza bersenandung riang di depan cermin. Dia sudah mengenakan bajunya dan makeup-nya juga sudah terasa sangat sempurna. Sekarang hanya tinggal menungggu anak-anak siap dan mereka akan berangkat ke acara peluncuran produk baru Mar. “Sudah siap, Za?” Fika muncul dari balik pintu. “Anak-anak sudah siap?” Eza balik bertanya. “Udah.” “Kalo gitu ayo pergi,” seru Eza tidak sabar. Eza tiba sedikit lebih awal dari waktu yang direncanankan. Kru Eza juga sudah lebih dulu sampai untuk menyiapkan beberapa hal. Dan tentu saja mereka semua disambut dengan baik. Apalagi karena Eza sudah dikenal oleh semua karyawan Mar. Pada awalanya semua berjalan norma saja. Tidak ada hal yang aneh dan kata-kata Gita kemarin malam tentang ‘lamaran’ juga tidak mempengaruhi Eza sama sekali. Eza sibuk berkeliling tempat acara untuk melakukan live. Tidak terlalu lama karena dia tidak mau meninggalkan anak-anak terlalu lama. Dia yang belum mau memperlihatkan wajah anak-anaknya di depan kamera, juga mendapat

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Will You Marry Me?

    “Bisa gak sih, jangan menghela napas terus? Bikin sial tahu gak,” Ian berseru kesal. Bagaimana tidak? Entah sudah berapa kali Danny bolak balik seperti setrikaan rusak sambil mendesah atau menghela napas. Itu benar-benar membuat Ian pusing. “Aku gugup.” Danny mengaku pada sahabatnya itu. “Lalu apa dengan kau menjadi gugup seperti ini masalahmu akan selesai?” Ian bertanya dengan gemas. “Tidak akan, Dan. Jadi berhentilah mondar-mandir seperti itu.” Danny akhirnya menuruti kata-kata Ian. Dia duduk di kursi kosong di sebelah Ian, tapi jelas masih merasa gugup. Danny makin gugup ketika pihak dari EO mengatakan acaranya sudah bisa dimulai. Intinya acara berjalan sesuai rencana. Pertama-tama Danny dan Ian menyapa beberapa tamu dan influencer, sebelum masuk ke acara utama. Termasuk Eza yang sedang live. Eza hari ini memilih memakai halter dress berwarna hijau zamrud dengan bahan brokat dan hanya menutupi setengah pahanya. Pilihan pakaian Eza jelas membuatnya terlihat makin cantik dan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Makanan Pembuka

    Danny menatap kotak perhiasan yang baru saja tiba di kantornya sore ini. Akhirnya benda penting yang disiapkannya untuk acara besok tiba juga. Itu membuat Danny makin gugup. Karena harus mengurusi anak-anak dan kerja disaat bersamaan, Danny harus memesan secara online. Selain itu kali ini Danny memesannya sendiri tanpa melibatkan Maureen. Untungnya, barang yang datang sesuai dengan ekspektasi Danny. Begitu shining, shimmering, splendid. Menurutnya, ini cincin yang sangat cocok dengan Mary. Sayang sekali, lamunan Danny terinterupsi dengan ketukan di pintunya. Buru-buru, Danny menyimpan kotak perhiasan itu di kantong jasnya. "Pak, orang dari EO datang untuk membahas acara besok." Maureen tidak masuk ke dalam ruangan dan hanya memberitahu dari depan pintu. "Suruh masuk." Demi untuk melamar Mary-nya, Danny memilih untuk bekerja sama dengan event organizer. Dia tidak mau terlalu mempercayakan ini ke divisi PR, terutama setelah insiden dengan Rosaline. Rosaline belum dipecat,

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Tidak Sesuai Ekspektasi

    “Kau sudah datang?” Danny langsung berdiri begitu melihat Eza masuk ke ruanga VIP yang dipesannya. Dia juga segera menarikkan Eza kursi untuk wanita itu duduki. “Kau sendirian? Anak-anak ke mana?” Eza bertanya dengan ekspresi bingung. “Ah, itu. Maaf aku sedikit berbohong soal itu. Sebenarnya hari ini aku ingin makan malam berdua saja denganmu.” Danny menjawab dengan jujur. “Apa kau marah?” Danny bertanya dengan hati-hati, takut jika kekasihnya itu marah. “Tidak juga sih. Tapi aku hanya khawatir dengan mereka.” Eza menjawab dengan sedikit gugup. “Ah, tenang saja. Aku sudah memulangkan mereka ke rumah. Ayah dan Bunda juga tidak keberatan membantu menjaga mereka untuk sementara waktu.” Eza mengangguk canggung dengan bibir membentuk huruf o yang sempurna. Sungguh rasanya seumur hidup baru kali ini Eza merasa gugup. Tepatnya kali kedua setelah proses melahirkannya dulu. “Tadi aku sudah memesan makanan duluan. Kau tidak masalahkan dengan yang namanya iga penyet?” tanya Danny dengan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Imajinasi Eza

    "Ada apa dengan telingamu?" Ian langsung bertanya ketika melihat Danny memasuki ruangannya, yang sedang menggendong Lily. "Ini gara-gara karyawan yang kau rekrut." Danny langsung mengeluh pada Ian. "Siapa?" "Manager PR," jawab Danny jujur sembari duduk di sofa ruangan sahabatnya itu. "Rosaline? Kenapa dengan dia? Jangan bilang kau bercinta dengannya di kantor dan kepergok sama Eza?" "Kau pikir aku tukang selingkuh?" sergah Danny kesal. "Dia mencoba menggodaku, tapi ketahuan Mary. Untung saja aku menolak dengan tegas." "Lalu? Apa hubungannya dengan telingamu itu?" tanya Ian makin bingung. "Mary menyalahkanku, dan dia menjewer telingaku, bahkan mencubit lenganku." Danny sedikit menarik lengan kemejanya yang suduh tergulung. Di sana terlihat jelas dua titik biru yang lumayan besar dan pastinya sakit jika disentuh. "Oh, wow!" Ian menatap ngeri pada Danny. Bagaimana mungkin pria lembek sepertu sahabatnya ini jatuh cinta pada wanita sebar-bar itu? "Sudah lupakan saja soal tel

DMCA.com Protection Status