Share

Kontrak

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Baru juga keluar dari kamar mandi, Alan sudah dikejutkan dengan penampilan Gita dengan rambut lebih pendek duduk menghadap ke arah kamar mandi. Perasaan Alan, sampai beberapa menit lalu rambut atasannya itu masih panjang, hampir menyentuh pinggang. Sekarang rambut hitam legam itu sudah menggantung sedikit di atas bahu.

"Apa yang kau lihat? Duduk." Gita memberi perintah dengan santainya dan Alan menurut dengan refleks. "Banyak yang harus kita bicarakan soal situasi kita saat ini. Jadi mari kita buat perjanjian."

"Bukankah sudah terlambat untuk membuat prenup?"

"Aku gak pernah bilang mau bikin prenup, tapi perjanjian. Kontrak," Gita berseru kesal.

"Maaf Bu," Alan refleks menjawab. Kebiasaan dua orang ini di kantor membuat Alan refleks menjawab.

"Aku mau ada batasan diantara kita."

Alan langsung mengangguk setuju. Mereka memang harus menerapkan beberapa batasan. Terutama karena posisi Alan sekarang masih asisten pribadi Gita.

"Mana ipad dan laptopmu?" tanya Gita dengan kening berkerut.

"Kan ipad saya rusak dilempar sama Ibu tadi. Kalau laptop saya memang gak bawa, kan tidak ada meeting penting Bu."

"Terus? Aku yang harus nulis kontraknya gitu?" Gita melipat tangan di dada dengan ekspresi tidak sabar dan mata melotot.

"Saya akan tulis memo di ponsel saya dulu Bu," jawab Alan sedikit kesal.

"Ya sudah sana, ambil ponselnya. Sekalian pakai baju dulu kek."

"Saya gak bawa baju ganti Bu. Saya sudah nitip dibelikan baju, tapi belum sampai."

Gita mengangguk sambil memandangi bagian tubuh Alan yang tidak tertutup bathrobe. Alan memang terlihat ramping, tapi tangan dan kakinya terlihat kokoh. Sayangnya hanya sedikit sekali bagian dari dadanya yang terlihat, membuat Gita tak bisa menyimpulkan apapun.

"Ck, pasti isinya tulang." Gita bergumam lirih. Dia juga perempuan normal, yang senang dengan pria hot yang punya kotak-kotak.

"Ya, kenapa Bu?"

Gita mendelik ke arah Alan. Meminta lelaki itu untuk diam, hanya dengan tatapan matanya saja. Jelas itu membuat Alan yang punya jiwa sebagai bawahan yang tinggi langsung menutup rapat mulutnya.

"Pertama kita harus mengubah panggilan Ibu yang selalu kau ucapkan itu."

“Memangnya kenapa Bu?” Sang asisten langsung menjawab dengan pertanyaan lain.

"Kau itu tolol atau apa sih? Status kita itu suami istri, masa iya panggil Ibu?"

Perkataan Gita memang ada benarnya, tapi sekarang Alan juga masih kerja di bawah perempuan itu. Sejujurnya ini sedikit membuat sang asisten merasa tidak nyaman, terutama karena dia sudah terbiasa.

"Sebelumnya Bu, saya boleh mengajukan beberapa pertanyaan?"

Gita hanya mengangguk cepat untuk menjawab pertanyaan Alan. Dia sedang malas bicara dan sedang ingin rebahan.

"Setelah ini saya masih aspri Bu Gita kan?" tanya Alan hati-hati.

Walau kini berstatus mantu Alex Bramantara yang kaya raya, Alan tentu saja ingin tetap bekerja. Dia tidak mau mengharapkan bantuan dari mertuanya itu, terutama untuk menghidupi keluarganya sendiri.

“Yes, of course. Aku tidak mau merekrut orang bodoh lainnya,” jawab Gita dan membuat Alan hanya bisa mengelus dada dan bersabar dengan kelakuan istrinya itu.

"Apa kita akan tinggal serumah?" Alan bertanya lagi dan sekali lagi Gita menjawab dengan nada mengejek.

"Astaga, tentu saja. Apa kau mau mempermalukan keluargaku dengan tinggal di rumah wanita lain?"

Alan menutup kedua matanya, mencoba untuk sabar. Lima hari dalam seminggu, delapan jam sehari dan belum termasuk lembur. Interaksi mereka di hari kerja saja bikin tekanan darah naik, apalagi kalau bertemu dua puluh empat tujuh?

"Okay, kalau begitu saya akan tetap bersikap profesional di kantor. Kalau di rumah saya harus panggil apa?"

Alan sedikit canggung mengatakan kata 'di rumah.' Entah apakah dia bisa tenang tinggal serumah dengan istrinya kelak. Kalau tinggal dengan mertua mungkin dia bisa sedikit tenang, tapi mana nyaman tinggal dengan mertua.

"Panggil nama saja lah. Sekarang cukup membahas hal tak penting, mari membahas masalah utamanya." Gita memperbaiki duduknya dan mulai terlihat serius. Alan juga sudah bersiap mencatat poin-poin penting dengan ponselnya.

"First. Berhubung hampir delapan puluh persen tamu pulang, jadi gak banyak yang tahu soal kita dan aku mau itu tetap jadi rahasia." Gita memulai. "Yah, mungkin akan bocor dari orang lain. Tapi aku gak mau ini bocor dari mulutmu." Gita menambahkan.

Alan berpikiran yang sama dengan Gita, jadi dia langsung mengangguk. Tidak ada untungnya bagi Alan kalau semua orang tahu soal status mereka. Dia pun segera mengetikkan poin pertama itu di ponselnya.

"Second. Kita mungkin bakal satu kamar, tapi gak akan satu ranjang."

Alan yang masih mengetik, mendongak menatap perempuan di depanya dengan tatapan bingung.

"Kalau gitu saya nanti tidur di mana?" Tentu Alan akan bertanya.

"Terserah mau di sofa, lantai atau bathtub. Yang jelas aku gak mau seranjang denganmu."

"Seranjang sekalipun saya gak bakal ngapa-ngapain kok Bu. Masa saya disuruh tidur di sofa atau lantai?" Alan langsung protes.

"Third." Gita tak mempedulikan tanggapan Alan dan melanjutkan isi kontrak yang diinginkannya. "No skinship, kecuali kalau lagi ada keluarga disekitar kita. Di depan keluarga kita harus terlihat bahagia."

Alan dengan terpaksa kembali menatap ponselnya dengan cemberut. Dia mulai mengetik dua poin terakhir.

"Terakhir, gak boleh ada yang namanya persekingkuhan."

Alan kembali mendonggak dengan ekspresi penuh tanya. "Kontrak ini tidak berjangka waktu?"

"Untuk sementara ini tidak. Keluargaku menganggap menikah itu hanya sekali seumur hidup dan aku akan mencoba mempertahankannya."

"Apa ini gak berat sebelah Bu? Masa saya harus terikat dengan anda seumur hidup?"

Gita melirik Alan sangat tajam. Sampai Alan bergidik karenanya, sepertinya dia sudah salah bicara saja. Padahal lelaki itu hanya menyampaikan fakta saja.

"Kau pikir aku mau terikat denganmu selamanya? Kalau bukan terpaksa, aku tidak akan mau dengan pria bodoh sepertimu. Harusnya kau bersyukur bisa jadi mantu Bramantara." Sifat bar-bar Gita kembali muncul.

Alan menundukkan kepalanya, merasa terintimidasi dengan istrinya sendiri. Masa sih dia bisa takut sama perempuan, yang benar saja deh.

Bukannya merendahkan perempuan ya, tapi masa ia Alan harus terus menunduk pada istrinya. Sesekali boleh dong istri yang mendengar suami.

"Saya juga punya syarat Bu." Alan akhirnys memberanikan dirinya menatap manik coklat tua Gita.

"Katakan "

"Saya berharap, saya masih bisa punya privasi. Saya tidak mau dilarang-larang dan saya berhak untuk tidak memberi penjelasan untuk hal-hal pribadi." Alan mengatakannya dengan tegas.

"Itu juga yang kumau. Kita tidak perlu mengekang satu sama lain, kecuali dalam hal berteman dengan lawan jenis. Aku gak mau keluargaku dipermalukan hanya karena kelakuan menantunya yang tidak bisa jaga jarak dengan wanita."

Tentu saja Alan harus menjaga jarak dengan wanita lain. Biar bagaimana pun sekarang dia berstatus suami orang. Cukup dirinya saja yang sakit hati karena diselingkuhi. Alan tidak mau membuat orang lain kecewa padanya. Terutama pada keluarga Gita yang sudah memberinya kehidupan dan baik.

"Ya, saya akan berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan perempuan lain. Saya harap Bu Gita juga bisa melakukan hal yang sama."

"Kau pikir aku perempuan apaan sih?" Jujurvsaja, Gita meras kesal dengan kata-kata Alan. Seolah-olah dia itu perempuan murahan yang senang bermain lelaki.

"Saya hanya mengingatkan saja Bu. Bukankah anda juga barusan mengingatkan saya?"

Gita mengumpat dalam hati. Dirinya lupa kalau dialah yang pertama mengatakan menjauhi lawan jenis.

"Jangan lupa tambahkan sanksi jika ada yang melanggar." Gita berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Sanksi seperti apa?"

Gita tidak langsung menjawab. Memikirkan sanksi apa yang cocok diberikan pada Alan jika dia melanggar. Dia tidak mungkin minta cerai, tapi Alan juga bukan orang kaya yang bisa memberikannya gedung atau saham, tapi kalau dia melanggar kontrak, bukankah lelaki itu harus menderita?

"Bagaimana kalau semua hartamu menjadi milikku? Kau juga akan jadi budakku." Setelah berpikir sebentar, Gita akhirnya menjawab dan membuat suaminya menaikkan sebelah alis.

"Saya rasa harta saya gak seberapa untuk Bu Gita deh."

"Hartamu memang gak seberapa, tapi kalau seperti itu kau pasti menderita kan?" ucap Gita dengan senyum puas.

Kini giliran Alan yang mengumpat dalam hati. Tentu saja dia akan menderita kalau semua hartanya diambil. Istrinya itu memang psikopat.

"Lalu apa yang saya dapat kalau Bu Gita yang melanggar kontak?"

"Bagaimana dengan lima puluh persen dari total sahamku di Bramantara Grup?"

Alan membulatkan matanya karena kaget. Total kepemilikan saham Gita nilainya bisa mencapai milyaran rupiah, belum termasuk pembagian keuntungan. Itu jelas tawaran yang sangat menggiurkan.

"Bu Gita yakin?"

"Amat sangat yakin."

*** To be continued***

5Lluna

selamat datang di kisah Gita dan Alan. Semoga suka.

| 1
Comments (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
pernikahan gila..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua

    Alan menghela napas. Dirinya merasa tegang, karena harus mengunjungi orang tuanya. Bukan untuk meminta restu, tapi untuk memberitahu soal pernikahannya yang sudah terjadi."Bisa berhenti menghela napas? Jangan bawa sial." Gita menggerutu kesal dengan Alan yang sudah berulang kali menghela napas. Membuat sang suami hanya bisa minta maaf, karena merasa mengganggu. Hari ini, seperti biasanya Alan menyopiri Gita. Bedanya, sekarang dia menggunakan mobil pribadi dan bukan mobil mewah yang biasa digunakan sang atasan. Semua ini atas permintaan mama mertuanya. Gita yang tidak pernah bisa membantah Julie mau tidak mau harus menurut. Honda brio silver Alan berbelok masuk ke perumahan sedehana di daerah Bogor. Maybach milik Alex menyusul dibelakangnya. Untungnya Gill memilih menumpang di mobil ayahnya dan membiarkan Bentley kesayangannya di rumah, jika tidak iring-iringan kendaraan mereka akan terlihat timpang. "Ini rumah orang tuamu?" Gita bertanya begitu keluar dari mobil, sambil mengedarka

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua 2

    “Dasar anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu bikin malu keluarga dengan caravseperti ini.”Alan sangat terkejut dengan tamparan keras di pipinya yang sekarang sudah memerah. Jangankan Alan, Gita yang bar-bar saja terkejut. "Maaf sekali pada Bapak dan Ibu. Saya tidak berhasil mendidik anak saya dengan benar." Tiba-tiba saja Anton menunduk minta maaf. Membuat semua orang makin terkejut. "Maksudnya apa ya Pak?" tanya Alex dengan bingung. "Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan anak saya yang tidak termaafkan. Saya sudah cukup senang anda menerimanya di keluarga anda, tapi biar saya berikan pelajaran dulu pada dia.""Sebentar Pak." Gita segera menahan Anton yang sudah mencengkram tangan putranya."Sebentar Nak ya, biar saya kasih pelajaran dulu sama anak saya yang satu ini." Anton masih bersikeras menuduh anaknya. "Pak kami menikah bukan karena kecelakaan atau sejenisnya." Gita cepat-cepat mengutarakan isi pikirannya. "Iya, Nak saya tahu kalian menikah kar ...." Anton membiarkan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kata Maaf

    Suara tawa Gita menggema di dalam kamar hotel yang masih ditempatinya bersama sang suami. Tawa itu terus menggema, sementara Alan yang duduk di sofa yang jadi tempatnya tidur terlihat sangat cemberut. "Bisa berhenti ketawanya?" tanya lelaki itu dengan kesal. "Habisnya pipimu bengkak gitu. Tenaga Bapak luar biasa ya." Gita masih tidak bisa berhenti tertawa. "Akting luar biasaku tidak sia-sia karena bisa melihat wajah lucumu.""Saya heran kenapa Bu G … amu gak jadi aktris saja." Alan melangkah ke arah kamar mandi dengan kesal, meninggalkan istrinya yang masih tertawa. Hari ini pasangan suami istri itu akan pulang ke rumah. Ke rumah orang tua Gita lebih tepatnya dan Alan sudah menduga hal ini. Tapi tetap saja dia merasa tidak nyaman. Padahal Gita sudah punya rumah sendiri, tapi Alex bersikeras pengantin baru ini akan tinggal bersamanya. Mau tidak mau Gita dan Alan harus setuju. Tentu saja mereka jadi harus lebih sering mesra-mesraan ketika di rumah. Saking malasnya terus berakting, Gi

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner in Crime

    "Jadi apa yang kau temukan tentang dia?" tanya Gita begitu melihat Eza. "Santai aja kali, Ta. Kau baru sampai dan langsung nanya gituan?"Sudah ada perjanjian tidak tertulis untuk dua orang ini untuk bicara layaknya sahabat ketika hanya berdua saja. Walau Eza itu kasar dan tidak punya filer di mulutnya, tapi Gita suka pada perempuan itu. Setidaknya Eza tidak munafik, tidak seperti orang-orang disekitarnya. Contoh nyatanya si Tony brengsek itu. "Ya, aku minta ketemuan untuk itu kan, Za.""Kiraiin mau curhat soal malam pertamamu. Sakit gak?""Sinting. Gak ada yang namanya malam pertama. Aku cuma males berduaan sama siAlan. Mana datanya?" Gita mengulurkan tangan."Udah kukirim ke email. Dicek dulu dong, Cintah.""Jijik tau." Gita kurang suka dengan Eza yang senang mengimbar kata cinta, honey dan sejenisnya. Dia jadi merasa seperti sedang berhadapan dengan penyuka sesama jenis dan itu membuatnya merinding. Tapi bukan Eza namanya kalau gak cari ribut, dia tetap dan akan selalu menggunak

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Pengantin Baru

    "Besok udah mau masuk kerja?" Alex bertanya dengan mata melotot pada putrinya. "Yes, Dad. Kan udah cuti tiga hari." Gita menjawab, sembari menerima piring berisi nasi dan lauk dari sang suami. Ya, Alan yang mengambilkan makanan untuk istrinya dan bukan sebaliknya. Ini memang hal yang sudah biasa dan sering dilakukan Alan ketika harus makan bersama di luar bersama klien. Sebagai asisten, biasanya Alan yang akan memesankan makanan untuk Gita, mengambilkan makanan jika menu pada suatu acara disajikan secara prasmanan juga. Jika ada hal tertentu yang tidak disukai sang atasan di menunya, Alan juga yang segera mengambil alih. Dia juga yang pergi membayar tagihan, ketika mereka yang mentraktir.Semua itu selalu dilakukan Alan jika makan diluar bersama Gita, tapi sekarang mereka sedang makan malam di rumah. Status mereka juga suami istri, sewajarnya Gita yang melayani Alan. Bukan sebaliknya dan hal itu tidak luput dari penglihatan Julie. "Gita gak ambilin makanan buat Alan?" Julie bertan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Ada Apa di Atas Pesawat?

    "Hei, siAlan pijitin yang benar dong."Kira-kira sudah dua belas jam mereka terbang menggunakan jet pribadi dan hanya tinggal beberapa jam lagi sampai pesawat mendarat di Roma. Sayangnya, Alan sama sekali tidak menikmati penerbangan itu.Gita yang sedang duduk santai di kursi pesawat, tengah memejamkan mata mendengar musik dari ponselnya. Sementara Alan duduk di lantai pesawat dan memijat kaki sang istri dengan wajah cemberut. Tadi Gita sempat mengancam suaminya itu. Dia hanya mengatakan seluruh keluarga Alan akan hancur jika mereka ketahuan dan tentu saja itu berhasil. Pada kenyataannya memang perempuan itu bisa melakukan apa saja, bahkan dalam keadaan hancur. Terutama dengan keberadaan Eza yang menjadi bayangannya. "Maaf Pak, Bu. Ini menu makan siang untuk hari ini." Seorang cabin crew datang menghampiri dengan ragu-ragu. Dilihat dari sudut pandang mana pun, Alan dan Gita terlihat sebagai pasangan yang romantis dan mereka takut mengganggu.Alan terlihat seperti suami siaga yang s

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Bulan Madu

    "Selamat datang di Roma. Saya Donna yang diutus untuk menemani anda berdua selama di sini." Wanita dengan paras campuran Italia-Asia, menyambut Gita dan Alan. Wajah boleh blasteran, tapi bahasa Indonesia-nya lancar. Itu membuat Gita menatap si Donat dari atas sampai bawah dengan tatapan menyelidik. Seingatnya dia tidak menyewa tour guide atau sejenisnya. "Saya gak ingat nyewa tour guide atau semacamnya." Gita bicara to the point. "Saya diminta dari kantor pusat untuk jadi tour guide anda berdua.""Excuse me? Kantor pusat? Boleh tahu siapa yang suruh?" Kali ini Alan yang bertanya dengan penasaran. Kantor pusat yang disebut pastilah, kantor pusat Bramantara Grup. Bisa dipastikan kalau Donna juga merupakan salah satu karyawan cabang Roma. Kebetulan saja, perusahaan keluarga Bramantara kini sudah berekspansi sampai ke luar negeri."Pak Alex." Donna menjawab dengan singkat dan sungkan. Mendengar jawaban Donna, Alan refleks memijat pangkal hidungnya, sementara Gita hampir saja mengump

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Gara-gara Mandi

    "Pikirkan cara agar aku bisa bebas besok." Gita langsung memberi perintah begitu pintu kamar tertutup. "Saya juga sedang memikirkannya." Alan menjawab sambil melangkah ke sofa. Menjatuhkan dirinya di atas sofa yang cukup besar. Setidaknya sofa ini sedikit lebih besar dari sofa di kamar Gita. "Saat aku selesai mandi, kau sudah harus mendapat ide."Alan tidak mempedulikan atau menjawab istrinya. Dia hanya berbaring dengan mata tertutup, sementara Gita melenggang ke kamar mandi yang terletak bersebelahan dengan daerah kamar tidur. "SiAlan."Baru juga menutup mata untuk sesaat, Alan tersentak bangun mendengar suara keras Gita. Hal yang membuat lelaki itu mengumpat pelan lantaran dia merasa sangat terkejut dan kesal karena harus bangun lagi."Ada apa?" Alan balas berteriak setelah panggilan kedua. Kamar honemoon suite itu memang cukup besar, tapi Alan dan Gita masih bisa mendengar jika saling teriak. Satu hal yang sangat tidak disukai Alan."Ambilkan perlatan mandiku."Alan tidak meli

Latest chapter

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter 2

    “Siapa yang punya ide bodoh, untuk mengumpulkan anak-anak ini di sini?” Gita hanya bisa menghela napas, ketika mendengar adiknya mengeluh. Bagaimana tidak, sekarang rumah orang tua mereka tiba-tiba saja berubah menjadi taman bermain anak-anak. Bukan hanya ada anak-anak Gita dan saudara perempuannya, tapi ada juga anak-anak Eza di sana. Total, ada sembilan anak kecil yang sedang berteriak dan berlari di ruang tengah rumah besar itu. “Maaf.” Pada akhirnya, Gita yang mengatakan hal itu. “Aku tidak benar-benar berpikir kalau Eza akan benar-benar membawa semua anak-anaknya.” “Hei, kau mengundang semua anakku,” hardik Eza terlihat agak kesal. “Memangnya apa yang akan kau dapatkan, ketika mengadakan pesta ulang tahun untuk anak-anak?” Gita kembali menghela napas karena mendengar pembelaan diri yang sangat benar itu. Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk membuat acara besar untuk ulang tahun pertama putra keduanya. Rencananya hanya makan-makan bersama dengan keluarga besar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter

    “Wah, kau benar-benar luar biasa.” Eza baru membuka pintu rumahnya, dan sudah langsung disambut kalimat bernada ejekan dari sang sahabat. Gita Bramantara, baru saja tiba di depan pintu rumahnya. “Berhenti menatapku dengan pandangan mencemooh seperti itu sialan,” desis Eza merasa sangat kesal. “Tunggu saja giliranmu nanti, Ta.” “Maaf, tapi aku tidak ingin punya banyak anak.” Gita mengangkat kedua tangannya. “Lagi pula, akan sulit kalau aku tidak benar-benar berusaha.” Eza menghela napas mendengar apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia sebenarnya masih ingin memprotes, tapi merasa tidak tega juga. Biar bagaimana, Gita memang agak kesulitan mendapat anak. “Bagaimana keadaan Teddy?” Pada akhirnya, Eza mengalihkan pembicaraan saja. Tentu setelah mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. “Dari pada menanyakan keadaan anakku yang sedang tertidur pulas, bagaimana kalau aku yang menanyakan keadaanmu saja? Apa kau baik-baik saja?” Eza meringis mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Titipan

    “Akhirnya kau bangun juga?” Dina mengembuskan napas lega begitu melihat Eza terbangun. Eza mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Syukurnya bahkan setelah Eza mengucek matanya, Dina masih terlihat. Ini bukan ilusi, tapi apakah ini mimpi lagi? “Dina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” Eza bertanya dengan nada bingung. Eza makin terlihat bingung ketika menyadari Dina berada di kamar tidurnya dan Danny tidak terlihat dimana pun. Bagaimana Dina bisa tahu tentang rumah barunya? “Tenang saja, suamimu ada di lantai bawah. Dia tidak lari kok dan pernikahan kalian kemarin itu nyata.” Dina tersenyum melihat kebingungan di wajah saudara kembarnya itu. Eza yang tadinya masih berbaring, kini sudah duduk di pinggir ranjang dan meminta Dina duduk di sebelahnya. “Kenapa kemarin kau tidak hadir? Aku menunggumu loh.” Eza memprotes Dina yang tidak terlihat dimana-mana saat acaranya kemarin. “Kata siapa? Aku datang kok, kau saja yang tidak melihatku.” “Benar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Satu Garis

    "Mary? Kok cemberut sih?" Danny sedang mencoba melihat wajah tunangannya itu. Sudah sejak kemarin malam Mary-nya cemberut. Dia selalu memalingkan wajah saat berbicara dengan Dann,dan hal itu membuat Danny jadi frustasi. Bahkan saat sedang berdua di dalam mobil seperti ini pun, Mary tetap memalingkan muka. Membuat Danny meminggirkan mobilnya. Sebenarnya Danny sudah bisa menebak apa yang membuat kekasihnya itu cemberut. Dia pastinya kecewa dengan keputusan semalam. Semua orang memaksanya untuk menikah dalam bulan ini juga. Alasan Attha memang cukup masuk akal dan Xavier juga sudah setuju dengan hal itu. Apalagi Danny yang sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan Mary sesuka hatinya. Tapi sepertinya Mary tidak terlalu setuju dengan hal itu. "Apa segitu tidak cintanya kau padaku sampai tidak mau cepat-cepat menikah denganku?" Danny mengeluh frustasi. Takut jika Mary meninggalkannya. Mendengar pertanyaan tunangannya, Eza refleks berbalik ke arah Danny. Keningnya berkerut, ti

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Persiapan Nikah

    Eza bersenandung riang di depan cermin. Dia sudah mengenakan bajunya dan makeup-nya juga sudah terasa sangat sempurna. Sekarang hanya tinggal menungggu anak-anak siap dan mereka akan berangkat ke acara peluncuran produk baru Mar. “Sudah siap, Za?” Fika muncul dari balik pintu. “Anak-anak sudah siap?” Eza balik bertanya. “Udah.” “Kalo gitu ayo pergi,” seru Eza tidak sabar. Eza tiba sedikit lebih awal dari waktu yang direncanankan. Kru Eza juga sudah lebih dulu sampai untuk menyiapkan beberapa hal. Dan tentu saja mereka semua disambut dengan baik. Apalagi karena Eza sudah dikenal oleh semua karyawan Mar. Pada awalanya semua berjalan norma saja. Tidak ada hal yang aneh dan kata-kata Gita kemarin malam tentang ‘lamaran’ juga tidak mempengaruhi Eza sama sekali. Eza sibuk berkeliling tempat acara untuk melakukan live. Tidak terlalu lama karena dia tidak mau meninggalkan anak-anak terlalu lama. Dia yang belum mau memperlihatkan wajah anak-anaknya di depan kamera, juga mendapat

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Will You Marry Me?

    “Bisa gak sih, jangan menghela napas terus? Bikin sial tahu gak,” Ian berseru kesal. Bagaimana tidak? Entah sudah berapa kali Danny bolak balik seperti setrikaan rusak sambil mendesah atau menghela napas. Itu benar-benar membuat Ian pusing. “Aku gugup.” Danny mengaku pada sahabatnya itu. “Lalu apa dengan kau menjadi gugup seperti ini masalahmu akan selesai?” Ian bertanya dengan gemas. “Tidak akan, Dan. Jadi berhentilah mondar-mandir seperti itu.” Danny akhirnya menuruti kata-kata Ian. Dia duduk di kursi kosong di sebelah Ian, tapi jelas masih merasa gugup. Danny makin gugup ketika pihak dari EO mengatakan acaranya sudah bisa dimulai. Intinya acara berjalan sesuai rencana. Pertama-tama Danny dan Ian menyapa beberapa tamu dan influencer, sebelum masuk ke acara utama. Termasuk Eza yang sedang live. Eza hari ini memilih memakai halter dress berwarna hijau zamrud dengan bahan brokat dan hanya menutupi setengah pahanya. Pilihan pakaian Eza jelas membuatnya terlihat makin cantik dan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Makanan Pembuka

    Danny menatap kotak perhiasan yang baru saja tiba di kantornya sore ini. Akhirnya benda penting yang disiapkannya untuk acara besok tiba juga. Itu membuat Danny makin gugup. Karena harus mengurusi anak-anak dan kerja disaat bersamaan, Danny harus memesan secara online. Selain itu kali ini Danny memesannya sendiri tanpa melibatkan Maureen. Untungnya, barang yang datang sesuai dengan ekspektasi Danny. Begitu shining, shimmering, splendid. Menurutnya, ini cincin yang sangat cocok dengan Mary. Sayang sekali, lamunan Danny terinterupsi dengan ketukan di pintunya. Buru-buru, Danny menyimpan kotak perhiasan itu di kantong jasnya. "Pak, orang dari EO datang untuk membahas acara besok." Maureen tidak masuk ke dalam ruangan dan hanya memberitahu dari depan pintu. "Suruh masuk." Demi untuk melamar Mary-nya, Danny memilih untuk bekerja sama dengan event organizer. Dia tidak mau terlalu mempercayakan ini ke divisi PR, terutama setelah insiden dengan Rosaline. Rosaline belum dipecat,

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Tidak Sesuai Ekspektasi

    “Kau sudah datang?” Danny langsung berdiri begitu melihat Eza masuk ke ruanga VIP yang dipesannya. Dia juga segera menarikkan Eza kursi untuk wanita itu duduki. “Kau sendirian? Anak-anak ke mana?” Eza bertanya dengan ekspresi bingung. “Ah, itu. Maaf aku sedikit berbohong soal itu. Sebenarnya hari ini aku ingin makan malam berdua saja denganmu.” Danny menjawab dengan jujur. “Apa kau marah?” Danny bertanya dengan hati-hati, takut jika kekasihnya itu marah. “Tidak juga sih. Tapi aku hanya khawatir dengan mereka.” Eza menjawab dengan sedikit gugup. “Ah, tenang saja. Aku sudah memulangkan mereka ke rumah. Ayah dan Bunda juga tidak keberatan membantu menjaga mereka untuk sementara waktu.” Eza mengangguk canggung dengan bibir membentuk huruf o yang sempurna. Sungguh rasanya seumur hidup baru kali ini Eza merasa gugup. Tepatnya kali kedua setelah proses melahirkannya dulu. “Tadi aku sudah memesan makanan duluan. Kau tidak masalahkan dengan yang namanya iga penyet?” tanya Danny dengan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Imajinasi Eza

    "Ada apa dengan telingamu?" Ian langsung bertanya ketika melihat Danny memasuki ruangannya, yang sedang menggendong Lily. "Ini gara-gara karyawan yang kau rekrut." Danny langsung mengeluh pada Ian. "Siapa?" "Manager PR," jawab Danny jujur sembari duduk di sofa ruangan sahabatnya itu. "Rosaline? Kenapa dengan dia? Jangan bilang kau bercinta dengannya di kantor dan kepergok sama Eza?" "Kau pikir aku tukang selingkuh?" sergah Danny kesal. "Dia mencoba menggodaku, tapi ketahuan Mary. Untung saja aku menolak dengan tegas." "Lalu? Apa hubungannya dengan telingamu itu?" tanya Ian makin bingung. "Mary menyalahkanku, dan dia menjewer telingaku, bahkan mencubit lenganku." Danny sedikit menarik lengan kemejanya yang suduh tergulung. Di sana terlihat jelas dua titik biru yang lumayan besar dan pastinya sakit jika disentuh. "Oh, wow!" Ian menatap ngeri pada Danny. Bagaimana mungkin pria lembek sepertu sahabatnya ini jatuh cinta pada wanita sebar-bar itu? "Sudah lupakan saja soal tel

DMCA.com Protection Status