Share

Pengantin Pengganti

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mas Alan?"

"Hai, Bel. Gak nyangka ya bisa ketemu kamu di sini."

"Kau kenal lelaki ini Bel?"

Isabella tidak menjawab teman kencannya, dia sudah gemetaran, matanya mulai terasa panas dan tenggorokannya tercekat. Dia ketahuan dan tertangkap basah.

Bagaimana bisa? Padahal Isabella sudah sangat berhati-hati agar dia tidak ketahuan. Dia sudah menggeluti profesinya ini bahkan sebelum bertemu Alan, bahkan orang tuanya saja tidak tahu karena dia selalu hati-hati. Tapi lihatlah kini, kekasih hatinya itu memergokinya.

“Mas, aku bisa jelasin semuanya,” ucap perempuan itu terlihat kalut.

"Apa dia pacarmu?" tanya teman kencan Isabella.

Isabella tidak menjawab, apalagi Alan. Pria itu diam dan menatap Isabella dengan tatapan dingin. Ingin tahu apa yang akan dikatakan wanitanya. Ah, ralat. Mantan wanitanya.

Teman kencan Isabella terlihat tidak senang dengan suasana ini. Malas menghadapi suasana ini, pria yang kini dikenali Alan sebagai salah satu pengusaha terkenal berumur empat puluh tahunan itu, meberi titah pada Isabella.

"Keluar dari lift dan selesaikan masalahmu dalam lima belas menit. Kutunggu di kamar."

Pria itu mendorong Isabella ke arah Alan, membuat dua orang itu terhunyung kekuar dari lift. Dengan cepat Alan menjauhi Isabella, merasa jijik dengan perempuan itu.

Isabella terkejut dengan refleks Alan, begitu menyakitkan baginya. Seharusnya Isabella berhenti sejak lama, sejak dia jatuh cinta pada Alan. Hanya saja entah mengapa Isabella tidak bisa. Dan sekarang dia sudah membuat Alan kecewa.

"Mas Alan. Aku mohon kasih aku waktu buat jelasin ini semua."

"Sayangnya saya gak punya waktu untuk mendengarkan anda. Saya punya banyak kerja, saya sibuk." Dengan cepat sang asisten menolak.

Isabella sangat terkujut dengan perubahan Alan yang tiba-tiba jadi formal. Membuat hati wanita itu begitu sakit dan perih. Dia yang bersalah, tapi dia juga yang sakit hati.

"Kamu kerja apaan di hotel Mas?" Isabella terlanjur sakit hati, membuat pikirannya jadi kacau dan tidak sadar melontarkan pertanyaan absurd.

“Mungkin anda lupa, jadi biar saya ingatkan. Atasan saya adalah anak wakil presdir hotel ini dan saya yang cuma asisten pribadi, tentu harus menemani atasan saya saat sedang bekerja,” jelas Alan dengan nada kesal.

Kata-kata Alan terdengar sangat dingin dan menusuk. Isabella tidak kuat lagi menahan air matanya, dia mulai terisak. Isabella menggenggam jas Alan sekuat mungkin, seolah tidak akan mau melepasnya.

"Maafin aku Mas, aku gak bisa berhenti kerja. Aku salah, tolong jangan tinggalin aku. Aku cinta sama kamu Mas."

Alan menghela napas, sudah benar-benar malas dengan semua ini. Dia seolah sudah kehilangan rasa pada perempuan di depannya. Karena itu, dengan pelan Alan menepis tangan Isabella.

“Kalau kamu cinta sama aku, kamu harusnya dari dulu kamu berhenti. Menyesal sekarang gak ada gunanya sama sekali dan aku minta putus,” ucap sang asisten dengan penuh keyakinan.

Isabella terhenyak. Bahkan saat Alan mulai melangkah pergi ke lift paling ujung dan menempelkan kartu khusus pegawainya, Isabella masih bergeming saking kagetnya. Ketika pintu lift hendak tertutup barulah Isabella sadar dan berlari mengejar Alan.

"Mas Alan," Isabella berteriak.

Dia terlambat pintunya sudah menutup dan tidak bisa lagi ditahannya. Dengan putus asa, Isabella berlari ke resepsionis dan bertanya letak ruangan direktur atau sejenisnya dan tentu saja tidak ada yang bersedia memberitahunya.

Isabella terisak keras di lobi hotel. Hancur sudah masa depannya, sekarang dia menyesali mengambil pekerjaan sebagai wanita bayaran hanya demi uang dan kemewahan.

Alan berjalan sepanjang koridor, menuju ke kamar yang ditempati atasannya dengan gusar. Dia merasa kecewa, sakit hati dan dibohongi.

Alan bahkan jarang berfoya-foya agar bisa menabung demi masa depan bersama Isabella. Alan baru sekali membeli gadget untuk membantu pekerjaannya. Gadget yang tadi rusak gara-gara dilempar Gita. Itu pun dicicil dua puluh empat bulan dan belum lunas.

Lelaki berkacamata itu menghembuskan napas dengan kasar. Alan jadi teringat cincin yang sudah dibelinya untuk Isabella. Dirogohnya kantong dalam jasnya mengambil cincin yang selalu dikantonginya. Dia membuka kotaknya, dan menatap berlian kecil yang begitu indah.

Alan memang bukan orang kaya. Dia juga masih harus membantu membiayai dua orang adiknya yang lain. Untung salah satunya sudah hampir selesai kuliah. Gaji Alan yang lumayan, dihabiskan untuk membiayai keluarga dan menyicil rumah, juga ditabung untuk biaya menikah.

Alan ingin Isabella merasakan pernikahan yang luar biasa. Karenanya Alan berusaha mati-matian untuk menabung, bahkan membeli cincin berlian. Rumah yang dicicilnya juga harusnya akan ditempatinya setelah menikah nanti.

"Harusnya, aku akan melamarmu lusa." Alan bergumam pelan sambil menatap cincin itu dengan tatapan sendu.

Lelaki dengan profesi sebagai asisten itu, kembali menghela napas, sebelum menyimpan kotak cincin itu dan lanjut berjalan. Langkah Alan sempat terhenti saat melihat si bungsu Gill berjalan mondar-mandir di depan kamar Gita, bersama saudara dan sepupunya yang lain.

"Berhentilah mondar mandir seperti setrika rusak Gill. Kau membuatku makin pusing." Itu adalah suara Gwen, adik Gita dan kakak Gill.

"Mana aku bisa tenang Wen? Rasanya aku ingin pergi mencari pria sialan itu dan menghajarnya."

"Kenapa saya yang mau dihajar?" tanya Alan bingung.

Tiga orang tadi menoleh dan ikut menatap Alan bingung. Gill terlihat berpikir sebentar dan menyadari apa yang membuat Alan bicara seperti itu.

"Sorry, tapi yang kubicarakan itu bukan kau. Yang kumaksud itu si Tony."

Alan mengangguk mengerti. Rasanya dirinya terlalu sensitif, atau mungkin terlalu terbiasa dengan panggilan 'sialan'. Gita selalu memanggil asistennya itu dengan sebutan 'SiAlan', tanpa spasi membuatnya terdengar seperti 'sialan'.

"Anda sekalian tidak masuk?" tanya Alan untuk memastikan.

"Kami diusir keluar," sergah Gill kesal.

"Oh, kalau begitu saya permisi." Alan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk memberi laporan pada atasannya yang galak.

Gill berusaha melongok masuk ke dalam kamar, mencari tahu apa yang terjadi di dalam. Walau pintu sudah dibuka dengan kartu akses yang dipegang Alan, dia tetap tidak masuk. Si bungsu dari tiga bersaudara itu tidak mau cari masalah disaat seperti ini.

"Saya tutup pintunya ya Tuan Muda." Alan berseru sopan pada adik atasannya. Walaupun Gill dan Gita lebih muda darinya, tapi Alan tetap sopan, karena keluarga dua orang itu yang membayar gajinya.

Saat masuk Alan bisa mendengar Gita berdebat dengan ayahnya. Berdebat sesuatu tentang acara pernikahan yang harusnya mulai tiga puluh menit lagi. Dia tidak terlalu mendengar, karena pikirannya sedang kusut.

Alan juga tidak menyela perdebatan itu. Dia bisa menyampaikan laporannya setelah mereka selesai berdebat. Yang dilakukan Alan hanyalah melamun saja.

"Bagaimana Alan kau mau kan?" Suara Gita menyadarkan Alan dari lamunannya.

"Kenapa Bu?" tanya si asisten sedikit bingung.

"Kau mau kan? Katakan kau mau membantuku." Gita kembali bersuara.

Alan sebenarnya sama sekali tidak mendengar pertanyaan Gita. Alan merasa bingung, tapi tetap mengangguk setuju. "Saya akan membantu Bu Gita sebisa saya."

"Good bersiaplah sekarang Alan." Gita memberi perintah, tapi sebelum Alan sempat ngapa-ngapain Alex sudah duluan buka suara.

"Gita, ini gila." Sang ayah langsung protes.

"No, Dad. Ini jalan terbaik agar keluarga kita tidak dipermalukan."

"Kamu benar bersedia melakukan ini Alan?" tanya sang ibu lembut. Tatapan wanita paruh baya itu terlihat penuh harap.

"Iya Bu, saya bersedia." Alan menjawab dengan bingung. Bingung dengan keadaan yang aneh ini.

Alex mengembuskan napas dengan kasar. Pria yang masih sangat tampan di usia hampir lima puluh itu, mentapa asiten putrinya dengan tajam. dia seolah tak rela, tapi tidak punya pilihan lain juga.

"Sebaiknya kamu melakukan ini dengan baik dan tidak setengah-setengah. Jangan melakukan ini hanya karena kasihan." Melihat Alan mengangguk, Alex melanjutkan kata-katanya. "Bersiapalah, aku akan mengurus tamu di bawah."

"Baik Pak, tapi saya harus bersiap untuk apa?" tanya Alan bingung.

"Tentu saja bersiap mengganti posisi Tony sebagai pengantin pria Nak. Kamu tadi sudah setuju kan?" tanya Julie meyakinkan diri.

"What?" Alan nyaris saja berteriak.

***To be continued***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
5Lluna
iya dong ...
goodnovel comment avatar
nurdianis
woww... dapat ganti yang lebih baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Manipulasi

    "Gak Mom, pernikahan ini akan tetap berlangsung." Kata-kata Gita terdengar tegas dan mantap. "Maksudnya? Kau mau tetap menikah dengan Tony?" Julie menanyakan pilihan anaknya yang terdengar sangat tidak masuk akal. "Tentu saja tidak lah Mom. Aku akan mencari orang lain.""What? Cari orang lain? Gak salah?" tanya Alex sang ayah dengan heran."Yes, Dad. Aku gak mau gara-gara manusia tidak tahu malu itu, keluarga gita jadi bahan gosip.""Lebih baik jadi bahan gosip Gita. Dad gak mau kamu menikah dengan sembarangan orang dan tidak kamu cintai. Lagipula di mana kamu mau cari pria yang mau tiba-tiba dinikahkan denganmu?"Tepat setelah Alex selesai mengatakan kalimat itu, Gita melihat Alan berjalan ke arah mereka. Dahi Gita berkerut, melihat Alan yang tidak sebersemangat tadi. Tatapan mata lelaki itu juga terlihat sedikit sendu. "Sepertinya aku bisa memanfaatkannya deh," batin Gita dengan senyum terukir di wajahnya. "Tentu saja ada Dad. Dia pria baik, pintar dan tampangnya juga lumayan."

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner In Crime

    Alan berdiri dengan gugup di depan altar. Setelah diskusi singkat keluarga besar Bramantara, pernikahan tetap dilanjutkan dengan Alan sebagai pengantin pria. Semua perlengkapan Alan disiapkan dengan terburu-buru. Pihak WO harus pergi mengambil jas baru yang cocok untuk Alan, begitu pula dengan celana dan sepatu. Semua pakaian Tony tidak ada yang cocok untuk Alan yang sedikit lebih ramping, tapi juga lebih tinggi. Satu hal yang harus disyukuri Alan, lebih dari setengah tamu sudah pergi. Mereka memutuskan pulang karena melihat beberapa tamu 'diusir' pulang. Semua yang pulang menerka-nerka kalau pernikahan ini dibatalkan sepihak, atau ada pengantin yang melarikan diri. Hanya tersisa keluarga, sahabat dekat dan beberapa petinggi perusahaan. Alan menjadi makin tegang ketika Gita memasuki ballroom digandeng oleh Alex. Gita terlihat amat cantik dengan gaun mermaid yang berekor cukup panjang, yang melekat sempurna di tubuh ramping dan proporsional itu. Kesan seksi juga tercipta dengan mode

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kontrak

    Baru juga keluar dari kamar mandi, Alan sudah dikejutkan dengan penampilan Gita dengan rambut lebih pendek duduk menghadap ke arah kamar mandi. Perasaan Alan, sampai beberapa menit lalu rambut atasannya itu masih panjang, hampir menyentuh pinggang. Sekarang rambut hitam legam itu sudah menggantung sedikit di atas bahu. "Apa yang kau lihat? Duduk." Gita memberi perintah dengan santainya dan Alan menurut dengan refleks. "Banyak yang harus kita bicarakan soal situasi kita saat ini. Jadi mari kita buat perjanjian.""Bukankah sudah terlambat untuk membuat prenup?""Aku gak pernah bilang mau bikin prenup, tapi perjanjian. Kontrak," Gita berseru kesal. "Maaf Bu," Alan refleks menjawab. Kebiasaan dua orang ini di kantor membuat Alan refleks menjawab."Aku mau ada batasan diantara kita."Alan langsung mengangguk setuju. Mereka memang harus menerapkan beberapa batasan. Terutama karena posisi Alan sekarang masih asisten pribadi Gita. "Mana ipad dan laptopmu?" tanya Gita dengan kening berkerut.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua

    Alan menghela napas. Dirinya merasa tegang, karena harus mengunjungi orang tuanya. Bukan untuk meminta restu, tapi untuk memberitahu soal pernikahannya yang sudah terjadi."Bisa berhenti menghela napas? Jangan bawa sial." Gita menggerutu kesal dengan Alan yang sudah berulang kali menghela napas. Membuat sang suami hanya bisa minta maaf, karena merasa mengganggu. Hari ini, seperti biasanya Alan menyopiri Gita. Bedanya, sekarang dia menggunakan mobil pribadi dan bukan mobil mewah yang biasa digunakan sang atasan. Semua ini atas permintaan mama mertuanya. Gita yang tidak pernah bisa membantah Julie mau tidak mau harus menurut. Honda brio silver Alan berbelok masuk ke perumahan sedehana di daerah Bogor. Maybach milik Alex menyusul dibelakangnya. Untungnya Gill memilih menumpang di mobil ayahnya dan membiarkan Bentley kesayangannya di rumah, jika tidak iring-iringan kendaraan mereka akan terlihat timpang. "Ini rumah orang tuamu?" Gita bertanya begitu keluar dari mobil, sambil mengedarka

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Mencari Restu Mertua 2

    “Dasar anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu bikin malu keluarga dengan caravseperti ini.”Alan sangat terkejut dengan tamparan keras di pipinya yang sekarang sudah memerah. Jangankan Alan, Gita yang bar-bar saja terkejut. "Maaf sekali pada Bapak dan Ibu. Saya tidak berhasil mendidik anak saya dengan benar." Tiba-tiba saja Anton menunduk minta maaf. Membuat semua orang makin terkejut. "Maksudnya apa ya Pak?" tanya Alex dengan bingung. "Saya benar-benar minta maaf atas kelakuan anak saya yang tidak termaafkan. Saya sudah cukup senang anda menerimanya di keluarga anda, tapi biar saya berikan pelajaran dulu pada dia.""Sebentar Pak." Gita segera menahan Anton yang sudah mencengkram tangan putranya."Sebentar Nak ya, biar saya kasih pelajaran dulu sama anak saya yang satu ini." Anton masih bersikeras menuduh anaknya. "Pak kami menikah bukan karena kecelakaan atau sejenisnya." Gita cepat-cepat mengutarakan isi pikirannya. "Iya, Nak saya tahu kalian menikah kar ...." Anton membiarkan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Kata Maaf

    Suara tawa Gita menggema di dalam kamar hotel yang masih ditempatinya bersama sang suami. Tawa itu terus menggema, sementara Alan yang duduk di sofa yang jadi tempatnya tidur terlihat sangat cemberut. "Bisa berhenti ketawanya?" tanya lelaki itu dengan kesal. "Habisnya pipimu bengkak gitu. Tenaga Bapak luar biasa ya." Gita masih tidak bisa berhenti tertawa. "Akting luar biasaku tidak sia-sia karena bisa melihat wajah lucumu.""Saya heran kenapa Bu G … amu gak jadi aktris saja." Alan melangkah ke arah kamar mandi dengan kesal, meninggalkan istrinya yang masih tertawa. Hari ini pasangan suami istri itu akan pulang ke rumah. Ke rumah orang tua Gita lebih tepatnya dan Alan sudah menduga hal ini. Tapi tetap saja dia merasa tidak nyaman. Padahal Gita sudah punya rumah sendiri, tapi Alex bersikeras pengantin baru ini akan tinggal bersamanya. Mau tidak mau Gita dan Alan harus setuju. Tentu saja mereka jadi harus lebih sering mesra-mesraan ketika di rumah. Saking malasnya terus berakting, Gi

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Partner in Crime

    "Jadi apa yang kau temukan tentang dia?" tanya Gita begitu melihat Eza. "Santai aja kali, Ta. Kau baru sampai dan langsung nanya gituan?"Sudah ada perjanjian tidak tertulis untuk dua orang ini untuk bicara layaknya sahabat ketika hanya berdua saja. Walau Eza itu kasar dan tidak punya filer di mulutnya, tapi Gita suka pada perempuan itu. Setidaknya Eza tidak munafik, tidak seperti orang-orang disekitarnya. Contoh nyatanya si Tony brengsek itu. "Ya, aku minta ketemuan untuk itu kan, Za.""Kiraiin mau curhat soal malam pertamamu. Sakit gak?""Sinting. Gak ada yang namanya malam pertama. Aku cuma males berduaan sama siAlan. Mana datanya?" Gita mengulurkan tangan."Udah kukirim ke email. Dicek dulu dong, Cintah.""Jijik tau." Gita kurang suka dengan Eza yang senang mengimbar kata cinta, honey dan sejenisnya. Dia jadi merasa seperti sedang berhadapan dengan penyuka sesama jenis dan itu membuatnya merinding. Tapi bukan Eza namanya kalau gak cari ribut, dia tetap dan akan selalu menggunak

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Pengantin Baru

    "Besok udah mau masuk kerja?" Alex bertanya dengan mata melotot pada putrinya. "Yes, Dad. Kan udah cuti tiga hari." Gita menjawab, sembari menerima piring berisi nasi dan lauk dari sang suami. Ya, Alan yang mengambilkan makanan untuk istrinya dan bukan sebaliknya. Ini memang hal yang sudah biasa dan sering dilakukan Alan ketika harus makan bersama di luar bersama klien. Sebagai asisten, biasanya Alan yang akan memesankan makanan untuk Gita, mengambilkan makanan jika menu pada suatu acara disajikan secara prasmanan juga. Jika ada hal tertentu yang tidak disukai sang atasan di menunya, Alan juga yang segera mengambil alih. Dia juga yang pergi membayar tagihan, ketika mereka yang mentraktir.Semua itu selalu dilakukan Alan jika makan diluar bersama Gita, tapi sekarang mereka sedang makan malam di rumah. Status mereka juga suami istri, sewajarnya Gita yang melayani Alan. Bukan sebaliknya dan hal itu tidak luput dari penglihatan Julie. "Gita gak ambilin makanan buat Alan?" Julie bertan

Bab terbaru

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter 2

    “Siapa yang punya ide bodoh, untuk mengumpulkan anak-anak ini di sini?” Gita hanya bisa menghela napas, ketika mendengar adiknya mengeluh. Bagaimana tidak, sekarang rumah orang tua mereka tiba-tiba saja berubah menjadi taman bermain anak-anak. Bukan hanya ada anak-anak Gita dan saudara perempuannya, tapi ada juga anak-anak Eza di sana. Total, ada sembilan anak kecil yang sedang berteriak dan berlari di ruang tengah rumah besar itu. “Maaf.” Pada akhirnya, Gita yang mengatakan hal itu. “Aku tidak benar-benar berpikir kalau Eza akan benar-benar membawa semua anak-anaknya.” “Hei, kau mengundang semua anakku,” hardik Eza terlihat agak kesal. “Memangnya apa yang akan kau dapatkan, ketika mengadakan pesta ulang tahun untuk anak-anak?” Gita kembali menghela napas karena mendengar pembelaan diri yang sangat benar itu. Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk membuat acara besar untuk ulang tahun pertama putra keduanya. Rencananya hanya makan-makan bersama dengan keluarga besar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter

    “Wah, kau benar-benar luar biasa.” Eza baru membuka pintu rumahnya, dan sudah langsung disambut kalimat bernada ejekan dari sang sahabat. Gita Bramantara, baru saja tiba di depan pintu rumahnya. “Berhenti menatapku dengan pandangan mencemooh seperti itu sialan,” desis Eza merasa sangat kesal. “Tunggu saja giliranmu nanti, Ta.” “Maaf, tapi aku tidak ingin punya banyak anak.” Gita mengangkat kedua tangannya. “Lagi pula, akan sulit kalau aku tidak benar-benar berusaha.” Eza menghela napas mendengar apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia sebenarnya masih ingin memprotes, tapi merasa tidak tega juga. Biar bagaimana, Gita memang agak kesulitan mendapat anak. “Bagaimana keadaan Teddy?” Pada akhirnya, Eza mengalihkan pembicaraan saja. Tentu setelah mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. “Dari pada menanyakan keadaan anakku yang sedang tertidur pulas, bagaimana kalau aku yang menanyakan keadaanmu saja? Apa kau baik-baik saja?” Eza meringis mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Titipan

    “Akhirnya kau bangun juga?” Dina mengembuskan napas lega begitu melihat Eza terbangun. Eza mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Syukurnya bahkan setelah Eza mengucek matanya, Dina masih terlihat. Ini bukan ilusi, tapi apakah ini mimpi lagi? “Dina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” Eza bertanya dengan nada bingung. Eza makin terlihat bingung ketika menyadari Dina berada di kamar tidurnya dan Danny tidak terlihat dimana pun. Bagaimana Dina bisa tahu tentang rumah barunya? “Tenang saja, suamimu ada di lantai bawah. Dia tidak lari kok dan pernikahan kalian kemarin itu nyata.” Dina tersenyum melihat kebingungan di wajah saudara kembarnya itu. Eza yang tadinya masih berbaring, kini sudah duduk di pinggir ranjang dan meminta Dina duduk di sebelahnya. “Kenapa kemarin kau tidak hadir? Aku menunggumu loh.” Eza memprotes Dina yang tidak terlihat dimana-mana saat acaranya kemarin. “Kata siapa? Aku datang kok, kau saja yang tidak melihatku.” “Benar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Satu Garis

    "Mary? Kok cemberut sih?" Danny sedang mencoba melihat wajah tunangannya itu. Sudah sejak kemarin malam Mary-nya cemberut. Dia selalu memalingkan wajah saat berbicara dengan Dann,dan hal itu membuat Danny jadi frustasi. Bahkan saat sedang berdua di dalam mobil seperti ini pun, Mary tetap memalingkan muka. Membuat Danny meminggirkan mobilnya. Sebenarnya Danny sudah bisa menebak apa yang membuat kekasihnya itu cemberut. Dia pastinya kecewa dengan keputusan semalam. Semua orang memaksanya untuk menikah dalam bulan ini juga. Alasan Attha memang cukup masuk akal dan Xavier juga sudah setuju dengan hal itu. Apalagi Danny yang sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan Mary sesuka hatinya. Tapi sepertinya Mary tidak terlalu setuju dengan hal itu. "Apa segitu tidak cintanya kau padaku sampai tidak mau cepat-cepat menikah denganku?" Danny mengeluh frustasi. Takut jika Mary meninggalkannya. Mendengar pertanyaan tunangannya, Eza refleks berbalik ke arah Danny. Keningnya berkerut, ti

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Persiapan Nikah

    Eza bersenandung riang di depan cermin. Dia sudah mengenakan bajunya dan makeup-nya juga sudah terasa sangat sempurna. Sekarang hanya tinggal menungggu anak-anak siap dan mereka akan berangkat ke acara peluncuran produk baru Mar. “Sudah siap, Za?” Fika muncul dari balik pintu. “Anak-anak sudah siap?” Eza balik bertanya. “Udah.” “Kalo gitu ayo pergi,” seru Eza tidak sabar. Eza tiba sedikit lebih awal dari waktu yang direncanankan. Kru Eza juga sudah lebih dulu sampai untuk menyiapkan beberapa hal. Dan tentu saja mereka semua disambut dengan baik. Apalagi karena Eza sudah dikenal oleh semua karyawan Mar. Pada awalanya semua berjalan norma saja. Tidak ada hal yang aneh dan kata-kata Gita kemarin malam tentang ‘lamaran’ juga tidak mempengaruhi Eza sama sekali. Eza sibuk berkeliling tempat acara untuk melakukan live. Tidak terlalu lama karena dia tidak mau meninggalkan anak-anak terlalu lama. Dia yang belum mau memperlihatkan wajah anak-anaknya di depan kamera, juga mendapat

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Will You Marry Me?

    “Bisa gak sih, jangan menghela napas terus? Bikin sial tahu gak,” Ian berseru kesal. Bagaimana tidak? Entah sudah berapa kali Danny bolak balik seperti setrikaan rusak sambil mendesah atau menghela napas. Itu benar-benar membuat Ian pusing. “Aku gugup.” Danny mengaku pada sahabatnya itu. “Lalu apa dengan kau menjadi gugup seperti ini masalahmu akan selesai?” Ian bertanya dengan gemas. “Tidak akan, Dan. Jadi berhentilah mondar-mandir seperti itu.” Danny akhirnya menuruti kata-kata Ian. Dia duduk di kursi kosong di sebelah Ian, tapi jelas masih merasa gugup. Danny makin gugup ketika pihak dari EO mengatakan acaranya sudah bisa dimulai. Intinya acara berjalan sesuai rencana. Pertama-tama Danny dan Ian menyapa beberapa tamu dan influencer, sebelum masuk ke acara utama. Termasuk Eza yang sedang live. Eza hari ini memilih memakai halter dress berwarna hijau zamrud dengan bahan brokat dan hanya menutupi setengah pahanya. Pilihan pakaian Eza jelas membuatnya terlihat makin cantik dan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Makanan Pembuka

    Danny menatap kotak perhiasan yang baru saja tiba di kantornya sore ini. Akhirnya benda penting yang disiapkannya untuk acara besok tiba juga. Itu membuat Danny makin gugup. Karena harus mengurusi anak-anak dan kerja disaat bersamaan, Danny harus memesan secara online. Selain itu kali ini Danny memesannya sendiri tanpa melibatkan Maureen. Untungnya, barang yang datang sesuai dengan ekspektasi Danny. Begitu shining, shimmering, splendid. Menurutnya, ini cincin yang sangat cocok dengan Mary. Sayang sekali, lamunan Danny terinterupsi dengan ketukan di pintunya. Buru-buru, Danny menyimpan kotak perhiasan itu di kantong jasnya. "Pak, orang dari EO datang untuk membahas acara besok." Maureen tidak masuk ke dalam ruangan dan hanya memberitahu dari depan pintu. "Suruh masuk." Demi untuk melamar Mary-nya, Danny memilih untuk bekerja sama dengan event organizer. Dia tidak mau terlalu mempercayakan ini ke divisi PR, terutama setelah insiden dengan Rosaline. Rosaline belum dipecat,

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Tidak Sesuai Ekspektasi

    “Kau sudah datang?” Danny langsung berdiri begitu melihat Eza masuk ke ruanga VIP yang dipesannya. Dia juga segera menarikkan Eza kursi untuk wanita itu duduki. “Kau sendirian? Anak-anak ke mana?” Eza bertanya dengan ekspresi bingung. “Ah, itu. Maaf aku sedikit berbohong soal itu. Sebenarnya hari ini aku ingin makan malam berdua saja denganmu.” Danny menjawab dengan jujur. “Apa kau marah?” Danny bertanya dengan hati-hati, takut jika kekasihnya itu marah. “Tidak juga sih. Tapi aku hanya khawatir dengan mereka.” Eza menjawab dengan sedikit gugup. “Ah, tenang saja. Aku sudah memulangkan mereka ke rumah. Ayah dan Bunda juga tidak keberatan membantu menjaga mereka untuk sementara waktu.” Eza mengangguk canggung dengan bibir membentuk huruf o yang sempurna. Sungguh rasanya seumur hidup baru kali ini Eza merasa gugup. Tepatnya kali kedua setelah proses melahirkannya dulu. “Tadi aku sudah memesan makanan duluan. Kau tidak masalahkan dengan yang namanya iga penyet?” tanya Danny dengan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Imajinasi Eza

    "Ada apa dengan telingamu?" Ian langsung bertanya ketika melihat Danny memasuki ruangannya, yang sedang menggendong Lily. "Ini gara-gara karyawan yang kau rekrut." Danny langsung mengeluh pada Ian. "Siapa?" "Manager PR," jawab Danny jujur sembari duduk di sofa ruangan sahabatnya itu. "Rosaline? Kenapa dengan dia? Jangan bilang kau bercinta dengannya di kantor dan kepergok sama Eza?" "Kau pikir aku tukang selingkuh?" sergah Danny kesal. "Dia mencoba menggodaku, tapi ketahuan Mary. Untung saja aku menolak dengan tegas." "Lalu? Apa hubungannya dengan telingamu itu?" tanya Ian makin bingung. "Mary menyalahkanku, dan dia menjewer telingaku, bahkan mencubit lenganku." Danny sedikit menarik lengan kemejanya yang suduh tergulung. Di sana terlihat jelas dua titik biru yang lumayan besar dan pastinya sakit jika disentuh. "Oh, wow!" Ian menatap ngeri pada Danny. Bagaimana mungkin pria lembek sepertu sahabatnya ini jatuh cinta pada wanita sebar-bar itu? "Sudah lupakan saja soal tel

DMCA.com Protection Status