Hanya demi uang, seseorang bisa bertahan pada sebuah hal yang tak diinginkannya. Menjadi seorang karyawan kantor dan asisten rumah tangga merupakan pekerjaan Rania saat ini. Demi pengobatan sang ayah, ia rela kerja lembur dan tak ada libur sama sekali.
Kring ...
Dengan mata yang masih tertutup, lentik jemari tangan Rania meraih jam weker yang mengganggu tidur lelapnya.
Klek
"Haruskah aku melakukan ini sampai rambutku beruban? Aku benar-benar capek! Hah, ingin rasanya aku merebahkan tubuh seharian penuh tanpa ada yang mengganggu," keluh Rania berjalan dengan langkah tak bersemangat.
Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Setiap hari, Rania harus berlari menuju rumah elite yang menjadi ladang uang baginya.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Rania pada security komplek yang berjaga. Sifat ramah tamah yang melekat di dirinya, membuat semua orang suka bergaul dengannya.
"Pagi, mbak Rania!" jawab security tersebut membuka pintu komplek tersebut.
Rania tersenyum dan berlari menuju ke arah rumah atasannya yang tak jauh dari pintu masuk perkomplekan.
"Besok jam 6 pagi, saya akan berangkat ke luar kota. Dan saya harap, kamu bisa datang pagi menyiapkan segala keperluan saya. Mengerti!" Perkataan pak boss yang terlintas dalam benak Rania.
Dengan nafas terengah-engah, Rania terhenti tepat di depan pintu. Dahinya mengernyit saat melihat arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 05.45 WIB.
"Semoga saja pak bos belum bangun!" gumam Rania berdiri seraya menghela nafas panjang."Semangat, Rania semangat!! Siapa tau hari ini pak boss memberikan waktu libur untukmu," gumam batin Rania sembari mengepal tangannya. Melangkah dengan senyum teramat manis menunjukkan betapa semangatnya dia menghadapi pekerjaan yang akan sangat melelahkan.
Dengan cepat, Rania memasukkan kunci rumah yang selalu ia simpan. Namun, tak sampai di putar, rumah itu sudah terbuka. Lelaki tampan dan gagah berdiri dengan tatapan yang begitu galak dan siap untuk menerkam lawannya.
"Selamat pagi, Pak Sakti yang tampan. Bapak sudah bangun? Padahal ini baru ...," kata Rania terhenti saat Sakti melempar kunci mobil yang tepat jatuh di telapak tangannya.
"Telat lagi kan! ketus Sakti memicing.
"Maaf, Pak" jawab Rania menundukkan kepala.
"Kita pergi sekarang!" gegas Sakti berjalan menuju mobil pribadinya.
Rania terdiam dan terkejut dengan apa yang di ucapkan atasannya itu. Biasanya, setiap berangkat ke kantor, Sakti selalu berangkat bersama pak Mike, sekertaris sekaligus sahabatnya sendiri.
Langkah sakti terhenti. Ia menoleh menatap Rania yang masih terdiam terpaku tanpa melakukan apa yang telah di perintahkan.
"Rania!" teriak Sakti yang seketika mengejutkan asisten rumah tangganya itu.
"Yah, Pak!" jawab Rania berlari menghampiri atasannya yang sangat menyebalkan.
"Buruan! Sebentar lagi saya ada meeting!" perintah Sakti yang lebih dulu masuk ke dalam mobil.
Rania bingung sembari memegang kunci mobil.
"Kenapa pak Sakti menyuruhku menyetir mobil? Aku kan nggak bisa nyetir mobil?" tanya batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Dahinya mengernyit melihat Sakti membuka kaca jendela mobil dan menatapnya dengan sinis.
"Rania, apa perlu saya menyeretmu supaya kamu ..." kata Sakti terhenti.
"Pak, beri saya waktu lima menit untuk bertanya," pinta Rania yang membuat Sakti menghela nafas panjang.
"Dua menit. Mulai sekarang!" ucap Sakti seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Rania mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menahan rasa kecewa akan perlakuan bossnya itu kepadanya.
"Pak, bukannya kemarin bapak bilang kalo Anda hari ini akan keluar kota? Apa bapak tidak jadi keluar kota? Dan kenapa bapak juga menyuruh saya untuk membawa mobil? Bapak kan tau, saya tidak bisa menyetir mobil!" tutur Rania membuat Sakti menghela nafas panjang.
Ya Tuhan, kenapa aku lupa kalo dia tak bisa bawa mobil! kata batin Sakti melirik Rania yang terlihat menunggu jawabannya.
Tanpa banyak buang waktu, Sakti keluar dari mobil dan mengambil kunci mobil dari tangan Rania.
"Bereskan rumah sampai bersih. Dan nanti malam, jangan lupa masakan makanan yang sudah saya tulis di dinding almari es. Mengerti!" kata Sakti tegas.
"Baik, Pak!" jawab Rania dengan santun.
"Jangan sampai lalai lagi! Jika sampai lalai lagi, gaji kamu akan saya potong." Perkataan Sakti membuat Rania terperangah mendengarnya.
Ya Tuhan, bagaimana bisa dulu aku mau menerima tawaran pak Mike untuk mau menjadi pembantu Sakti Argantara. Kalo tau sifatnya menyebalkan seperti ini, aku tak sudi jadi pembantunya. Dasar boss rese! gerutu batin Rania memaksa untuk tersenyum menatap atasannya yang mulai pergi dari hadapannya. Tapi, senyumnya hilang seketika saat teringat janji dengan seseorang.
"Oh My God! Nanti malam kan, Aku ada janji dengan Kevin. Bagaimana mungkin aku membatalkannya? Dia pasti tak akan memaafkanku?" Rania menggigit bibirnya."Tapi, jika aku tak menuruti perintah pak Sakti, gajiku pasti di potong 25 %. Kan sayang!"
Rania mendesah sebal. Dengan langkah tak bersemangat, ia masuk ke dalam rumah mewah tersebut untuk memulai pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga.
***
Dengan gayanya yang perfect dan penuh karismatik, Sakti dan Mike berjalan menyusuri tempat pemasaran yang ada di kantor.
"Bagaimana dengan kerja kerasku? Sesuai yang kamu mau kan?" tanya Mike tersenyum menyombongkan apa yang telah ia lakukan pada perusahaan.
"Iya, aku akui itu!" jawab Sakti yang membuat Mike bangga.
Yes, akhirnya aku akan mendapatkan bonus darinya! kata batin Mike yang tak mampu menahan rasa bahagianya itu.
"Tapi, ada hal yang tak suka dengan cara kerjamu!" Sakti menoleh menatap sekertaris sekaligus sahabatnya itu bingung dengan ucapannya.
"Tak suka cara kerjaku? Yang mana? Bukankah aku sudah memberikan yang terbaik buat kamu?" Mike melangkah mengikuti langkah kaki sahabatnya yang berjalan begitu cepat.
Sakti masih terdiam dan tak menghiraukan kata serampah sahabatnya yang menurutnya sama sekali tak penting.
Tepat di ruang staff manager yang bertugas, Sakti duduk dan meminum minuman dingin yang sudah disediakan untuk dirinya.
"Coba jelaskan! Cara kerjaku yang mana yang tak kamu suka?" Mike duduk di samping Sakti.
Sakti menaruh minumannya kembali. Dahinya mengernyit melihat sahabatnya yang begitu penasaran dengan jawaban yang akan ia berikan.
"Rania!" Jawaban Sakti membuat Mike semakin bingung.
"Rania? Memang kenapa dengan Rania? Apa dia melakukan kesalahan yang fatal? Bukankah kamu bilang dia bekerja dengan bagus?" tanya Mike mengernyit heran.
Sakti menopangkan kedua tangannya. Sudut matanya mengerut menatap Mike dengan tajam. Seakan ingin meluapkan rasa emosi yang tertahan di dada.
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Rania berlari menuju area perusahaan yang merupakan cabang PT ASTRANTA. Yang tak lain adalah perusahaan milik Sakti Argantara yang kedua.
Dengan nafas terengah-engah, Rania meletakkan Id card untuk mengisi laporan kehadirannya.
Syukurlah, aku tak telat lagi! ucapnya dalam hati seraya menatap ke arah jarum jam dinding yang terpajang di pos jaga.
"Hampir saja telat! Kalo telat lagi, siap-siap saja untuk mendapatkan surat cinta dari Pak Dirut," kata ibu Ratih, security wanita yang sudah sepuluh tahun bekerja di sana.
"Iya," jawab Rania tersenyum saat security memeriksa tubuhnya dengan scanner yang selalu ada di tangan Bu Ratih.
"Sana masuk! Nanti ketahuan sama madam Sonya bisa berabe," bisik ibu Ratih mengedipkan matanya.
"Ok!" Rania membalas kedipan matanya. Telunjuk dan jempolnya menyatu hingga berbentuk huruf 'o'. Ia berlari menuju tempat kerjanya.
Di tempat berbeda, Mike tak berhenti menatap sahabatnya yang begitu sibuk menanda tangani laporan yang ia bawa.
Benar-benar menyebalkan! Bisa-bisanya dia menyuruhku mencari pembantu lagi. Dua puluh orang menjadi pembantunya, hanya Rania yang mampu bertahan sampai saat ini. Apa dia tidak berpikir, bagaimana lelahnya aku mencari orang yang tepat untuk menjadi pembantunya? Hah ...! desah batin Mike seraya mengendorkan dasinya.
"Daripada kamu sibuk memandangiku seperti itu, alangkah baiknya kamu cepat mencari pengganti Rania!" ujar Sakti yang membuat alis Mike bertaut seketika.
Mike tersenyum tipis. Ia menghela nafas seraya menyilangkan kedua kakinya dengan santai.
"Apa kamu serius ingin mencari pengganti Rania? Masa' gara-gara telat kamu ingin menghentikannya," kata Mike mencoba bernegosiasi agar tak memecat Rania.
Sakti meletakkan bolpoinnya. Ia mendongak menatap Mike yang tersenyum ke arahnya.
"Kamu tahu sendiri kan! Aku paling tak suka melihat orang yang bekerja denganku tidak disiplin seperti itu. Dan seharusnya kamu mencari orang yang tidak mempunyai pekerjaan lebih dari satu seperti Rania itu!" tutur Sakti meluapkan keluh kesahnya yang seakan bertumpuk di dada.
Mike menghela nafas panjang. Bibirnya mengembang mendengar keluh kesah sahabatnya itu.
"Ok! Aku akan mencarikan pembantu lagi untukmu. Tapi, selama aku belum mendapatkannya, biarkan Rania bekerja untukmu!" kata Mike tersenyum mengimbangi alisnya yang bergerak ke atas kebawah.
"Aku akan beri waktu kamu dua minggu dari sekarang!" pinta Sakti yang membuat senyum Mike menghilang.
*****
Sesampai di rumah, Sakti terkejut melihat aneka masakan yang ia inginkan sudah tersaji di atas meja.
"Tumben, dia datang sebelum aku menghubungi dirinya?" tanya batin Sakti menyeringai melihatnya. Ia mulai duduk dan sangat tak sabar untuk menikmati makanan yang telah membuat perutnya bersuara.
"Selamat malam, Pak!" ucap Rania selalu mengembangkan senyum manisnya.
Sakti menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat penampilan Rania yang sedikit berubah.
"Malam!" jawab Sakti datar.
"Saya sudah melakukan apa yang pak Sakti minta. Dan sekarang, saya pulang dulu, ya, Pak! Semoga masakan saya tidak mengecewakan!" kata Rania beranjak pergi dari hadapan Sakti.
"Tunggu!"
Langkah Rania terhenti. Ia menghela nafas panjang saat suara lantang Sakti tertuju padanya. Perlahan, ia berbalik menghadap majikannya yang menatapnya dengan sinis.
"Iya, Pak!" jawab Rania mencoba untuk tersenyum. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap, bibirnya merapat saat Sakti melangkah maju mendekati dirinya.
"Lagi-lagi kamu membuat kesalahan?" tanya Sakti.
"Kesalahan? Kesalahan apa, Pak?" Rania melangkah mundur. Kedua tangannya memegang punggung sofa yang menghentikan langkah kakinya.
Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Wajah tampan dan fresh yang di miliki Sakti benar-benar membuat dirinya gugup setengah mati. Semakin mendekat dan mendekat. Mungkin, sekitar satu senti jarak antara wajah mereka.
Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.
Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.Ia terkejut Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti dengan mudahnya mengibas rambut panjangnya yang terurai."Kamu memakai barang milikku," ujar Sakti mulai menjauh. Tatapan matanya masih memicing mengimbangi dua tangan yang menopang di dada.Bibir Rania merapat seraya mengingat ketika dirinya memakai shampo milik atasannya tersebut.Oh My God! Apa barang yang di maksud adalah shampo yang aku pakai? Rania bergumam dalam hati seraya berpikir. Perlahan, ia mendongak menatap alis tebal Sakti yang bertaut. Terlihat tak seperti biasanya. Sedikit menyeramkan. Tapi, bagaimana dia tahu kalo aku memakai shampo miliknya? Padahal, aromanya saja tak begitu wangi. Apa di kamar mandi ada cctvnya juga? tanya batin Rania melirik ke arah cctv yang ada di setiap sudut rumah megah tersebut.Tapi, tak mungkinlah! Masa' iya di kamar mandi ada cctvnya? Rania terkekeh membayangkannya.Sakti menghela nafas panjang. Sudut matanya menger
Kenapa dia menyewaku sebagai calon istrinya? Apa dia tidak mempunyai kekasih hati? batin Rania bertanya. Hampir satu jam lamanya, Sakti menunggu Rania. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Lama sekali?" tanya Sakti yang mulai jenuh untuk menunggu.Sejenak, hentakan kaki terdengar jelas di telinganya. Ia mendongak dan terkejut melihat penampilan Rania yang sangat memukau. Sampai-sampai ia tak mampu berpaling."Bagaimana , Pak? Apa penampilan saya sudah sesuai dengan keinginan Bapak?" Pertanyaan Rania seketika membuyarkan lamunannya.Sakti berdiri dan mulai melangkah menghampiri Rania yang super percaya diri."Ya. Daripada sebelumnya, yang ini lebih baik!" gegas Sakti pergi meninggalkan Rania."Hah, benar-benar! Katanya ingin menjadikanku sebagai calon istri, tapi kenapa sifatnya begitu? Seharusnya dia belajar bersikap manis, memujiku kek atau apa. Bagaimana nanti kalo kliennya curiga? Dasar boss aneh!" gerutu Rania melangkah pe
Jika kamu tidak datang. Saya harap uang yang saya berikan bisa kamu kembalikan lagi!"Sebuah pesan yang semakin membuat Rania terperangah mendengarnya.Rania mendesah sebal. Tanpa banyak buang waktu ia beranjak dari duduknya dan bergegas untuk menyetop taksi yang akan membawanya ke rumah bossnya itu.Sesampai di rumah Sakti, langkah Rania terhenti. Sudut matanya mengerut melihat Sakti yang berdiri di depan pintu menunggu kedatangannya.Apa yang sebenarnya ia perintahkan? tanya batin Rania berjalan menghampiri."Ada apa, Pak?" tanya Rania mencoba untuk tersenyum."Saya lapar. Tolong masakan makanan untuk saya!" perintah Sakti yang masuk ke dalam rumah begitu saja.Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia tak habis pikir jika perintah bossnya membuatnya sangat kesal."Jadi, jauh-jauh dia menyuruhku datang ke sini hanya untuk masak makanan untuknya?" tanya Rania mendesah sebal. Ya Tuhan, kenapa dia selalu mempersulitku? Dia kan orang kaya, kenapa dia tak makan di restoran at
Tamat sudah riwayatku! ucap batin Rania memejamkan kedua matanya. Rania berdiri, kedua tangannya menyatu dan berbalik di hadapan mereka."Maafkan, ya? Aku tak bermaksud untuk kabur dari kalian. Aku akan ...," kata Rania terhenti."Kabur dari siapa?" Suara khas Sakti benar-benar membuat Rania seketika membuka kedua matanya.Kedua matanya terbelalak kaget saat orang yang di kira preman yang mengejarnya, ternyata adalah bossnya sendiri."Pak Sakti?" tanya Rania.Dahi Sakti mengerut. Kedua matanya tak berhenti menatap rambut Rania yang acak-acakan. Tubuhnya penuh keringat dan terlihat sangat kucel."Kemana larinya?" Rania dan Sakti menoleh menatap dua preman yang berhenti tepat lurus 100 meter dari mereka.Rania berpaling dan tanpa minta ijin terlebih dahulu, ia memeluk tubuh atletis Sakti dengan erat."Maaf, Pak. Saya benar-benar butuh bantuan bapak," ujar Rania menenggelamkan wajahnya tepat di dada bidang bossnya tersebut.Sakti menghela nafas panjang. Dan membiarkan dua tangan Rania m
Tidurlah! Aku akan mengantarmu pulang," kata Sakti menegakkan tubuh Rania. Sesaat, Sakti terkejut saat dua tangan Rania mencengkeram t-shirt yang ia kenakan dan melumat bibirnya dengan mesra.Hampir satu menit, Sakti membiarkan bibir Rania menguasai bibir miliknya. Kedua matanya tak mampu mengerjap. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat merasakan ciuman hangat dari bibir mungil milik asisten rumah tangganya itu."Sudahlah! Rasanya aku lelah," ucap Rania mulai tertidur pulas.Lamunan Sakti buyar. Senyumnya mengembang saat mengingat kejadian yang tak terduga antara dirinya dan Rania."Heh, bagaimana bisa aku membiarkan dia menciumku," ucap Sakti melipat bibirnya. Terasa masih membekas jelas ia rasakan. Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Dengan wajah yang penuh semangat, om Hakim tak sabar ingin memberi kejutan pada putri tercinta."Kevin, kamu tak memberitahu Rania kan kalo om pulang hari ini?" tanya om Hakim mendongak menatap Kevin yang mendorong kursi rodanya."Tidak
Aku!" jawab Sakti yang seketika mengejutkan Mike."What?" Mike mengerling. Ia tersenyum sinis tak percaya mendengar perkataan konyol sahabatnya itu. "Hahahahhahha," tawa Mike seakan pecah begitu saja."Kenapa tertawa?" tanya Sakti."Kalo ingin mengerjaiku, please jangan sekarang! Hari ini, aku sangat pusing memikirkan wanita gila itu," tutur Mike mencoba meluapkan amarah, kesal yang tertahan di dada sejak kemarin."Wanita itu benar-benar gila. Bisa-bisanya dia selingkuh dengan lelaki lain, padahal selama ini aku selalu menurutinya, memperlakukannya seperti ratu. Tapi apa? Dia tega mengkhianati kesetiaanku!"Sakti menghela nafas panjang. Jemari tangannya menyatu seraya menatap wajah melas mike yang duduk di hadapannya. Keningnya mengernyit mendengar curahan hati Mike yang terbilang sangat panjang."Pokoknya, kalo kamu cari wanita harus lihat bibit, bobot dan bebetnya. Jangan asal-asalan! Bener-bener tak bisa di maafkan!" gerutu Mike mendesah sebal."Sudah bicaranya?" tanya Sakti menopa
Ya Tuhan, aku benar-benar melakukannya! Rania menggigit bibirnya. Ingatannya kembali dan sangat terasa jelas lumatan bibir Sakti kepada dirinya."Jangan pergi! Aku sangat mencintaimu," kata Rania melingkarkan kedua tangan tepat di pinggang sispex yang di miliki Sakti. Kepalanya bersandar manja di dada bidang yang mengeluarkan aroma khas yang sangat menghipnotisnya."Aku akan menemanimu!" Perkataan Sakti mulai terekam jelas dalam ingatannya."Tidak!" Teriakan Rania membuat sopir taksi menghentikan laju kendaraannya.Ssst Duk"Owh!" keluh Rania memegang kening yang menghantam bahu jok yang ada di depannya."Kenapa, Teh?" tanya sopir taksi itu menoleh ke belakang. Memastikan penumpangnya dalam keadaaan baik-baik saja."Kenapa teteh berteriak?" Rania tersenyum tipis. Ia baru menyadari teriakannya membuat sopir taksi itu terkejut."Tidak, Pak! Maaf, saya hanya teringat dengan baju saya di rumah. Padahal, besok saya harus memakainya tapi saya lupa tak mencucinya," ucap Rania meringis."Oh,
Haruskah aku dan dia melakukannya? tanya batin Sakti menyeringai.Di sisi lain, Rania tak berhenti mengerjap melihat wajahnya yang terpoles dengan make up. Berbalut kebaya putih di sertai dengan henna yang mempercantik kedua tangannya membuat aura kecantikannya kian terpancar."Nasi sudah menjadi bubur. Meskipun kalian tak melakukannya, tapi tetap saja orang yang melihatnya akan berpikiran negatif," ucap Ayah kembali terlintas dalam benaknya."Kan hanya ayah yang tau! Dan Rania sangat yakin jika kami tak melakukan apa-apa, Ayah! Pak sakti hanya menemaniku di saat aku mabuk. Dan mungkin saja dia ketiduran sampai pagi," bantah Rania."Bagaimana dengan Kevin? Apa dia akan percaya jika kamu berkata seperti itu? Ayah pun juga tak percaya jika kalian tak melakukannya." Perkataan ayah seketika membuat Rania tercengang mendengar nama itu.Lamunan Rania buyar. Kedua bola matanya tak berhenti menatap ke arah layar ponsel miliknya. Berharap lebih, agar Kevin membaca dan membalas pesan yang ia ki
Clara terkejut. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat suara Kevin terdengar olehnya. Ia menoleh. Dan TUARRTamparan keras melesat tepat di pipi kanannya."Dasar wanita sialan!" ketus ibu Mega yang terlihat marah dengan Clara.Kevin dan Mike tercengang di buatnya."Kakak!" ucap Clara seraya memegang pipi kanannya. Sungguh, terasa sangat sakit dan membekas tamparaan keras tersebut."Kakak?" tanya Mike mengerutkan keningnya. Ia seakan tak percaya jika ibu Mega adalah kakak kandungnya Clara."Bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Kamu tau? Rumah ini adalah kenangan kita bersama ayah dan ibu. Dan bisa-bisanya kamu menjual tanpa ijin terlebih dulu padaku. Apa kamu sudah tak menganggap kakak lagi!" ketus ibu mega meluapkan rasa amarah yang tertahan. Clara terdiam. Bibirnya bergetar mengimbangi rasa sakit hati yang masih membekas di hati."Maafkan aku, Kak. Aku terpaksa menjualnya. Aku tak mau aku berhutang budi dengan lelaki yang sudah menjadi milik orang lain. Sudah cu
"Sebentar lagi, sebentar lagi kehidupanmu akan berubah, Rania Agatha! Dan aku pastikan mereka tak akan mau dengan wanita sepertimu!" ucap Clara begitu senang bukan main.Rania terdiam. Sungguh, ia sangat bingung akan perkataan yang terlontar dari mulut Clara. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Terasa sangat kering dan sakit. "Bersiaplah!" gegas Clara mulai pergi meninggalkan rania seorang diri di kamar.Rania menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Clara yang mulai pergi meninggalkannya. Akan tetapi, Rania mengerling saat Clara berjabat tangan dengan lelaki paruh baya yang terlihat begitu menyeramkan."Aku tak bisa bayangkan, bagaimana ekspresi sakti setelah orang yang ia cintai telah di peristri oleh orang lain. Hah, sudah pasti dia akan menjadi gila!" Perkataan Clara seketika mengingatkan rania.'Kurang ajar! Bisa-bisanya dia ingin menjualku." Rania menggigit bibir bawahnya menahan rasa amarah yang tertahan saat melihat Clara tersenyum senang
"Kamu nggak usah ke sana! Biar aku yang mengurusnya!" ucap Mike."Jangan melarangku! Katakan! Di mana dan siapa yang membawa istriku pergi?" tegas Sakti meluapkan rasa amarahnya."Clara! Tadi clara menghubungiku dan dia tau di mana Rania berada," tutur Mike menjelaskan."Lalu, kamu percaya dengan kata-katanya?" tanya Sakti yang tak mendengar bantahan dari sahabatnya itu. "Yang aku butuhkan saat ini adalah informasi yang akurat dari plat nomor mobil yang aku kirimkan padamu itu. Cari sekarang!"Sakti segera mematikan ponselnya. Ia mendesah sebal saat Mike tak melakukan apa yang ia minta."Bagaimana bisa dia mengabaikan perintahku yang sangat penting ini?" keluh Sakti menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, Mike tak secepat kilat seperti biasanya. Biasanya, di saat sakti selalu memberikan perintah, tak butuh waktu lama mike menyelesaikannya. Sangat berbeda dengan perintah kali ini. Padahal, perintah kali ini sangat berharga bagi Sakti. Bahkan melebihi nyawanya.Di kantor, M
Rania terjatuh tak sadarkan diri."Bawa dia masuk!" perintah seseorang yang membuat Rania pingsan karenanya.Sedangkan, Sakti bingung mencari keberadaan Rania yang tak ada di restoran.'Apa dia sudah pulang ke rumah?' batin Sakti bertanya. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi sopir yang sudah ia tugaskan untuk mengantar sang istri pergi."Halo, Pak! Di mana sekarang?" tanya Sakti memastikan.Sesaat, kedua bola matanya mengerling mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir begitu saja. Bibirnya merapat seraya berpikir kemana sang istri pergi."Hubungi yang lain. Dan segera hubungi saya jika sudah menemukan ibu Rania!" Perintah Sakti menutup teleponnya.Alisnya bertaut. Kedua tangannya menopang di pinggang sembari mengamati tempat duduk yang memperlihatkan sesuatu yang tidak asing baginya.Dengan cepat, ia mulai melangkah. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah pesanan yang sama persis dengan permintaannya pada Rania. "Minumannya masih utuh. Apa mungkin di
"Siapa wanita itu? Bisa-bisanya memanggil suamiku dengan sebutan 'Say'? Dan dia juga, kenapa dia berbicara terang-terangan menjawab pertanyaan wanita itu di depanku?"Bibir ranum rania memanyun. Rasa bahagia dan semangat yang membara perlahan mulai memudar saat rasa cemburu mulai menguasai dirinya."Setelah aku memberikan semua kepadanya, bisa-bisanya dia mempermainkan perasaanku? Hah," keluh Rania melempar dua baju yang ada di tangannya.Di kantor, Sakti berjalan menghampiri Bu Mega, manager keuangan yang usianya lebih tua darinya. Sakti sudah menganggap Bu Mega seperti ibunya sendiri. Tak heran jika mereka begitu akrab. Layaknya ibu dan anak."Semuanya sudah beres, ibu tinggal membenahi selisih keuangannya saja!" tunjuk Sakti ke arah laporan yang di pegang oleh bu Mega."Jadi, hari ini ibu harus lembur, dong?" tanya Ibu Mega memastikan."Heem. Bukankah ibu tak pernah salah dalam berhitung? Tapi, kenapa laporan ini banyak kesalahan?" cecar Sakti yang menatap wanita paruh baya yang du
Tak seharusnya kamu menyuruhku ke sini melihat keromantisan kalian!" Lirih mike dengan tatapan sinis.Sakti menyeringai. Ia tak habis pikir, Mike sudah datang membawa makanan yang ia pesan."Letakkan saja di meja dan kamu ...," kata Sakti terhenti."Masih belum kelar?" tanya Mike berjalan ke arah meja kerja Sakti yang masih sama seperti waktu ia pulang kerja. Laporan menumpuk dan tak ada kegiatan laptop untuk melakukan pekerjaan.'Hah! Pasti dia menyuruhku ke sini untuk lembur. Dan sudah pasti, dia akan beralasan mengantar pulang rania,' gumam batin Mike melirik sahabatnya yang masih sibuk dengan benda layar pipih yang menempel di telinga."Baik, Pak. Sebelum jam dua belas, saya akan mengirimkan file-nya!" Perkataan Sakti yang membuat Mike mendesah sebal dan sudah sangat bisa di tebak, dia akan lembur seorang diri.'Dasar sahabat laknat! Dia tak tau apa, seharian aku tak istirahat karenanya!' gerutu batin Mike membanting tubuhnya tepat di kursi putar milik sahabatnya itu."Pulanglah!
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rania mulai panik.'Kenapa dia diam saja? Apa jangan-jangan dia ....' kata batin Rania terhenti saat pikiran negatif mulai menghantuinya."Tidak! Dia tak mungkin mati! Tidak!' Batin Rania seakan berkecamuk. Dua bola matanya berkaca-kaca. Rasa nikmat dan bahagia yang ia rasakan seketika berubah menjadi rasa takut dan sedih yang teramat dalam."Bangunlah! Tolong, jangan tinggalkan aku!" kata Rania mengoyak tubuh Sakti yang masih berada dalam pelukannya. Air matanya pun menetes saat tak ada jawaban yang keluar dari mulut suaminya itu. Dua bola mata Rania berputar. Semua terlihat begitu gelap dan hanya terdengar detakan jam dinding yang ada di ruangan tersebut.Perlahan, Rania mencoba mendorong tubuh Sakti dan berusaha untuk duduk. Bibirnya bergetar, jemari tangannya mulai mencari dan meraba remote yang akan menerangi ruangan tersebut.TekRania mengernyip. Sinar beberapa lampu yang menyala membuat kedua matanya silau.GlekTegakkan salivanya mengalir de
' Kenapa tatapan matanya seperti itu? Apa rasa cintanya kepadaku berubah hanya gegara sapu itu?' tanya Rania dalam hati seraya melihat sapu yang berada dalam genggaman sakti."Rania, apa kamu tau ...," ucap Sakti terhenti."Bukankah kamu bilang sangat mencintaiku? Lalu, kenapa kamu marah padaku hanya gegara sapu jelek itu? Kamu tau! Sejak semalam, perasaanku bercampur aduk karenamu," gumam Rania memanyunkan bibirnya. Sakti menyeringai. Perlahan, ia mulai meletakkan sapu itu di samping meja dan berjalan menghampiri Rania. Ia tak menyangka, istrinya salah paham dengan tingkah lakunya itu."Di saat aku mulai mencintaimu, kamu malah ...."GlekDua bola manik mata Rania mengerling. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa saat lumatan hangat mengarah pada bibir ranum miliknya. Begitu hangat dan kenyal. Sejenak, lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti melepas ciumannya. Apalagi jemari tangan Sakti mendongakkan dagunya secara perlahan. Sungguh, membuat detakan ritme jant
DegRania mengerling saat melihat tulisan yang membuat dirinya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.'Jadi dia ....' Dua bola mata indahnya berkaca-kaca. Tangannya bergetar saat melihat penyakit yang tertulis dalam rongsen tersebut. Sebuah penyakit yang selama ini berada dalam pikirannya.'Ya Tuhan, apa ini benar?' tanya batin Rania seraya menggelengkan kepala.Alis Sarah bertaut. Ia melirik sahabatnya yang terlihat sedih setelah membuka barang yang ia berikan."Ada apa?" tanya Sarah penasaran. Jemari tangannya dengan cepat menggenggam tangan sahabatnya itu.Rania buru-buru memasukkan kembali hasil rongsen tersebut. Bibirnya mengembang, mencoba menutupi rasa sedih yang menguasai dirinya."Tidak! Tidak ada apa-apa! By the way, terimakasih ya! Kamu sudah mau mengantar ini padaku!" ucap Rania mencoba untuk tersenyum."Serius. Kamu tak apa? Tapi, kenapa mata kamu ...," tunjuk Sarah memastikan."Oh ini," tunjuk Rania ke arah sudut matanya."Tadi, tadi aku menguap tiada henti. Jad