"Siapa wanita itu? Bisa-bisanya memanggil suamiku dengan sebutan 'Say'? Dan dia juga, kenapa dia berbicara terang-terangan menjawab pertanyaan wanita itu di depanku?"Bibir ranum rania memanyun. Rasa bahagia dan semangat yang membara perlahan mulai memudar saat rasa cemburu mulai menguasai dirinya."Setelah aku memberikan semua kepadanya, bisa-bisanya dia mempermainkan perasaanku? Hah," keluh Rania melempar dua baju yang ada di tangannya.Di kantor, Sakti berjalan menghampiri Bu Mega, manager keuangan yang usianya lebih tua darinya. Sakti sudah menganggap Bu Mega seperti ibunya sendiri. Tak heran jika mereka begitu akrab. Layaknya ibu dan anak."Semuanya sudah beres, ibu tinggal membenahi selisih keuangannya saja!" tunjuk Sakti ke arah laporan yang di pegang oleh bu Mega."Jadi, hari ini ibu harus lembur, dong?" tanya Ibu Mega memastikan."Heem. Bukankah ibu tak pernah salah dalam berhitung? Tapi, kenapa laporan ini banyak kesalahan?" cecar Sakti yang menatap wanita paruh baya yang du
Rania terjatuh tak sadarkan diri."Bawa dia masuk!" perintah seseorang yang membuat Rania pingsan karenanya.Sedangkan, Sakti bingung mencari keberadaan Rania yang tak ada di restoran.'Apa dia sudah pulang ke rumah?' batin Sakti bertanya. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi sopir yang sudah ia tugaskan untuk mengantar sang istri pergi."Halo, Pak! Di mana sekarang?" tanya Sakti memastikan.Sesaat, kedua bola matanya mengerling mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir begitu saja. Bibirnya merapat seraya berpikir kemana sang istri pergi."Hubungi yang lain. Dan segera hubungi saya jika sudah menemukan ibu Rania!" Perintah Sakti menutup teleponnya.Alisnya bertaut. Kedua tangannya menopang di pinggang sembari mengamati tempat duduk yang memperlihatkan sesuatu yang tidak asing baginya.Dengan cepat, ia mulai melangkah. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah pesanan yang sama persis dengan permintaannya pada Rania. "Minumannya masih utuh. Apa mungkin di
"Kamu nggak usah ke sana! Biar aku yang mengurusnya!" ucap Mike."Jangan melarangku! Katakan! Di mana dan siapa yang membawa istriku pergi?" tegas Sakti meluapkan rasa amarahnya."Clara! Tadi clara menghubungiku dan dia tau di mana Rania berada," tutur Mike menjelaskan."Lalu, kamu percaya dengan kata-katanya?" tanya Sakti yang tak mendengar bantahan dari sahabatnya itu. "Yang aku butuhkan saat ini adalah informasi yang akurat dari plat nomor mobil yang aku kirimkan padamu itu. Cari sekarang!"Sakti segera mematikan ponselnya. Ia mendesah sebal saat Mike tak melakukan apa yang ia minta."Bagaimana bisa dia mengabaikan perintahku yang sangat penting ini?" keluh Sakti menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, Mike tak secepat kilat seperti biasanya. Biasanya, di saat sakti selalu memberikan perintah, tak butuh waktu lama mike menyelesaikannya. Sangat berbeda dengan perintah kali ini. Padahal, perintah kali ini sangat berharga bagi Sakti. Bahkan melebihi nyawanya.Di kantor, M
"Sebentar lagi, sebentar lagi kehidupanmu akan berubah, Rania Agatha! Dan aku pastikan mereka tak akan mau dengan wanita sepertimu!" ucap Clara begitu senang bukan main.Rania terdiam. Sungguh, ia sangat bingung akan perkataan yang terlontar dari mulut Clara. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Terasa sangat kering dan sakit. "Bersiaplah!" gegas Clara mulai pergi meninggalkan rania seorang diri di kamar.Rania menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Clara yang mulai pergi meninggalkannya. Akan tetapi, Rania mengerling saat Clara berjabat tangan dengan lelaki paruh baya yang terlihat begitu menyeramkan."Aku tak bisa bayangkan, bagaimana ekspresi sakti setelah orang yang ia cintai telah di peristri oleh orang lain. Hah, sudah pasti dia akan menjadi gila!" Perkataan Clara seketika mengingatkan rania.'Kurang ajar! Bisa-bisanya dia ingin menjualku." Rania menggigit bibir bawahnya menahan rasa amarah yang tertahan saat melihat Clara tersenyum senang
Clara terkejut. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat suara Kevin terdengar olehnya. Ia menoleh. Dan TUARRTamparan keras melesat tepat di pipi kanannya."Dasar wanita sialan!" ketus ibu Mega yang terlihat marah dengan Clara.Kevin dan Mike tercengang di buatnya."Kakak!" ucap Clara seraya memegang pipi kanannya. Sungguh, terasa sangat sakit dan membekas tamparaan keras tersebut."Kakak?" tanya Mike mengerutkan keningnya. Ia seakan tak percaya jika ibu Mega adalah kakak kandungnya Clara."Bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Kamu tau? Rumah ini adalah kenangan kita bersama ayah dan ibu. Dan bisa-bisanya kamu menjual tanpa ijin terlebih dulu padaku. Apa kamu sudah tak menganggap kakak lagi!" ketus ibu mega meluapkan rasa amarah yang tertahan. Clara terdiam. Bibirnya bergetar mengimbangi rasa sakit hati yang masih membekas di hati."Maafkan aku, Kak. Aku terpaksa menjualnya. Aku tak mau aku berhutang budi dengan lelaki yang sudah menjadi milik orang lain. Sudah cu
Hanya demi uang, seseorang bisa bertahan pada sebuah hal yang tak diinginkannya. Menjadi seorang karyawan kantor dan asisten rumah tangga merupakan pekerjaan Rania saat ini. Demi pengobatan sang ayah, ia rela kerja lembur dan tak ada libur sama sekali.Kring ... Dengan mata yang masih tertutup, lentik jemari tangan Rania meraih jam weker yang mengganggu tidur lelapnya.Klek"Haruskah aku melakukan ini sampai rambutku beruban? Aku benar-benar capek! Hah, ingin rasanya aku merebahkan tubuh seharian penuh tanpa ada yang mengganggu," keluh Rania berjalan dengan langkah tak bersemangat.Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Setiap hari, Rania harus berlari menuju rumah elite yang menjadi ladang uang baginya."Selamat pagi, Pak!" sapa Rania pada security komplek yang berjaga. Sifat ramah tamah yang melekat di dirinya, membuat semua orang suka bergaul dengannya. "Pagi, mbak Rania!" jawab security tersebut membuka pintu komplek tersebut.Rania tersenyum dan berlari menuju ke arah ruma
Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.Ia terkejut Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti dengan mudahnya mengibas rambut panjangnya yang terurai."Kamu memakai barang milikku," ujar Sakti mulai menjauh. Tatapan matanya masih memicing mengimbangi dua tangan yang menopang di dada.Bibir Rania merapat seraya mengingat ketika dirinya memakai shampo milik atasannya tersebut.Oh My God! Apa barang yang di maksud adalah shampo yang aku pakai? Rania bergumam dalam hati seraya berpikir. Perlahan, ia mendongak menatap alis tebal Sakti yang bertaut. Terlihat tak seperti biasanya. Sedikit menyeramkan. Tapi, bagaimana dia tahu kalo aku memakai shampo miliknya? Padahal, aromanya saja tak begitu wangi. Apa di kamar mandi ada cctvnya juga? tanya batin Rania melirik ke arah cctv yang ada di setiap sudut rumah megah tersebut.Tapi, tak mungkinlah! Masa' iya di kamar mandi ada cctvnya? Rania terkekeh membayangkannya.Sakti menghela nafas panjang. Sudut matanya menger
Kenapa dia menyewaku sebagai calon istrinya? Apa dia tidak mempunyai kekasih hati? batin Rania bertanya. Hampir satu jam lamanya, Sakti menunggu Rania. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Lama sekali?" tanya Sakti yang mulai jenuh untuk menunggu.Sejenak, hentakan kaki terdengar jelas di telinganya. Ia mendongak dan terkejut melihat penampilan Rania yang sangat memukau. Sampai-sampai ia tak mampu berpaling."Bagaimana , Pak? Apa penampilan saya sudah sesuai dengan keinginan Bapak?" Pertanyaan Rania seketika membuyarkan lamunannya.Sakti berdiri dan mulai melangkah menghampiri Rania yang super percaya diri."Ya. Daripada sebelumnya, yang ini lebih baik!" gegas Sakti pergi meninggalkan Rania."Hah, benar-benar! Katanya ingin menjadikanku sebagai calon istri, tapi kenapa sifatnya begitu? Seharusnya dia belajar bersikap manis, memujiku kek atau apa. Bagaimana nanti kalo kliennya curiga? Dasar boss aneh!" gerutu Rania melangkah pe
Clara terkejut. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat suara Kevin terdengar olehnya. Ia menoleh. Dan TUARRTamparan keras melesat tepat di pipi kanannya."Dasar wanita sialan!" ketus ibu Mega yang terlihat marah dengan Clara.Kevin dan Mike tercengang di buatnya."Kakak!" ucap Clara seraya memegang pipi kanannya. Sungguh, terasa sangat sakit dan membekas tamparaan keras tersebut."Kakak?" tanya Mike mengerutkan keningnya. Ia seakan tak percaya jika ibu Mega adalah kakak kandungnya Clara."Bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Kamu tau? Rumah ini adalah kenangan kita bersama ayah dan ibu. Dan bisa-bisanya kamu menjual tanpa ijin terlebih dulu padaku. Apa kamu sudah tak menganggap kakak lagi!" ketus ibu mega meluapkan rasa amarah yang tertahan. Clara terdiam. Bibirnya bergetar mengimbangi rasa sakit hati yang masih membekas di hati."Maafkan aku, Kak. Aku terpaksa menjualnya. Aku tak mau aku berhutang budi dengan lelaki yang sudah menjadi milik orang lain. Sudah cu
"Sebentar lagi, sebentar lagi kehidupanmu akan berubah, Rania Agatha! Dan aku pastikan mereka tak akan mau dengan wanita sepertimu!" ucap Clara begitu senang bukan main.Rania terdiam. Sungguh, ia sangat bingung akan perkataan yang terlontar dari mulut Clara. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Terasa sangat kering dan sakit. "Bersiaplah!" gegas Clara mulai pergi meninggalkan rania seorang diri di kamar.Rania menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Clara yang mulai pergi meninggalkannya. Akan tetapi, Rania mengerling saat Clara berjabat tangan dengan lelaki paruh baya yang terlihat begitu menyeramkan."Aku tak bisa bayangkan, bagaimana ekspresi sakti setelah orang yang ia cintai telah di peristri oleh orang lain. Hah, sudah pasti dia akan menjadi gila!" Perkataan Clara seketika mengingatkan rania.'Kurang ajar! Bisa-bisanya dia ingin menjualku." Rania menggigit bibir bawahnya menahan rasa amarah yang tertahan saat melihat Clara tersenyum senang
"Kamu nggak usah ke sana! Biar aku yang mengurusnya!" ucap Mike."Jangan melarangku! Katakan! Di mana dan siapa yang membawa istriku pergi?" tegas Sakti meluapkan rasa amarahnya."Clara! Tadi clara menghubungiku dan dia tau di mana Rania berada," tutur Mike menjelaskan."Lalu, kamu percaya dengan kata-katanya?" tanya Sakti yang tak mendengar bantahan dari sahabatnya itu. "Yang aku butuhkan saat ini adalah informasi yang akurat dari plat nomor mobil yang aku kirimkan padamu itu. Cari sekarang!"Sakti segera mematikan ponselnya. Ia mendesah sebal saat Mike tak melakukan apa yang ia minta."Bagaimana bisa dia mengabaikan perintahku yang sangat penting ini?" keluh Sakti menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, Mike tak secepat kilat seperti biasanya. Biasanya, di saat sakti selalu memberikan perintah, tak butuh waktu lama mike menyelesaikannya. Sangat berbeda dengan perintah kali ini. Padahal, perintah kali ini sangat berharga bagi Sakti. Bahkan melebihi nyawanya.Di kantor, M
Rania terjatuh tak sadarkan diri."Bawa dia masuk!" perintah seseorang yang membuat Rania pingsan karenanya.Sedangkan, Sakti bingung mencari keberadaan Rania yang tak ada di restoran.'Apa dia sudah pulang ke rumah?' batin Sakti bertanya. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi sopir yang sudah ia tugaskan untuk mengantar sang istri pergi."Halo, Pak! Di mana sekarang?" tanya Sakti memastikan.Sesaat, kedua bola matanya mengerling mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir begitu saja. Bibirnya merapat seraya berpikir kemana sang istri pergi."Hubungi yang lain. Dan segera hubungi saya jika sudah menemukan ibu Rania!" Perintah Sakti menutup teleponnya.Alisnya bertaut. Kedua tangannya menopang di pinggang sembari mengamati tempat duduk yang memperlihatkan sesuatu yang tidak asing baginya.Dengan cepat, ia mulai melangkah. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah pesanan yang sama persis dengan permintaannya pada Rania. "Minumannya masih utuh. Apa mungkin di
"Siapa wanita itu? Bisa-bisanya memanggil suamiku dengan sebutan 'Say'? Dan dia juga, kenapa dia berbicara terang-terangan menjawab pertanyaan wanita itu di depanku?"Bibir ranum rania memanyun. Rasa bahagia dan semangat yang membara perlahan mulai memudar saat rasa cemburu mulai menguasai dirinya."Setelah aku memberikan semua kepadanya, bisa-bisanya dia mempermainkan perasaanku? Hah," keluh Rania melempar dua baju yang ada di tangannya.Di kantor, Sakti berjalan menghampiri Bu Mega, manager keuangan yang usianya lebih tua darinya. Sakti sudah menganggap Bu Mega seperti ibunya sendiri. Tak heran jika mereka begitu akrab. Layaknya ibu dan anak."Semuanya sudah beres, ibu tinggal membenahi selisih keuangannya saja!" tunjuk Sakti ke arah laporan yang di pegang oleh bu Mega."Jadi, hari ini ibu harus lembur, dong?" tanya Ibu Mega memastikan."Heem. Bukankah ibu tak pernah salah dalam berhitung? Tapi, kenapa laporan ini banyak kesalahan?" cecar Sakti yang menatap wanita paruh baya yang du
Tak seharusnya kamu menyuruhku ke sini melihat keromantisan kalian!" Lirih mike dengan tatapan sinis.Sakti menyeringai. Ia tak habis pikir, Mike sudah datang membawa makanan yang ia pesan."Letakkan saja di meja dan kamu ...," kata Sakti terhenti."Masih belum kelar?" tanya Mike berjalan ke arah meja kerja Sakti yang masih sama seperti waktu ia pulang kerja. Laporan menumpuk dan tak ada kegiatan laptop untuk melakukan pekerjaan.'Hah! Pasti dia menyuruhku ke sini untuk lembur. Dan sudah pasti, dia akan beralasan mengantar pulang rania,' gumam batin Mike melirik sahabatnya yang masih sibuk dengan benda layar pipih yang menempel di telinga."Baik, Pak. Sebelum jam dua belas, saya akan mengirimkan file-nya!" Perkataan Sakti yang membuat Mike mendesah sebal dan sudah sangat bisa di tebak, dia akan lembur seorang diri.'Dasar sahabat laknat! Dia tak tau apa, seharian aku tak istirahat karenanya!' gerutu batin Mike membanting tubuhnya tepat di kursi putar milik sahabatnya itu."Pulanglah!
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rania mulai panik.'Kenapa dia diam saja? Apa jangan-jangan dia ....' kata batin Rania terhenti saat pikiran negatif mulai menghantuinya."Tidak! Dia tak mungkin mati! Tidak!' Batin Rania seakan berkecamuk. Dua bola matanya berkaca-kaca. Rasa nikmat dan bahagia yang ia rasakan seketika berubah menjadi rasa takut dan sedih yang teramat dalam."Bangunlah! Tolong, jangan tinggalkan aku!" kata Rania mengoyak tubuh Sakti yang masih berada dalam pelukannya. Air matanya pun menetes saat tak ada jawaban yang keluar dari mulut suaminya itu. Dua bola mata Rania berputar. Semua terlihat begitu gelap dan hanya terdengar detakan jam dinding yang ada di ruangan tersebut.Perlahan, Rania mencoba mendorong tubuh Sakti dan berusaha untuk duduk. Bibirnya bergetar, jemari tangannya mulai mencari dan meraba remote yang akan menerangi ruangan tersebut.TekRania mengernyip. Sinar beberapa lampu yang menyala membuat kedua matanya silau.GlekTegakkan salivanya mengalir de
' Kenapa tatapan matanya seperti itu? Apa rasa cintanya kepadaku berubah hanya gegara sapu itu?' tanya Rania dalam hati seraya melihat sapu yang berada dalam genggaman sakti."Rania, apa kamu tau ...," ucap Sakti terhenti."Bukankah kamu bilang sangat mencintaiku? Lalu, kenapa kamu marah padaku hanya gegara sapu jelek itu? Kamu tau! Sejak semalam, perasaanku bercampur aduk karenamu," gumam Rania memanyunkan bibirnya. Sakti menyeringai. Perlahan, ia mulai meletakkan sapu itu di samping meja dan berjalan menghampiri Rania. Ia tak menyangka, istrinya salah paham dengan tingkah lakunya itu."Di saat aku mulai mencintaimu, kamu malah ...."GlekDua bola manik mata Rania mengerling. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa saat lumatan hangat mengarah pada bibir ranum miliknya. Begitu hangat dan kenyal. Sejenak, lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti melepas ciumannya. Apalagi jemari tangan Sakti mendongakkan dagunya secara perlahan. Sungguh, membuat detakan ritme jant
DegRania mengerling saat melihat tulisan yang membuat dirinya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.'Jadi dia ....' Dua bola mata indahnya berkaca-kaca. Tangannya bergetar saat melihat penyakit yang tertulis dalam rongsen tersebut. Sebuah penyakit yang selama ini berada dalam pikirannya.'Ya Tuhan, apa ini benar?' tanya batin Rania seraya menggelengkan kepala.Alis Sarah bertaut. Ia melirik sahabatnya yang terlihat sedih setelah membuka barang yang ia berikan."Ada apa?" tanya Sarah penasaran. Jemari tangannya dengan cepat menggenggam tangan sahabatnya itu.Rania buru-buru memasukkan kembali hasil rongsen tersebut. Bibirnya mengembang, mencoba menutupi rasa sedih yang menguasai dirinya."Tidak! Tidak ada apa-apa! By the way, terimakasih ya! Kamu sudah mau mengantar ini padaku!" ucap Rania mencoba untuk tersenyum."Serius. Kamu tak apa? Tapi, kenapa mata kamu ...," tunjuk Sarah memastikan."Oh ini," tunjuk Rania ke arah sudut matanya."Tadi, tadi aku menguap tiada henti. Jad