Share

36. Dijebak

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Siapa yang kau sebut dengan perempuan penggoda?” tanya Jovi dengan tatapan menyipit.

“Maaf, aku hanya salah bicara saja.” Aurora dengan terburu-buru mengoreksi ucapannya. “Kebetulan, aku juga mengenal seseorang yang bermana sama dan dia bukan perempuan baik.”

“Yang kau kenali mungkin tidak baik, tapi jangan samakan dengan orang lain yang bernama sama,” desis Jovi tampak kesal.

“Maaf.”

Jovi mengembuskan napas cukup keras, untuk menetralkan emosi. Dia menatap dokter perempuan di depannya, dengan tatapan kesal. Sayangnya, Jovi tidak bisa asal menghukum junior begitu saja.

“Pergilah saja.” Pada akhirnya, Jovi hanya bisa mengusir saja. “Lupakan saja tentang makan siang, karena aku merasa harus pergi ke tempat lain.”

“Tapi ....”

“Tolong Aurora,” potong Jovi kini kembali kesal. “Aku tidak ingin mengasari perempuan, siapa pun itu.”

Mau tidak mau, Aurora memilih untuk menyerah saja. Dia tentu tidak ingin membuat lelaki di depannya menjadi lebih marah lagi. Itu tentu akan berdampak bu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Bad Doctor   37. Orang Mesum

    “Oh, ayolah! Lepaskan aku.” Vanessa masih mencoba untuk melepaskan diri dari sekuriti yang menyeretnya. “Kau tidak bisa mengasariku seperti ini tanpa bukti.” “Ini perintah atasan.” “Atasanmu sekali pun, harus punya bukti sebelum menangkapku seperti kriminal,” pekik Vanessa mencoba untuk menarik perhatian banyak orang, berharap akan ditolong. Sayangnya orang-orang yang melihat kejadian itu, hanya menatap dengan nada bertanya. Beberapa bahkan memilih untuk merekam apa yang terjadi. “Tidak bisa seperti ini.” Vanessa kembali berteriak. “Kalian harus melepasku, kalau tidak aku akan melapor ke polisi.” “Melapor ke polisi?” Lelaki yang menjadi nasabah Vanessa kini muncul, padahal mereka masih di lobi dan sama sekali masih jauh dari ruangan lelaki itu. “Lapor saja kalau kau mampu,” lanjut lelaki tadi dengan senyum lebar. “Toh, pada akhirnya tetap aku yang akan menang.” Vanessa menggeram kesal. Dia mengerti apa yang dimaksudkan oleh lelaki angkuh di depannya. Sang nasabah, pastinya ak

  • My Bad Doctor   38. Kebohongan

    “Seharusnya kau tidak perlu seperti itu,” desis Vanessa terlihat agak kesal. “Aku menyelamatkanmu, tapi kau malah protes?” tanya Jovi dengan kedua alis yang terangkat. “Masalahnya, karena kau memukul kita sekarang jadi di kantor polisi tahu,” hardik Vanessa dalam nada rendah. “Ini hanya akan menimbulkan masalah yang lebih besar, apalagi kau dokter dan dia pengusaha.” “Apa hubungannya dengan pekerjaan?” Tentu saja, Jovi akan merasa bingung. “Berhubungan, karena ini menyangkut reputasimu sebagai dokter. Menurutmu, apa masih ada orang yang mau berobat pada dokter yang suka memukul orang?” “Lalu, apa hubungannya dengan pengusaha?” Walau tadi sudah sempat mengangguk mengerti, Jovi kembali bertanya. “Dia punya banyak uang dan bisa menghalalkan segala cara untuk menjebloskan kita ke penjara. Uang bisa membeli segalanya.” Jovi kembali mengangguk. Dia kini mengerti apa yang dikhawatirkan oleh Vanessa, tapi baginya itu adalah kekhawatiran yang sangat tidak berguna. Jovi ingi

  • My Bad Doctor   39. Mantan Pembuat Onar

    “Dia siapa?” tanya Vanessa dengan suara berbisik, menatap sekian banyak tato yang menutupi tubuh lelaki yang menyapa tadi. “Temanmu?” Alih-alih menjawab, Jovi hanya menatap lelaki yang baru saja menyapanya. Lelaki itu juga melakukan hal yang sama, bahkan dia sampai menatap Vanessa dengan kening berkerut. “Walau aku pikir itu hanya bercanda, aku dengar kau sudah putus dari Manda.” Tiba-tiba saja, lelaki tadi mendengus pelan. “Aku pikir kenapa, tapi rupanya hanya karena perempuan tidak jelas ini.” “Maaf?” tanya Jovi dengan kening berkerut. “Aku tidak menyangka kau lebih memilih perempuan gendut seperti ini, dari pada Manda yang seksi.” Lelaki tadi, menggoyangkan tangannya, seolah sedang melukis bentuk tubuh seseorang. “Kau.” Jovi yang terlihat berang, sudah mengepalkan tangan dan beranjak maju. Untung saja Vanessa kali ini lebih sigap untuk menahan suaminya, agar tidak melakukan kekerasan. “Jovi, ini di kantor polisi,” desis Vanessa pelan. “Kau bisa kena masalah jika berulah.”

  • My Bad Doctor   40. Surat Peringatan

    “Mungkin kau bisa berhenti membuat keributan dan pergi saja.” “Kau itu kenapa sih?” tanya Manda dengan tangan terlipat di depan dada. “Kau selalu menghalangi hubunganku dengan Jovi. Ada masalah atau kau hanya cemburu?” “Siapa yang kau sebut cemburu?” Manda hanya mendengus menahan tawa, melihat tingkah laku dokter muda di depannya. Dia sebenarnya sudah lupa nama dokter perempuan itu, tapi bisa membaca pada gantungan tanda pengenal. “Dokter Aurora, aku ini ke sini mau berobat dan memilih dokter Jovi. Aku tidak melakukan keributan loh,” ucap Manda dengan sombongnya. “Kau sebagai dokter, tentu tidak bisa mengusir pasien kan?” “Kau terlihat sangat sehat, jadi aku yakin kau datang hanya untuk mengganggu Jovi. Lagi pula, kalian sudah putus kan? Kenapa malah berobat pada mantanmu? Itu kan aneh.” “Dokter umum yang sedang praktik hanya Jovi saja,” balas Manda terlihat sangat geram. Aurora memutar bola matanya dengan kesal, karena yang dikatakan oleh Manda adalah benar. Saat

  • My Bad Doctor   41. Membantu

    “Berbaringlah dulu. Biar aku mudah memeriksa,” gumam Jovi mencoba untuk profesional. “Tapi aku ingin diperiksa sambil duduk, agar bisa melihat wajahmu,” balas Manda dengan centil. Bukan hanya Jovi, tapi perawat yang menemani di dalam pun mengernyit mendengar hal itu. Apalagi kini Manda sudah terlihat seperti biasa saja, sama sekali tidak tampak seperti orang yang akan pingsan seperti tadi. “Apa keluhannya?” tanya Jovi kembali mencoba untuk menatap perempuan di depannya sebagai pasien. “Dadaku sakit,” jawab Manda tanpa ragu. “Sepertinya ada yang menusuk dengan pisau.” Sekali lagi, perawat yang mendengar itu tampak terkejut. Apalagi kini Manda mengatakannya sambil mengedipkan mata. Jelas sekali terlihat kalau sang pasien tidak benar-benar sakit. “Kau sebenarnya sakit atau tidak?” tanya Jovi berusaha untuk tidak marah. “Sakit. Tentu saja sakit. Di bagian sini.” Manda menempelkan tangan di dada kirinya.

  • My Bad Doctor   42. Diabaikan

    “Kau pasti bercanda, Vi.” Danapati melotot pada putranya. “Sama sekali tidak, Pa. Aku tidak bercanda,” balas Jovi dengan tegas. “Kau meminta Papa untuk menambah kredit rumah sakit yang baru saja terbentuk itu sebanyak sepuluh miliar?” Danapati bertanya, hanya agar dia tidak salah. “Ya. Jadi nanti totalnya adalah tiga belas milyar. Bisa kan Pa?” “APA KAU GILA?” Jovi tersentak mendengar teriakan sang papa. Rasanya, sudah lama sekali dia tidak mendengar teriakan yang seperti ini. Terakhir kali, mungkin saat Jovi duduk di kelas empat sekolah dasar. “Jovi waras dan hanya ....” “Kau ingin kita membayar pakai apa?” hardik Danapati memotong kalimat sang putra semata wayang. “Uang itu mau digunakan untuk apa juga? Yang tiga milyar kemarin saja belum terpakai.” “Papa bisa memakainya untuk ... menambah armada ambulans misalnya? Atau mungkin memperluas rumah sakit?” Danapati melotot mend

  • My Bad Doctor   43. Menikah Itu ....

    “Tidakkah ini benar-benar sangat menyebalkan?” gumam Aurora dengan ekspresi kesal. “Kau mengatakan sesuatu?” tanya Jovi dengan kening berkerut. “Tidak.” Aurora segera menggeleng. “Hati-hati di jalan dan maaf malah membuang waktumu untuk mengantarku pulang.” “Tidak masalah. Sampai nanti,” jawab Jovi dengan senyum tipis, sebelum masuk kembali ke dalam mobilnya. Mau tidak mau, Aurora hanya bisa melambaikan tangan saja. Dia memperhatikan mobil yang baru saja mengantarnya, sampai menghilang dari pandangan. Setelah itu, barulah dia mulai mengeluh. “Sialan! Padahal aku mengajaknya jalan, tapi malah diantar pulang. Ini benar-benar menyebalkan.” Ya. Pada akhirnya, Jovi hanya mengantar rekan kerjanya pulang. Itu pun setelah memberitahu sang istri, jika dia sedikit terlambat. “Kau memasak apa?” tanya Jovi ketika dia sudah sampai di rumah. “Aku pikir kau akan terlambat.” Vanessa mengerutkan kening, ketika melihat sang pemilik rumah sudah berdiri di sampingnya. “Aku memang terlambat. Ras

  • My Bad Doctor   44. Bukan Keluarga

    “Tunggu dulu! Kenapa bisa jadi begini sih?” Vanessa memekik di dalam hati. Perempuan tambun itu mendongak, hanya untuk menemukan wajah Jovi yang tertidur pulas. Yang makin membuat wajahnya memerah adalah posisi mereka saat ini. Sang dokter tertidur dalam posisi memeluk Vanessa layaknya memeluk bantal guling. “Kenapa di saat seperti ini dia tampan sekali sih.” Secara tidak sadar, Vanessa menggumamkan hal itu dengan sangat pelan. “Mana berotot juga,” lanjutnya di dalam hati, sembari melirik pangkal lengan yang memeluknya dengan sangat erat. “Boleh kupegang tidak ya?” Walau tadi bertanya dengan ekspresi ragu-ragu, pada akhirnya Vanessa menggerakkan tangannya. Sulit menjangkau lengan Jovi, tapi cukup sanggup untuk menyentuh bagian dada. “Ini tidak sekeras yang kubayangkan,” gumam Vanessa di dalam hati, sambil memegang otot dada lelaki yang memeluknya dengan lebih berani. “Tapi rasanya nyaman juga.” “Hei, sampai kapan kau mau melecehkanku?” Suara yang tiba-tiba terdengar itu, memb

Bab terbaru

  • My Bad Doctor   80. Lapar

    “Kenapa kau menolak Hani?” tanya Cindy dalam intonasi suara yang cukup tinggi. “Hah? Hani siapa?” Jovi tentu saja akan balas bertanya, karena tidak mengenali orang yang disebutkan sang ibu. “Itu, perempuan yang tadi berkunjung ke rumahmu. Masa kau tidak tahu sih?” Jovi mengembuskan napas pelan, antara lega dan lelah. Tadi dia memang sempat mengusir seseorang, ketika akan keluar rumah untuk mengejar Vanessa. Hal yang membuatnya agak terlambat. “Apa Mama sehat?” tanya Jovi dengan kedua alis yang terangkat naik. “Aku punya istri, tapi Mama malah mengirim perempuan panggilan ke rumahku? Bahkan membiarkan dia naik sampai ke lantai kamarku?” “Heh, mulutmu itu. Kenapa tidak sopan sekali? Hani itu perempuan baik-baik.” “Perempuan baik-baik, tidak akan datang ke rumah lelaki malam-malam begitu seorang diri. Apalagi lelaki yang sudah menikah,” ucap Jovi yang terasa seperti tamparan bagi mamanya. Bukan hanya Cindy yang tertohok, tapi juga Vanessa. Perempuan gempal itu baru saja berduaan

  • My Bad Doctor   79. Apa yang Kau Lakukan?

    “Jovi berhenti.” Vanessa berusaha keras menarik tangan suaminya, yang tampak masih ingin memukul. Sayangnya, Jovi tidak terlihat ingin berhenti. Padahal, Ardy sudah terjatuh dari motor dan beberapa orang sudah mulai berkumpul sembari memegang ponsel. Tidak ada yang terlalu berniat untuk merelai, karena lebih memilih untuk membuat video viral. “Jovi aku mohon.” Kali ini, Vanessa berusaha untuk memeluk suaminya dan berhasil. “Jika kau tidak ingin mamamu makin membenciku, tolong jangan lakukan ini.” Mendengar kata ibu disebut, Jovi langsung terhenti. Sang dokter bahkan terlihat membeku untuk sesaat, sebelum akhirnya mencoba untuk mengatur napas dan emosinya yang tidak stabil. “Ardy, kau tidak apa-apa?” Melihat suaminya sudah tenang, Vanessa beranjak untuk melihat rekan kerjanya itu. Tapi baru juga satu langkah, tangannya sudah ditahan. “Kau masih mau melihat kondisi bajingan itu?” tanya Jovi dengan mata melotot. “Kau menyerang orang dengan tiba-tiba, Vi.” Tentu saja Vanessa akan

  • My Bad Doctor   78. Berkelahi

    “Kau bertengkar dengan suamimu? Kalau benar begitu, jangan coba-coba pulang ke rumah.” Kening Vanessa berkerut ketika mendengar suara sang ibu dari balik sambungan telepon. Padahal dia sudah berada di depan rumah, tapi sekarang malah diusir? Yang benar saja. “Apa aku pencet bel saja ya?” gumam Vanessa, menatap bel yang ada di depannya. “Tapi kan ini sudah jam sebelas malam. Anak-anak nanti malah terbangun karena ribut.” Vanessa dengan cepat menggeleng. “Mending aku pergi ke rumah teman-temanku saja.” Vanessa sudah mengambil ponsel, kemudian menghela napas. Dia sempat lupa jika teman-temannya pun sudah berkeluarga dan hari sudah malam. Tentu saja Vanessa tidak mungkin mengganggu keluarga orang lain bukan? Keluarganya sendiri tidak ingin diganggu, apalagi keluarga orang lain kan? Teman-temannya tidak hidup sendirian saja. “Menghubungi Kak Ben saja?” Jemari Vanessa melayang di atas nama sang kakak, yang tertera pada ponselnya. “Tapi sepertinya dia pergi tugas luar kota. Rasanya k

  • My Bad Doctor   77. Menginap Di Luar

    “Aku rasa, sebentar lagi aku akan menjadi istri Jovi.” Manda yang baru keluar dari rumah sakit, mengatakan hal itu sambil menempelkan ponsel di telinganya. "Setelah itu mungkin akan sulit untuk mencari lebih dari satu sumber pendapatan, tapi aku akan bekerja keras untuk Jovi.” “Itu sudah benar, Sayang.” Suara lelaki yang terdengar di balik sambungan telepon terdengar sangat puas. “Kita bisa memaksimalkan pendapatan dari satu orang saja dulu, setelah itu nanti baru dipikir lagi.” “Kalau begitu, mungkin aku harus menghapus beberapa tato dulu?” tanya Manda menatap tato pada pergelangan tangannya. “Calon mertuaku mungkin tidak akan terlalu menyukainya.” “Tapi aku sangat menyukainya,” keluh suara di ujung sambungan telepon. “Terutama yang ada di pangkal pahamu itu dan di bawah payudara. Itu seksi.” “Aku tidak akan menghapus bagian yang itu, jadi kau tenang saja.” Manda tertawa mendengarnya. “Aku hanya akan menghapus beberapa yang terlihat saja.” “Kalau itu demi masa depan kita, ak

  • My Bad Doctor   76. Dua Mantan

     “Kenalin, ini anakku satu-satunya loh.” Cindy tersenyum ceria, ketika memperkenalkan perempuan muda di sebelahnya pada sang putra.  “Halo.” Perempuan tadi mengulurkan tangan dengan senyum yang sama cerahnya. “Kenalin aku ....”  “Ma. Aku sedang sibuk.” Jovi memilih untuk menyela, sebelum perkenalan barusan selesai diucapkan. “Sudah ada pasien yang mengantri.”  “Ah, alasan.” Cindy mengibaskan tangan dengan santainya. “Mama tahu kau selalu cari alasan jika sedang ingin dijodohkan. Padahal kalau sama dua mantanmu yang lain, kau pasti mengizinkan mereka masuk ruanganmu, walau ada pasien.”  “Dua mantan?” tanya Jovi dengan sebelah alis yang terangkat.  “Manda dan Vanessa.”  “Ma.” Mendengar nama istrinya disebut, tentu saja Jovi akan menegur. “Vanessa bukan ....”  “Akan segera menjadi mantan. Kau menjanjikan Mama seperti itu.” Giliran Cindy yang menyel

  • My Bad Doctor   75. Undangan Ibu Mertua

     “Apa kita cerai saja ya?”  “Ya?” Jovi yang baru saja pulang dan masih membuka sepatu di sebelah rak sepatu langsung membulatkan mata dan menghentikan gerakannya.  “Buka saja dulu sepatumu.” Vanessa mengembuskan napas dengan berat. “Kalau sudah kita makan saja sambil bicara serius.”  Jovi pun melepas sepatunya dengan cepat. Meletakkan kunci mobil secara sembarangan dan bergegas untuk bergabung dengan sang istri.   “Sebelum kau mengatakan apa pun, aku ingin makan sedikit dulu.” Jovi segera memberi tahu, agar nanti dia tidak sakit perut.   “Makan saja.” Vanessa memberikan sepiring penuh nasi dan lauk. “Hari ini aku memasak nasi karena berpikir kita mungkin perlu tenaga ekstra.”  “Oh, aku suka dengan pemikiranmu.” Jovi mengangguk, sembari menyuap dengan lahap. Dia memang lapar.   “Tolong jangan menyimpulkan yang tidak-tidak, karena yang aku maksud

  • My Bad Doctor   74. Menjijikkan

     “Apa Mama sudah gila?” tanya Jovi dengan mata melotot.  “Sama sekali tidak,” jawab Cindy dari balik sambungan telepon.  “Aku ini sudah punya istri loh, Ma. Masa mau dikenalkan pada perempuan lain lagi?”  Apa yang dikatakan Jovi membuat mata Ezra-sang sahabat nyaris menyemburkan kopinya. Siapa pun akan terkejut mendengar hal yang baru saja dikatakan sahabatnya. Apalagi istri Jovi adalah sahabat dari istrinya.  “Istrimu itu sama sekali tidak berguna,” cibir Cindy. “Lagi pula, setelah kau menemukan perempuan yang tepat, kau pasti mau punya anak yang banyak.”  “Dengan siapa pun itu, aku tetap tidak mau,” balas Jovi yang kini menyugar rambutnya dengan sangat pelan, saking lelahnya dia berbicara dengan sang ibu. “Itu keputusanku juga, Ma. Bukan hanya keputusan Vanessa.”  “Kau pasti dihasut oleh dia.” Suara Cindy cukup keras, sampai sang putra perlu menjauhkan ponsel. Ez

  • My Bad Doctor   73. Dijodohkan

     “Ini apa?” tanya Meghan melempar setumpuk kertas pada perempuan gempal yang berdiri di depannya.  “Laporan, Bu. Juga berkas nasabah,” jawab Vanessa dengan kening berkerut. Dia sudah mengerjakan benda itu sejak pagi untuk disetor, tapi kenapa malah dikembalikan dengan kasar?  “Coba kau cek itu semua.” Meghan kembali membentak. “Menurutmu kenapa bagian reviewer mengembalikan semua hasil kerjamu? Pikirkan juga kenapa aku mengembalikan laporan mingguanmu.”  Walau tidak mengerti apa yang terjadi, Vanessa memungut kertas-kertas yang berserakan. Tidak terlalu banyak, karena sebagian besar sudah tidak perlu dicetak dan cukup dilihat pada komputer saja.  “Oh, sialan!” Vanessa berbisik sepelan mungkin, ketika dengan mudah menemukan kesalahannya. Bagian yang salah sudah dilingkari dengan spidol merah.  “Maaf, Bu. Sepertinya saya salah menulis angka.” Tentu saja Vanessa harus meminta maaf. “Untu

  • My Bad Doctor   72. Dibenci

     “Kalian berdua itu sebenarnya kenapa sih?” tanya Cindy terlihat sangat kesal. “Sebenarnya ingin punya anak atau tidak?”  Vanessa dan Jovi saling melirik satu sama lain, dengan kepala yang sedikit menunduk. Mereka berdua sama sekali tidak bisa melihat perempuan paruh baya di depan mereka dengan benar.   “Kalau ingin menunda, seharusnya bilang dari awal.” Cindy kembali menghardik  “Kami sudah sempat ....”  “Berikan alasan yang jelas.” Cindy memotong kalimat putranya dengan hardikan keras dan pelototan mata. “Memangnya kalian ada menjelaskan secara detail?”  “Maaf, Ma.” Vanessa melirik ke arah mertuanya dengan takut-takut, seraya mengangkat tangan.  “Apa?”  Vanessa tersentak mendengar suara keras sang ibu mertua. Bukannya dia bermental setipis tisu, tapi rasanya baru kali ini Vanessa melihat ibu mertuanya benar-benar marah dan itu menyeramkan. Unt

DMCA.com Protection Status