Sendiri dan merasa sepi. Itulah yang dirasakan Mai, meskipun saat ini ia sedang berada di tengah keramaian. Tidak ada Qai yang menemani. Sang bunda pun masih terlihat asyik bersama Diana di sudut ruang. Menoleh ke belakang, ada Raj yang terlihat sibuk menempel dengan Widi. Yang paling menyedihkan lagi, tentu saja melihat Byakta yang sedari tadi selalu menggamit tangan sang kekasih, ke mana pun mereka berada.
Mai lantas membuka cardigannya. Merebahkan diri, kemudian menutup separuh tubuhnya ke atas dengan baju luaran tersebut. Memilih memejamkan mata dan membiarkan dirinya terlelap untuk melupakan kesepian yang ada.
Namun, sekeras apapun Mai berusaha memejamkan pikirannya, tetap saja rasa kesal dan gelisah yang berkecamuk di hati itu terus merajai.
Mai lalu menggeram dan bangkit sembari menarik cardigannya. Kembali duduk dengan kaki menjuntai dan mengambil ponsel dari tasnya untuk menelepon seseorang.
“Tante di mana?” tanya Mai setelah mengucap
Mai menyerah. Daripada harus mendengar curhatan Raj, lebih baik ia kembali ke dalam gedung. Satu hal yang Mai lakukan, agar Raj bisa menyingkir dan ia pun bisa keluar dari mobil. Mai mencapit otot perut Raj begitu keras, sembari melampiaskan kekesalan yang sudah menumpuk sedari pagi.Dari mana lagi Mai mencontoh hal tersebut jika bukan dari sang bunda. Terkadang, Mai melihat Sinar melayangkan cubitannya pada Pras, ketika sang bunda tengah dirundung kesal.Benar saja, hal tersebut sukses membuat Raj mengaduh, hingga berjengit keluar dari mobil."Mai!" desis Raj sembari meringis kesakitan. Tangannya sibuk mengusap perut bagian samping yang sudah dicubit sedemikian keras oleh Mai.Dengan wajah kesal dan tidak mau peduli, Mai keluar dari mobil lalu beranjak meninggalkan Raj. Berniat kembali masuk ke dalam dan meminta sang bunda agar segera pulang dari yayasan.Jika sang bunga tidak mau, maka Mai akan pulang sendiri dengan menggunakan ta
“Berani macam-macam, aku bakal tuntut kamu atas perilaku tidak menyenangkan yang mengarah ke hal-hal yang berbau seksual.” Kepala Raj yang tadinya menunduk secara perlahan, seketika langsung terpeleset jatuh ke bahu Mai, ketika ancama itu dimuntahkan dengan lugas. Mulutnya menggeram singkat dengan helaan kasar. Jiwa yang baru saja melayang tinggi dan hampir menyentuh awan, tiba-tiba saja jatuh dan langsung terhempas ke punggung bumi. Sakitnya mungkin tidak seberapa, tapi, rasa malu itu, yang membuat Raj merutuk dengan hal yang ingin dilakukannya barusan. Raj pun kembali menegakkan tubuh. Berdehem untuk menghilangkan semua rasa canggung yang sebelumnya tidak pernah ada. “Minggir!” titah Mai yang hanya memberi tatapan datar pada Raj yang masih mengukung tubuh Mai. Sedari tadi, kedua tangan Raj masih memegang tali besi ayunan yang barusan Mai duduki. “Mai—“ “Minggir!” sela Mai dengan cepat. “Tapi, jadi temeni aku jalan, kan?” Raj
“Hola, sleeping beauty?” Mai terdiam sejenak. Masih menyesuaikan diri dengan situasi yang ada di depannya. Memikirkan, hal terakhir yang terjadi sebelum ia terlelap dan masih dalam keadaan duduk seperti sekarang. “Eugh …” gumam Mai lalu bangkit menegakkan tubuhnya yang terasa kaku. Kedua tangannya pun terangkat untuk memijat bahu serta leher bagian belakangnya. Meregangkan punggungnya yang saat ini terasa tidak nyaman karena baru saja tidur dengan membungkuk. Qai? Mai menoleh ke sana kemari untuk mencari sang kakak yang seingatnya, tengah duduk di sebelahnya sebelum Mai terlelap. Namun, mengapa saat ini hanya ada Raj yang menggantikan tempat Qai? “Mas Qai? Ke mana?” tanya Mai dengan malas dan suara berat khas bangun tidur. Manik Mai masih berpendar di dalam gedung, yang sepertinya sudah tidak terlalu ramai seperti ketika ia mulai tertidur. Raj yang baru kali ini melihat wajah Mai dengan surai ikal yang tergerai bebas, hanya bisa terdia
“Mai …”“Hm.” Tanpa menoleh sedikit pun, Mai terus saja menggerakkan ibu jarinya pada benda pipih yang sedari tadi ada di tangan. Bukan tanpa alasan dan bukan bermaksud tidak sopan, tapi, ada hal mendesak yang memang harus ia ketik dan kirimkan saat itu juga.“Bayaran pengacara dengan jam terbang seperti kamu itu, mahal gak, sih?” Raj menumpu siku kanannya pada sisi bingkai jendela, yang tertutup di samping kanan. Sedangkan tangan kirinya, ia pakai untuk mengendalikan kemudi dengan satu tangan. Menatap lurus dan tetap berkonsentrasi dengan kepadatan di depan sana.“Tergantung ...” Mai mengembalikan ponsel ke dalam tasnya, lalu menoleh sebentar pada Raj. “Tergantung klien dan rumitnya kasus juga sebenarnya. Tapi, semua bisa dibicarakan dulu kok, dan, kalau aku gak terlalu matok harus sekian. Lihat kemampuan klien juga.”“Bisa dapat berapa sebulan?” Raj kembali mengajukan pertany
Area rooftop Palace High kini sudah didesain ala Eropa dengan tema modern garden. Berbagai bunga dengan dominasi warna putih, dipilih sebagai dekorasi yang menghiasi setiap area. Benar-benar terlihat mewah dan begitu elegan.Qai yang duduk diapit oleh kedua orang tuanya terlihat sedikit tegang. Sang bunda sampai harus berkali-kali membisikkan sesuatu untuk menenangkan putra kesayangannya tersebut.Mai yang duduk tepat di belakang Qai, sedari tadi merapatkan kursinya dan melipat kedua tangan pada sandaran kursi yang diduduki sang kakak.“Baru tunangan aja, udah heboh gini acaranya,” cibir Mai yang berbicara tepat di belakang telinga Qai. “Kamu udah ketemu mbak Chandie belum? Dia duduk di belakang sama anaknya, tapi gak tahu ke mana suaminya.”“Mai …” tegur Sinar dengan melirik tajam. “Suaminya mbak Chandie lagi di Surabaya sama om Lee.”Mai menutup mulutnya. Lalu berpindah ke sisi yang berlawana
Saat ini, Mai seperti seorang terdakwa yang tengah disudutkan dan tidak memiliki pembelaan sama sekali. Ia benar-benar terjebak dan tidak siap dengan semua hal yang menimpanya kali ini. Ternyata, Raj benar-benar gila. Bukankah Mai sudah menolak pria itu? Hubungan mereka pun sudah berada dalam taraf pertemanan.Namun, mengapa jadi seperti ini?“Raj.” Mai menahan napasnya sejenak, lalu membuang perlahan untuk melepas rasa yang ia sendiri tidak mampu mejelaskannya. “Maaf, tapi dari awal aku sud …”Kalimat itu terjeda, ketika Mai melihat wajah Raj sudah terantuk pasrah. Pria itu pasti sudah tahu, kalau Mai akan memuntahkan kalimat penolakan pada dirinya.“Sekali lagi, maaf.” Mai hanya ingin bersikap tegas. Tidak ingin berpura-pura menerima cincin tersebut untuk menyenangkan orang banyak. Tidak … sedari dulu, Mai bukanlah tipe people pleaser, yang membahagiakan orang lain padahal diri sendiri menderita. Namun,
Setelah acara pertunangan Qai dan Sila selesai, Sinar yang merasa tidak enak hati di sisa acara dengan keluarga Raj, buru-buru pergi ke kamar yang sudah dipesan sebelumnya. Malam ini, kedua keluarga yang mengadakan acara sudah disediakan kamar family suit untuk beristirahat, agar tidak terlalu lelah jika harus pulang kembali ke rumah.Di dalam sana, sudah ada Mai yang duduk santai di atas sofa, sembari menatap keluar jendela.“Mai,” panggil Sinar berjalan tergesa menghampiri sang putri yang belum mengganti pakaiannya. “Kamu itu, ck!” Sinar tidak memiliki kata-kata lagi untuk memarahi putrinya yang hanya menatap datar.Mai berdiri. Sedikit menelengkan kepala dan menangkap sosok sang ayah yang baru memasuki kamar. “Tasku, Nda,” pinta Mai, tidak ingin membahas apapun dengan Sinar.Sinar menyerahkan tas Mai yang sedari tadi ia bawa dengan kesal.“Aku mau pulang, tidur di rumah,” kata Mai sambil meng
Mai berwajah masam, ketika mengetahui kedua orang tuanya akan liburan dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Bukankah tadinya, Pras mengatakan kalau mereka hanya akan berada selama seminggu di Raja Ampat? Namun, setelah pulang dari hotel kala itu, Pras menyampaikan, kalau setelah dari Raja Ampat, mereka akan pergi ke Bali, Lombok dan menjelajahi tempat wisata lainnya yang ada di Indonesia.Akhirnya, Pras bisa menikmati hari tuanya dengan beristirahat dari semua urusan pekerjaan. Menua dengan bahagia bersama wanita yang selalu sabar dan setia mendampinginya sejak mereka menikah.“Baik-baik sama masmu,” pesan Sinar sekali lagi ketika hendak berangkat ke bandara. “Kalau mau pergi-pergi, harus sama supir. Enda sudah kasih tahu pak Ibam, kalau libur harus bilang ke supir yang lain biar bisa gantian nyupirin kamu.”
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama