Beranda / Romansa / My Adorable CEO / Chapter 2. New Life

Share

Chapter 2. New Life

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-06 23:47:16

Pertama kali hidup hanya berdua. Mereka masih terus belajar dengan dibimbing oleh bibi Dennisa. Pengasuh setia yang memang selalu membantu anak asuhnya dengan telaten dan sabar.

Keduanya tumbuh dengan didikkan yang sangat baik, walaupun tanpa sentuhan tangan dari orang tua kandungnya. Alexander van Willem tumbuh dengan baik dan dia tergolong pemuda yang sangat pintar. Alex memang sedikit kalem dan dia mempunyai paras yang sangat tampan dengan tambahan lesung pipi yang menghias pipinya. Tak hanya itu, Alex juga banyak diidolakan para wanita, hanya saja Alex memang bukan typikal pemuda yang muda jatuh cinta pada kaum hawa. Hal utama yang dia pikirkan adalah sang adik, karena dia sudah menjadi tanggung jawab Alex. Siapa lagi yang akan melindungi dia kalau bukan Alex?

Berbeda sedikit dengan sang adik, Irish van Willem. Gadis ini sedikit galak, cuek dan jutek. Namun, dia mempunyai hati yang sangat lembut. Dia begitu menurut dengan kakaknya, tapi kadang dia suka keras kepala, tapi cenderung menuruti apa kata sang Kakak.

Hal baru dimulai oleh Alex saat ini. Dia sudah mulai mengemban tugas utama sang Ayah. Amanah dari sang Ayah yang dia kelola dengan baik. Kehidupan yang dia jalani bersama dengan adiknya. Sedangkan Irish, dia hampir menyelesaikan kuliahnya. Di kampus tempat Irish kuliah, Irish termasuk salah satu gadis yang menonjol dan populer. Para kaum Adam mengagumi Irish, termasuk David. Pemuda ini memang dikatakan sangat dekat dengan Irish, bukan hanya dekat, tapi memang mereka berdua sedang menjalin sebuah hubungan.

"Irish, setelah lulus kau mau kemana?" tanya David.

"Kerja!" ucap Irish singkat.

"Kerja? Di mana? Pasti ikut Kakakmu, ya?" David terlalu penasaran.

"Tidak. Aku akan melamar kerja disebuah perusahaan!" Irish menatap David.

"Hmm, pasti kau akan diterima di sana. Dengan nilai akademikmu yang bagus, kau pasti tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan."

"Belum tentu juga. Oiya, aku mau pulang." Irish berlari menuju sebuah mobil yang baru saja berhenti.

"Ya, kenapa pulang, aku 'kan belum selesai bicara denganmu," rajuk David tak ingin Irish cepat-cepat pulang.

"Maaf, lain kali saja ya. Besok 'kan kita masih ketemu." Irish melambaikan tangannya.

"Siapa dia?" tanya Alex ketika Irish sudah berada di dalam mobil.

"Teman!" jawab Irish singkat.

"Teman?" ulang Alex.

Irish menatap Kakaknya, "Iya, hanya teman."

"Pasang seatbell-mu!" kata Alex. Irish pun menurutinya. 

Mobil melaju pelan membelah jalanan kota Leiden. Mobil berhenti di sebuah toko bunga, sebelum akhirnya melaju lagi menuju pemakaman umum kota Leiden. Keduanya mengunjungi makam kedua orang tua mereka. Setelah itu, tak langsung pulang ke rumah, justru mobil melaju ke arah Hotel. 

"Kau mau turun?" tanya Alex.

Irish menggelengkan kepalanya, "tidak."

"Tunggu sebentar disini, Kakak hanya mengambil tas dan beberapa berkas." Alex meninggalkan Irish di dalam mobil. Selang beberapa menit, Alex sudah kembali membawa tas. 

Alex memang masih muda, akan tetapi jam terbangnya sangat padat. Karier dia maju sangat pesat. Hotel yang dia pegang pun semakin hari semakin ramai. Tak hanya hotel, dia juga punya sebuah rumah makan. Muda, kaya, pintar, dan tampan. Segalanya dimiliki oleh pemuda ini. Namun demikian, untuk urusan asmara dia memang nol besar. Alex tidak pandai dalam urusan asmara. Dia lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja. 

Sesampai dirumah, Irish langsung membersihkan diri. Sedangkan Alex langsung masuk ke ruang kerjanya. Rumah yang lumayan besar itu hanya dihuni oleh Alex dan Irish saja. Rumah peninggalan kedua orang tua mereka. Rumah yang banyak kenang-kenangan itu selalu membuat mereka berdua teringat akan tuan dan nyonya Willem.

Irish keluar dengan keadaan rambut yang masih basah. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya. Sesaat ponselnya berdering, Irish mengecek layar ponselnya. Di sana tertulis nama David.

"Hallo!"

"Aku mau mengajakmu keluar malam ini. Apa kau mau menemaniku datang ke acara party teman?" tanya David.

"Party? Teman? Siapa?" tanya Irish.

"Hmm, bukan teman kampus sih. Bagaimana?" David bertanya lagi.

"Maaf, Vid. Aku tidak bisa keluar." Irish melirik jam.

"Kenapa? Apakah karena sudah malam? Kenapa kau begitu kuno!" kata David sedikit kesal.

"Bukan karena itu. Tugasku banyak. Maaf ya, Kakakku memanggil!" Irish beralasan. Gadis itu langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Irish terus menatap layar ponselnya. Dia begitu heran dengan David, kenapa pemuda itu selalu mengajak dan memaksanya untuk keluar pada malam hari. Irish memang sudah kenal lama dengan David, tapi Irish selalu menolak jika diajak David keluar pada malam hari. Bukan karena Irish takut pada Kakaknya, tapi karena Irish punya alasan tersendiri untuk penolakan itu.

Irish dan David memang satu kampus, tapi mereka beda jurusan. Semua sudah paham jika mereka berdua dekat antara satu dengan lainnya, akan tetapi Irish memang type wanita yang tidak mudah terpengaruh. Kedekatannya dengan David hanya dia anggap seperti teman pada umumnya. Namun, perbeda dengan David. Pemuda ini justru menganggap jika Irish adalah kekasihnya.

Apakah cinta bertepuk sebelah tangan?

Suara ketukan pintu membuyarkan keseriusan Irish menatap benda pipih yang ada ditangannya. Kenop pintu terbuka, dan kepala Alex menyembul dari balik pintu.

"Aku kira kau sudah tidur."

Irish menatap wajah Kakaknya, lalu tersenyum, "Belum mengantuk, Kak. Apa apa?" lanjutnya bertanya.

"Ehm, Kakak mau keluar sebentar. Apa kau tidak apa-apa Kakak tinggal?" Alex menatap Irish.

"Tida apa-apa, Kak. Memangnya Kakak mau kemana?" tanya Irish.

"Kakak mau ke Rumah Makan dulu. Jonny bilang ada masalah kecil di sana." Alex terdiam sesaat sambil memainkan jari jemarinya di layar ponsel, "Apa kau mau ikut?"

"Tidak. Aku dirumah saja. Lagi pula aku juga ada beberapa tugas yang harus aku selesaikan."

"Baiklah. Kalau kau lapar, di meja makan ada sayur dan lauk. Jika sudah mengantuk, kau bisa tidur, tidak perlu menunggu Kakak pulang."

"Tapi Kakak pulang ke rumah 'kan? Tidak tidur di apartemen?"

"Tentu saja Kakak pulang. Besok Kakak baru akan pergi ke apartemen."

Irish mengangguk paham. Dia tersenyum.

"Oke, Kakak tinggal dulu, ya. Jika ada apa-apa langsung hubungi Kakak." Seperti itulah pesan Alex pada Irish sampai Irish bosan mendengarkannya. Dia selalu memberi kode bahwa dia ini sudah dewasa bukan lagi anak kecil. Tapi bagi Alex, Irish ini masih seperti anak kecil yang harus selalu diperhatikan. Itulah kenapa Alex belum serius untuk menjalin asmara dengan wanita mana pun, karena bagi Alex, Irish yang harus dia perhatikan.

Bagaimana tidak, kenapa Alex begitu sangat menjaga dan melindungi Irish? Karena hanya Irish-lah satu-satunya keluarga yang dia punya. Alex mencurahkan kasih sayangnya hanya pada Irish. Walaupun disisi lain ada pengasuh yang setia menemani Alex dan Irish. 

Paman Ruth dan Bibi Dennisa memang sangat berjasa pada keluarga Willem, hingga membuat mereka mendapatkan tempat dihati Alex dan Irish. Kedua pengasuh yang tak lain adalah suami istri ini juga mempunyai anak laki-laki yang seumuran dengan Irish. Mereka besar bersama-sama, bahkan Alex dan Irish tidak menganggap Marky adalah bawahannya. Marky dianggap seperti saudara mereka sendiri.

Irish terduduk di depan laptop, dia ingin semua tugas-tugasnya cepat selesai agar dia cepat lulus.

"Aku ingin segera bekerja. Aku tidak ingin merepotkan kak Alex terus menerus. Bagaimana pun juga, aku ingin mandiri."

Mulailah dia mengerjakannya, jemari tangannya menari-nari di atas keyboard. Tak jarang David masih menganggu dengan menelepon Irish. Namun, Irish memang cuek, dia acuh tak acuh pada panggilan masuk dari David. Irish pun sudah hapal betul David seperti apa. 

"Merajuklah. Besok pun kau akan kembali lagi seperti semula," senyum Irish. Dia kembali fokus berkutat dengan laptop.

Sedangkan di tempat lain, David tampak terlihat emosi. Dia selalu gagal membuat Irish keluar malam. 

"Susah sekali mengajaknya keluar malam. Aku 'kan ingin seperti pasangan-pasangan lainnya. Bisa bermesraan dengan kekasih sendiri. Kenapa aku seperti tidak punya kekasih!" umpatnya.

"Sebelum lulus, aku harus bisa membuat Irish keluar malam bersamaku. Aku ingin menunjukkan pada teman-temanku, bahwa aku juga punya kekasih untuk diajak bersenang-senang."

"David!" teriak seseorang, "Mana kekasihmu? Apakah dia akan datang?" lanjutnya bertanya.

"Halah! Paling juga dia tidak datang ha ha ha—karena David memang tidak punya kekasih!" ledek salah seorang dari mereka. Tampak terdengar riuh saat itu juga. Mereka mengolok-olok David yang tak mampu mengajak Irish keluar.

"Sial! Aku menjadi sasaran pembullyan!" umpat David pelan. Dia terlihat sangat muak dengan suasana saat itu. David memilih pergi menjauh dari mereka. Tak ingin terjadi keributan, David memilih menyendiri. Dia memegang botol minuman  keras dan meneguknya dan mulutnya mengomel-ngomel tidak karuan saat kesadarannya sedikit hilang. David terus mengoceh tak karuan bahkan sampai terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

"Irish, kau tahu tidak, kenapa begitu sulitnya mendapatkanmu? Apakah type pria idamanmu itu juga harus kaya seperti Kakakmu?" oceh David dengan logat orang mabuk.

"Sudah lama aku mendekatimu, tapi semua tidak ada perubahan. Bahkan kau justru cuek!" lanjutnya tersandar di tembok karena David sudah tidak kuat untuk berdiri. Sepertinya David mabuk berat, hingga akhirnya dia tak sadarkan diri sampai pagi.

Sebenarnya ada apa dengan David, kenapa dia begitu kekeh memaksa Irish? Lalu apakah ada keributan yang akan terjadi, jika Irish bertemu dengan David? 

To be Continue,

Bab terkait

  • My Adorable CEO   Chapter 3. That Day

    Semilir angin berembus menusuk kulit. Daun-daun kering berguguran di buatnya. Brrr ... dingin sekali musim dingin kali ini. Seorang gadis berjalan terburu-buru sambil sesekali melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Mengancingkan Cardigan Rajutnya karna memang cuaca pagi itu sangat dingin. "Taksi!" teriak Irish pada sebuah taksi. Ia bergegas masuk, namun ia terkejut karena pada saat bersamaan seorang pemuda masuk ke dalam taksi juga. "Eh kau siapa?" ucap Irish galak. "Kau yang siapa? Aku yang masuk duluan. Keluar sana!" pemuda itu kesal. "Enak saja. Sudah jelas aku duluan yang masuk ke dalam taksi ini. Kau yang keluar!" Irish mendorong pemuda itu. "Maaf—Tuan dan Nona, kalian ingin pergi ke mana?" ujar pak sopir menyela. "Diam!" Keduanya membentak si sopir, hingga sopir itu tersentak kaget dan terdiam. Ia tampak sangat ketakutan. "Kau keluar!" Ir

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • My Adorable CEO   Chapter 4. Fight Against Fate

    Irish duduk disofa menyilangkan kaki, matanya menatap televisi di depannya dengan tangan memegang remote dan sedikit cemilan di sampingnya. Namun pikiran gadis itu entah melayang ke mana. Menekan remote TV secara bergantian, mengganti dari channel satu ke channel lainnya. Entah apa yang dicari gadis itu, sepertinya dia tidak fokus menonton acara TV. "Arrgghh!" teriaknya mengagetkan sang kakak yang sedang fokus membaca di belakangnya. "Kau ini kenapa sih, teriak-teriak tidak jelas seperti itu!" Alex membalikkan badannya melihat sang adik mengacak-acak rambutnya sendiri. "Kaak!" teriaknya sambil menutupi wajahnya dengan bantal sofa. "Iya ada apa, Irish sayang?" jawab Alex "Kakaak!" teriakannya lebih kencang lagi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • My Adorable CEO   Chapter 5. Galak

    Sementara itu di Rumah Sakit Leiden. Tampak seorang pemuda berjalan menuju kamar 24b. Setelah sebelumnya telah membayar semua administrasi Rumah Sakit. Pemuda itu tampak begitu bahagia. Di kamar 24b seorang wanita sedang membereskan baju dan memasukkannya ke dalam tas. "Bibi Dennisa, sudah siap pulang?" Alex tersenyum. "Bibi sudah siap, Tuan Muda." Wanita tua itu tersenyum. "Baiklah, ayo kita pulang, Bi." Alex memapah wanita tua itu keluar dari kamar rawat inapnya. "Terima kasih, tuan muda sudah mau menolong dan merawat Bibi," ucap bibi Dennisa. "Ah, tidak masalah, Bi. Justru aku yang harus berterima kasih pada bibi karena sudah mau merawatku dan juga Irish setelah Ayah Ibu meninggal. Bagiku bibi sudah seperti orang tua kedua bagi kami berdua." Alex tersenyum. "Tuan muda, bolehkah bibi meminta satu permintaan ...." pinta Dennisa. "Permintaan apa itu, Bi?" tanya Alex. "Tolong antar bibi ke makam tuan dan nyonya besar sek

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • My Adorable CEO   Chapter 6. Unforgattable Moment

    Cinta kadang membuat seseorang terluka dan juga membuat orang yang sedang jatuh cinta bahagia. Tapi penantian dan harapan terkadang menimbulkan luka yang amat mendalam, saat orang yang menanti itu tahu bahwa semua harapan akan penantiannya sia-sia. Dan hanya yang setialah yang mampu bertahan diatas luka akan pengharapan yang sia-sia. Hanya yang setialah yang terus menerima luka dari orang yang disayanginya. Dan hanya yang setialah yang terus bahagia menyayangi seseorang walaupun tanpa balasan atau bahkan tak ada kesempatan lagi untuk memiliki orang yang diharapkannya. Langit terlihat gelap, sambaran petir menggelegar dahsyat membelah langit yang terlihat sedang tak bersahabat. Hujan turun dengan derasnya. Udara dingin terasa menusuk kekosongan jiwa. Matahari bersembunyi dibalik gumpalan awan gelap. Cuaca pagi ini menggambarkan hati seorang gadis bernama Ayana. Dia teringat kejadian tiga bulan yang lalu. Musim gugur,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • My Adorable CEO   Chapter 7. Unforgettable Moments pt 2

    Tokk ...Tokk ...Tokk .... Alex mengetuk pintu kamar Irish. Namun, tidak ada respon dari gadis cantik berlesung pipi itu. Akhirnya Alex membuka pintu kamar Irish, tapi tidak mendapatkan si empunya kamar di dalam. "Kakak sedang apa di kamarku?" Irish muncul tiba-tiba di belakang Alex. "Emm ... itu—anu, kakak mau tanya sesuatu." Alex menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Irish merasa heran melihat gelagat aneh dari kakaknya. "Kakak mau tanya tentang apa? Kok tumben." Irish menyeruput susu hangatnya. "Itu—soal tadi pagi—kakak melihat seseorang memanggulmu, apakah dia teman sekantormu?" tanyanya pada Irish. Irish mengernyit bingung menatap kakaknya. Mengingat-ingat siapa yang tadi pagi memanggilnya. "Ah ... Ayana maksud kakak? Kenapa kak?" Irish bertanya balik pada Alex.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • My Adorable CEO   Chapter 8. Mysterious Flower

    'Ting tong' "Irish!" Alex berteriak dari ruang tengah. "Iyaaa ...," sahut Irish dari kamar. "Ada apa kak?" Irish menghampiri Alex. "Ini ...." Alex menyodorkan sepaket bunga pada Irish. "Bunga lagi?" Irish menerima sodoran paket bunga dari kakaknya. -'From your Secret Admirer. Bagaimana bunganya? Cantik 'kan? Secantik orang yang menerima dan membaca surat ini'- Kira-kira begitulah isi surat yang terselip di buket bunga untuk Irish. Beberapa hari ini Irish selalu mendapat kiriman bunga mawar pink kesukaannya dengan isi surat yang sama seperti surat tadi. Irish sendiri heran, kenapa orang ini tahu bunga kesukaannya. "Dari siapa?" tanya Alex terlihat penasaran pada kejadian akhir-akhir ini.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • My Adorable CEO   Chapter 9. Mysterious Flower pt 2

    "Kau yakin tidak apa-apa Ay?" tanya Irish mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu. "Aku tidak apa-apa kok. Kau pulanglah dulu!" Ayana tersenyum. "Tapi kau terlihat sangat pucat!" "Aku hanya kecapean saja. Kau pulang saja dulu!" "Baiklah kalau kau memaksa, tapi kalau ada apa-apa, segera hubungi aku ya, Ay." "Iya ... jangan khawatirkan aku, segeralah ke rumah sakit." Ayana mendorong Irish masuk ke taksi. Ayana berjalan pelan menyusuri trotoar. Keringat dingin mulai mengucur, kepalanya terasa berat, pandangannya mulai terasa kabur. BRUUKKK .... Seketika orang-orang berkerumun mendekati Ayana yang tiba-tiba pingsan. Alex keluar dari loby hotel, pandangannya tertuju pada kerumunan orang-orang. "Ada apa itu pak Bernard? Kenapa ramai sekali?" tanya Alex. "Ada seorang gadis pingsan tuan muda," jawab pak Bernard. "Gadis?" Alex mengerutkan keningnya dan berjalan mendekati kerumunan orang-ora

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • My Adorable CEO   Chapter 10. The Secret Admirer

    "Hallo ... Ayana, bagaimana kabarmu?" sapa Irish merangkul Ay yang berjalan menuju lift. "Hallo juga Irish. Aku sudah agak lebih baik kok, kau sendiri bagaimana?" Ay mengedipkan matanya. "Aku? Kau lihat sendiri," ujar Irish tertawa. Kedua gadis itu masuk ke lift bersama. Namun, sebuah tangan menahan pintu lift yang hampir tertutup. Benjamin masuk ke dalam lift. "Selamat pagi, Pak!" Keduanya membungkuk hormat. Lift naik menuju lantai tiga. _________ Jam kantor telah berakhir, Ayana langsung pulang, tapi Irish tertahan di kantor karena bos besarnya memberinya banyak tugas. "Apa-apaan ini! Kenapa hanya aku saja yang harus lembur. Balas dendamkah dia?" Gerutuk Hyena. Drrttt .... Drrttt .... Sebuah panggilan masuk dari kakakn

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18

Bab terbaru

  • My Adorable CEO   Chapter 90. Pengusaha Baru (Extra Part)

    Lima tahun kemudian. Marky mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Dia mengendarai mobil sambil bersiul riang. Sepertinya keadaan hati pemuda berwajah tampan itu sedang bahagia. Marky menghentikan mobilnya di sebuah toko buah. "Wah, kau selalu datang tepat waktu," ucap seorang pria. Marky mengangguk dan melangkah menghampiri pria tersebut. "Buah Strawberry dari kebunmu ludes terjual. Apa kau bisa mengirimnya lagi hari ini?" kata Larry. "Tentu saja," jawab Marky singkat. "Aku akan meminta mereka untuk mengirim buah Strawberry nanti sore." Setelah itu dia melanjutkan lagi perjalanannya menuju ke sebuah Dessert Cafe. "Nak Marky, akhirnya kau datang juga." Seorang wanita yang biasa dipanggil oleh Marky dengan sebutan Bibi Luna. "Bibi Luna pasti menungguku." Marky terlihat sangat percaya diri.

  • My Adorable CEO   Chapter 89. HPL ( END )

    Tiga bulan kemudian. Sebuah keluarga akan sangat sempurna jika ditambah dengan kehadiran buah hati. Itulah yang sedang dirasakan oleh keluarga Van De Haan. Tuan Robi dan Nyonya Elaine ikut berbahagia dengan kelahiran si kembar Shane dan Daisy Van Willems. Kedua bayi kembar itu tumbuh sehat. Keduanya sudah mulai bisa menengkurapkan tubuhnya dan sudah bisa diajak bercanda. Tuan Robi dan Nyonya Elaine benar-benar merasakan menjadi seorang Kakek dan Nenek. Mereka sudah menganggap Alexander dan Ayana seperti anak-anak mereka sendiri. Benar-benar tidak bisa dipungkiri kehadiran bayi kembar itu membuat suasana rumah menjadi sangat ramai. Satu bayi menangis dan satu bayi lagu ikut menangis. Tangisan mereka saling bersahutan. Pagi itu tampak Tuan Robi dan Nyonya Elaine sedang duduk di ruang tengah. Sedangkan Ayana masih menyusui Daisy yang ada dalam gendongannya. Alex sibuk menggendon

  • My Adorable CEO   Chapter 88. Masa Tahanan

    David Janssen, Hendrick Smit, dan Grace Van Dirk masih menjalani masa tahanan mereka. Di dalam lingkungan penjara David harus sering bertemu dengan Hendrick dan Grace, akan tetapi David lebih sering menjaga jarang dengan mereka berdua. Sama halnya dengan hari itu, hari di mana David baru saja dikunjungi oleh Benjamin dan Irish. David mendapat banyak cemilan dari Ben dan makanan favorit yang dimasakan oleh Irish sendiri, sedangkan sebungkus rokok yang diberi oleh Benjamin, dia berikan pada seseorang. Ya, seseorang itu adalah polisi keamanan yang selalu mengawasinya. "Pak Martijn, tadi ada yang mengunjungiku. Dia memberiku ini, tapi aku sudah berhenti merokok." David memberikan sebungkus rokok itu pada pria itu. "Apa aku harus menerimanya?" tanyanya. "Terimalah ini dan apa Pak Martijn juga ingin makan cemilan?" David kembali menyodorkan sebuah kantung plastik. "Ah, cemilan itu untukmu.

  • My Adorable CEO   Chapter 87. Bayi Kembar

    Empat bulan kemudian. Alexander tampak resah gelisah tidak menentu. Dia merasa hatinya sedang gundah gulana dan rasanya itu seperti permen Nano-Nano. Tampak di samping Alex, Irish yang sedang duduk mengusap berkali-kali kandungannya yang sudah berumur enam bulan. Sesekali Irish merasakan gerakan bayi yang ada di dalam perutnya. Benjamin yang berada di samping Irish ikut merasakan ketegangan. Pria berlesung pipi yang tengah duduk di kursi besi itu masih terus menebarkan aura gundah gulana. Kakinya terus bergerak tidak bisa diam hingga menimbulkan bunyi. Nyit ... nyit ... nyitt! "Kak, kau ini bisa tenang sedikit tidak?" keluh sang adik. Irish yang duduk di sampingnya ikut terkena getarannya dari kaki Alex. Alex menghela napas. "Kakak mana bisa tenang dalam keadaan seperti

  • My Adorable CEO   Chapter 86. Save Me

    Irish membuka matanya dan terbangun dari tempatnya. Dia menyebarkan pandangannya ke sekitar tempat tersebut. Semua yang Irish lihat serba berwarna putih bahkan dirinya pun mengenakan baju berwarna putih. "Di mana aku? Apakah aku sudah mati?" lirihnya pelan. Dia tampak bingung dengan keadaan sekitar dan dia juga merasa asing berada di tempat tersebut. Tak ada satu orang pun di sana bahkan dia tidak melihat Benjamin, Alexander, ataupun Ayana. Irish mencoba bangkit dan ingin mencari tahu tempat tersebut. Namun, dia dikejutkan dengan sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata. Irish mengangkat kedua tangannya untuk melindungi matanya dari cahaya tersebut. Irish tampak menyipitkan matanya di tengah-tengah cahaya putih yang semakin mendekat ke arahnya. Dia berusaha melihat sesuatu di depan sana. Sesuatu yang masih samar-samar dalam penglihatannya, akan tetapi bergerak mendekat ke arah

  • My Adorable CEO   Chapter 85. Antara Hidup dan Mati

    Alex berjalan cepat sambil menempelkan benda pipih di telinganya, berharap panggilan itu ada yang menjawabnya. "Kau di mana?" ujar Alex saat panggilan itu terjawab. "Aku sedang berada di pinggir jalan, sedang menung——" Suara terjeda cukup lama .... "Aarghh!" Terdengar suara teriakan nyaring dari seberang sana. Suara yang tidak asing di telinga Alex. Ya, itu adalah suara teriakan dari Ayana. Alex yang mendengarkan teriakan itu seketika menghentikan langkahnya dan wajahnya langsung berubah menunjukkan kepanikan yang luar biasa. "Ay!" teriaknya. "Halo Ayana! Kau kenapa? Halo!" Alex mengecek layar ponselnya, dia melihat panggilan telepon masih tersambung. Alex berteriak sekali lagi melalui sambungan benda pipih itu. "Ay! Kau masih di sana kan? Jawablah!" Raut mukanya begitu sangat

  • My Adorable CEO   Chapter 84. Rencana Grace

    Warna gelap menyelimuti langit, gemerlap bintang muncul satu-persatu. Semilir angin malam bertiup sepoi-sepoi dan cahaya bulan membawa warna sendiri di langit malam yang sendu. Sepasang mata masih saling beradu pandang. Berdiam diri tanpa sedikit pun cuitan di antara keduanya. Salah satu memang harus ada yang mengalah untuk meredakan semuanya. "Benjamin, apa aku boleh menginap di rumah Bibi Dennisa untuk sementara," pinta Irish dengan nada memohon. Atensi itu membuat Benjamin menggelengkan kepalanya. "Tidak ... tidak boleh," sergah Benjamin. "Hanya sementara saja. Aku hanya ingin menenangkan diri," ucap Irish sendu. Benjamin terdiam melihat tatapan sendu dari mata Irish. Dia tak mampu membalasnya. Benjamin terlihat mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat sekali dia tampak bingung dan frustrasi. "Istirahatlah dulu." Ben berdiri dari kursinya dan hendak melangkah, aka

  • My Adorable CEO   Chapter 83. Khawatir

    Hari itu, hari di mana suasana masih dibilang pagi sekitar pukul 09.00 am dan sudah terjadi keributan di sebuah perusahaan besar. Sebuah keributan yang membuat pegawai perusahaan tersebut saling berbisik-bisik antara satu dengan lainnya dan bisa ditebak bisik-bisik itu begitu cepat menyebar hingga lantai atas. Entah mereka memperbincangkan siapa? "Benjamin Van De Haan!" teriak seorang wanita saat pintu lift terbuka. "Kau pikir setelah ini hidupmu akan tenang hah!" Wanita itu berusaha memberontak untuk melepaskan diri dari genggaman tangan Hunter. Namun, genggaman tangan Hunter lebih kuat. Benjamin tidak mengindahkan omongan Grace, pria itu bergegas keluar dari lobi perusahaan. Terlepas dari itu, Benjamin segera membawa sang istri ke rumah sakit dengan di antar oleh Marky. Setelah sampai di rumah sakit, Irish langsung mendapat penanganan khusus dari para dokter. "Baga

  • My Adorable CEO   Chapter 82. Darah

    Rumahku adalah istanaku, begitulah kata pepatah. Saat itulah yang dirasakan oleh Ayana. Akhirnya dia bisa bernapas dengan lega tanpa harus membayangkan jika dia dan suaminya sedang dimata-matai. Walaupun pada saat itu juga Alex menyuruh orang-orangnya untuk memeriksa seisi rumah, jikalau ada kamera tersembunyi yang memantau aktivitas mereka dan ternyata hasilnya nihil. Tak satu pun dari mereka menemukan kamera tersembunyi. Pria dengan lesung pipi itu langsung beratensi jika istrinya dalam bahaya. "Bagaimana dengan tidur malam mu? Apakah kalian tidur nyenyak?" Benjamin menarik kursi dan langsung duduk. "Sangat nyenyak," ucap Ayana tersenyum lega. "Syukurlah ...." Irish membawa sepiring roti panggang dari dapur. "Di mana Alex?" Benjamin terlihat menoleh kanan dan kiri. "Dia sedang menelepon seseorang," jawab Ayana menunjuk ke arah ruang tengah. Tak lama setelah itu, Al

DMCA.com Protection Status