"Sepertinya hanya kau yang olahraga di jam 8 pagi, Sayang, jam khusus di zona waktu yang berbeda dengan karyawanmu yang lainnya. Mungkin kau harus melakukan itu satu jam lebih cepat besok pagi. Jadi, kau dapat pergi berkerja dengan waktu yang normal, sama seperti yang lainnya," beber Alan dengan tenang.Azzura pun tersenyum dan mengangguk setuju. "Oh, itu rencana bagus." Azzura bernapas. "Jadi, apa yang bisa kita lakukan selama setengah jam ini?" tanya wanita ini sambil mengedip polos padanya."Aku bisa memikirkan beberapa hal, Sayang." Alan menyeringai, mata abu-abu gelapnya bersinar.Sementara itu, Azzura menatap balik Alan tanpa ekspresi dan tubuhnya langsung meleleh dan mencair di bawah tatapan Alan. "Di sisi lain, kita bisa bicara," saran sang fashion desainer berusaha tenang. Seketika saja alis Alan berkerut usai mendengar penuturan Azzura itu. "Aku lebih suka apa yang ada dalam pikiranku." Alan membawa Azzura ke pangkuannya."Kau selalu lebih suka berhubungan seks dari pada b
"Jadi, apa yang membuatmu sedih dan semurung ini pagi ini?" bisik Azzura sambil memejamkan matanya saat ia duduk di pangkuan Alan, yang duduk di kursi piano. "Hm ... membuatku sedih dan murung?" Alan yang sedang asik mencium Azzura di sepanjang bahunya yang mulus itu, kini berhenti sejenak. Samar-samar, Azzura menganggukkan kepalanya. "Ya, tadi malam kau baik-baik saja. Tapi pagi ini, kau agak berbeda. Kesedihan itu terlihat jelas di wajah dan matamu, Alan," terang perancang busana seksi ini. Penuturan Azzura itu kontan membuat si tampan dan demokratis mengangkat kepalanya untuk menatap ke arah dirinya. Ada sedikit geli di matanya. Tapi kemudian, ia mendesah panjang."Kau benar..." Alan mengusap ujung jarinya di pipi Azzura. "Aku kehilangan seorang teman baru-baru ini. Ya, dia wanita yang aku pikir bisa membantuku menemukan kebenaran atas kematian tak wajar mendiang kekasihku." Alan mengambil nafas."Aku menyesal telah melibatkannya. Seandainya aku tak memaksanya untuk membantuku,
Selagi Azzura mengernyitkan wajah dan menatap Alan dengan ekspresi bingung, Alan justru yang baru saja tersenyum dan menggeleng, kini berdiri dari duduknya alih-alih menjawab pertanyaan Azzura. Usai berdiri dari duduknya, Alan berjalan memutari meja bar dan menghampiri Azzura. Pria tampan tersebut kemudian berdiri di belakang Azzura, dan melingkarkan tangannya di pinggang Azzura. Ia memeluknya erat. Tidak! Alan rupanya tidak hanya memeluk Azzura, tapi ia juga mencium leher Azzura, membuat sang pemilik leher menjadi gugup setengah mati. Ketika Azzura gugup, Alan justru merasakan tubuh indah kekasihnya tersebut membuat kejantanannya mulai tumbuh di celananya. Azzura pun dapat merasakannya. Buktinya, wajah Azzura kian memerah, sementara dadanya bergerak naik turun dengan cepat, dan bibirnya yang ranum mengulum senyum. Sekian detik kemudian, Alan terlihat memasukkan tangannya ke dalam jubah mandi Azzura dan memegang gunung kembarnya dengan masing-masing tangannya. "Azzura, you know
Pertama-tama, Alan dan Azzura menaruh sabun di tubuh masing-masing. Keduanya mandi sebentar di bawah pancuran. Lalu perlahan mereka mulai berciuman dan saling berpelukan. Saat berciuman, Alan memainkan gunung kembar Azzura. Ia memijat dan meremas gunung kembar Azzura yang bulat, padat dan penuh lalu memilin daging kecil di puncang gunung kembar kekasihnya itu. Sementara, Azzura dengan ahli memainkan zakar Alan yang mulai mengeras dan memanjang. Sekian detik berikutnya, wanita ini turun ke bawah untuk menghisap zakar Alan. "Aaaggghhh ... Azzura..." Alan mengerang keras di bawah pancuran ketika Azzura, kekasihnya nan cantik dan seksi tersebut memberikan pukulan pada bolanya dengan mulutnya. Namun kemudian, Alan mengambil alih permainan. Alan mulai meniduri Azzura dari arah belakang di bawah pancuran, menjaga bibir bawah kekasihnya nan cantik dan seksi tersebut di bawah aliran air. Ya, Alan membungkukkan badan Azzura sedang wanita seksi tersebut bersandar menghadap ke depan ke dindi
Ketika pria memesona memasuki butik Ruella, ia langsung disuguhkan dengan penampakan butik yang terlihat seperti geleri seni. Interiornya tegas dan mampu memperhatankan elegansi dari semua koleksinya.Selain itu, semburat rona keabuan bahkan melandasi lantai di mana berpijak manekin-manekin berpakaian sarat mode dalam ragam pose bak instalasi ‘kehidupan’ fashion Butik Ruella. Meski demikian, pria ini tidak salah fokus. Ia tetap pada tujuan utamanya, yaitu meja resepsionis. "Selamat siang, apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya seorang wanita yang berdiri di balik meja resepsionis. "Apakah saya bisa bertemu dengan desainer butik ini?" tanyanya langsung pada poin pentingnya."Maaf sebelumnya, Tuan. Tapi dengan Tuan siapa saya bicara sekarang dan apa Tuan sudah membuat janji untuk bertemu Nona Zura?" tanya wanita itu."Saya Alan, dan tentu saja saya nggak tahu jika dia memiliki lebih banyak kesibukan seperti itu sehingga saya harus membuat janji dengannya terlebih dulu," balas Ala
Sontak saja Azzura terkejur usai mendengar titah dari Alan itu. "Ta—tapi, biasanya... Ruella hanya menerima custom order seperti ini maksimal sebulan sebelum acara berlang—""Sayang, apakah kau tidak bisa mengusahakannya untukku?" Dengan cepat Alan memotong bicara Azzura. "Aku kekasihmu dan pelanggan istimewamu, Azzura. Kau seharusnya senang mendapat pesanan dariku. Tapi, yang kulihat saat ini malah kau secara halus menolakku," kata Alan, mengomeli Azzura. "Hhhhh..." Azzura menghela nafas panjang sambil memikirkan perkataan pria bertubuh atletis di hadapannya, yang sebenarnya ada benarnya."Baik, Alan. Aku bersedia menerima custom order dadakan darimu," jawab wanita ini, membuat Alan kontan tersenyum puas mendengarnya."Terima kasih, Sayang," balas Alan. Lalu Azzura mengangguk sambil tersenyum tipis. Setelah itu, Azzura bangun dari sofa dan bergerak ke arah meja kerjanya. Rupanya wanita ini mengambil alat ukur roll meter yang biasa digunakannya untuk mengukur baju dan tubuh customer
Tak berhenti sampai di situ. Setelah menghentikan tangan Azzura, dengan cepat Alan menarik tubuh Founder Butik Ruella itu agar lebih dekat dengannya.Kemudian Alan melingkarkan satu tangannya yang berotot pada pinggang Azzura dengan cepat dan juga lembut. Karena itulah, sang perancang busana seksi dan cantik ini kontan terkejut. Meski Azzura merasa sangat terkejut dengan ulah Alan kepadanya saat itu, tetapi Hormon Estrogen wanita yang menjadi kekasih Alan ini tidak bisa bohong.Terlebih lagi ketika jarak di antara dirinya dan Alan sangat dekat dan juga intim, sehingga indera penciuman mereka dapat saling merasakan aroma perfume satu sama lain."Kau mau apa, Alan?!" tanya Azzura terbata-bata meski sembari menatap Alan dengan tegas dengan kedua matanya."I miss your pussy so much, it’s very nice and hot, Sayang," ungkap Alan, membuat Azzura yang mendengarnya makin terkejut."So what do you want now?" balas CEO sekaligus juga Founder Butik Ruella ini terbata-bata dengan dadanya yang ber
"So, whose slut are you, Azzura?” ujar Alan, bertanya pada Azzura sembari menggesekkan dirinya ke kaki Azzura. Oh tidak! Bukan ... bukan! Tapi miliknya, kejantanannya yang mulai mengeras. Ya, Mr. P nya. “That’s right!" Alan membubuhkan sebuah ciuman singkat tetapi dalam di bibir Azzura yang jadi favoritnya. "You. Are. Mine!" tegas pria tampan ini dengan menekan setiap kata dalam bicaranya. Pernyataan Alan itu seketika membuat Azzura jadi gugup. Saking gugupnya, wanita polos dan murni satu ini sampai harus menelan liurnya. Namun, hal yang membuat Azzura semakin gugup saat itu adalah pesona sensual Alan yang ternyata semakin terpancar jelas pada dirinya. Tidak! Pesona sensual Alan tidak hanya membuat Azzura gugup tapi juga memabukkan dirinya, sehingga ia jadi tidak sadar jika kini pria memesona itu tengah mencium bibirnya. Tunggu! Bukan hanya mencium bibit Azzura, tapi Alan juga melumat bibirnya dengan sangat dalam, panas, dan liar. Belum puas, Alan lalu menggigir bibir Azzura. Be