Beranda / Rumah Tangga / Mutualism Marriage / 2. Sandiwara Dimulai

Share

2. Sandiwara Dimulai

Penulis: Mami Ge
last update Terakhir Diperbarui: 2021-01-18 21:51:03

"Selamat malam, Pak, Bu." Adriel menyapa Maria dan Damar, kedua orang tua Sandra.

"Malam," jawab mereka serentak. Mata mereka tertuju pada Sandra yang sudah berdiri di hadapan mereka.

"Perkenalkan, saya Adriel, pacarnya ...." Adriel baru sadar, dia belum mengetahui nama gadis yang akan dinikahinya itu. "Cinta," lanjutnya kemudian.

"Cinta?" tanya Maria heran.

"Maaf, itu panggilan sayang saya padanya." Adriel tersenyum dibuat-buat sambil melirik Sandra.

"Sandra, kamu kok gak pernah cerita pada kami?" Maria menatap putri sulungnya yang sudah salah tingkah.

"Sandra masih belum berani, Ma." Sandra juga memaksa senyumnya.

"Mungkin Sandra masih ragu pada keseriusan saya. Tapi, kali ini saya akan membuktikan kalau saya serius dan ingin menikahinya." Sandra langsung menahan napasnya, mendengar pernyataan Adriel pada orang tuanya.

"Oh, maaf atas kelancangan saya. Tidak sepantasnya saya melamar Sandra seperti ini. Sekali lagi maafkan saya, Pak, Bu." Adriel membungkukkan badannya sedikit.

"Kami paham anak muda seperti kalian kalau sedang kasmaran seperti ini. Tapi, tetap harus menjalankan prosedur." Damar mulai angkat bicara. Sebagai ayah, dia berusaha bijaksana di hadapan calon menantunya.

"Saya akan datang bersama keluarga saya untuk melamar Sandra," ucap Adriel mantap, seperti tiada kepura-puraan.

Setelah percakapan singkat antara mereka, Adriel pamit pulang. Sandra langsung pura-pura tidur untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan padanya.

Namun, meski matanya tertutup, hatinya terus menerawang. Tidak disangka, niatnya langsung terkabulkan meski lewat sebuah kepura-puraan. Sandra yang sempat sangsi bagaimana cara menemukan calon suami, sekarang sudah menemukannya. Terlepas bagaimana akhir pernikahan sandiwara itu nantinya, setidaknya, Sandra bisa menutup mulut keluarga mamanya.

Sandra kembali teringat peristiwa di rumah neneknya tadi. Harusnya Sandra senang karena kedatangan kedua orang tua dan adiknya. Ini adalah yang kedua kalinya mereka mengunjungi Sandra ke kota tempat ia bekerja. Sudah hampir empat tahun dia meninggalkan kampung halaman menuju ke kota kelahiran ibunya untuk bekerja.

Gadis 30 tahun yang bekerja sebagai staff administrasi di salah satu perusahaan swasta itu tinggal di sebuah rumah kos, meski nenek dan keluarga besar ibunya berada di kota yang sama. Terbiasa dengan kesederhanaan dan kemandirian, membuat dia tidak ingin merepotkan orang lain. Apalagi, dia tahu keluaga besar ibunya tidak terlalu meyukainya.

"Kamu sudah memesan taksinya, San?" tanya Maria pada putrinya yang masih sibuk memoles lipstik berwarna peach ke bibirnya.

"Sudah, Ma sebentar lagi sampai," jawab Sandra sambil memasukkan lipstik dan bedak ke dalam tas kecilnya.

Tidak lama, taksi yang mereka tunggu pun datang. Mereka segera berangkat menuju kediaman orang tua Maria. Di sana dia akan bertemu saudara-saudara ibunya dan tentunya sepupu-sepupunya. Dengan lanngkah gontai, Sandra memasuki taksi yang sudah menunggu di depan kosnya.

"Selamat malam, Ma," sapa Maria pada ibunya saat mereka datang.

"Akhirnya kalian datang juga, silakan masuk." Sartika menatap satu per satu tamunya yang baru datang, yang tidak lain adalah anak, menantu dan cucunya sendiri.

Keluarga Maria segera bergabung bersama saudara-saudara lainnya. Sartika sering mengundang putra-putrinya untuk berkumpul. Namun, kali ini dia ikut mengundang Maria, putri yang sempat dibuangnya karena menikah dengan laki-laki miskin.

"Bagaimana kabarmu, Sandra?" tanya salah seorang saudara ibunya.

"Baik, Tan." Sandra mengangguk pelan sambil tersenyum. Maria selalu mengajarkannya untuk bersikap sopan terhadap siapa saja, apalagi orang yang lebih tua.

"Kalian gak akan menikahkan putri kalian ini?" tanya Sartika tiba-tiba, membuat Maria hampir saja tersedak.

Maria berhenti sejenak, menyantap hidangan makan malamnya. "Belum, Ma." Dia melirik putri sulungnya itu.

Seperti ada yang menyekat di kerongkongan Sandra, membuat dia kesulitan menelan makanannya. Setiap kali dia bertemu dengan mereka, selalu itu yang menjadi pembahasan mereka tentang dirinya. Sandra bisa melihat lirikan-lirikan sinis dari sepupunya, termasuk Maya, sepupu yang satu kantor dengannya.

Maya terpaut lima tahun darinya, tapi dia sudah memiliki pacar yang selalu setia megantar dan menjemputnya. Kabarnya, mereka akan segera menikah, begitu rumor yang disebarkan Maya sendiri di kantor. Seperti biasa, dia menyindir Sandra yang sudah kepala tiga dan masih single.

"Kalian mau jadikan dia perawan tua? Atau nanti akhirnya akan menikah dengan laki-laki sembarangan?" Ucapan Sartika bagaikan petir yang menyambar Damar, ayah Sandra.

Dia selalu saja diremehkan oleh keluarga istrinya. Sebelumnya, dia bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai karyawan biasa. Namun, perusahaan itu mengalami kebangkrutan dan terpaksa memberhentikan semua karyawannya tanpa pesangon. Itulah sebabnya dia memutuskan untuk pindah ke desanya untuk menggarap ladang peninggalan orang tuanya. Keputusan itu membuat Maria semakin tidak disukai karena dianggap menjatuhkan martabat keluarga besar.

"Kamu, sih gak dandan, makanya mata laki-laki gak melirikmu," ujar Dewi, ibunya Maya.

Sontak semua mata tertuju pada penampilan Sandra yang hanya mengenakan gaun merah sederhana dan sepatu flat. Tidak ada yang mahal dari yang dipakainya. Demikian juga dengan make up, hanya bedak, riasan tipis di bagian mata serta polesan bibir yang jauh dari bibir merah merona milik Maya.

Sandra hanya membalas semuanya dengan senyuman tawar.

"Sandra nunggu bos besar yang melamarnya, kali," ledek Maya. Semua ikut menahan tawa seperti Maya.

"Bagus dong kalau bagitu," sela Dewi pura-pura senang.

"Kalau ada yang mau, kalau gak ada?" seloroh sepupu yang lain. Semua tidak dapat menahan tawa mereka. Malam itu, Sandra menjadi bahan ledekan mereka.

"Aku akan menikah secepatnya, tenang saja." Ucapan Sandra membuat riuh tawa mereka lenyap, mereka saling berpandangan.

"Asal gak seperti ayahmu saja." Lagi-lagi ucapan Sartika menyakiti. Sandra melirik papanya yang tertunduk tak berdaya. Semua kembali dengan senyuman mengejeknya, membuat keluarga Sandra tak ada harganya di depan mereka.

"Cukup! Kalian sudah keterlaluan!" Sandra berteriak dan berdiri dari tempat duduknya.

Dengan tatapan, Maria berusaha melerai putrinya. Namun, sama sekali tak digubrisnya. Kekesalan Sandra sudah terlanjur sampai ke ubun-ubun. Dengan tajam, dia membalas pelototan neneknya.

"Apa hanya dengan uang dan jabatan, kalian bisa menghargai orang?" Sandra menyisir semua yang hadir dengan matanya, mereka hanya terdiam menyaksikan kemarahannya.

"Ini hasil didikanmu, Maria?" Sartika tidak mau kalah dengan suara Sandra. Tubuhnya yang sudah tidak belia lagi dipaksakannya untuk mengusung kemarahannya.

"Maafkan Sandra, Ma?" Suara Maria bergetar, matanya berkaca-kaca.

"Kenapa harus minta maaf, Ma?" cegah Sandra.

"Sandra, sopan terhadap nenekmu!" Maria berusaha mengimbangi suara putrinya, tapi tetap terdengar lembut.

"Aku tidak sudi dihina terus!" Sandra langsung pergi meninggalkan kediaman neneknya, hingga ia bertemu dengan Adriel.

Tak disangka, kecelakaan kecil itu adalah jawaban dari harapan yang baru saja terucap dari bibirnya. Antara senang dan ragu, Sandra membayangkan bagaimana ekspresi keluarga ibunya nanti. Apalagi Maya, sepupunya yang paling suka meremehkannya. Dengan mata tertutup, senyuman licik melengkung di wajahnya.

Bab terkait

  • Mutualism Marriage   3. Wanita Pengganti

    Sementara itu, Adriel langsung menuju ke rumahnya selepas mengantarkan Sandra. Wajahnya tampak lesu, jauh berbeda saat pertama dia keluar dari rumahnya. Dia memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi agar dapat segera sampai dan beristirahat. Entah mengapa, malam itu dia merasa lelah sekali.Baru saja sampai di depan rumahnya, Adriel melihat sebuah sedan merah parkir di depan pagar. Tatapannya tajam ke arah mobil itu. Dia melepas napas dengan keras.Seorang asisten rumah tangganya membuka pagar, Adriel langsung masuk ke dalam rumah. Pemilik mobil merah itu segera keluar dari mobil dan menyusulnua ke dalam."Sayang, aku minta maaf atas kejadian tadi." ujar wanita yang keluar dari mobil itu.Dia berlari mendapati Adriel yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Wanita itu masih mengenakan gaun merahnya, yang sengaja dibelikan Adriel untuk acara malam ini. Dengan riang, Adriel datang menjemput dan hendak membawanya ke hadapan kekuarga besarnya."Ak

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-18
  • Mutualism Marriage   Lamaran

    Adriel sudah menetapkan keputusan sementaranya untuk menikahi Sandra. Tidak ada pilihan, kakek dan neneknya sudah kepalang senang saat Sandra diperkenalkan pada mereka. Sebenarnya, Adriel heran, entah apa yang membuat kedua orang tua itu menyukainya.Adriel teringat pada ponsel gadis itu yang telah habis diperiksanya beberapa malam yang lalu. Entah mengapa juga, rasa penasarannya mencuat hingga dia tak sadar pagi sudah menjelang. Dia masih sibuk mengotak-atik ponsel si gadis.Hari itu, dia, Dewanda dan Melati pergi ke tempat kediaman orang tua Sandra untuk menyampaikan lamaran. Awalnya, Adriel tidak ingin melakukan prosesi itu. Namun, karena dikira pernikahan mereka adalah sungguhan, Dewanda memaksa untuk melaksanakannya sebagai penghormatan kepada calon besan.Sebelumnya, Adriel telah menghubungi Sandra untuk juga pulang ke kampungnya."Kami akan berangkat besok," beritahu Adriel lewat telepon."Aku gak bisa. Aku gak bisa libur mendadak, harus izin tig

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-20
  • Mutualism Marriage   5. Cerita Lama

    "Bapak kenal dengan ibu Ani?" tanya Damar tak menyangka."Iya, saya pernah bertemu dengannya dulu." Dewanda melirik istrinya dan Adriel bergantian."Di mana beliau sekarang?" tanya Dewanda pada Sandra."Dia dibawa ke rumah sakit di pinggir kota. Puskesmas di sini tidak mempunyai peralatan yang lengkap untuk menanganinya. Dia terkena serangan jantung," terang Sandra."Kita ke sana, Pak?" Maria tampak cemas sekali mendengar berita tentang ibu Ani, pendiri dan pemilik panti asuhan Belaian Kasih itu."Tapi ...." Damar melirik tamunya sejenak."Tidak apa, Pak. Kami juga ingin melihat keadaannya." Dewanda mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh calon besannya itu. Melati dan Adriel menoleh padanya secara bersamaan.Tanpa diskusi panjang, mereka langsung berangkat ke rumah sakit, tempat wanita yang sudah berusia lebih dari 70 tahun itu. Sandra ikut bersama Adriel di mobil, sementara Damar dan Melati memilih untuk naik sepeda motor saja deng

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-23
  • Mutualism Marriage   6. Kejutan di Kantor

    Sandra kembali ke kota bersama Adriel dan kedua kakek, neneknya. Sementara, Damar dan Maria masih tinggal di rumah sakit untuk menunggui ibu Ani. Sebenarnya, banyak pertanyaan di benak Sandra untuk calon suaminya itu. Salah satunya, bagaimana mereka bisa mengenal ibu Ani. Namun, semua itu diurungkannya, takut terlalu dalam masuk ke kehidupan pribadi mereka. Mengingat posisinya hanya sebagai istri pura-pura.Perjalanan yang ditempuhnya terasa sangat panjang karena keheningan yang mengisi ruang mobil. Hanya Melati yang sekali-sekali bertanya, itu pun dijawabnya dengan singkat. Setiap kali hendak menjawab pertanyaan Melati, Adriel selalu mengontrolnya dari kaca spion. Sandra paham itu adalah sebuah pengendalian agar dia tetap pada rencana kepura-puraan mereka.Tidak ada kata mesra dari Adriel saat mereka berpisah di kos Sandra, layaknya seorang kekasih. Dia sengaja mengantar Sandra ke depan pagar agar terlihat romantis oleh kakek dan neneknya. Padahal, hanya ada diam di a

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-25
  • Mutualism Marriage   7. Bos Baru Masalah Baru

    "Perhatian semuanya!" Arman mulai bersuara, semua mata fokus pada laki-laki paruh baya itu."Mungkin sebagian dari kalian sudah mendengar kabar ini, tentang perusahaan kita yang berpindah kepemilikan. Seperti yang dapat dilihat di hadapan kita saat ini, telah hadir pemilik baru dari perusahaan, Bapak Adriel Jhonatan." Arman mengarahkan tangannya ke arah Adriel.Semua mata serentak bergerak ke arahnya. Hampir wanita yang hadir berbinar memandangnya, tidak terkecuali Maya. Sepupu yang selalu menganggap remeh Sandra itu tanpa sadar menggigit bibirnya."Ganteng banget," bisik Mimi pada Sandra sambil menyenggol lengan sahabatnya itu."Kami seluruh karyawan PT. Domestik Distribution mengucapkan selamat datang kepada Bapak. Kami berharap, kiranya Bapak berkenan pada kami untuk mengabdi di perusahaan ini," sambut Arman pada Adriel. Adriel hanya mengangguk pelan dengan tatapan dinginnya, menyisir semua orang yang berdiri di hadapannya. Sudah dapat dipastikan, Sandra t

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-26
  • Mutualism Marriage   8. Otoritas Adriel

    Maya menyenggol lengan Sandra sebelum mempercepat langkahnya. Arman yang biasanya garang tidak dapat berkata apa-apa, bahkan untuk membela karyawan kesayangannya, Maya. Tak bisa dipungkiri, Sandra sedikit merasa di atas angin, meski ada kecemasan di hatinya. Bagaimana nasib pekerjaannya setelah ini.Sandra bergegas mengerjakan tugas dari Adriel. Sesuai dengan perintah tambahan dari Arman tadi setelah mereka keluar, Sandra harus segera menyerahkannya ke ruangan Adriel. Dengan sedikit keraguan, gadis itu mengetuk pintu ruangan Adriel kembali dengan surat yang sudah di tangannya."Masuk!" Suara baritonnya terdengar dari dalam.Sandra langsung membuka pintu dan masuk ke dalam ruangannya. Suasana di dalam lebih tegang dibandingkan tadi saat ada Arman. Menghadapi Adriel seorang diri yang menjadi bosnya, membuat jantung Sandra berdegub kencang."Saya mau menyerahkan surat itu," ujar Sandra sambil berjalan mendekati meja Adriel.Adriel mengambil kertas yang dil

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-29
  • Mutualism Marriage   9. Orang Ke Tiga

    Mereka sampai di sebuah butik khusus pakaian pengantin. Dapat dilihat dari gaun dan setelan jas yang dipajang di balik kaca. Kalau bukan menjaga harga diri di hadapan Adriel, Sandra sudah berdecak kagum melihat gaun-gaun super mewah dan cantik itu. Itu adalah mimpinya setiap kali dia dihina atas kesendiriannya, setiap kali Maya pamer tentang rencana pernikahannya. Sandra ingin sekali bisa berdiri di hadapan mereka dengan menggunakan gaun itu."Masuk," suruh Adriel karena Sandra yang terpana melihat gaun yang di pajang di etalase paling depan. Sandra segera sadar dan mengikuti Adriel ke dalam."Hai, sepertinya aku akan mendengar kabar baik, nih," sapa seorang wanita dengn akrabnya pada Adriel."Aku mau cari pakaian pengantin," balas Adriel, tetap saja dingin, meski wanita di hadapannya sudah tersenyum selebar mungkin."Nah, benar dugaanku, kan? Tapi, kok sendiri aja?" Wanita itu melihat di sekitar Adriel, seolah tidak melihat Sandra yang berdiri canggung d

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-31
  • Mutualism Marriage   10. Misi Awal

    "Aku akan tetap menikah dengannya." Adriel menjawab dengan pandangan lurus pada Sandra. Ada sesuatu yang membesar di ruang dada gadis itu akibat pernyataan Adriel. Sesuatu yang memang diharapkannya."Kamu sedang bercanda, kan Sayang." Pandangan Sandra beralih pada Alena ketika wanita itu menyebut Adriel demikian."Aku serius." Adriel sama sekali tidak menoleh pada wanita itu."Sayang, aku tahu kamu kecewa sekali padaku malam itu. Sekarang aku menyesal, aku berubah pikiran. Aku mohon, kamu harus mengubah keputusan konyol ini." Alena memelas pada Adriel. Dibiarkannya air matanya membanjiri pipi agar terlihat oleh Adriel."Ganti pakaianmu! Kita pergi dari sini." Adriel sama sekali tidak menggubris Alena.Sandra bergegas kembali ke kamar ganti, kali ini tidak ditemani oleh siapapun. Lolita lebih memilih untuk menenangkan sahabatnya yang terus memohon pada Adriel. Alena terlihat seperti pengemis cinta.Selesai mengenakan kembali pakaiannya, Sandra sege

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-31

Bab terbaru

  • Mutualism Marriage   45. Keberadaan Adriana

    Adriel menatap mereka berdua secara bergantian. Mereka seperti enggan untuk menceritakannya. Dia menyorot linangan air di lensa mata Maria. Napas Sandra pun terlihat tidak normal, seperti tertahan-tahan."Adriana telah meninggal setelah sepuluh tahun menjadi bagian keluarga kami." Ada getaran dalam kalimat Maria. Linangan air itu memenuhi rongga matanya dan hendak meluap."Kami mengadopsinya dari panti asuhan Belaian Kasih. Dia adalah korban kecelakaan dan kedua orang tuanya meninggal. Beruntung dia selamat." Sebuah senyuman pahit terbit di wajahnya yang penuh guratan menua."Namun, tak seperti yang diharapkan. Kecelakaan itu menyisakan penderitaan baginya. Beberapa kali dia mengalami kejang dan kesakitan. Kondisi panti saat itu tidak memungkinkan untuk merawatnya. Entah mengapa juga, hati kami tergerak untuk mengadopsinya." Maria kembali tersenyum pilu mengenang Adriana."Lalu?"Sekuat hati Adriel berusaha bersikap biasa saja, seolah yang mengalami itu bukan adik kan

  • Mutualism Marriage   44. Cerita Lama

    "Pak Anto," sahut Damar dari dalam. Ia berjalan menghampiri pria itu yang masih berdiri di ambang pintu."Aku ingin menyampaikan sesuatu," ujarnya dengan suara dipelankan, namun dapat terdengar jelas oleh Adriel dan Sandra."Nanti saja kita bicarakan, Pak. Anak dan menantu saya baru saja datang." Damar melirik sebentar ke dalam rumah, sambil tersenyum sungkan pada Adriel. Dia tampak sekali salah tingkah.Anto berusaha menganalisa arti kedipan mata Damar, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berpamitan. Sekejap menoleh Adriel yang tengah memandangnya penuh selidik.Adriel ingat betul wajah laki-laki yang menemukannya bersama Adriana di tengah hutan dekat tepi jurang saat itu. Dia tak sanggup lagi menangis karena harus menenangkan adiknya yang terisak meraung-raung. Hanya saja air matanya turun bagai aliran air dari mata air."Anto," sebutnya dalam hati.Baru kali ini dia mengetahui nama pria itu. Setelah menemukan mereka, Anto membawanya ke panti asuhan, bertemu deng

  • Mutualism Marriage   43. Kembali ke Masa Lalu

    Matahari belum terlalu tinggi saat mereka sampai di desa kediaman orang tua Sandra. Adriel memilih berjalan pagi sekali agar bisa santai, mengingat kondisi Sandra. Beruntung, Sandra sudah melewati masa-masa mualnya sehingga perjalanan dapat ditempuh dengan mulus."Stop, stop." Tiba-tiba Sandra meminta sopir memberhentikan mobil ketika melewati Panti Asuhan Belaian Kasih.Hampir tidak dapat dipercayainya, melihat bangunan tua dan reok itu sudah berubah menjadi bangunan baru dan kokoh. Adriel tahu apa yang membuat istrinya ingin berhenti, tapi dia tak ingin memberi tahunya sekarang. Sandra akan mengetahui saat semuanya sudah jelas.Bukan tanpa alasan Adriel mau menemani Sandra menemui orang tuanya. Sejak mengetahui bahwa Damar dan Maria yang mengadopsi Adriana, dia berusaha mencari waktu untuk membicarakannya."Aku sudah terlalu lama tidak ke sini. Tapi, siapa yang melakukannya?" oceh Sandra sendiri entah pada siapa dia bicara. Tapi, dia yakin kedua orang di dekatnya, mend

  • Mutualism Marriage   42. Duka Adriel

    Bi Tuti mengingat-ingat, matanya berotasi seperti anak sekolah yang sedang berkutat dengan hafalannya. Kemudian dia menggeleng perlahan."Pernah, sih." Wajahnya mendadak masam.Seperti yang ditakutinya, seketika itu juga hati Sandra mencelos. Baru saja ia merasakan manis perhatian Adriel ditambah bumbu godaan dari Bi Tuti, kini dia kembali dibawa ke alam sadar. Sandra harus sadar diri bahwa pernikahannya dengan Adriel hanya sebatas sebuah perjanjian sementara. Semua yang dilakukan suaminya adalah untuk mencapai tujuannya."Tapi, Nyonya ...." Bi Tuti buru-buru memperbaiki informasi yang diberikannya setelah melihat ekspresi Sandra."Bukan Tuan yang membawanya, dia yang datang sendiri," lanjutnya lagi."Siapa? Alena?" tebak Sandra yakin dengan mata tajam menyorot kepolosan seorang Tuti."Nyonya kenal? Pasti sedih sekali jika mengetahui mantan suami." Bi Tuti berlagak sedih seolah pernah merasakannya juga.Sandra hanya menarik kedua sudut bibirnya untuk memaksakan

  • Mutualism Marriage   41. Menahan Rasa

    Sandra terlena, pertahanannya kacau oleh sihir Adriel. Dia tak mampu menahan ketika bibir Adriel bekerja nakal. Pagutan laki-laki itu tak terbantahkan.Mereka masih berada di depan pintu kamar. Adriel tidak perlu takut ketahuan oleh siapapun di dalam rumah, ini adalah rumahnya. Dia juga tak perlu takut dimarahi karena Sandra adalah istrinya.Sandra merasakan dirinya semakin lemah. Bukan, hatinya yang lemah. Lidah Adriel telah menerobos masuk, mencari pasangannya. Organ tak bertulang itu begitu liar, memberi sensasi lain yang belum pernah dirasakan oleh Sandra.Ya, ini adalah kali pertamanya meski sebelumnya mereka pernah menyatu. Tidak seperti waktu lalu, Adriel tanpa permisi langsung pada intinya. Menerobos masuk tanpa pembukan, sangat menyakiti. Kali ini, Adriel meminta dengan penuh kelembutan.Dengan mudah, tanpa melepas pelukan dan pagutan, Adriel berhasil membawa Sandra masuk ke dalam kamar. Pintu tertutup dengan pelan, sepelan langkah mereka menuju ranjang lu

  • Mutualism Marriage   40. Cemburu

    Adriel mendongak sebentar, lalu kembali menatap meja. Wajahnya datar, tak ada ekspresi kaget kedatangan mantan kekasih.Ya, mantan. Sejak dia melihat langsung, kekasihnya itu berada dalam kamar bersama Denis, dia sudah tak menganggapnya kekasih lagi. Rasa yang selalu bergejolak setiap kali bertemu Alena, mendadak sirna, bagaikan goresan pasir terhapus ombak."Aku gak masalah, kamu kembali padanya untuk sementara waktu. Semua demi masa depan kita, kan? Tapi, gak gini juga, Sayang. Masa kamu mau makan di tempat seperti ini." Suara Alena terlalu nyaring, tak menyadari sepasang telinga milik penjual nasi goreng itu ikut mendengarnya. Wajahnya mengguratkan ketidaksenangan atas ucapan Alena."Kalau sudah selesai makan, kita langsung balik, ya," pinta Adriel pada Sandra. Wajahnya yang tenang berubah kusam.Alih-alih menjawab dan menanggapi Alena, dia malah menarik tangan Sandra yang tidak jadi menghabiskan nasi gorengnya. Seleranya menguap akibat kedatangan Alena.Sandra men

  • Mutualism Marriage   39. Keanehan Adriel

    Sandra memaksa matanya untuk terbuka meski terasa sangat berat. Hampir pagi baru dia berhasil terlelap setelah lelah dengan segala pikirannya.Dia merasa ada aktivitas di dalam kamar. Terbiasa sendiri di dalam kamar, membuat dia merasa risih jika ada orang lain.Adriel sudah berpakaian lengkap, bersiap ke kantor. Tidak dapat dipungkirinya, laki-laki itu sangat tampan dan mampu mendominasi hati setiap wanita yang berada di dekatnya. Seperti Sandra saat ini yang berada sekamar dengannya.Aroma parumnya menyeruak di hidung Sandra. Wangi, tapi entah mengapa Sandra merasa mual. Dia langsung menutup mulutnya."Mual lagi?" Adriel menghampirinya.Sandra menahan dengan telapak tangannya, memberi isyarat agar Adriel menjauh. Kedua alis laki-laki itu terangkat, membentuk beberapa lipatan vertikal di dahinya."Aroma parfummu," ucap Sandra dengan mulut tertutup.Adriel mencium kedua pundaknya sendiri bergantian, memastikan aromanya yang sebenarnya sangat wangi."Ada beber

  • Mutualism Marriage   38. Kembali ke Rumah

    Sandra sudah berada di dalam mobil bersama Adriel. Membahas mengenai hubungan mereka akan semakin membuatnya lelah hati. Akhirnya, dia memilih untuk diam dan menunggu apapun keputusan laki-laki yang sedang sibuk dengan kemudi di sampingnya.Mereka sampai di rumah Adriel. Ibu Tuti sudah menunggu, berlari mendapati Sandra untuk membantunya turun dari mobil."Dokternya sudah dihubungi?" tanya Adriel pada wanita paruh baya itu."Sudah, Tuan. Sebentar lagi dia akan sampai," jawab Tuti punuh hormat.Tidak lama kemudian, dokter yang dimaksud juga datang. Sandra sudah dibawa ke kamar Adriel."Kenapa di sini?" tanya Sandra pada Bi Tuti."Tuan yang menyuruh, Nyonya."Sandra mengernyitkan dahinya, tidak mengerti pada perubahan sikap Adriel. Bukankah dia berencana akan menceraikannya, lalu mengapa harus berlaku seperti ini."Apa jangan-jangan dia mengubah keputusannya kembali? Dasar plin plan. Dia mau aku melahirkan anak ini untuknya. Cuih, dasar laki-laki egois." Sandra

  • Mutualism Marriage   37. Fakta Tentang Sandra

    Bu Ani sedang tidak dalam keadaan sehat. Sejak pertemuannya dengan Dewanda dan Melati, kondisinya menurun. Beruntung tidak sampai dirawat kembali, cukup istirahat di rumah.Saat Adriel ke rumahnya, menantunya yang selalu ada mendampingi, memperingatkan. Adriel berjanji hanya membicarakan soal panti asuhan agar mendapatkan izin.Benar saja, saat Ani keluar dari kamarnya, Adriel dapat melihat kelelahan di wajahnya. Tapi, dia tampak sedikit bersemangat ketika mendengar siapa yang datang."Apa Ibu kuat?" tanya Adriel tulus karena melihat kondisinya."Tidak apa-apa, saya hanya kecapean. Namanya juga sudah tua." Ani memaksa senyum di wajah keriputnya."Saya hanya memberitahu bahwa saya sudah selesai dengan data-data itu. Ternyata tidak semudah itu menemukan mereka kembali." Adriel tampak murung dengan kalimat terakhirnya."Maaf telah merepotkan," sesal Ani."Tidak apa." Adriel meresponnya dengan senyuman."O ya, ada yang ingin saya tanyakan perihal Sandra." Adriel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status