Baru saja Aji merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sebuah ketukan pelan dari luar membuatnya bangkit berdiri untuk membuka pintu.
"Ada apa, Paman?" tanya Aji, dengan mata menahan kantuk yang mulai menyerang.
"Paduka sudah tiba, Aji. Dia ingin bertemu denganmu. Bilangnya ada yang ingin beliau tanyakan kepadamu!"
"Tentang apa, Paman?'" Aji kembali bertanya.
"Entahlah. Sebaiknya kau temui beliau terlebih dahulu," jawab Ki Mangkubumi. "Aku mau ke belakang sebentar, ada yang harus kulakukan."
"Baik, Paman." Aji menutup pintu kamarnya perlahan. Setelah itu mereka berdua berjalan berbeda arah.
Ki Mangkubumi sengaja tidak ingin mencampuri urusan Aji. Dia tahu jika calon menantunya itu pasti sudah punya jawaban atas pertanyaan yang nantinya akan diajukan Raja Wanajaya.
Aji membungkuk memberi hormat kepada Raja Wanajaya. "Hormat hamba, Paduka."
Raja Wanajaya tersenyum ramah. "Duduklah. Ada yang ingin kubicarakan d
"Benar, Kisanak. Guru ingin bertemu dengan kisanak sebelum acara pernikahan dimulai.""Tapi kenapa Ki Mangkubumi ingin bertemu denganku?" tanya Lelaki itu penasaran.Murid tersebut mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak tahu, Kisanak. Mungkin ada sesuatu yang penting ingin guru bicarakan."Setelah berpikir sejenak, lelaki yang juga peserta turnamen itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Mari kembali kita temui beliau. Aku juga penasaran apa yang ingin beliau bicarakan denganku," ucapnya sambil tersenyum kecil.Di dalam rumah, Rangga, Ki Mangkubumi dan Raja Wanajaya sedang berbicara dengan begitu serius. Tapi tidak terlihat Aji di antara mereka bertiga. Lelaki tampan itu sedang bersiap-siap untuk acara pernikahan yang tidak lama lagi akan dilangsungkan."Itu dia yang dimaksud Aji, Paduka," ucap Rangga seraya memandang murid ayahnya berjalan bersama lelaki yang tadi dijemputnya."Dia masih begitu muda, apa Aji tidak salah
"Hamba bersedia, Paduka. Tapi sebelumnya untuk beberapa saat lamanya hamba perlu belajar tentang ilmu pemerintahan. Jujur hamba tidak memiliki sedikit pun wawasan tentang masalah itu, tapi hamba bukan orang yang malas untuk belajar," balas Sanjaya."Tepat seperti yang hamba kira, Paduka. Hamba yakin Sanjaya adalah sosok yang bisa diandalkan nantinya untuk kerajaam Cakrabuana," Aji menimpali ucapan Sanjaya. Lelaki tampan itu kemudian berdiri karena acara sakral penikahan akan segera dimulai."Dan pesan buatmu, Sanjaya ... Jika nanti sudah menjadi pejabat istana, jangan sekali-kali memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan rakyat. Jaga dan emban amanah yang sudah diberikan kepadamu. Jadilah sosok yang selalu bertanggung jawab atas apa yang sudah dan akan kau lakukan!" tambahnya.Sanjaya mengangguk, "Aku berjanji, Tuan. Terima kasih telah memberikan kesempatan yang istimewa ini buatku."Aji memandang sanjaya sesaat sebelum melangkahkan k
"Keputusan Raja Wanajaya itu begitu menghina kita, Tetua. Kita tidak bisa berdiam diri mendapat penghinaan seperti itu!" ucap seorang lelaki berumur setengah baya yang memakai pakaian berwarna serba merah. Di dada kirinya terdapat logo dua celurit yang menyilang."Cokro! kita berkumpul di sini karena tujuan itu, bukan? Kenapa kau harus menegaskan lagi?" balas lelaki tua berjenggot putih panjang. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat besi berwarna hitam dan bergagang tengkorak."Maaf, Tetua Suwarta. Bukan maksudku untuk membuat tetua marah. Lalu kapan kita bergerak menyerang?" Lelaki bernama Cokro, yang juga ketua dari perguruan Celurit kembar terlihat begitu takut kepada lelaki tua tersebut."Tidak semudah itu kita asal menyerang, Cokro. Apa kau tidak tahu jika di dalam juga ada pasukan khusus kerajaan Cakrabuana. Meskipun jumlahnya hanya 200 orang, tapi mereka bukan prajurit sembarangan. Selain itu ada juga anggota perguruan Pedang Naga, dan jangan
"Tampaknya pengantin baru sudah bangun dari tidurnya," ucap Raja Wanajaya seraya mengulum senyumnya. "Duduklah bersama kami di sini!" tambahnya.Aji terkekeh pelan karena sudah paham arah ucapan penguasa kerajaan Cakrabuana tersebut. Dia dan Ratih memilih kursi di samping Raja Wanajaya sebelum meletakkan pantat mereka di bantalan kursi yang empuk."Berapa kali?" Raja Wanajaya mendekatkan bibirnya ke telinga Aji seraya berbisik pelan.Aji mengulum senyumnya dan kemudian menunjukkan 4 jarinya kepada raja berusia setengah abad tersebut.Raja Wanajaya dibuat terkejut sampai sedikit menarik badannya ke belakang. Tatapan matanya menyisakan pertanyaan besar yang disambut Aji dengan senyum khasnya."Apa Paduka ingin tahu rahasianya?" balas Aji sambil berbisik pula.Raja Wanajaya mengangguk pelan, "Apa memakai ramuan atau semacamnya?" Rasa penasarannya begitu besar."Tidak perlu, Paduka. Nanti saja kal
Ki Mangkubumi bergerak cepat setelah Aji memberi peringatan. Ketua perguruan Pedang Naga itu berteriak keras memberi perintah kepada pasukan khusus untuk membawa Raja Wanajaya pergi dari tempat itu.Dan benar saja. Pertempuran pun akhirnya pecah di dalam komplek perguruan yang diampu oleh Ki Mangkubumi tersebut.Anggota aliran hitam yang dipimpin Suwarta, Harsa dan Cokro tiba-tiba saja menyerang siapapun yang ada di dekat mereka.Suasana langsung ricuh seketika. Mereka yang tewas mengeluarkan suara lengkingan panjang menyayat hati. Dan tentu saja lengkingan kematian itu memantik keingin tahuan yang lain.Sadar sedang diserang, anngota perguruan Pedang Naga berlarian mengambil senjata mereka yang berada di gudang. Para pendekar yang mengikuti turnamen pun mau tak mau harus mencabut senjatanya masing-masing dan melakukan perlawanan.10 orang anggota pasukan khusus kerajaan Cakrabuana membawa Raja Wanajaya menjauh dan men
Kedatangan Rangga dengan membawa wajah kebingungan membuat Aji sedikit heran."Kita harus membantu yang di luar!" ucap Rangga. Raut wajahnya yang begitu kentara menunjukkan rasa bingungnya."Mereka juga menyerang di luar?" Kini Aji yang terlihat bingung. Dia menyangka jika fokus serangan hanya diarahkan di dalam kompleks perguruan. Tidak tahunya itu hanya dibuat pengalihan sesaat."Bukan hanya itu, mereka juga membantai rakyat tidak berdosa!" balas Rangga.Tanpa menunggu lagi, Aji bergerak melesat keluar dari kompleks perguruan Pedang Naga.Dalam waktu singkat, penglihatannya menangkap puluhan mayat sudah tergeletak tidak karuan di depannya. Semuanya bersimbah darah dengan luka-luka yang mengerikan.Sesaat berikutnya, Rangga sudah berdiri di dekatnya. Pandangannya tertuju kepada tiga orang yang berada di kejauhan dan tertawa penuh kepuasan."Sepertinya mereka bertiga pemimpin aliran hitam yang melakukan penyerangan i
"Cepat bantu Cokro!" perintah Suwarta kepada Harsa.Harsa mengangguk. Lelaki bertubuh tinggi besar itu bergerak mendekati Cokro yang sibuk menghilangkan rasa nyeri di tangannya."Kau minggir dulu. Biar dia merasakan kekuatanku!" ucapnya setelah berada di dekat Cokro."Hati-hati, Harsa! Dia tidak selemah kelihatannya." balas Cokro."Tenang saja! Dia tidak akan berkutik melawan pedangku ini!" Harsa mencabut pedang besar dari balik punggungnya.Tanpa banyak bicara, Harsa menyerang Aji dengan pedangnya. Kemampuan lelaki yang mengampu perguruan Pedang Pemburu Jiwa itu tidak bisa di bilang rendah. Kecepatannya dalam bergerak dan memainkan pedang besar di tangannya sangat lihai dan bervariasi.Tapi Aji sudah mengukur sampai sejauh mana kekuatan lawannya. Dari mereka bertiga yang memimpin penyerangan di hari pernikahannya, menurutnya hanya Suwarta yang memiliki ilmu kanuragan mumpuni. Melawan pedang
Dengan jurus Tebasan Pedang Kematian yang merupakan jurus andalan Perguruan Pedang Pemburu Jiwa, Harsa terus memberikan tekanan kepada Aji.Suara lirih berdesing karena udara yang terbelah akibat pedang besar Harsa, terdengar memasuki gendang telinga Aji. Dia sadar jika lawannya itu sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya.Mantan perampok yang tobat karena keadaan itu menghindari serangan demi serangan Harsa tanpa kesulitan berarti. Dia sudah mengukur sejauh mana kemampuan lelaki bertubuh tinggi besar yang memakai pedang besar sebagai senjata andalannya.Aji terus bergerak menangkis dan menghindari serangan Panca sambil mengamati pergerakan yang dilakukan lawannya. "Baru juga pertarungan berjalan, dan kau sudah mengeluarkan jurus terkuatmu?" Aji berdecak kecil dengan senyuman mencibir.Harsa sedikit terkejut karena lawannya itu tahu kalau dia sudah menggunakan jurus terkuatnya. "Kalau kau mau menyerah, lupakan saja! Aku tidak akan