Kedatangan Rangga dengan membawa wajah kebingungan membuat Aji sedikit heran.
"Kita harus membantu yang di luar!" ucap Rangga. Raut wajahnya yang begitu kentara menunjukkan rasa bingungnya.
"Mereka juga menyerang di luar?" Kini Aji yang terlihat bingung. Dia menyangka jika fokus serangan hanya diarahkan di dalam kompleks perguruan. Tidak tahunya itu hanya dibuat pengalihan sesaat.
"Bukan hanya itu, mereka juga membantai rakyat tidak berdosa!" balas Rangga.
Tanpa menunggu lagi, Aji bergerak melesat keluar dari kompleks perguruan Pedang Naga.
Dalam waktu singkat, penglihatannya menangkap puluhan mayat sudah tergeletak tidak karuan di depannya. Semuanya bersimbah darah dengan luka-luka yang mengerikan.
Sesaat berikutnya, Rangga sudah berdiri di dekatnya. Pandangannya tertuju kepada tiga orang yang berada di kejauhan dan tertawa penuh kepuasan.
"Sepertinya mereka bertiga pemimpin aliran hitam yang melakukan penyerangan i
"Cepat bantu Cokro!" perintah Suwarta kepada Harsa.Harsa mengangguk. Lelaki bertubuh tinggi besar itu bergerak mendekati Cokro yang sibuk menghilangkan rasa nyeri di tangannya."Kau minggir dulu. Biar dia merasakan kekuatanku!" ucapnya setelah berada di dekat Cokro."Hati-hati, Harsa! Dia tidak selemah kelihatannya." balas Cokro."Tenang saja! Dia tidak akan berkutik melawan pedangku ini!" Harsa mencabut pedang besar dari balik punggungnya.Tanpa banyak bicara, Harsa menyerang Aji dengan pedangnya. Kemampuan lelaki yang mengampu perguruan Pedang Pemburu Jiwa itu tidak bisa di bilang rendah. Kecepatannya dalam bergerak dan memainkan pedang besar di tangannya sangat lihai dan bervariasi.Tapi Aji sudah mengukur sampai sejauh mana kekuatan lawannya. Dari mereka bertiga yang memimpin penyerangan di hari pernikahannya, menurutnya hanya Suwarta yang memiliki ilmu kanuragan mumpuni. Melawan pedang
Dengan jurus Tebasan Pedang Kematian yang merupakan jurus andalan Perguruan Pedang Pemburu Jiwa, Harsa terus memberikan tekanan kepada Aji.Suara lirih berdesing karena udara yang terbelah akibat pedang besar Harsa, terdengar memasuki gendang telinga Aji. Dia sadar jika lawannya itu sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya.Mantan perampok yang tobat karena keadaan itu menghindari serangan demi serangan Harsa tanpa kesulitan berarti. Dia sudah mengukur sejauh mana kemampuan lelaki bertubuh tinggi besar yang memakai pedang besar sebagai senjata andalannya.Aji terus bergerak menangkis dan menghindari serangan Panca sambil mengamati pergerakan yang dilakukan lawannya. "Baru juga pertarungan berjalan, dan kau sudah mengeluarkan jurus terkuatmu?" Aji berdecak kecil dengan senyuman mencibir.Harsa sedikit terkejut karena lawannya itu tahu kalau dia sudah menggunakan jurus terkuatnya. "Kalau kau mau menyerah, lupakan saja! Aku tidak akan
Dengan kecepatan penuh, Aji melepaskan tusukan yang dengan telak menembus dada Harsa bagian kanan atas hingga tembus ke punggung. Beruntung bagi Harsa, tusukan tersebut tidak menembus paru-parunya dan membuatnya selamat dari kematian. Tapi dia terpaksa harus melepaskan pedang besarnya, karena tangan kanannya sudah tidak kuat lagi menahan beban. Kesempatan itu dimanfaatkan Aji dengan melepaskan tendangan kuat mengarah ke dada lelaki tinggi besar tersebut. Bugh! Harsa terdorong 8 langkah ke belakang saking kuatnya tendangan Aji. Darah segar pun tak ayal keluar dari luka bekas tusukan dan juga dari mulutnya yang mengalir deras. Pakaian yang dikenakannya pun sebagian sudah basah oleh darah yang mengalir keluar dari tubuhnya. Melihat lelaki tampan itu sudah menguasai keadaan melawan Harsa, Suwarta tidak tinggal diam. Setelah dalam jarak serang, ketua melompat tinggi dan melesat turun dengan cepat ke arah Aji yang sudah bersiap untuk mencabut nyawa Ha
Setelah benturan hebat tadi, Aji langsung menarik sedikit energi Pedang Naga Bumi dan mengalirkannya ke dalam tubuhnya untuk menekan keluar racun yang sedikit terhisap olehnya. Sedikit saja dia terlambat mengalirkan energi tersebut, bisa dipastikan racun itu akan langsung menyebar ke tubuhnya. Aji bergerak maju perlahan menuju Suwarta yang sedang memulihkan diri. Dia tidak berusaha menyerang langsung karena harus sedikit berhati-hati dengan racun yang dimiliki ketua perguruan Tengkorak Hitam tersebut. "Jangan bangga dulu, Anak Muda! Aku masih punya banyak jurus yang lainnya," kata Suwarta setelah Aji sudah berada di dekatnya. "Apa aku terlihat bertanya kepadamu?" Aji terkekeh pelan. Suwarta yang awalnya sedikit meremehkan Aji kini mulai berhati-hati. Meskipun dia masih memiliki beberapa jurus yang lain, dia tidak mau gegabah lagi menghadapi pemuda yang secara kekuatan tidak bisa diukirnya tersebut Tapi setelah benturan tadi,
Senyum kemenangan yang tadi tersungging di bibir Suwarta seketika lenyap. Dalam pandangannya, dia bahkan bisa melihat dengan matanya sendiri kalau lelaki tampan yang menjadi lawannya itu menangkis setiap serangannya dengan senyuman tipis di bibirnya. Dia mulai menduga jika Aji adalah pendekar yang mempunyai ilmu atau ajian untuk awet muda.Dugaannya itu tentu berdasar dari kemampuan ilmu kanuragan Aji yang bahkan ada di atasnya. Dan itu adalah sesuatu hal yang mustahil bila mengingat wajah Aji yang masih begitu muda.Suwarta kembali melakukan serangan dengan cepat. Keahliannya memainkan tongkat hitam andalannya memang tidak perlu diragukan lagi. Kombinasi kecepatan, kelincahan dan pengerahan tenaga dalam yang ditunjukkannya akan bisa membuat semua orang terkagum-kagum.Namun kemampuan Suwarta itu tidak berarti di hadapan Aji, dengan mudah dan tidak kalah cepat suami Ratih itu menangkis setiap serangan lawan. Bahkan di saat dia memberikan serang
"kalau kau kesulitan membagi fokusmu, bunuh dia secepat mungkin sebelum racun itu menyebar!""Baiklah!" Aji mengalirkan energinya dan menggunakan langkah angin untuk mempercepat gerakannya. Aji berpikir untuk menghentikan resapan kepulan racun dari tongkat hitam lawannya sebelum menghabisinya.Benturan keras kembali terjadi setelah tebasan tongkat hitam dari atas yang dilakukan Suwarta sambil melompat tinggi berhasil ditahan Aji dengan sempurna.Tubuh lelaki tua itu terpental balik dan berputar sekali sebelum mendarat ringan di atas tanah. Tangannya bergetar kuat akibat benturan yang baru saja terjadi."Kau harus mati!" Suwarta menggeram marahSeusai berucap, Ketua perguruan Tengkorak Hitam itu memasang kuda-kudanya dengan kokoh. Tongkat hitam di tangannya dia putar sekali dan kemudian ujungnya menunjuk ke depan.Tak ingin lelaki tampan itu bergerak menyerangnya terlebih dahulu, Suwarta memutuskan untuk kembali menyerang. Dia san
"Kau telah berani mengganggu tuanku, kau harus mati!" Suara Suwarta tiba-tiba berubah menjadi lebih serak dan berat.Aji mengernyitkan dahinya mendengar perubahan suara Suwarta. Seingatnya baru kali ini dia mendapat lawan yang mempunyai kemampuan aneh seperti itu. Dan yang membuatnya sedikit bingung, kekuatan Suwarta juga bertambah besar, meski tidak berkali-kali lipat."Kau tidak perlu bingung, Aji. Dia dirasuki siluman, tapi jenis siluman biasa," ucap kakek moyangnya di dalam pikiran Aji.Dengan senyum tipis tersungging di bibirnya, Aji kemudian membalas ucapan siluman tersebut. "Aku tidak tahu kau siluman jenis apa, tapi apa kau tidak rugi ikut dengan manusia berhati busuk seperti dia?""Jangan banyak bicara! Kau sudah membuat Tuanku terluka, maka kau harus membayarnya!" sahut siluman yang merasuki tubuh Suwarta."Ternyata kau tidak pernah bermain dengan logika. Jika dia bisa mengalahkanmu dengan kekuatannya yang hanya seperti itu, bagaima
"Enak saja kau pergi dari sini setelah membuat kekacauan. Kau kira aku akan membiarkan kau pergi begitu saja? Meski kau sembunyi di lubang hidung kecoa sekalipun, aku akan mengejar dan menemukanmu!" Suara Aji memang tidak keras, tapi begitu mengerikan terdengar di telinga Suwarta.Ketua perguruan Tengkorak Hitam itu seperti sedang berhadapan dengan dewa kematian yang siap untuk menjemput nyawanya.Seringai lebar yang ditunjukkan Aji seolah mencabik-cabik sisi ketakutannya yang terdalam. Suwarta benar-benar tidak bisa menguasai pikirannya yang dihantui kematian.Aji kemudian teringat dengan kepulan racun yang masih berada di sekitar kediaman Ki Mangkubumi dan dia harus menyerapnya menggunakan Pedang Naga Bumi."Bersiaplah dijemput dewa kematian!" Teriak Aji sembari melesat mengarahkan ujung pedangnya ke tubuh Suwarta."Aku tidak boleh kalah begitu saja!" begitu usaha Suwarta untuk memperkuat keyakinannya. Meski masih tidak ya