Setelah benturan hebat tadi, Aji langsung menarik sedikit energi Pedang Naga Bumi dan mengalirkannya ke dalam tubuhnya untuk menekan keluar racun yang sedikit terhisap olehnya. Sedikit saja dia terlambat mengalirkan energi tersebut, bisa dipastikan racun itu akan langsung menyebar ke tubuhnya.
Aji bergerak maju perlahan menuju Suwarta yang sedang memulihkan diri. Dia tidak berusaha menyerang langsung karena harus sedikit berhati-hati dengan racun yang dimiliki ketua perguruan Tengkorak Hitam tersebut.
"Jangan bangga dulu, Anak Muda! Aku masih punya banyak jurus yang lainnya," kata Suwarta setelah Aji sudah berada di dekatnya.
"Apa aku terlihat bertanya kepadamu?" Aji terkekeh pelan.
Suwarta yang awalnya sedikit meremehkan Aji kini mulai berhati-hati. Meskipun dia masih memiliki beberapa jurus yang lain, dia tidak mau gegabah lagi menghadapi pemuda yang secara kekuatan tidak bisa diukirnya tersebut
Tapi setelah benturan tadi,
Senyum kemenangan yang tadi tersungging di bibir Suwarta seketika lenyap. Dalam pandangannya, dia bahkan bisa melihat dengan matanya sendiri kalau lelaki tampan yang menjadi lawannya itu menangkis setiap serangannya dengan senyuman tipis di bibirnya. Dia mulai menduga jika Aji adalah pendekar yang mempunyai ilmu atau ajian untuk awet muda.Dugaannya itu tentu berdasar dari kemampuan ilmu kanuragan Aji yang bahkan ada di atasnya. Dan itu adalah sesuatu hal yang mustahil bila mengingat wajah Aji yang masih begitu muda.Suwarta kembali melakukan serangan dengan cepat. Keahliannya memainkan tongkat hitam andalannya memang tidak perlu diragukan lagi. Kombinasi kecepatan, kelincahan dan pengerahan tenaga dalam yang ditunjukkannya akan bisa membuat semua orang terkagum-kagum.Namun kemampuan Suwarta itu tidak berarti di hadapan Aji, dengan mudah dan tidak kalah cepat suami Ratih itu menangkis setiap serangan lawan. Bahkan di saat dia memberikan serang
"kalau kau kesulitan membagi fokusmu, bunuh dia secepat mungkin sebelum racun itu menyebar!""Baiklah!" Aji mengalirkan energinya dan menggunakan langkah angin untuk mempercepat gerakannya. Aji berpikir untuk menghentikan resapan kepulan racun dari tongkat hitam lawannya sebelum menghabisinya.Benturan keras kembali terjadi setelah tebasan tongkat hitam dari atas yang dilakukan Suwarta sambil melompat tinggi berhasil ditahan Aji dengan sempurna.Tubuh lelaki tua itu terpental balik dan berputar sekali sebelum mendarat ringan di atas tanah. Tangannya bergetar kuat akibat benturan yang baru saja terjadi."Kau harus mati!" Suwarta menggeram marahSeusai berucap, Ketua perguruan Tengkorak Hitam itu memasang kuda-kudanya dengan kokoh. Tongkat hitam di tangannya dia putar sekali dan kemudian ujungnya menunjuk ke depan.Tak ingin lelaki tampan itu bergerak menyerangnya terlebih dahulu, Suwarta memutuskan untuk kembali menyerang. Dia san
"Kau telah berani mengganggu tuanku, kau harus mati!" Suara Suwarta tiba-tiba berubah menjadi lebih serak dan berat.Aji mengernyitkan dahinya mendengar perubahan suara Suwarta. Seingatnya baru kali ini dia mendapat lawan yang mempunyai kemampuan aneh seperti itu. Dan yang membuatnya sedikit bingung, kekuatan Suwarta juga bertambah besar, meski tidak berkali-kali lipat."Kau tidak perlu bingung, Aji. Dia dirasuki siluman, tapi jenis siluman biasa," ucap kakek moyangnya di dalam pikiran Aji.Dengan senyum tipis tersungging di bibirnya, Aji kemudian membalas ucapan siluman tersebut. "Aku tidak tahu kau siluman jenis apa, tapi apa kau tidak rugi ikut dengan manusia berhati busuk seperti dia?""Jangan banyak bicara! Kau sudah membuat Tuanku terluka, maka kau harus membayarnya!" sahut siluman yang merasuki tubuh Suwarta."Ternyata kau tidak pernah bermain dengan logika. Jika dia bisa mengalahkanmu dengan kekuatannya yang hanya seperti itu, bagaima
"Enak saja kau pergi dari sini setelah membuat kekacauan. Kau kira aku akan membiarkan kau pergi begitu saja? Meski kau sembunyi di lubang hidung kecoa sekalipun, aku akan mengejar dan menemukanmu!" Suara Aji memang tidak keras, tapi begitu mengerikan terdengar di telinga Suwarta.Ketua perguruan Tengkorak Hitam itu seperti sedang berhadapan dengan dewa kematian yang siap untuk menjemput nyawanya.Seringai lebar yang ditunjukkan Aji seolah mencabik-cabik sisi ketakutannya yang terdalam. Suwarta benar-benar tidak bisa menguasai pikirannya yang dihantui kematian.Aji kemudian teringat dengan kepulan racun yang masih berada di sekitar kediaman Ki Mangkubumi dan dia harus menyerapnya menggunakan Pedang Naga Bumi."Bersiaplah dijemput dewa kematian!" Teriak Aji sembari melesat mengarahkan ujung pedangnya ke tubuh Suwarta."Aku tidak boleh kalah begitu saja!" begitu usaha Suwarta untuk memperkuat keyakinannya. Meski masih tidak ya
Aji menggelengkan kepalanya terheran-heran. Entah untuk berapa lama tanah yang menghitam itu tidak bisa ditanami apapun."Aku harus kembali," ucapnya dalam hati.Setelah memastikan semua racun yang berada di dalam bilah pedang Naga Bumi telah habis tak bersisa, Aji mencabut bilah pedang berwarna hitam kelam itu dan memasukkannya kembali ke dalam sarungnya .Sebelum kembali menuju kediaman Ki Mangkubumi, Aji mengarahkan pandangannya menuju gapura desa. Dia melihat sekitar 25 anggota aliran hitam berusaha melarikan diri keluar dari desa. Mereka tampaknya sadar jika sudah kalah dan berharap bisa menyelamatkan dirinya masing-masing jika segera meninggalka desa Kelor Arum.Tak ingin membiarkan orang-orang yang sudah mengacaukan acara pernikahannya pergi begitu saja, Aji melesat dengan kecepatan penuh mengejar mereka.Sambil berlari dengan begitu kencangnya, Aji mencabut Pedang Naga Bumi dan seketika dilesatkanya seran
Kekejaman yang dilakukan atas perintah Ki Mangkubumi memang bukannya tanpa alasan. 3 kesalahan besar sudah nyata mereka anggota aliran hitam itu lakukan. Mulai dari membuat kacau pesta pernikahan yang seharusnya masih berlangsung sampai esok hari, berniat membunuh Raja Wanajaya, hingga membunuh penduduk yang tidak berdosa.Andai ada hukuman yang lebih berat dari hukuman mati, niscaya Ki Mangkubumi akan melaksanakannya untuk membuat mereka jauh lebih menderita dari pada sekedar kematian.Raja Wanajaya dan Ratih keluar dari ruangan dengan dikawal sekitar 20 pasukan khusus, setelah Antasena memberi laporan jika penyerangan yang dilakukan anggota aliran hitam sudah berhasil dipadamkan.Penguasa kerajaan Cakrabuana itu menatap nanar hampir 300 mayat, baik dari anggota perguruan Pedang Naga, para peserta turnamen, anggota pasukan khusus, maupun dari anggota aliran hitam yang berserakan tidak karuan.Bau amis darah yang menyengat hidung m
Setelah terjadinya penyerangan yang dilakukan anggota aliran hitam, Raja Wanajaya memutuskan bahwa turnamen tidak perlu dilanjutkan lagi. Untuk memberi penghargaan kepada para peserta yang ikut berpartisipasi menanggulangi serangan tersebut, maka penguasa kerajaan Cakrabuana itu mengangkat semua peserta untuk menjadi anggota pasukan khusus kerajaan.Dalam beberapa hari, semua murid perguruan Pedang Naga bersama pasukan khusus yang masih hidup, berjibaku untuk membenahi kerusakan yang terjadi. Selain itu mereka juga menguburkan semua mayat tanpa terkecuali.Raja Wanajaya sendiri dua hari setelah kejadian langsung kembali menuju Kotaraja kerajaan Cakrabuana. Raja berumur setengah abad itu masih sedikit shock dengan kejadian yang hampir merenggut nyawanya.Selang seminggu setelah kejadian yang mengakibatkan melayangnya lebih dari 700 nyawa, Aji dan Ratih berbicara khusus kepada Ki Mangkubumi dan Rangga."Ayah, aku telah berbicara deng
Pasca kejadian penyerangan yang dilakukan 3 perguruan aliran hitam yang menewaskan ratusan nyawa, Aji bersumpah akan menumpas dimanapun ada perguruan aliran hitam.Dan kini selama perjalanan menuju gunung Merapi, kesempatan untuknya terbentang begitu luas. Sebab menurut informasi yang dia dapatkan selama di istana, ada sekitar 5 sampai 7 perguruan aliran hitam.Namun berdasar dari pengalamannya, tidak semua aliran hitam itu memiliki sifat yang buruk, jadi dia masih tetap harus memilah mana perguruan ataupun pendekar yang tetap dibiarkan hidup dan mana yang harus dihabisi.Hingga menjelang sore hari, sepasang pendekar itu terus melaju menyusuri jalanan setapak. Tidak jauh di depan mereka kira-kira 200 meter jauhnya, sebuah hutan membentang luas seolah hendak menghadang perjalanan mereka berdua. Tanpa ada rasa curiga dan takut sedikitpun, Aji memacu kuda hitam besar yang dia beri nama Sembrani, hingga mendekati bibir hutan.Berbekal pengal