"Kita tidak punya rencana lain sekarang. Kalau kau punca rencana untuk melumpuhkannya, katakan sekarang!" sahut yang lain.
"Apa kalian sudah berdiskusi untuk siap mati?" cibir Aji. Ujung bilah Pedang Kegelapan diarahkannya tertuju kepada mereka berempat, "Jangan harap aku akan membiarkan kalian hidup lebih lama!" tambahnya.
"Sialan! Kita sudah salah memilih lawan."
"Kita bukan salah memilih lawan, tapi memang tugas kita menjaga kedalaman hutan ini dan tidak membiarkan siapapun boleh memasukinya."
"Kalian sudah membuang waktuku!" teriak Aji, lalu melesat maju memberi serangan. Langkah angin dikerahkannya untuk mempercepat serangannya.
Tak pelak kecepatan Aji yang jauh meningkat membuat 4 Jagal Hitam kelimpungan dibuatnya. Mereka tak pernah mengira jika tenaga dalam yang dimiliki lawannya masih begitu banyak. Sedangkan mereka sendiri sudah hampir kehabisan tenaga dalam karena menggunakan formasi Pedang Terbang dan mengendalikan Peda
"Terima kasih, Kisanak," ucap Aji. Pandangannya menoleh samping ketika Ratih sudah berada di sampingnya.Lelaki tampan itu melompat ke atas punggung kudanya dan memacunya cepat membelah hutan luas tersebut. Rangga dan Bargowo lebih dulu memacu kuda mereka, karena masalah sudah dipastikan tidak akan lagi setelahnya."Untung aku mengawasi kalian dari atas selama pertarungan. Dia tadi juga sudah mengetahui keberadaanku sebenarnya, tapi entah kenapa dia membiarkanku saja," kata lelaki bungkuk itu, setelah Aji dan yang lainnya pergi meninggalkan mereka."Apa guru pernah mengenal atau mendengar tentangnya?""Tidak, tapi pedang pusaka yang digunakannya itu memiliki kekuatan yang sangat mengerikan jika kekuatannya sudah sepenuhnya dia keluarkan."4 Jagal Hitam menelan ludahnya berkali-kali. Mereka baru sadar jika lawan mereka mengeluarkan kekuatannya sejak awal, maka mereka tidak akan bisa bertahan lama.Hingga hampir menjelang malam, me
Aji tentu saja seketika dibuat terkejut. Padahal penerimaan para prajurit tadi malam baik-baik saja terhadap mereka. Tapi kenapa sikap mereka berbeda saat ini."Tapi atas dasar apa kami tidak boleh meninggalkan kadipaten ini, Tuan? Apa kesalahan yang telah kami lakukan?""Kalian tadi malam telah melanggar waktu yang sudah ditetapkan ketika masuk ke dalam kadipaten Sarirejo ini," jawab seorang prajurit."Melanggar apa? Teman kalian yang berjaga di pintu gerbang mengijinkan kami masuk tadi malam!" bantah Aji."Sudah jangan banyak bicara, segera ikut kami!" bentak seorang prajurit.Aji sedikit mengernyitkan dahinya ketika sekilas melihat dua orang prajurit yang lain tersenyum tipis. Dia merasa ada yang janggal dengan sikap yang ditunjukkan prajurit kadipaten Sarirejo.Untuk membuktikan rasa penasarannya, dia pun berpikiran untuk mengikuti permainan para prajurit itu. Dia yakin ada sesuatu di balik sikap yang
"Sekarang kau mau apa, Adipati mes*m? Aji tersenyum menyeringai menunjukkan sisi bengisnya."Kau bisa saja menjatuhkan tangan dan nafsumu kepada setiap wanita yang kau kehendaki, tapi tidak kepada kekasihku! Aku tidak perlu tahu sudah berapa wanita yang kau injak-injak dan kau nodai kehormatannya. Hari ini aku sudah melihat sendiri bukti yang membuatku bisa untuk memberimu hukuman mati." Aji mempererat cengkeraman tangannya hingga membuat Adipati tersebut semakin sulit untuk bernafas.Para prajurit yang ada di aula itu hanya diam tak berani bergerak sedikitpun. Melihat pemimpin mereka nyawanya sudah di ujung tanduk membuat mereka kebingungan. Belum lagi Bargowo dengan golok besarnya tentu akan dengan mudah membelah tubuh mereka jika berani maju barang selangkahpun."A-aku tidak bermaksud buruk kepada kekasihmu, Pendekar. Dan tuduhanmu itu tidak be-benar, aku tidak pernah menodai wanita manapun." Tergagap Adipati tersebut mencoba membela diri.
Para prajurit itu tersentak kaget, karena lelaki tampan yang sedang menatap tajam ke arah mereka itu seolah-olah bisa membaca apa yang ada di dalam hati mereka. Dan itu membuat ketakutan mereka semakin membesar."Begini saja." Aji tiba-tiba berubah pikiran. "Aku tidak akan melaporkan perbuatan kalian kepada Paduka Raja. Tapi kalian harus benar-benar berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama! Dan jika aku nanti mendengar satu saja prajurit Kadipaten Sarirejo ini mengulangi kesalahannya, maka seluruh prajurit yang ada di kabupaten ini akan mendapat hukuman berat.""Dan ada lagi, jika para prajurit yang ada di luar aula ini berani menghalangi jalan kami menuju istana di Kotaraja, maka aku tidak akan membiarkan satupun dari kalian yang hidup! Kalau kalian tidak percaya aku bisa membunuh kalian semua, maka buktikan saja!" sambung Aji. Senyumnya terlihat begitu dingin tapi memberikan intimidasi yang sangat kuat.Para prajurit itu hanya terdiam dan
Raja Wanajaya sedikit terkejut dengan kedatangan keduanya. Penguasa kerajaan Cakrabuana itu bergegas menuju aula untuk menemui keduanya."Hormat kami, Paduka." Rangga dan Bargowo membungkukkan badannya ketika Raja Wanajaya memasuki aula."Silahkan duduk kembali!" kata Raja Wanajaya sebelum duduk kursi singgasananya."Di mana Antasena dan pasukannya? Kenapa dia tidak bersama kalian?" sambungnya bertanya."Tuan Antasena menyusul di belakang bersama Tuan Adipati Hanggareksa, Paduka. Mungkin besok atau lusa mereka akan tiba di sini," jawab Rangga."Berarti pemberontakan Dananjaya sudah dapat dipadamkan?""Sudah, Paduka. Bahkan Pangeran Dananjaya sudah dalam perjalanan kemari. Dia dibawa Tuan Senopati Wikrama 3 hari yang lalu. Perkiraan paling cepat besok sudah sampai di sini," tutur Rangga menjelaskan."Tapi kenapa kalian tidak bersama dengan Senopati Wikrama?"Rangga dan Bargowo bingung untuk menjawab
Bukan hanya para prajurit yang terkejut, Bargowo dan Rangga pun sudah mengalami keterkejutan yang sama Mereka tak menduga jika seseorang Raja Wanajaya bisa berubah pikiran dalam waktu yang begitu singkatRangga melirik kecil pada Bargowo. Bisa jadi ultimatum yang diberikan sesosok lelaki bertubuh tinggi besar itu membuat penguasa kerajaan Cakrabuana tersebut tersentuh hatinya."Setidaknya kita tidak perlu tidur di lantai yang lembab." Rangga berucap kepada Bargowo seraya mengangkat kedua alisnya.Mereka berdua akhirnya digiring keluar dari aula dan menuju sebuah kamar yang memang sudah disiapkan untuk tamu.Keesokan harinya menjelang matahari tepat berada di atas kepala, Aji bersama Ratih keluar dari penginapan untuk mencari tempat makan. Bersamaan dengan itu, tanpa diduga mereka berdua, rombongan besar prajurit yang dipimpin oleh Senopati Wikrama akhirnya tiba di istana kerajaan Cakrabuana. Dan itu sudah sedikit meleset dengan prediksi
Raja Wanajaya mengernyitkan dahinya. Belum sempat dia berbicara, pintu aula terbuka dari luar. Terlihat Bargowo bersama Rangga memasuki aula.Raut muka masam yang ditunjukkan Bargowo membuat Adipati Hanggareksa heran. Dia berpikiran pasti ada sesuatu yang membuat sosok bertubuh tinggi besar itu terlihat begitu kecewa."Sekarang katakan sebenarnya siapa yang berjasa menyelesaikan pemberontakan Dananjaya?" tanya Raja Wanajaya."Sebenarnya yang paling berjasa bukan aku, Tuan Senopati ataupun Antasena, melainkan Aji, Paduka. Jika tidak ada dia, maka Kadipaten Tanjung Rejo saat ini pasti sudah dikuasai Pangeran Dananjaya," jawab Adipati Hanggareksa seraya melirik Senopati Wikrama."Senopati Wikrama dan pasukannya datang sesaat sebelum Pangeran Dananjaya dan pasukannya kalah. Jadi sebenarnya tanpa bantuan pasukan dari istana, kami bisa sendiri memadamkan pemberontakan Pangeran Dananjaya, Paduka. Antasena saksi hidup yang bisa Paduka tanyai," sambung
Raja Wanajaya mengangkat surat itu dan menunjukkannya kepada semua orang yang ada di dalam aula tersebut.Namun belum sempat penguasa kerajaan Cakrabuana itu berbicara, pintu aula tiba-tiba terbuka. semua pasang mata kepada Bargowo bersama Aji dan Ratih yang memasuki aula."Mohon maaf karena hamba sudah menyela, Paduka. Dialah yang bernama Aji, dan gadis itu bernama Ratih. Bersama Rangga dan Bargowo, mereka berempatlah pahlawan bagi Kadipaten Tanjungrejo. jika tidak ada mereka berempat, mungkin saat ini Kadipaten Tanjungrejo sudah dikuasai Pangeran Dananjaya, dan besar kemungkinan kebenaran tentang surat itu tidak akan pernah terkuak," ucap Adipati Hanggareksa memberi hormat."Hormat kami berdua, Paduka." Aji dan Ratih sedikit memundukkan kepalanya memberi hormat.Raja Wanajaya membalas hormat keduanya dengan anggukan kepala. Setelah itu dia kembali memandang Pangeran Dananjaya dan Senopati Wikrama bergantian."Stempel ini adalah stempel yang