Raja Wanajaya sedikit terkejut dengan kedatangan keduanya. Penguasa kerajaan Cakrabuana itu bergegas menuju aula untuk menemui keduanya.
"Hormat kami, Paduka." Rangga dan Bargowo membungkukkan badannya ketika Raja Wanajaya memasuki aula.
"Silahkan duduk kembali!" kata Raja Wanajaya sebelum duduk kursi singgasananya.
"Di mana Antasena dan pasukannya? Kenapa dia tidak bersama kalian?" sambungnya bertanya.
"Tuan Antasena menyusul di belakang bersama Tuan Adipati Hanggareksa, Paduka. Mungkin besok atau lusa mereka akan tiba di sini," jawab Rangga.
"Berarti pemberontakan Dananjaya sudah dapat dipadamkan?"
"Sudah, Paduka. Bahkan Pangeran Dananjaya sudah dalam perjalanan kemari. Dia dibawa Tuan Senopati Wikrama 3 hari yang lalu. Perkiraan paling cepat besok sudah sampai di sini," tutur Rangga menjelaskan.
"Tapi kenapa kalian tidak bersama dengan Senopati Wikrama?"
Rangga dan Bargowo bingung untuk menjawab
Bukan hanya para prajurit yang terkejut, Bargowo dan Rangga pun sudah mengalami keterkejutan yang sama Mereka tak menduga jika seseorang Raja Wanajaya bisa berubah pikiran dalam waktu yang begitu singkatRangga melirik kecil pada Bargowo. Bisa jadi ultimatum yang diberikan sesosok lelaki bertubuh tinggi besar itu membuat penguasa kerajaan Cakrabuana tersebut tersentuh hatinya."Setidaknya kita tidak perlu tidur di lantai yang lembab." Rangga berucap kepada Bargowo seraya mengangkat kedua alisnya.Mereka berdua akhirnya digiring keluar dari aula dan menuju sebuah kamar yang memang sudah disiapkan untuk tamu.Keesokan harinya menjelang matahari tepat berada di atas kepala, Aji bersama Ratih keluar dari penginapan untuk mencari tempat makan. Bersamaan dengan itu, tanpa diduga mereka berdua, rombongan besar prajurit yang dipimpin oleh Senopati Wikrama akhirnya tiba di istana kerajaan Cakrabuana. Dan itu sudah sedikit meleset dengan prediksi
Raja Wanajaya mengernyitkan dahinya. Belum sempat dia berbicara, pintu aula terbuka dari luar. Terlihat Bargowo bersama Rangga memasuki aula.Raut muka masam yang ditunjukkan Bargowo membuat Adipati Hanggareksa heran. Dia berpikiran pasti ada sesuatu yang membuat sosok bertubuh tinggi besar itu terlihat begitu kecewa."Sekarang katakan sebenarnya siapa yang berjasa menyelesaikan pemberontakan Dananjaya?" tanya Raja Wanajaya."Sebenarnya yang paling berjasa bukan aku, Tuan Senopati ataupun Antasena, melainkan Aji, Paduka. Jika tidak ada dia, maka Kadipaten Tanjung Rejo saat ini pasti sudah dikuasai Pangeran Dananjaya," jawab Adipati Hanggareksa seraya melirik Senopati Wikrama."Senopati Wikrama dan pasukannya datang sesaat sebelum Pangeran Dananjaya dan pasukannya kalah. Jadi sebenarnya tanpa bantuan pasukan dari istana, kami bisa sendiri memadamkan pemberontakan Pangeran Dananjaya, Paduka. Antasena saksi hidup yang bisa Paduka tanyai," sambung
Raja Wanajaya mengangkat surat itu dan menunjukkannya kepada semua orang yang ada di dalam aula tersebut.Namun belum sempat penguasa kerajaan Cakrabuana itu berbicara, pintu aula tiba-tiba terbuka. semua pasang mata kepada Bargowo bersama Aji dan Ratih yang memasuki aula."Mohon maaf karena hamba sudah menyela, Paduka. Dialah yang bernama Aji, dan gadis itu bernama Ratih. Bersama Rangga dan Bargowo, mereka berempatlah pahlawan bagi Kadipaten Tanjungrejo. jika tidak ada mereka berempat, mungkin saat ini Kadipaten Tanjungrejo sudah dikuasai Pangeran Dananjaya, dan besar kemungkinan kebenaran tentang surat itu tidak akan pernah terkuak," ucap Adipati Hanggareksa memberi hormat."Hormat kami berdua, Paduka." Aji dan Ratih sedikit memundukkan kepalanya memberi hormat.Raja Wanajaya membalas hormat keduanya dengan anggukan kepala. Setelah itu dia kembali memandang Pangeran Dananjaya dan Senopati Wikrama bergantian."Stempel ini adalah stempel yang
Semua pasang mata melihat kagum dengan apa yang sudah dilakukan Aji. Bahkan mereka tidak melihat lelaki tampan itu saat melesat dan diakhiri dengan sebuah tebasan.Tentu perhitungan matang sudah dilakukan Aji sebelum menyerang dan menebas bahu tangan kanan Senopati Wikrama. Jika bertambah sedikit saja kekuatannya, maka bahu kanan Pangeran Danajanya pun bisa ikut terlepas dari tubuhnya.Raja Wanajaya sampai tertegun tak percaya jika lelaki yang sempat diacuhkannya itu bisa membebaskan adik tirinya dan mempecundangi Panglima perangnya begitu saja dengan mudah."Bagaimana kau bisa menjadi panglima perang jika kau gampang lengah seperti itu?" ejek Aji. Senyumnya menyeringai tertuju kepada Senopati Wikrama yang sudah kehilangan bahu kanannya.Senopati Wikrama sendiri juga tidak menyangka jika sosok yang diragukannya bisa membunuh Lodra, ternyata sudah membuktikan kemampuannya. Dan hanya karena lengah sedikit saja, dia kini harus kehilangan le
Raut muka Bargowo tentu saja seketika merona merah karena malu. Dia tidak menyangka jika Rangga membuka rahasia, kalau secara tidak langsung dia memiliki hubungan dengan Siswati."Usul yang bagus, Adipati. Dengan tubuhnya yang tinggi besar, aku yakin para prajurit akan segan kepadanya. Aku lihat sendiri kalau Bargowo punya mental yang mumpuni sebagai pemimpin para prajurit," balas Raja Wanajaya."Hormat kepada Tuan Bargowo." Aji menundukkan kepalanya menggoda Bargowo.Lelaki bertubuh tinggi besar hanya bisa menggaruk kepalanya pelan, dengan senyum kecut terkulum di bibir.Raja Wanajaya, Adipati Hanggareksa, Ratih dan Rangga tertawa bersamaan.Hari itu adalah hari bersejarah bagi Raja Wanajaya dan juga Pangeran Dananjaya. Mereka yang sudah begitu lama terpisah karena kebijakan ayah mereka yang 'membuang' Pangeran Dananjaya, kini akhirnya bisa berkumpul kembali.Meski berbeda ibu, tapi Raja Wanajaya tetap me
"Ayah ...!" teriak Ratih keras, lalu mengambil posisi berdiri di samping Rangga. "Kenapa Ayah begitu tega dengan darah daging Ayah sendiri?"Ki Mangkubumi mengernyit melihat Ratih berani berkata keras kepadanya, "Kenapa kau membela anak sialan itu, Ratih? Apa kau tidak tahu betapa malunya ayah, saat dia terbukti melakukan pencurian di rumah penduduk?""Kakang Rangga tidak pernah mencuri apapun, Ayah. Ada yang sudah memfitnah Kakang Rangga di hadapan Ayah," balas Ratih cepat."Apa yang sudah kau lakukan kepada adikmu sehingga dia sekarang berani membantah ucapanku? Jawab Rangga!" bentak Ki Mangkubumi. Fokus pandangannya teralih ketika melihat rombongan pasukan dari istana kerajaan Cakrabuana mendekat dan berhenti tepat di depan rumahnya.Kernyitan tebal kembali muncul di dahinya. Benaknya di penuhi begitu banyak pertanyaan. Setelah urusannya dengan Rangga belum juga kelar, kini harus ditambahi lagi dengan kedatangan pasukan khusus yang me
Pandangan mata Aji mengarah kepada Raja Wanajaya, Rangga dan Ratih bergantian. Dia memberi kode dengan matanya agar mereka diam dan membiarkannya berbicara."Mohon maaf, Paman. Bukankah memimpin rumah tangga itu tidak perlu menggunakan kekuatan? Menurutku, yang terpenting bagi seorang suami adalah bagaimana caranya membuat nyaman istri dan anak-anaknya dalam balutan kehangatan. Jika memiliki kekuatan tapi tidak bisa memberikan kenyamanan pada keluarganya, apakah itu bisa dikatakan berhasil menjadi pemimpin dalam rumah tangga?" Aji tersenyum hangat setelah mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.Ki Mangkubumi tersentak dia seperti merasa tersindir dengan ucapan yang baru saja terlontar keluar dari mulut Aji.Entah itu disengaja atau tidak oleh lelaki tampan itu, tapi Ki Mangkubumi mengkaitkannya dengan diusirnya Rangga dari rumah. Dan jika benar Rangga memang tidak bersalah, maka dia bisa dikatakan gagal menjadi pemimpin dalam keluarga."k
Ki Mangkubumi menggelengkan kepalanya pelan. Dia masih belum bisa percaya jika yang akan menjadi menantunya bahkan memiliki tenaga dalam yang tidak bisa dirasakan olehnya. Padahal dia sudah terjun ke dalam dunia persilatan lebih dari 40 tahun lamanya."Kenapa Paman diam dan tidak menjawab pertanyaanku?" Aji tersenyum hangat kepada ketua Perguruan Pedang Naga tersebut."Sepertinya aku tidak bisa menolakmu, Aji. Kau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Di satu sisi pemikiranmu lebih matang melebihi orang-orang disekitarmu, dan di sisi lain, kau ternyata memiliki kemampuan yang bahkan jauh di atasku," jawab Ki Mangkubumi lirih. Dia merasa bersalah karena tadi telah meremehkan Aji.Ratih, Rangga dan Raja Wanajaya tidak bisa menyembunyikan rasa gembira mereka. Bagi mereka bertiga, apa yang dilakukan Aji adalah suatu cara yang elegan untuk meminta restu sekaligus memberi pelajaran kepada lelaki tua yang terkenal keras dan memiliki ego tinggi"