Raja Wanajaya mengernyitkan dahinya. Belum sempat dia berbicara, pintu aula terbuka dari luar. Terlihat Bargowo bersama Rangga memasuki aula.
Raut muka masam yang ditunjukkan Bargowo membuat Adipati Hanggareksa heran. Dia berpikiran pasti ada sesuatu yang membuat sosok bertubuh tinggi besar itu terlihat begitu kecewa.
"Sekarang katakan sebenarnya siapa yang berjasa menyelesaikan pemberontakan Dananjaya?" tanya Raja Wanajaya.
"Sebenarnya yang paling berjasa bukan aku, Tuan Senopati ataupun Antasena, melainkan Aji, Paduka. Jika tidak ada dia, maka Kadipaten Tanjung Rejo saat ini pasti sudah dikuasai Pangeran Dananjaya," jawab Adipati Hanggareksa seraya melirik Senopati Wikrama.
"Senopati Wikrama dan pasukannya datang sesaat sebelum Pangeran Dananjaya dan pasukannya kalah. Jadi sebenarnya tanpa bantuan pasukan dari istana, kami bisa sendiri memadamkan pemberontakan Pangeran Dananjaya, Paduka. Antasena saksi hidup yang bisa Paduka tanyai," sambung
Raja Wanajaya mengangkat surat itu dan menunjukkannya kepada semua orang yang ada di dalam aula tersebut.Namun belum sempat penguasa kerajaan Cakrabuana itu berbicara, pintu aula tiba-tiba terbuka. semua pasang mata kepada Bargowo bersama Aji dan Ratih yang memasuki aula."Mohon maaf karena hamba sudah menyela, Paduka. Dialah yang bernama Aji, dan gadis itu bernama Ratih. Bersama Rangga dan Bargowo, mereka berempatlah pahlawan bagi Kadipaten Tanjungrejo. jika tidak ada mereka berempat, mungkin saat ini Kadipaten Tanjungrejo sudah dikuasai Pangeran Dananjaya, dan besar kemungkinan kebenaran tentang surat itu tidak akan pernah terkuak," ucap Adipati Hanggareksa memberi hormat."Hormat kami berdua, Paduka." Aji dan Ratih sedikit memundukkan kepalanya memberi hormat.Raja Wanajaya membalas hormat keduanya dengan anggukan kepala. Setelah itu dia kembali memandang Pangeran Dananjaya dan Senopati Wikrama bergantian."Stempel ini adalah stempel yang
Semua pasang mata melihat kagum dengan apa yang sudah dilakukan Aji. Bahkan mereka tidak melihat lelaki tampan itu saat melesat dan diakhiri dengan sebuah tebasan.Tentu perhitungan matang sudah dilakukan Aji sebelum menyerang dan menebas bahu tangan kanan Senopati Wikrama. Jika bertambah sedikit saja kekuatannya, maka bahu kanan Pangeran Danajanya pun bisa ikut terlepas dari tubuhnya.Raja Wanajaya sampai tertegun tak percaya jika lelaki yang sempat diacuhkannya itu bisa membebaskan adik tirinya dan mempecundangi Panglima perangnya begitu saja dengan mudah."Bagaimana kau bisa menjadi panglima perang jika kau gampang lengah seperti itu?" ejek Aji. Senyumnya menyeringai tertuju kepada Senopati Wikrama yang sudah kehilangan bahu kanannya.Senopati Wikrama sendiri juga tidak menyangka jika sosok yang diragukannya bisa membunuh Lodra, ternyata sudah membuktikan kemampuannya. Dan hanya karena lengah sedikit saja, dia kini harus kehilangan le
Raut muka Bargowo tentu saja seketika merona merah karena malu. Dia tidak menyangka jika Rangga membuka rahasia, kalau secara tidak langsung dia memiliki hubungan dengan Siswati."Usul yang bagus, Adipati. Dengan tubuhnya yang tinggi besar, aku yakin para prajurit akan segan kepadanya. Aku lihat sendiri kalau Bargowo punya mental yang mumpuni sebagai pemimpin para prajurit," balas Raja Wanajaya."Hormat kepada Tuan Bargowo." Aji menundukkan kepalanya menggoda Bargowo.Lelaki bertubuh tinggi besar hanya bisa menggaruk kepalanya pelan, dengan senyum kecut terkulum di bibir.Raja Wanajaya, Adipati Hanggareksa, Ratih dan Rangga tertawa bersamaan.Hari itu adalah hari bersejarah bagi Raja Wanajaya dan juga Pangeran Dananjaya. Mereka yang sudah begitu lama terpisah karena kebijakan ayah mereka yang 'membuang' Pangeran Dananjaya, kini akhirnya bisa berkumpul kembali.Meski berbeda ibu, tapi Raja Wanajaya tetap me
"Ayah ...!" teriak Ratih keras, lalu mengambil posisi berdiri di samping Rangga. "Kenapa Ayah begitu tega dengan darah daging Ayah sendiri?"Ki Mangkubumi mengernyit melihat Ratih berani berkata keras kepadanya, "Kenapa kau membela anak sialan itu, Ratih? Apa kau tidak tahu betapa malunya ayah, saat dia terbukti melakukan pencurian di rumah penduduk?""Kakang Rangga tidak pernah mencuri apapun, Ayah. Ada yang sudah memfitnah Kakang Rangga di hadapan Ayah," balas Ratih cepat."Apa yang sudah kau lakukan kepada adikmu sehingga dia sekarang berani membantah ucapanku? Jawab Rangga!" bentak Ki Mangkubumi. Fokus pandangannya teralih ketika melihat rombongan pasukan dari istana kerajaan Cakrabuana mendekat dan berhenti tepat di depan rumahnya.Kernyitan tebal kembali muncul di dahinya. Benaknya di penuhi begitu banyak pertanyaan. Setelah urusannya dengan Rangga belum juga kelar, kini harus ditambahi lagi dengan kedatangan pasukan khusus yang me
Pandangan mata Aji mengarah kepada Raja Wanajaya, Rangga dan Ratih bergantian. Dia memberi kode dengan matanya agar mereka diam dan membiarkannya berbicara."Mohon maaf, Paman. Bukankah memimpin rumah tangga itu tidak perlu menggunakan kekuatan? Menurutku, yang terpenting bagi seorang suami adalah bagaimana caranya membuat nyaman istri dan anak-anaknya dalam balutan kehangatan. Jika memiliki kekuatan tapi tidak bisa memberikan kenyamanan pada keluarganya, apakah itu bisa dikatakan berhasil menjadi pemimpin dalam rumah tangga?" Aji tersenyum hangat setelah mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.Ki Mangkubumi tersentak dia seperti merasa tersindir dengan ucapan yang baru saja terlontar keluar dari mulut Aji.Entah itu disengaja atau tidak oleh lelaki tampan itu, tapi Ki Mangkubumi mengkaitkannya dengan diusirnya Rangga dari rumah. Dan jika benar Rangga memang tidak bersalah, maka dia bisa dikatakan gagal menjadi pemimpin dalam keluarga."k
Ki Mangkubumi menggelengkan kepalanya pelan. Dia masih belum bisa percaya jika yang akan menjadi menantunya bahkan memiliki tenaga dalam yang tidak bisa dirasakan olehnya. Padahal dia sudah terjun ke dalam dunia persilatan lebih dari 40 tahun lamanya."Kenapa Paman diam dan tidak menjawab pertanyaanku?" Aji tersenyum hangat kepada ketua Perguruan Pedang Naga tersebut."Sepertinya aku tidak bisa menolakmu, Aji. Kau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Di satu sisi pemikiranmu lebih matang melebihi orang-orang disekitarmu, dan di sisi lain, kau ternyata memiliki kemampuan yang bahkan jauh di atasku," jawab Ki Mangkubumi lirih. Dia merasa bersalah karena tadi telah meremehkan Aji.Ratih, Rangga dan Raja Wanajaya tidak bisa menyembunyikan rasa gembira mereka. Bagi mereka bertiga, apa yang dilakukan Aji adalah suatu cara yang elegan untuk meminta restu sekaligus memberi pelajaran kepada lelaki tua yang terkenal keras dan memiliki ego tinggi"
"Bedebah! Padahal aku sudah mengincar Ratih begitu lama, bagaimana guru bisa memberi restu kepada lelaki yang baru dikenalnya?" gumam sosok lelaki yang mengintip dari kejauhan. "Aku tidak bisa membiarkan Ratih menjadi milik orang lain, aku harus menggagalkan pernikahan mereka berdua!"Lelaki itu bergegas meninggalkan tempat itu dengan perasaan dongkol. Rasa cemburu yang begitu besar memenuhi pikirannya, membuatnya tidak bisa berpikir panjang mana yang baik dan buruk.Ayunan langkah lelaki itu tertuju ke sebuah kamar yang terdengar suara gelak tawa dari dalam. Lelaki berumur sekitar 30 tahun itu berhenti sebentar sebelum memegang gagang pintu.Suara pintu terbuka dari luar membuat 4 orang lelaki yang berada di dalam kamar itu seketika menolehkan kepalanya bersamaan."Kau dari mana saja, Barda?" tanya salah satu dari keempat orang itu yang berambut ikal."Iya kau dari mana? Dan kenapa raut mukamu begitu kusut?" sambung l
"Kita sudah bersama-sama sejak masih berumur 8 atau 9 tahun, jadi tidak ada alasan bagiku secara pribadi untuk tidak membantumu," tegas Wicaksono. Pandangannya beralih kepada Dirman dan Sentono yang tampaknya masih ragu untuk membantu. "Kalian berdua bagaimana?"Dirman dan Sentono saling berpandangan untuk beberapa saat. Mereka berusaha memantapkan diri dan mental untuk membantu mewujudkan keinginan Barda.Dan pada akhirnya anggukan kepala mereka berdua mengakhiri keraguan yang sempat menancap di pikiran keduanya."Kami berdua akan membantu. Tapi tampaknya ada yang sudah kalian lupakan," kata Dirman. Senyum tipisnya menyisakan misteri bagi keempat temannya."Apa?"tanya Bardape penasaran."Rangga," jawab Dirman cepat, "Apa kalian lupa dengan yang sudah kita lakukan kepadanya hingga membuatnya diusir guru dari perguruan?" "Apa yang harus kita risaukan?" tanya Janaka heran, "Bukankah saat itu tidak ada yang tahu k