"Ayah ...!" teriak Ratih keras, lalu mengambil posisi berdiri di samping Rangga. "Kenapa Ayah begitu tega dengan darah daging Ayah sendiri?"
Ki Mangkubumi mengernyit melihat Ratih berani berkata keras kepadanya, "Kenapa kau membela anak sialan itu, Ratih? Apa kau tidak tahu betapa malunya ayah, saat dia terbukti melakukan pencurian di rumah penduduk?"
"Kakang Rangga tidak pernah mencuri apapun, Ayah. Ada yang sudah memfitnah Kakang Rangga di hadapan Ayah," balas Ratih cepat.
"Apa yang sudah kau lakukan kepada adikmu sehingga dia sekarang berani membantah ucapanku? Jawab Rangga!" bentak Ki Mangkubumi. Fokus pandangannya teralih ketika melihat rombongan pasukan dari istana kerajaan Cakrabuana mendekat dan berhenti tepat di depan rumahnya.
Kernyitan tebal kembali muncul di dahinya. Benaknya di penuhi begitu banyak pertanyaan. Setelah urusannya dengan Rangga belum juga kelar, kini harus ditambahi lagi dengan kedatangan pasukan khusus yang me
Pandangan mata Aji mengarah kepada Raja Wanajaya, Rangga dan Ratih bergantian. Dia memberi kode dengan matanya agar mereka diam dan membiarkannya berbicara."Mohon maaf, Paman. Bukankah memimpin rumah tangga itu tidak perlu menggunakan kekuatan? Menurutku, yang terpenting bagi seorang suami adalah bagaimana caranya membuat nyaman istri dan anak-anaknya dalam balutan kehangatan. Jika memiliki kekuatan tapi tidak bisa memberikan kenyamanan pada keluarganya, apakah itu bisa dikatakan berhasil menjadi pemimpin dalam rumah tangga?" Aji tersenyum hangat setelah mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.Ki Mangkubumi tersentak dia seperti merasa tersindir dengan ucapan yang baru saja terlontar keluar dari mulut Aji.Entah itu disengaja atau tidak oleh lelaki tampan itu, tapi Ki Mangkubumi mengkaitkannya dengan diusirnya Rangga dari rumah. Dan jika benar Rangga memang tidak bersalah, maka dia bisa dikatakan gagal menjadi pemimpin dalam keluarga."k
Ki Mangkubumi menggelengkan kepalanya pelan. Dia masih belum bisa percaya jika yang akan menjadi menantunya bahkan memiliki tenaga dalam yang tidak bisa dirasakan olehnya. Padahal dia sudah terjun ke dalam dunia persilatan lebih dari 40 tahun lamanya."Kenapa Paman diam dan tidak menjawab pertanyaanku?" Aji tersenyum hangat kepada ketua Perguruan Pedang Naga tersebut."Sepertinya aku tidak bisa menolakmu, Aji. Kau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Di satu sisi pemikiranmu lebih matang melebihi orang-orang disekitarmu, dan di sisi lain, kau ternyata memiliki kemampuan yang bahkan jauh di atasku," jawab Ki Mangkubumi lirih. Dia merasa bersalah karena tadi telah meremehkan Aji.Ratih, Rangga dan Raja Wanajaya tidak bisa menyembunyikan rasa gembira mereka. Bagi mereka bertiga, apa yang dilakukan Aji adalah suatu cara yang elegan untuk meminta restu sekaligus memberi pelajaran kepada lelaki tua yang terkenal keras dan memiliki ego tinggi"
"Bedebah! Padahal aku sudah mengincar Ratih begitu lama, bagaimana guru bisa memberi restu kepada lelaki yang baru dikenalnya?" gumam sosok lelaki yang mengintip dari kejauhan. "Aku tidak bisa membiarkan Ratih menjadi milik orang lain, aku harus menggagalkan pernikahan mereka berdua!"Lelaki itu bergegas meninggalkan tempat itu dengan perasaan dongkol. Rasa cemburu yang begitu besar memenuhi pikirannya, membuatnya tidak bisa berpikir panjang mana yang baik dan buruk.Ayunan langkah lelaki itu tertuju ke sebuah kamar yang terdengar suara gelak tawa dari dalam. Lelaki berumur sekitar 30 tahun itu berhenti sebentar sebelum memegang gagang pintu.Suara pintu terbuka dari luar membuat 4 orang lelaki yang berada di dalam kamar itu seketika menolehkan kepalanya bersamaan."Kau dari mana saja, Barda?" tanya salah satu dari keempat orang itu yang berambut ikal."Iya kau dari mana? Dan kenapa raut mukamu begitu kusut?" sambung l
"Kita sudah bersama-sama sejak masih berumur 8 atau 9 tahun, jadi tidak ada alasan bagiku secara pribadi untuk tidak membantumu," tegas Wicaksono. Pandangannya beralih kepada Dirman dan Sentono yang tampaknya masih ragu untuk membantu. "Kalian berdua bagaimana?"Dirman dan Sentono saling berpandangan untuk beberapa saat. Mereka berusaha memantapkan diri dan mental untuk membantu mewujudkan keinginan Barda.Dan pada akhirnya anggukan kepala mereka berdua mengakhiri keraguan yang sempat menancap di pikiran keduanya."Kami berdua akan membantu. Tapi tampaknya ada yang sudah kalian lupakan," kata Dirman. Senyum tipisnya menyisakan misteri bagi keempat temannya."Apa?"tanya Bardape penasaran."Rangga," jawab Dirman cepat, "Apa kalian lupa dengan yang sudah kita lakukan kepadanya hingga membuatnya diusir guru dari perguruan?" "Apa yang harus kita risaukan?" tanya Janaka heran, "Bukankah saat itu tidak ada yang tahu k
Sebelum berlatih, Aji bersandar di batang pohon besar itu dengan berselonjor kaki untuk menghilangkan rasa lelah setelah berjalan hampir 2 jam lamanya.Tanpa terasa embusan angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat rasa kantuknya tiba-tiba datang. Dia seperti terhipnotis oleh suasana di dalam hutan yang begitu hening. Ditambah suara burung yang berkicau merdu, Aji pun tak kuasa untuk menahan kelopak matanya yang secara perlahan tertutup rapat.Lelaki tampan yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahan untuk kedua kalinya itupun terlelap dalam buaian mimpi. indah. Niatnya untuk berlatih di dalam hutan itupun terkubur oleh dengkuran halus yang terdengar dari bibirnya.Sekira dua jam lamanya Aji terhanyut dalam tidurnya, tiba-tiba saja terdengar suara beberapa orang yang sedang berbicara memasuki gendang telinganya.Lelaki tampan itu membuka matanya yang masih terasa berat. Samar-samar dilihatnya beberapa orang yang memakai penutup kepal
Lima orang yang ternyata Barda dan teman-temannya itu hanya bisa menelan ludah ketakutan. Sosok yang mereka duga akan bisa dikalahkan dengan mudah, ternyata malah mengalahkan mereka dengan mudah. Bahkan hanya dengan menggunakan ranting kayu sebagai senjatanya.Mereka saling berpandangan, bingung apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri. Mereka tidak pernah terpikir untuk kembali ke perguruan Pedang Naga, sebab kedok mereka telah terbongkar.Namun masalahnya, kini mereka tidak berkutik menghadapi sosok lelaki yang kemampuannya jauh di atas mereka berlima, bahkan di atas Ki Mangkubumi sebagai pengasuh perguruan Pedang Naga."Sepertinya memang kematian yang sudah menjadi pilihan kalian." Aji menyeringai memberi intimidasi yang kuat kepada 5 orang yang tadi hendak membunuhnya.Lelaki tampan itu mematahkan ranting di tangannya menjadi potongan kecil sebanyak 5 biji. Dia tahu jika kelima orang itu tidak akan begitu saja mau meny
"Apa yang kau kau lakukan pada mereka, Rangga?!" Emosi Ki Mangkubumi seketika memuncak melihat 5 orang murid kepercayaannya terkapar tak berdaya.Melihat kemarahan Ki Mangkubumi, terbersit akal licik dalam benak Barda untuk mengadu anak dan ayah tersebut."Mohon maaf, Guru. Rangga menuduh kami yang telah menjebaknya, sehingga guru mengusirnya dulu. Dia juga bilang jika akan membunuh kami, mumpung tidak ada guru di dalam hutan ini."Bola mata Rangga mendelik lebar. Emosinya turut memuncak atas fitnah yang dibuat Rangga. Tapi sebelum dia melakukan bantahan, Ki Mangkubumi sudah lebih dulu membentaknya."Apa kau tidak ingin kuakui sebagai anakku, Rangga!? Kau sudah membuat kesalahan besar dengan menghajar mereka berlima!""Aku tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan, Ayah! Kapan ayah bisa mempercayaiku? Dari dulu Ayah tidak pernah bisa percaya padaku, apapun yang kulakukan selalu salah di mata Ayah. Sebenarnya aku ini anak Ayah atau
Barda menelan ludahnya. Dia sudah membayangkan jika kematian akan menjadi hukuman buatnya. Pandangan matanya yang sayu menunjukkan semangat hidupnya sudah tidak ada lagi."Biar aku yang memberi hukuman kepada mereka, Paman," kata Aji tiba-tiba.Barda dan yang lainnya.mengangkat wajahnya menatap Aji dengan benak yang dipenuhi pertanyaan. Kira-kira apa yang akan dilakukan lelaki tampan itu kepada mereka.Ki Mangkubumi bereaksi untuk menolak permintaan Aji. Sebab dia tidak bisa menerima perbuatan kelima muridnya yang melenceng jauh dari prinsip jalan kebenaran.Tapi belum sempat lelaki tua itu bersuara, Rangga terlebih dahulu mencegahnya. "Biarkan Aji yang memberi hukuman kepada mereka, Ayah. Aji pasti sudah memikirkan matang-matang apa yang akan dilakukannya."Ki Mangkubumi mengangguk, meski dia masih ragu tentang apa yang akan dilakukan Aji kepada lima orang muridnya itu. Baginya, 5 muridnya itu wajib mendapat hukuman berat,