Aji tertawa lepas seolah ada hal yang lucu, "Lebih baik kau buktikan ucapanmu yang tinggi itu, Kisanak! Atau jangan-jangan kau hanya besar di mulut saja?"
Subrata tidak membalas ucapan Aji yang sengaja mengejeknya itu. Dia memasang kuda-kudanya denga kokoh, sebelum bergerak menyerang.
Aji tersenyum tipis melihat usahanya untuk memancing emosi Subrata berhasil. Secara tidak langsung, dia juga sadar kalau dukungan penonton kepadanya juga menambah emosi Subrata.
Serangan awal yang dilepaskan Subrata bisa ditepis dengan mudah. Namun salah satu tetua di perguruan Harimau Hitam itu tidak memberikan kesempatan kepada lawannya untuk menyerangnya. Dengan kecepatan yang dimilikinya, dia terus melakukan serangan beruntun untuk membuka celah di pertahanan Aji.
Subrata kembali melompat ke atas panggung. Dia berusaha membalas kekalahan yang sudah dialaminya dengan cara memalukan. Tak pernah terpikir dalam pikirannya jika hari ini dia dipermalukan dengan sebegitu rupa, oleh seorang lelaki muda pula.Napas lelaki tua itu menderu cepat. Goncangan di dadanya naik turun tidak karuan, menandakan emosinya sudah berada di puncak."Apa kau tidak terima dengan kekalahanmu, Tetua? Kalau memang benar kau tidak terima, silahkan menyerangku! Dengan senang hati aku akan melayani tantanganmu." Aji tersenyum tipis menatap Subrata."Bangsat ...! Aku akan membuatmu menderita sebelum nyawamu kucabut dari ragamu!"Ketua Perguruan Harimau Hitam yang melihat Subrata tidak bisa menerima kekalahan dengan lapang dada, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Secara tidak langsung, dia menilai Subrata sudah mempermalukan nama perguruan yang sudah didirikannya tersebut.Di atas panggung, Subrata memasang kuda-kudanya de
Setelah acara pemberian hadiah selesai, Aji berjalan turun dari panggung. Dia disambut Ratih dan Rangga dengan senyuman yang lebar. Namun sebelum mereka meninggalkan tempat itu, lelaki sepuh yang juga ketua perguruan Harimau Hitam, memanggil mereka."Tunggu, Kisanak!" panggil Jayabaya, nama lelaki sepuh tersebut, sambil berjalan tergesa-gesa ke arah mereka.Aji menolehkan kepalanya ke arah Jayabaya. Senyum terkembang di bibirnya melihat lelaki sepuh itu berjalan mendekatinya."Kalian mau ke mana?" tanya Jayabaya."Kami mau kembali ke penginapan, Tetua. Kira-kira Tetua ada keperluan apa dengan kami?"Jayabaya tersenyum hangat kepada Aji, "Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu secara pribadi. Kapan kamu ada waktu?"Aji menolehkan pandangannya ke arah Rangga dan Ratih, "Kalian berdua kembalilah dulu ke penginapan. Nanti aku akan menyusul kalian!" ucapnya sambil menyerahkan beberapa kantong uang kepada Ratih.
"Setelah ini kau mau kemana, Rangga? Apa kau sebaiknya ikut bersama kami saja?" tanya Aji.Rangga tidak bisa menjawab langsung. Dia perlu berpikir sejenak untuk mengambil keputusan ke arah mana dia melangkahkan kakinya."Kalian hendak ke mana sebenarnya?" Rangga balik bertanya."Setelah ini kami berdua mau menuju Perguruan Pedang Naga, apa kau mau ikut?"Raut wajah Rangga seketika berubah setelah mendengar Aji menyebut nama perguruan yang didirikan oleh ayahnya Ratih tersebut."Ada apa, Rangga? Kenapa kau sepertinya terkejut setelah aku menyebut perguruan pedang Naga?" Aji menatap heran perubahan wajah Rangga."Tidak apa-apa, aku hanya ..." ucapan Rangga tiba-tiba terhenti."Katakan saja! Apa kau pernah mempunyai masalah dengan Perguruan Pedang Naga atau mempunyai masalah dengan ayahku?" tanya Ratih cepat. Dia merasa ada yang aneh dengan sikap yang ditunjukkan Rangga.Kernyitan kembali terlih
Rangga menarik napas berat beberapa kali, sebelum menjawab pertanyaan Ratih."Ayah adalah seorang pemimpin yang disiplin dan juga keras. Tapi sayangnya ayah masih gampang terprovokasi oleh ucapan orang lain tanpa ada pembuktian terlebih dahulu.""Sebenarnya apa yang difitnahkan kepadamu sehingga kau harus terusir dari perguruan? Cepat katakan kepadaku dan jangan berbelit-belit lagi!" Ratih mulai tak sabar. jika di rasanya alasan rangga masuk akal, maka dia akan berupaya untuk membantunya membela diri di depan ayahnya."Jadi ceritanya begini, Ratih. Aku dituduh telah melakukan pencurian kepada salah satu rumah di desa tempat perguruan kita berdiri. Dan yang melakukan tuduhan itu adalah Sentono, Barda, Wicaksono, Dirman dan Janaka," balas Rangga menyebutkan kelima orang yang sudah memfitnahnya.Ratih terkejut mendengar nama-nama yang sudah disebutkan Rangga. Dahinya mengernyit tebal menunjukkan rasa tak percayanya."Bukankah mereka juga b
Tatapan mata Aji terarah kepada dua pohon besar yang berdiri tidak jauh di depan mereka, sekitar 20 meter jauhnya. Dan juga sebuah pohon besar yang di sekelilingnya ditumbuhi semak-semak lebat.Rangga menggeleng pelan. Dia kagum dengan awasnya penglihatan Aji yang bisa mendeteksi adanya jebakan jaring terpasang di atas, dan juga tali tambang yang terpasang di tanah tertutupi dedaunan kering."Tapi di mana mereka semua? Kenapa yang terlihat hanya 4 orang saja?" tanya Rangga."Mereka tidak jauh dari sini. Berhati-hatilah! Kau juga Ratih, jangan sampai lengah! Biar aku berjalan di depan." Aji tersenyum tipis sebelum kembali menjalankan kudanya.Setelah kuda Aji melangkah tepat 20 meter, tiba-tiba jaring lebar melayang turun dengan cepat. Namun Aji lebih sigap, dia mencabut pedangnya dan melompat tinggi ke atas, lalu menyabetkan pedangnya berulang kali hingga jaring tersebut buyar berhamburan.Apa yang dilakukan Aji tidak berhenti sam
Subrata sebenarnya kesal mendapati Aji berada di situ, tapi dia tidak berusaha menunjukkan kekesalannya. dan menurutnya saat ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk membunuh Aji, kereta Jayabaya sudah tidak terlihat lagi "Kenapa kau masih sangat yakin bisa menang dariku, Subrata? Padahal sudah jelas, kalau aku mau, kau bisa saja kubunuh saat itu," Aji terkekeh pelan, dengan dengan salah satu ujung bibir terangkat naik. "Bajingan ... Apa kau tidak salah duga? Kalau tua bangka itu tidak menyelamatkanmu, aku yang akan membunuhmu saat itu!" Subrata berdecak kesal. "Sudahlah, Subrata. Kita tidak perlu banyak berdebat untuk membuktikan siapa yang pantas menang. Sekarang kita buktikan saja kau atau aku yang akan mati di tempat ini?" "bedebah, kubunuh kau!" teriak Subrata penuh emosi. Lelaki tua itu mencabut pedangnya. Tanpa memasang kuda-kuda dia langsung melesat memberi serangan. Pedang ditangannya berkelebat cepat menyusup mencari,
"Belum tentu juga!" Rangga tertawa pelan, sebelum melanjutkan ucapannya, "Tapi aku akan memberimu kesempatan untuk bertobat, dan menyadari semua kesalahan yang sudah kau lakukan.""Apa aku tidak salah mendengar?" tanya pemimpin rampok itu heran. Namun tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu, dan kedua bola matanya memperlihatkan mendung tebal."Tapi masyarakat mana yang mau menerimaku? Sedangkan aku sudah begitu banyak membuat kesalahan selama ini." tambahnya.Sementara itu, pertarungan antara Aji dan Subrata masih terus berlangsung. Bekas salah satu tetua di perguruan Harimau Hitam itu terus menyerang Aji tanpa henti. Tebasan pedangnya terus mencecar Aji untuk membuka celah pertahanan lelaki tampan itu.Terbakarnya emosi yang menguasai pikirannya, membuatnya lupa jika tangannya masih terluka. Tanpa disadarinya, luka di tangannya kembali terbuka dan mengeluarkan darah yang mengucur lumayan deras.Aji tersenyum kecil melihat raut muk
"Aku merasa kau sudah menyembunyikan sesuatu dariku, Aji. Sudah dua kali aku melihatmu melakukan hal yang sama, kau memejamkan matamu dan menggeleng perlahan. Sebenarnya apa yang sudah kau simpan dari kami?" tanya Ratih.Aji memandang Ratih dengan tatapan sayu. Dia lalu mengalihkan pandangannya ketika bola matanya bertatapan dengan mata Ratih."Aku tidak bisa mengatakannya padamu sekarang, Ratih. jika nanti saatnya sudah tiba, aku pasti akan bercerita kepadamu tentang masa laluku," jawab Aji, kemudian tersenyum hangat."Baiklah. Tapi kau harus janji untuk cerita kepadaku suatu saat nanti."Aji mengangguk pelan. Dia kemudian melangkah menepati salah satu peti dan mengangkatnya ke atas bahunya.Di luar ruangan, Bargowo sudah menyiapkan sebuah gerobak kuda untuk mengangkut bahan makanan dan juga 3 peti yang berisi koin uang.Setelah semuanya sudah tertata rapi di atas gerobak tersebut, Mereka pun melanjutkan perjal
Tak ingin membuang kesempatan bagus untuk membunuh lawan, Raja Wanajaya pun melanjutkan serangannya. "Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya, sembari melompat dan mengayunkan pedang Sabdo Bumi ke arah kepala Aji. Sigap Aji mengangkat pedang Naga Bumi ke atas kepalanya untuk menahan serangan yang sudah mengincar bagian tervitalnya.Kembali benturan dua pusaka itu menghasilkan dentuman dahsyat hingga membuat titik pertarungan bergetar hebat. Tidak sedikit pepohonan dan bangunan yang rubuh, tak mampu menahan getaran kuat yang terjadi beberapa detik lamanya.Raja Wanajaya terpental balik ke belakang, sedangkan kaki Aji terpendam sampai sebatas lutut. Namun, bisa terlihat jika kekuatan pusaka Aji lebih unggul dibanding pusaka Raja Wanajaya.Aji yang ingin mengakhiri pertarungan itu dengan cepat, langsung melompat tinggi sebelum kemudian melesat tajam dengan ujung pedang Naga Bumi berada di depan.Raja Wanajaya melompat mundur menjauh. Dia kini sudah menyadari bahwa kekuatan lawan
Melihat putri satu-satunya berusaha menjadi martir bagi orang yang ingin membunuhnya, Raja Wanajaya pun murka. Raut wajahnya menegang, namun dia masih berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Putri Larasati adalah anak kandungnya. Tidak mungkin juga dia tega untuk menghabisi darah dagingnya sendiri yang selama ini ia jaga. “Minggir, Putriku, menjauh dari manusia biadab itu. Jangan sampai kau membuat ayah gelap mata dan membunuhmu juga!” tegasnya. “Tidak Ayah! Aku tidak akan bergeser sedikitpun. Jika Ayah ingin membunuh Aji, maka langkahi dulu mayat anakmu ini!” bantah Putri Larasati. Matanya terlihat sembab oleh air mata yang tak henti mengalir. Pada dasarnya dia sudah muak melihat kelakuan ayahnya selama ini. Bahkan ibunya meninggal pun karena tidak kuat menahan derita berkepanjangan yang diakibatkan tingkah laku ayahnya. “Ayah peringatkan untukmu yang terakhir kali Larasati! Pergi dari situ atau ayah akan tega mencabut nyawamu!” Raja Wanajaya berteriak saking kesalnya.“Bunuh saj
Namun kecemasan Aji tersebut segera menghilang ketika melihat kemunculan Jaya di dekat putri Larasati. Entah Jaya baru dari mana, tapi kedatangan lelaki tersebut bisa membuatnya fokus untuk menghadapi Raja Wanajaya. Tanpa disadari Aji, pertarungan mereka yang semula digiringnya menjauh dari kotaraja, ternyata harus kembali berada di dekat Kotaraja. Runtuhnya bangunan dinding yang baru saja menimpanya seakan menyadarkannya, bahwa tempat pertarungannya melawan penguasa kerajaan Kalingga tersebut ternyata sudah bergeser cukup jauh dari titik awal pertarungan. Dan lapangan yang berada di luar Kotaraja tersebut merupakan tempat menyiapkan pasukan dalam skala besar jika terjadi perang dengan kerajaan lain. Selepas mengusapkan tangan untuk menyapu debu yang berada di wajahnya, Aji pun memasang kembali kuda-kudanya. Kali ini dia akan berupaya untuk mengajak Raja Wanajaya untuk kembali menjauhi Kotaraja. Mungkin Jaya masih bisa menyelamatkan nyawa Putri Larasati jika ada serangan nyasar, tap
Meski terkejut dengan mampu ditahannya aura pembunuh miliknya, Raja Wanajaya tetap memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa lawannya itu bukan tandingannya dan dia sangat yakin akan bisa memenangkan pertarungan. "Ayo kita lanjutkan pertarungan yang tertunda!" ucapnya dengan nada meremehkan. Sang Raja yang memiliki ilmu kanuragan tinggi itupun kembali memasang kuda-kudanya, begitu pula dengan Aji yang sedari tadi sudah siap untuk melanjutkan pertarungan.Dalam satu tarikan napas, pertarungan pun kembali berlanjut setelah keduanya melesat maju dengan kecepatan tinggi."Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya dengan keras sambil menebaskan pedang Serat Alam ke arah leher Aji.Energi yang begitu besar bisa Aji rasakan dari jurus yang dikeluarkan oleh Raja Wanajaya. Sang pendekar berparas tampan itupun kemudian menarik Pedang Naga Bumi keluar dari wadahnya untuk memberikan tangkisan, dan sekaligus juga mengeluarkan perisai api untuk menahan serangan berenergi besar yang sudah menginc
Aji sedikit dibuat kerepotan meski pada akhirnya sudah bisa membaca serangan ayah dari Putri Larasati tersebut.Raja Wanajaya semakin beringas melakukan serangan. Dia mencabut pedang Serat Alam untuk segera memungkasi pertarungan. Aji sedikit terkesima dengan keluarnya pedang pusaka yang separuh kitab jurus ya kini ada padanya. Energi yang dikeluarkan pedang pusaka tersebut sangat halus, tapi begitu menekan.Suami Ratih itu lalu mencabut pedang Naga Bumi untuk melawan senjata pusaka lawan. Energi yang dikeluarkan pedang miliknya memberi tekanan balik hingga membuat Raja Wanajaya Murka. "Mati kau, Penghianat!" teriak Raja Wanajaya. Dia melompat maju sembari menebaskan pedangnya dengan. Kekuatan yang tidak sedikit. Kecepatan serangannya pun semakin meningkat dan bervariasi.Pedang Naga Bumi meliuk dengan cepat memberi tangkisan demi tangkisan yang membuat tangan lawannya gemetar setiap kali pedang mereka berdua berbenturan."Aku terlalu meremehkan kemampuannya!" Raja Wanajaya mendengu
Raja Wanajaya menatap geram lelaki tampan di depannya. Jari telunjuknya menunjuk Aji, gigi-giginya saling menggigit menahan emosinya yang memuncak. "Kau telah mempengaruhi putriku sehingga dia berani melawanku!"Aji tersenyum kecil menanggapinya. "Kalau Paduka mengira aku telah mempengaruhi Gusti Putri, maka Paduka sudah salah besar. Gusti Putri bisa berpikir untuk menentukan apa yang salah dan benar, dan apa yang sudah paduka lakukan selama ini adalah kesalahan yang teramat besar dan tidak terampuni.""Jangan mengguruiku tentang kebenaran, Bangsat! Aku hidup jauh lebih lama dari pada kau, dan kebenaran buatku adalah kekuasaan!"Aji memandang Putri Larasati yang sudah bercucuran air mata, "Tampaknya sulit menyadarkan paduka dengan kata-kata, Gusti Putri. Jadi jalan kekerasan harus hamba ambil."Putri Larasati mengangguk meski itu berat buatnya. Tapi dia sudah siap jika memang ayahnya harus mati di tangan Aji. "Lakukan apa yang harus kau
Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menemukan kamar yang digunakan Raja Wanajaya untuk melakukan ritual.Tapi langkah mereka terhenti setelah terlihat empat orang prajurit yang berjaga di depan pintu kamar tersebut. Mereka berempat begitu ketat menjaga kamar itu seolah angin pun akan mereka halau jika hendak masuk melalui celah di bawah pintu.Beruntung malam itu bulan tidak bersinar begitu terang hingga keduanya tidak terlihat oleh para prajurit. Berbicara meski pelan jelas akan terdengar oleh keempat prajurit itu saking heningnya suasana. Hanya kode yang bisa mereka lakukan untuk merencanakan langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan.Setelah memantapkan diri, Aji dan jaya bergerak secepat mungkin melumpuhkan keempat prajurit itu. Serangan cepat mengarah titik vital membuat keempat prajurit itu bergelatakan di tanah. Entah pingsan atau mati, keduanya tidak peduli tentang itu.Dalam satu tarikan napas, Jaya menendang
Kedua pendekar itu pergi keluar dari kamar setelah berembuk untuk beberapa saat. Mereka saat ini harus mencari di mana biasanya Raja Wanajaya melampiaskan nafsu bejatnya. Sebab tidak mungkin kamar pribadinya akan digunakan untuk hal seperti itu.Cukup lama mereka berkeliling di dalam istana, hingga pada satu titik mereka melihat belasan orang prajurit tampak berjaga di sebuah ruangan."Apa mungkin di situ?" bisik Aji pelan.Jaya memandang para prajurit yang berjarak sekitar 25 meter dari tempat mereka berdua berdiri. Suasana di dalam istana yang tidak terlalu terang sedikit banyak membantu mereka agar tidak terlihat oleh para prajurit. "Jika ruangan itu sampai dijaga begitu banyak prajurit, maka besar kemungkinan di dalam ruangan itu ada sesuatu yang penting. Atau bisa jadi Raja Wanajaya yang ada di dalamnya," balas Jaya menduga-duga. "Kita lumpuhkan para prajurit itu dulu, baru kita tahu apa yang ada
Ekspresi rasa terkejut Aji sempat tertangkap pandangan mata Putri Larasati. Putri cantik itu menundukkan wajahnya, dia malu atas kelakuan ayahnya."Sebenarnya Gusti Putri bermimpi tentang apa?" tanya Aji penasaran.Putri Larasati memejamkan matanya. Hembusan napasnya begitu berat terdengar keluar dari bibirnya yang ranum.Dia merasa sangat sulit buatnya untuk menjawab pertanyaan Aji. Bagaimanapun juga, dia takut jika Aji adalah sosok yang ditakdirkan untuk membunuh ayahnya.Tapi, kelakuan bejat ayahnya harus ada yang menghentikan, meski ayahnya tadi berjanji jika ritual yang akan dilakukannya nanti adalah yang terakhir. Raja Wanajaya berjanji kepada Putri Larasati tidak akan menggauli gadis lagi untuk ke depannya."Aku kuatir jika kau yang ada dalam mimpiku," ucap Putri Larasati lirih.Aji semakin penasaran dengan mimpi yang dialami Putri Larasati, apalagi putri cantik itu juga menyebutnya.Sete