Max sejak tadi menanti kedatangan Ivory yang pergi sejak pagi buta dan hingga petang belum juga menunjukkan kemunculannya. Max bahkan meminta bantuan Mirielle untuk memeriksa kondisi Ivory karena ia sangat mencemaskannya. Dan ketika Mirielle memberi informasi bahwa Benjamin mengikuti Ivory ke mana pun Ivory pergi, Max mulai geram.
Ia berniat untuk menyusul sang istri, tetapi Mirielle melarang, karena hal itu hanya akan memperumit keadaan. Ivory membutuhkan waktu untuk mengatur siasat, dan Max hanya perlu percaya pada wanita itu. Sudah banyak hal yang Ivory lalui dan Mirielle yakin wanita itu akan bisa mengatasi dan mengatur strategi terbaik yang nantinya akan memungkinkan keberhasilan misi mereka.Max masih menanti, tetapi beberapa kali menghubungi Mirielle yang tengah duduk berdua dengan Ronan di ruangannya untuk membicarakan masalah mereka. Dan setiap kali Mirielle hendak memulai perbincangan dengan kekasihnya, Max pasti akan menghubungi.“Damn! ApIvory sudah menyelesaikan misi pertama di mana dirinya harus menemukan tempat persembunyian Linea dan Seth. Namun, sayangnya, tak ada satu pun tanda-tanda keberadaan kedua serigala penyihir itu di mana pun, meski Ivory telah mengikuti titik yang disebutkan oleh sahabatnya di lautan. Ia menanti hingga petang dan tak ada kemungkinan mereka akan bertemu dengan Linea atau setidaknya Seth. Ivory tak ingin membuang waktu, ia bergegas kembali ke tempat di mana dirinya mengikat Benjamin dan berniat membebaskannya. Namun, setibanya di sana, ia tak melihat keberadaan Benjamin yang ia ingat benar di mana ia telah mengikat lelaki itu. Ivory tertegun sejenak sebelum mengambil keputusan untuk kembali ke rumah dan mengabarkan semua pada Max dan Mirielle yang sejak tadi pasti telah menantikan kabar darinya. Ia tiba di rumah dan Benjamin ada di sana bersama Max yang nyaris saja terjadi baku hantam di antara keduanya. “Hey! Apa yang kalian lakukan?!” Ivory berdiri di
“Apa yang kau lakukan edi luar sana? Mengapa kau sangat lama?” tanya Seth, saat Linea baru saja kembali setelah pamit untuk berjalan-jalan menghirup udara segar. Linea mulai merasakan tubuhnya menjadi ringkih dan mudah sakit, itu sebabnya ia menyempatkan diri setiap sore hari untuk sekadar menghirup udara segar di luar atau pergi ke taman seorang diri. “Aku hanya keluar sebentar. Apakah ada masalah?” tanya Linea. Seth hanya mendengkus. “Di mana Lyra? Aku tak melihatnya sejak kemarin.” “Kau masih memeliharanya di rumah ini, padahal kau sendiri tidak memerhatikannya sebentar pun. Apakah kau ingin orang lain terus yang melakukannya? Kau sudah menyewa pembantu rumah tangga untuk bayi itu seolah ia putrimu sendiri. Aku tidak memahami apa yang ada di kepalamu, Linea!” Seth menggerutu dan sengaja menunjukkan bahwa ia sangat tidak menyukai keberadaan Lyra di rumahnya. Linea sudah terbiasa dengan gerutuan Seth dan ia tak akan terpengaruh sedikit pun, terlebih
Ronan sudah berdiri di tempat di mana Ivory tepatnya telah mengawasi Linea berdasarkan titik ordinat yang diberikan oleh sahabat lautannya. Namun, Ivory tak segera meninggalkan lelaki itu melainkan memberi keterangan lebih banyak mengenai Linea dan Seth. “Kau mungkin butuh ini untuk memastikan seperti apa karakteristik Linea dan Seth. Kau harus berhati-hati untuk ini, Ron,” ucap Ivory memberikan instruksi dan peringatan pada lelaki yang seolah dengan sengaja mengorbankan dan menyerahkan diri pada musuh yang mereka buru agar bisa menyelamatkan Lyra. Ronan hanya mengangguk mendengar peringatan dari Ivory, sembari tetap mengedar pandangan ke berbagai penjuru dengan mata serigalanya untuk melihat perubahan sekecil apa pun agar ia bisa mengawasi tempat itu. Penciumannya ia pertajam untuk mengendus aroma tubuh Linea melalui benda yang sempat ditinggalkan oleh wanita itu di tempatnya yang lama—beruntung Ivory menemukan dan menyimpannya untuk ia jadikan sarana dalam me
“Kenapa mereka lama sekali, Max?” tanya Ivory yang tak sabar dan makin gelisah saat tak juga mendapat kabar dari Mirielle. Mereka tak tahu apa yang tengah dihadapi gadis itu dan Ron dan semakin gelisah karena tak mengetahui apa pun. Ia berusaha menghubungi Mirielle, tetapi tak bisa terhubung. “Mungkin Elle sekarang sedang menggunakan selubung pelindung. Dan hal ini membuatku makin gelisah. Max, lakukan sesuatu!” Namun, Max masih bersikap tenang, karena ia yakin kalau adiknya mampu mengatasi semua. Sayangnya, tidak dengan Ivory. Ia tak tahan untuk keluar dari mobil dan mendatangi tempat di mana Mirielle dan Ronan berada. “Ivy, tenanglah. Elle akan baik-baik saja. Aku yakin itu. Lagi pula ia tidak sendirian melainkan bersama Ron. Kau tahu, Ron itu sangat andal dalam pertarungan. Itu sebabnya kakek memilih dia untuk menjadi pengawal Elle.” “Tapi aku sungguh cemas, Max. Bagaimana kalau ternyata—“ Ivory menghentikan kalimatnya karena penglihatan yang sebelumnya tidak terhubung dengan Mi
Benjamin menurut saja, demi Lyra. Dia rela berbuat apa pun. Namun, dia tidak dapat mengendus bau darah putrinya. Dia melengos tanpa berucap apa-apa, saat ini dia dengarkan saja dulu keinginan pasangan gila ini. Kalau Seth memang ingin mempermainkannya, Benjamin tak akan segan membunuh mereka berdua. Seth tersenyum miring keji, sementara Linea menghela napas berat di belakangnya. “Duduklah. Anggap rumah sendiri, Ben.” Benjamin mendesis samar. Dia kurang menyukai sapaan Seth yang sok akrab terhadapnya. Karena sampai kapan pun, vampire dan werewolf adalah musuh abadi. Mirielle menggebuk batang pepohonan pinus dalam pelukannya. “Sial. Mereka masuk ke dalam kabin. Kalau begini, aku tak akan bisa mendengar semua ucapan mereka. Ayo, Ron.” “Tunggu dulu, Elder! Kau mau ke mana? Hati-hati!” “Ssssh! Pelankan suaramu! Ikuti aku saja!” kata Mirielle mengibaskan tangan. Ronan mengikuti Mirielle, mau bagaimana lagi? Ronan agaknya kecewa sebab dia tak memiliki kemampuan hebat seperti elder mud
“Aku bersumpah akan membunuhmu, Seth! Jangan berani kau lukai putriku, brengsek!!” Seth menghela napas panjang. Senyuman penuh kemenangannya tak pernah pudar. Duduk di sofa mewahnya lagi, dia meneguk gelas sampanyenya. “Yeah. Yeah. Terserah apa katamu. Jangan lupakan itu. Sekarang, pergilah! Lebih cepat kau membawanya padaku, itu lebih baik. Aku harus mendongengkan cerita bagus pengantar tidur putrimu malam ini.” Benjamin merasakan nyeri di dadanya. Ada tekanan membara, membuncah di sana. Mendengar ucapan Seth barusan semakin memedihkan jantungnya. Wajah Benjamin merah padam, urat-uratnya ikut memanas. Dia dibakar oleh amarah namun tak dapat berbuat banyak sebab Benjamin tidak ingin membahayakan nyawa Lyra. “Izinkan aku melihatnya sebentar saja. Aku sangat merindukannya, Seth.” Ucap Benjamin setengah memohon, dia rela mengorbankan harga dirinya agar bisa bertemu Lyra. Rela menundukkan kepala juga suaranya. Kekalahan telak ini harus ditelannya bulat-bul
“Dan mereka pun hidup bahagia selamanya.” Linea mengakhiri dongengnya. Menyadari suasana menghening, tanpa ada celoteh lucu lagi dari Lyra. “Lyra?” sambungnya menyeru lembut. Linea menutup buku dongeng di tangannya. “Oh, anak ini sudah tertidur rupanya. Begitu damainya wajahmu. Aku selalu suka melihatmu terlelap begini. Rasanya menakjubkan.” Linea baru selesai membacakan satu buku pengantar tidur untuk bayi ini, dan lihatlah dia tertidur dengan damai. Wajah cantik dan mungilnya bercahaya bagai malaikat. Pipinya yang berisi, merona merah. Menaikkan selimut untuk menghangatkan tubuh bayi itu, Linea menghela napas panjang, Entah mengapa dia malah tersenyum. Mengusap pelan punggung mungil, rambut bercahaya, dan tangannya yang menggemaskan. Linea mendesis halus. Tawa bahagianya membuncah. Jemarinya mengelus lembut pipi kenyal Lyra. “Kau ini sangat menggemaskan, Lyra. Kau tahu? Rasanya benar-benar aneh, bagaimana bisa Seth begitu membenci malaikat mungil,
“Ayo, twinnies. Ini dia. Kalian pasti lapar, ya? Oh, sayangku. Maaf, ya? Aku terlalu lama mengambilkan susu, juga membuat makanan untuk kalian.” Jeremiah menyeru. Di kedua tangannya terdapat botol kembar penuh susu. “Ayo, anak-anak pintar, cerdas, baik hati, kebanggaan orang tuanya.” Jeremiah menyiapkan dua kursi bayi, di atas meja mereka telah tersaji beragam makanan lunak. Ivy selalu mewanti-wanti agar Jeremiah memberikan makanan pendamping menyehatkan untuk mereka. “Pertumbuhan kalian cepat sekali, huh? Duduk yang manis. Kalian memang cerdas. Sabar, ya? Berhubung Ivy dan Max sedang ada misi untuk menyelamatkan Lyra.” Isaac dan Mackenzie yang sempat menangis histeris karena lapar. Mereka duduk di kursi bayi dengan tenang. Mata mereka tertuju pada makanan yang penuh oleh warna-warna cerah. Tangan mungil mereka bergerak, meraup dan melahapnya perlahan. Jeremiah tertawa lebar melihat wajah-wajah mungil mereka berlumuran alpukat mousse. Semb
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k